Combine Result 1 Copy
Transcript of Combine Result 1 Copy
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.DR. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kuliah Magang Mahasiswa (KMM)
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Rumah sakit adalah
salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai misi memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat untuk
tercapainya peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Koentjoro, 2007).
Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1197/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan rumah sakit yang utuh dan berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Sehingga peran
tenaga teknis kefarmasian berubah dari peracik obat (compounder) dan supplier
sediaan farmasi ke arah pemberi pelayanan dan informasi dan akhirnya berubah
lagi sebagai pemberi kepedulian pada pasien dengan tanggung jawab untuk
memberikan obat yang layak, lebih efektif dan seaman mungkin serta
memuaskan pasien (Anonim, 2001).
2
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.DR. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Penyelenggaraan pendidikan Diploma Farmasi juga ditujukan pada upaya
peningkatan kualitas tenaga farmasi untuk kepentingan peningkatan kualitas
pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian klinik dan komunitas merupakan
bagian dari pelayanan kesehatan yang berperan menjamin pendistribusian farmasi
di apotek, rumah sakit, dan institusi kesehatan lain, serta pendistribusian dan
pemasaran produk farmasi yang membutuhkan tenaga teknis atau ahli madya
farmasi yang berkualitas.
Upaya peningkatan kualitas sumber daya tenaga kefarmasian tersebut
salah satunya adalah peningkatan kualifikasi pendidikan tenaga teknis farmasi
melalui program pendidikan diploma. Dengan latar belakang tersebut, program
Diploma Farmasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta melaksanakan
pendidikan tinggi bidang farmasi yang memadukan teori dan praktek yang
selaras dengan kebutuhan dunia kerja serta mengembangkan keunggulan
kompetetif di bidang pelayanan farmasi.
Seorang ahli madya dituntut untuk memiliki kemampuan dan
keterampilan untuk mengatur penata laksanaan logistik obat dan perbekalan
kesehatan secara tertib, pemantauan ketersediaan dan penggunaannya.
Tenaga ahli madya farmasi harus memiliki kemampuan memadai, baik teori
maupun keterampilan praktek, agar perannya dalam pengelolaan obat dan
3
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.DR. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
perbekalan kesehatan lainnya dapat dilakukan secara baik, benar, efektif dan
efisien.
Kuliah Magang Mahasiswa (KMM) merupakan penerapan teori selama
kuliah di Perguruan Tinggi ke tempat praktek baik di apotek maupun rumah
sakit. Kuliah Magang Mahasiswa (KMM) dimaksudkan untuk melatih
ketrampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu dan memperkenalkan dunia
kerja. Dengan demikian lulusan program Diploma Farmasi FMIPA UNS
diharapkan menjadi ahli madya farmasi yang memiliki kualifikasi sebagai
pelaksana pelayanan kesehatan di bidang farmasi, pelaksana pendistribusian
dan pemasaran sediaan farmasi, pelaksana pelayanan informasi kesehatan di
bidang farmasi, dan mampu mengelola obat.
1.2 Tujuan Kuliah Magang Mahasiswa
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari Kuliah Magang Mahasiswa (KMM) ini adalah:
a. Memberikan gambaran mengenai fungsi, peran, dan tugas seorang
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di Rumah Sakit.
b. Mempersiapkan para calon ahli madya farmasi untuk menjalani
profesinya secara profesional.
4
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.DR. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Tujuan Khusus
Tujuan umum dari Kuliah Magang Mahasiswa (KMM) ini adalah:
a. Memperoleh gambaran tentang tugas dan fungsi Instalasi Farmasi
Rumah
b. Sakit khususnya di Rumah Sakit Ortopedi Prof. DR. R. Soeharso
Surakarta.
c. Melakukan studi banding tentang peran dan tanggung jawab Tenaga
Teknis Kefarmasian (TTK) dalam bidang pelayanan dan pengadaan secara
praktek dengan pengetahuan yang diperoleh secara teori.
d. Mengetahui secara langsung peran Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit khususnya di Rumah Sakit Ortopedi
Prof. DR. R. Soeharso Surakarta dalam bidang pelayanan dan pengadaan.
1.3 Manfaat Kuliah Magang Mahasiswa
Manfaat Kuliah Magang Mahasiswa di Rumah Sakit Ortopedi Prof.
DR. R. Soeharso Surakarta adalah untuk memberi bekal dan gambaran kepada
mahasiswa mengenai kegiatan dan ruang lingkup pelayanan kefarmasian di
rumah sakit, mengetahui manajemen dan administrasi instalasi farmasi beserta
seluruh cakupan kegiatannya secara langsung di lapangan.
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Orthopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 – 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Rumah Sakit
1. Definisi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, dijelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat (Anonim, 2009a).
2. Tugas Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dijelaskan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Tugas rumah sakit secara umum adalah melaksanakan upaya kesehatan yang
terpadu dan menyeluruh dengan pendekatan pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan
6
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan oleh pemerintah
dan/atau masyarakat (Anonim, 2009a).
3. Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugasnya rumah sakit
mempunyai berbagai fungsi, antara lain:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
7
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
4. Visi
Visi rumah sakit merupakan pernyataan tetap (permanen) untuk
mengkomunikasikan sifat dari keberadaan rumah sakit, berkenaan
dengan maksud lingkup usaha/kegiatan dan kepemimpinan kompetitif,
memberikan kerangka kerja yang mengatur hubungan antara rumah sakit
dan “stakeholders” utamanya, dan untuk menyatakan tujuan luas dari
unjuk kerja rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).
5. Misi
Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan
keberadaan rumah sakit, maksud atau fungsi yang diinginkan untuk
memenuhi pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama
untuk memenuhi maksud tersebut. Pernyataan misi memberikan suasana
untuk memformulasi berbagai jenis kegiatan tertentu dari semua upaya
yang dilakukan rumah sakit dan strategi yang digunakan rumah sakit
beroperasi (Siregar dan Amalia, 2004).
6. Tujuan Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan rumah sakit
yaitu:
8
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit, dan sumber daya manusia di
rumah sakit.
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah
sakit.
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber
daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit.
2.2 Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
disebutkan bahwa jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit dikategorikan
menjadi:
1. Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum dimaksudkan untuk memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
9
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus dimaksudkan untuk memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit disebutkan bahwa dalam pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi
menjadi :
1. Rumah Sakit Publik
Rumah sakit publik dimaksudkan dapat dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah
sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan badan layanan umum atau
badan layanan umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah
dan pemerintah daerah tidak dapat dialihkan menjadi rumah sakit
privat.
10
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Rumah Sakit Privat.
Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan
profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.
Rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan
setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan.
Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam
bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran
berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya. Dalam
penyelenggaraan rumah sakit pendidikan dapat dibentuk jejaring
rumah sakit pendidikan (Anonim, 2009a).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, dalam rangka
penyelenggaraan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit
umum dan khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan rumah sakit. Klasifikasi rumah sakit umum terdiri dari :
1. Rumah Sakit Umum kelas A
Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medis paling sedikit 4 pelayanan medik
11
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
dasar, 5 pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan
medik spesialis lain dan 13 pelayanan medik sub spesialis.
2. Rumah Sakit Umum kelas B
Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medis paling sedikit 4 pelayanan medik
dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan spesialis
medik lainnya dan 2 pelayanan medik sub spesialis dasar.
3. Rumah Sakit Umum kelas C
Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medis paling sedikit 4 pelayanan medik dasar
dan 4 pelayanan spesialis penunjang medik.
4. Rumah Sakit Umum kelas D
Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medis paling sedikit 2 pelayanan medik dasar.
Klasifikasi rumah sakit khusus terdiri dari :
1. Rumah Sakit Khusus kelas A
Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah sakit khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medis
12
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
spesialis dan pelayanan medis sub spesialis sesuai kekhususan yang
lengkap.
2. Rumah Sakit Khusus kelas B
Rumah sakit khusus kelas B adalah rumah sakit khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medis
spesialis dan pelayanan medis sub spesialis sesuai kekhususan yang
terbatas.
3. Rumah Sakit Khusus kelas C
Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah sakit khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medis
spesialis dan pelayanan medis sub spesialis sesuai kekhususan yang
minimal.
2.3 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya.
13
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi yaitu :
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat,
penggunaan obat serta evaluasinya.
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai
kebutuhan.
Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:
a. Menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para
dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk
dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus
meminimalkan duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan
kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat
yang diusulkan oleh SMF.
b. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk kategori khusus.
c. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa
dan terapi.
14
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
d. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
e. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
medis dan perawat.
f. Membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar dan Amalia, 2004).
2.4 Formularium Rumah Sakit
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit menerangkan bahwa formularium adalah himpunan obat yang
diterima/disetujui oleh panitia farmasi dan terapi untuk digunakan di rumah sakit
dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan. Formularium Rumah
Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi, yaitu badan yang bertugas
membantu pimpinan RS untuk menetapkan kebijakan menyeluruh tentang
pengelolaan dan penggunaan obat di RS. Komposisi formularium meliputi
halaman judul, daftar nama anggota panitia farmasi dan terapi, daftar isi,
informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang
diterima untuk digunakan, dan lampiran.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada
15
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
dokter, apoteker, perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam
menerapkan sistem formularium meliputi :
a. Membuat kesepakatan dengan staf medis dari berbagai disiplin ilmu
dengan panitia farmasi dan terapi dalam menentukan kerangka
mengenai tujuan, organisasi, fungsi, dan ruang lingkup.
b. Staf medis harus dapat menyesuaikan kebutuhan dengan sistem yang
berlaku dengan kebutuhan tiap-tiap institusi.
c. Staf medis harus bisa menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur
yang ditulis oleh panitia farmasi dan terapi untuk menguasai sistem
formularium.
b. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama
generik.
c. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di
instalasi farmasi.
d. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik
yang efek terapinya sama, seperti:
16
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
1. Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat
generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk
asli yang diminta.
2. Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten
tertentu harus didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan
terapi.
3. Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan
sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang
digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.
2.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
1. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi farmasi adalah bagian dari rumah sakit yang
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan
teknis kefarmasian di rumah sakit (Anonim, 2009a). IFRS dipimpin oleh
apoteker. Pada pelaksanaannya apoteker dibantu oleh tenaga ahli madya
farmasi (D3) dan tenaga menengah farmasi (AA). Pimpinan dan
apoteker instalasi farmasi rumah sakit harus berjuang, bekerja keras,
dan berkomunikasi efektif dengan semua pihak agar pengembangan
17
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
fungsi instalasi farmasi rumah sakit yang baru yaitu meningkatkan
mutu perbekalan farmasi dan obat-obatan yang diproduksi serta
mengembangkan dan melaksanakan praktek farmasi klinik dapat
diterima oleh pimpinan dan staf
medik rumah sakit (Anonim, 2004).
2. Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, instalasi farmasi di rumah sakit memiliki tugas, yaitu:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE).
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi
untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
18
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan
dan formularium rumah sakit.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, instalasi farmasi di rumah sakit memiliki fungsi,
yaitu:
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
1. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
3. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
5. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku.
6. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian.
19
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
7. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit.
b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
1. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
2. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat dan alat kesehatan.
3. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat
dan alat kesehatan.
4. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
5. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.
6. Memberi konseling kepada pasien/keluarga.
7. Melakukan pencampuran obat suntik.
8. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral.
9. Melakukan penanganan obat kanker.
10. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
20
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
11. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
12. Melaporkan setiap kegiatan.
2.6 Tenaga Kefarmasian dan Kompetensinya
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan tenaga teknis
kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis
farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.
1. Kompetensi apoteker
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit disebutkan bahwa kompetensi apoteker adalah sebagai
berikut:
a. Kompetensi apoteker sebagai pimpinan seperti
berikut:
1) Mempunyai kemampuan untuk memimpin.
21
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
2) Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola
dan mengembangkan pelayanan farmasi.
3) Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri.
4) Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain.
5) Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah,
menganalisa dan memecahkan masalah.
b. Kompetensi apoteker sebagai tenaga fungsional seperti berikut :
1) Mampu memberikan pelayanan kefarmasian.
2) Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian.
3) Mampu mengelola manajemen praktis farmasi.
4) Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian.
5) Mampu melaksanakan pendidikan, penelitian, dan
pengembangan.
6) Dapat mengoperasikan komputer.
7) Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan di
bidang farmasi klinik.
22
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Kompetensi Asisten Apoteker
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit disebutkan bahwa kompetensi asisten apoteker
adalah sebagai berikut:
a. Membaca resep dengan teliti, meracik obat dengan cepat,
membungkus dan menempatkan obat dalam wadah/bungkus yang
cocok dan memeriksa serta memberi etiket dengan teliti.
b. Memberikan informasi/konsultasi tentang obat kepada
pasien, tenaga kesehatan dan masyarakat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit dijelaskan bahwa dalam kompetensinya
asisten apoteker wajib melakukan:
Skrining/pembacaan resep,meliputi :
1) Pemeriksaan persyaratan administratif resep:
23
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Nama dokter, alamat, SIP, tanggal penulisan resep, paraf /
tanda tangan, nama pasien, alamat, umur, jenis kelamin, berat
badan dan signa (cara pemakaian obat yang jelas).
2) Kesesuaian farmasetik
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3) Pertimbangan klinis
Alergi, efek samping obat, interaksi obat
4) Penyiapan obat
a. Peracikan (hitung, sediaan, campur, kemas, label)
b. Penyerahan obat
c. Pemberian informasi dan konseling
2.7 Pekerjaan Kefarmasian di Rumah Sakit
1. Pengadaan Sediaan Farmasi
a. Seleksi
Seleksi merupakan proses kegiatan mulai dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi,
24
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
bentuk dan dosis obat, menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat esensial, standarisasi obat sesuai kriteria
seleksi obat dalam rangka memutuskan jenis-jenis obat yang digunakan
di rumah sakit, menentukan standar obat atau formularium yang berlaku
pada periode tertentu. Tugas seleksi atau pemilihan obat perlu
dilaksanakan karena produk farmasi jumlahnya semakin banyak,
padahal anggaran yang tersedia kurang memadai.
Pemilihan obat atau kegiatan seleksi mempunyai kriteria,
misalnya yang ditetapkan oleh WHO sebagai kriteria obat esensial
nasional, yang biasanya diadopsi dan dimodifikasi dengan kondisi negara
bersangkutan, misalnya: relevansi dengan pola penyakit, efektivitas dan
keamanan, data- data penggunaan, mutu termasuk bioavailabilitas dan
stabilitas, harga murah, obat sudah dikenal, dan sediaan tunggal
(Wiyono, 1999).
b. Perencanaan
Perencanaan adalah hasil rangkuman dari kegiatan mengenai fungsi
pokok, aturan, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan
lingkungan atau dasar tindakan untuk dapat menyelesaikan tugas
pekerjaan dengan baik. Tujuan perencanaan adalah efisiensi keuangan dan
efektivitas penyimpanan.
25
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pedoman perencanaan obat di Rumah Sakit menurut Departemen
Kesehatan tahun 1989 adalah :
1. Perencanaan obat wajib disusun oleh setiap Rumah Sakit Pemerintah
untuk jangka waktu tertentu atas dasar pemakaian obat tahun-tahun
sebelumnya, jumlah episode penyakit, dan disesuaikan alokasi dana
yang ada.
2. Jumlah obat di rumah sakit berdasarkan pada DOEN dan Formularium
3. Rumah Sakit.
4. Jumlah obat untuk Rumah Sakit disusun atas dasar :
Data pemakaian waktu lampau atau disebut pola konsumsi yang
dihitung dengan rumus :
Jumlah kebutuhan obat = konsumsi obat sesungguhnya selama
periode waktu tertentu periode
waktu yang sama + jumlah
kebutuhan obat selama “lead time” –
sisa stok
26
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Data jumlah kasus atau disebut pola epidemologi yang
dihitung dengan rumus :
Jumlah kebutuhan obat = Jumlah penyakit x standar pengobatan + jumlah
kebutuhan selama “Lead time” – sisa stok
Menurut Quick (1997) analisa PARETO atau ABC dan VEN
dilakukan agar tercapai peningkatan efisiensi dana yang dilakukan oleh
bagian perencanaan.
Analisa PARETO atau ABC, obat dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Kelompok A : beberapa obat yang menyerap dana paling
besar 70% dari total dana umum namun kurang lebih 10%
jenis obat.
b. Kelompok B : beberapa obat yang menyerap dana
kurang lebih 20% dari total dana untuk lebih dari 20% jenis
obat.
c. Kelompok C : beberapa jenis obat yang menyerap dana
kurang lebih 10% dari total dana tetapi meliputi lebih dari
70% jenis obat.
27
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sistem VEN dikelompokkan menjadi:
a. Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat
vital yaitu obat-obatan live saving, vaksin yang merupakan
obat untuk pelayanan kesehatan pokok.
b. Kelompok E adalah obat-obatan esensial.
c. Kelompok N adalah obat-obatan non esensial penyakit
ringan.
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan usaha atau kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan perbekalan farmasi yang telah digariskan dalam fungsi
perencanaan, penentuan kebutuhan maupun anggaran.
Pengadaan harus memenuhi syarat, yakni sesuai dengan rencana
atau tujuan (doelmatig), sesuai dengan anggaran (rechmatig), dan
sesuai dengan aturan yang berlaku (wetmatig).
Metode pengadaan atau pembelian ada 4, yaitu pengadaan
melalui pelelangan terbuka (open tender), pelelangan terbatas
(restricted tender), pembelian langsung (direct procurement),
kerjasama dengan supplier, dan ada perjanjian (negotiated
competitive).
28
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pengadaan obat di rumah sakit dilakukan dengan cara
pelelangan umum atau pembelian langsung dan dropping dari
Departemen Kesehatan/sumber lain. Proses pengadaan dapat
dilakukan tahunan, triwulan, bulanan, mingguan, insidentil dan
untuk menentukan jumlah pengadaan perlu diketahui stok
minimum dan maksimum, stok rata-rata, stok penyangga atau
buffer stok, dan lead time (Anonim, 2004).
d. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Tujuan
penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah, maupun
waktu kedatangan. Dalam kegiatan penerimaan barang, hal-hal
yang perlu diperhatikan antara lain :
1) Sumber barang berasal dari dana APBN atau non APBN,
sumbangan atau hibah.
2) Persiapan penerimaan barang dengan melakukan
pemeriksaan dokumen barang (misalnya: surat perintah
29
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
kerja, kontrak, surat kiriman barang, faktur pengantar barang,
dan surat-surat lain).
3) Pelaksanaan penerimaan barang yang mencakup
pengecekan kesesuaian barang dengan pesanan, kebenaran
barang, pembukuan, dan penyimpanan di gudang farmasi
(Anonin, 2002).
e. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan dan usaha untuk
melakukan penguasaan penyelenggaraan dan pengaturan barang di
dalam ruang penyimpanan atau suatu kegiatan pengamanan
dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat
yang dinilai aman. Maksud dan tujuan penyimpanan yaitu
memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan,
memudahkan pencarian, dan pengawasan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk tempat penyimpanan:
1) Ruang penyimpanan yang tidak terkena cahaya langsung,
terang, kering, dan tidak panas.
30
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
2) Almari pendingin dengan suhu 2-8°C (ditunjukkan oleh
monitor) untuk perbekalan farmasi yang harus disimpan
dingin.
3) Almari khusus untuk penyimpanan narkotika dan obat keras
tertentu yang terkunci.
4) Almari/rak penyimpanan yang cukup jumlahnya sehingga
dapat menjamin terlaksananya sistem penyimpanan yang baik
First In First Out (FIFO).
5) Almari/rak tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya dan
mudah terbakar yang terpisah dari perbekalan farmasi lainnya.
6) Ruang atau tempat dan peralatan yang memungkinkan
pelaksanaan pekerjaan administrasi perbekalan farmasi.
Tempat penyimpanan obat harus dirancang sesuai
dengan kebutuhan. Ruang tempat penyimpanan obat terbagi atas:
1) Tempat penyimpanan biasa yang menyimpan sebagian
besar persediaan obat di gudang farmasi bertemperatur kira-
kira 25°C, misalnya cairan, tablet, kapsul, obat suntik, dan
lain-lain.
31
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
2) Ruang penyimpanan bertemperatur dingin untuk menyimpan
semua obat yang membutuhkan pendingin teratur, misalnya
obat-obat termolabil (pada suhu 2-8°C). Setidaknya berupa
kulkas atau refrigerator dan bila perlu untuk menyimpan pada
suhu di bawah 0°C (freezer).
3) Ruang penyimpanan narkotika berupa almari narkotika.
Selain itu dalam ruang terpisah dari almari ini juga dapat
disimpan psikotropika dan hipnotika.
4) Ruang penyimpanan barang berbahaya yang harus memenuhi
standar yang ditentukan bagian pemadam kebakaran. Ruangan
harus menghadap keluar bangunan dan dapat dipakai pula
untuk menyimpan barang berbahaya seperti bahan korosif,
iritatif, ekplosif, radiatif, toksik, mudah terbakar, dan bahan
berbahaya lainnya. Beberapa diantaranya membuat ruang
bawah tanah (www.litbang.depkes.go.id).
Kegiatan penyimpanan obat meliputi:
1) Pengaturan tata ruang dan penyusunan stok obat untuk
mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan,
pencarian, dan pengawasan obat-obat.
32
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
2) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat-
obatan ruang gudang dapat ditata dengan sistem arus garis
lurus, atau U, dan arus L.
3) Penerimaan dan pengeluaran obat-obatan perlu diperhatikan
jenis obat-obatan yang disimpan di gudang.
Semua obat harus disimpan dalam ruangan, disusun menurut
bentuk sediaan dan urut abjad dan bila tidak memungkinkan obat
yang sejenis dikelompokkan menjadi satu. Obat lama diletakkan
dan disusun paling depan, obat baru diletakkan dibelakang. Cara
ini disebut FIFO (First In First Out) artinya obat yang pertama
diterima harus pertama juga digunakan, sebab umumnya obat yang
datang pertama biasanya juga diproduksi lebih awal dan akan
kadaluarsa lebih awal juga. Obat-obatan dan perbekalan farmasi
yang memiliki batas kadaluarsa menganut sistem masuk keluar
FEFO (First Expired First Out), yaitu yang berkadaluarsa pendek
harus keluar dahulu, untuk itu maka perlu dilakukan rotasi stok
agar obat tersebut tidak selalu berada di belakang yang
dapat menyebabkan kadaluarsa. Dikenal istilah LIFO (Last In
First Out) artinya barang terakhir masuk harus keluar dahulu.
33
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Penyimpanan yang menggunakan prinsip lokasi tetap, obat-
obat dapat dikelompokkan dengan satu cara, yaitu kategori
terapetik/ farmakologi, indikasi klinik, alfabetik, level of use,
bentuk sediaan, random bin atau kode komoditas. Pengamatan
mutu untuk mengetahui perubahan baik karena faktor fisika
maupun kimiawi. Perubahan dan tanda-tanda mutu obat dapat
diamati secara visual (berbeda dengan pemeriksaan awal waktu
penerimaan) (www.litbang.depkes.go.id).
f. Distribusi
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi
pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang
pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar
kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan :
1) Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
2) Metode sentralisasi atau desentralisasi
3) Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis
unit atau kombinasi
34
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sistem pelayanan distribusi adalah sebagai berikut :
1) Sistem persediaan lengkap di ruangan
a) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk persediaan di
ruang rawat merupakan tanggung jawab perawat.
b) Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung
jawab obat.
c) Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan
dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi.
2) Sistem resep perorangan
Pendistribusian perbekalan farmasi resep perorangan / pasien
rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
3) Sistem unit dosis
Pendistribusian obat-obatan melalui resep perorangan yang
disiapkan, diberikan/digunakan dan dibayar dalam unit dosis
tunggal atau ganda, yang berisi obat dalam jumlah yang telah
ditetapkan atau jumlah yang cukup untuk penggunaan satu kali
dosis biasa (Anonim, 2004).
35
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
g. Pemusnahan
Merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur
yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban
penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan obat
yang sub standar.
h. Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika
1) Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009,
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan.
36
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Narkotika terbagi menjadi 3 golongan, yaitu :
a) Narkotika Golongan I
Reagensia diagnostik adalah narkotika golongan I tersebut
secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi termasuk
tidaknya jenis narkotika dari suatu zat/bahan/benda yang
digunakan oleh seseorang.
b) Narkotika Golongan II
Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
c) Narkotika Golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan menyebabkan ketergantungan.
37
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pengelolaan narkotika diatur dalam Undang-Undang,
yaitu :
a) Pemesanan
Apotek dan apotek rumah sakit mendapatkan obat
narkotika dari pedagang besar farmasi (PBF) Kimia
Farma dengan jalan menulis dan mengirimkan surat
pesanan (SP), Surat Pesanan dibuat 4 rangkap. Satu untuk
arsip apotek dan sisanya untuk PBF, selanjutnya PBF
mengirimkannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota,
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah dan Kepala
Balai Pengawasan Obat dan Makanan Semarang.
b) Penyimpanan
Tempat khusus untuk menyimpan narkotika harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain
yang kuat.
(2) Harus mempunyai kunci yang kuat.
38
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
(3) Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang
berlainan; bagian pertama digunakan untuk menyimpan
narkotika, petidina, dan garam-garamnya serta
persediaan narkotik, bagian kedua dipergunakan
untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai
sehari-hari.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari
berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm , maka lemari
tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai ( Anonim,
1978).
c) Pelaporan
Apotek berkewajiban untuk membuat,
menyampaikan, dan membuat laporan rutin mengenai
pemasukan dan pengeluaran narkotika yang ada dalam
penguasaan. Laporan dibuat 4 rangkap, dikirim setiap
bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Laporan ini harus
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
disertai nama terang, surat ijin kerja dan cap apotek.
39
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Laporan bulanan narkotika berisi nomor urut, kodefikasi,
nama sediaan, satuan, persediaan awal bulan, tanggal,
pemasukan dari, jumlah, pengeluaran (resep, lain-lain,
jumlah), persediaan akhir bulan.
d) Penyerahan
Apotek hanya dapat menyerahkan narkotik kepada
rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan,
dokter, dan pasien hanya dapat diserahkan kepada pasien
berdasarkan resep dokter.
e) Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan dalam hal :
(a) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan
persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat
digunakan dalam proses produksi.
(b) Kadaluarsa.
(c) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu
pengetahuan.
40
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
(d) Berkaitan dengan tindak pidana (Anonim, 1997a).
2) Psikotropika
Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997
tentang Psikotropika, psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang bersifat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
a) Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi serta mempunyai potensi sangat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
MDMA, meskalin, dan psilosina.
b) Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
41
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: amfetamin, metakualon, dan fenobarbital.
c) Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang serta mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: siklobarbital dan flunitrazepam.
d) Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat dan digunakan dalam
terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh:nitrazepam,
bromazepam dan alprazolam.
Pada Undang-Undang No. 35 tahun 2009, ada beberapa
psikotropika golongan I dan II yang dimasukkan pada Narkotika
golongan I. Ketentuan mengenai perubahan penggolongan
Narkotika (penyesuaian penggolongan Narkotika berdasarkan
42
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
kesepakatan internasional dan pertimbangan kepentingan
nasional) diatur dengan Peraturan Menkes.
Psikotropika diatur dalam Undang-Undang RI No. 5 tahun
1997 tentang Psikotropika, yaitu:
a) Pemesanan
Pemesanan psikotropika menurut UU RI No. 5 tahun
1997 menggunakan surat pesanan khusus. Dipesan oleh
apotek kepada PBF. Penyerahan psikotropika dari apotek
hanya dapat dilakukan kepada apotek lain, rumah sakit,
balai pengobatan, puskesmas dokter dan pelayanan resep
dokter.
b) Penyerahan
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat
dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas,
balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/pasien
berdasarkan resep dokter.
43
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
c) Penyimpanan
Obat–obat golongan psikotropika dalam
penyimpanannya diletakkan tersendiri dalam suatu rak
atau lemari khusus, terpisah dari obat yang lain.
Pemasukan dan pengeluaran psikotropika dikontrol
dengan menggunakan kartu stok atau kartu stelling.
d) Pelaporan
Penggunaan psikotropika dimonitor dengan mencatat
resep- resep yang berisi obat psikotropika secara tersendiri.
Buku catatan harian berisi nomor, tanggal, nama sediaan,
persediaan awal, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran,
sisa akhir, nama dan alamat pasien, dokter penulis resep,
dan keterangan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1997,
apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai
kegiatan yang dilakukan berhubungan dengan psikotropika
kemudian dilaporkan secara berkala satu tahun sekali. Laporan
dibuat 4 rangkap, dikirim setiap tahun kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi,
44
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Laporan ini harus
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) disertai
nama terang, surat ijin kerja dan cap apotek. Laporan bulanan
psikotropika berisi nomor urut, kodefikasi, nama sediaan,
satuan, persediaan awal bulan, tanggal, pemasukan dari,
jumlah, pengeluaran (resep, lain-lain, jumlah), persediaan
akhir tahun.
e) Pemusnahan
Pada pasal 53 UU No.5 Tahun 1997 tentang
psikotropika disebutkan bahwa pemusnahan psikotropik
dilaksanakan dalam hal:
(1) Berhubungan dengan tindak pidana.
(2) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan
yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam
proses produksi psikotropik.
(3) Kadaluarsa.
(4) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan / atau untuk kepentingan ilmu
pengetahuan.
45
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Pelayanan Sediaan Farmasi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
kegiatan pelayanan sediaan farmasi meliputi pengkajian resep, dispensing,
pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi obat,
konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, kunjungan pasien, pengkajian
penggunaan obat.
a. Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetis dan persyaratan klinis
baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan
administrasi ini meliputi nama,umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien, nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter, tanggal resep, dan
ruang.
b. Dispensing
Kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan atau meracik obat, memberikan label atau
etiket dan penyerahan obat dengan memberikan informasi obat yang
46
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
memadai disertai sistem dokumentasi. Tahap-tahap dispensing terdiri
dari:
1) Receive and confirm
Tahap ini merupakan tahap menerima resep dan
mengamati kondisi dan karakteristik pasien (nama pasien, berat
badan, dewasa/orang tua, alamat, sedang hamil/menyusui,
sedang terapi dan lain-lain). Tindakan ini penting jika
instalasi farmasi dalam keadaan ramai pasien dan untuk
menghindari kesalahan pemberian obat. Pemeriksaan silang nama
dan identitas pasien harus dikerjakan saat sedang
menyerahkan obat.
2) Interpret and verify : patient, drug, dose
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan tentang aspek umum
dan administratif meliputi kelengkapan resep, aspek farmasetis
yaitu adanya inkompatibilitas fisika dan kimia, adanya interaksi
obat dan aspek farmakologi.
3) Prepare and label
Pengerjaan obat merupakan bagian pokok dari proses
dispensing. Proses ini dimulai sejak resep telah jelas dipahami dan
47
Laporan Kuliah Magang Mahasiswa
RS Ortopedi Prof.dr. R. Soeharso Surakarta 1 Februari– 28 Februari 2014
Program Studi D3 Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
kuantitas telah dihitung, meliputi mempersiapkan obat yang
dipesan (obat jadi maupun racikan) dan memberi label yang benar
dan jelas pada etiket. Label harus sejelas mungkin meliputi nama
pasien dan cara pakai.
4) Record and endorse
Proses ini meliputi pencatatan data pasien dan obat yang
diberikan. Manfaat yang bisa diambil adalah sebagai data untuk
melacak setiap masalah yang mungkin meliputi nama pasien dan
cara pakai.
5) Counsel and Supplay
Pada tahap ini dilakukan penyerahan obat dan
pemberian informasi kepada pasien dengan jelas dan lengkap
untuk memaksimalkan tujuan terapi.