Colostomy

44
MANAGEMENT STOMA KOLOSTOMI PRODI SI KEPERAWATAN STIKES KARYA HUSADA SEMARANG 2012 Oleh : Kelompok V Atik Rohana 1207003

Transcript of Colostomy

Page 1: Colostomy

MANAGEMENT STOMA KOLOSTOMI

PRODI SI KEPERAWATAN STIKES KARYA HUSADA

SEMARANG

2012

Oleh :

Kelompok V

Atik Rohana 1207003

Heni Arifah 1207013

Kefas Prasetya adi 1207015

Sudibyo 1207026

Page 2: Colostomy

BAB I

PENDAHULAUAN

A. Latar Belakang

Manusia memiliki lima kebutuhan dasar berdasarkan hirarki Maslow.

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan prioritas tertinggi, meliputi oksigen,

cairan, nutrisi, temperature, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks.

Kebutuhan fisiologis: eliminasi, terbagi dua yaitu eliminasi urine dan

eliminasi fekal. Eliminasi urine berhubungan dengan pengeluaran urine dan

melibatkan organ-organ seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.

Eliminasi fekal berhubungan dengan pengeluaran feses dan melibatkan

organ-organ pencernaan bawah meliputi usus halus (duodenum, jejunum, dan

ileum) dan usus besar (sekum, kolon, apendiks, dan rektum)

(Mubarak&Chayatin, 2008).

Kebutuhan fisiologis dapat saja terganggu pemenuhannya dan merupakan

tugas perawat dalam membantu klien maupun keluarga untuk memenuhi

kebutuhan ini (Potter&Perry, 2006). Kebutuhan fisiologis yang bisa

terganggu pemenuhannya adalah kebutuhan  eliminasi fekal. Empat gangguan

umum yang berhubungan dengan eliminasi fekal meliputi konstipasi, diare,

inkontinensia fekal, dan flatulence (Kozier,et al, 2008, hlm.1328)

Ostomi atau stoma adalah pembukaan  yang dibuat dari sistem

gastrointestinal, sistem urinary, atau sistem respirasi dan membentuk lubang

di kulit (Kozier,et al, 2008, hlm 1330)

Page 3: Colostomy

Tindakan kolostomi menyebabkan saluran pencernaan menjadi lebih

pendek karena   pengangkatan seluruh atau sebagian kolon,  mengurangi

aborbsi air dan elektrolit, sebagian besar:sodium dan potassium. Setelah

kolostomi, disarankan untuk meningkatkan intake cairan. Bila kekurangan

cairan harus diperhatikan tanda-tanda dehidrasi yaitu penurunan keluaran

urine, warna urine kuning tua, kehausan, mulut&kulit kering (Changi General

Hospital,2009).

Gangguan eliminasi lain yang bisa terjadi adalah diare. Diare merupakan

peningkatan cairan yang abnormal pada feses dan pada berat (volume) feses

harian (Brunner & Suddarth’s, 2008). Makanan pedas dapat menyebabkan

diare dan flatus pada sebagian individu (Kozier,et al, 2008, hlm 1337).

Penyebab diare yang lain adalah stress psikologis, bakteri, makanan yang

terkontaminasi, obat-obatan, alergi, dan iritasi usus (Mubarak&Chayatin,

2008, hlm 105).

Perawatan kolostomy adalah tindakan membersihkan luka stoma dan

mengganti kantong kolostomi dengan yang baru.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penyusunan makalah management luka kolostomi

(stoma kolostomi) adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah wound

healing.

Page 4: Colostomy

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penyusunan makalah management luka kolostomi

(stoma kolostomi) adalah:

a. Mahasiswa memahami pengertian dari kolostomi

b. Mahasiswa memahami indikasi dari kolostomi

c. Mahasiswa memahami jenis-jenis kolostomi

d. Mahasiswa memahami karakteristik luka kolostomi

e. Mahasiswa memahami anatomi fisiologi colon

f. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang pada kolostomi

g. Mahasisw bisa melakukan pengkajian pada pasien dengan kolostomi

h. Mahasiswa bisa melakukan perawatan luka kolostomi

Page 5: Colostomy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan

buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan

ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer

Schrock, MD, 1983).

Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli

bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen,

1991).

Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara

bedah(Keperawatan Medical Bedah, Brunner & suddart hal 1127)

Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga

jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi

dapat dibuat secara permanen maupun sementara.

B. Anatomy Fisiologis Colon

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar

5 kaki (sekitar 1,5 m) yang mulai sekum sampai kanalis ani. Diameter usus

besar sudah pasti lebih besar dari usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar

6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Kolon dibagi lagi

menjadi kolon asendens, transversum, desenden dan sigmoid. Sekum

menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Tempat dimana

Page 6: Colostomy

kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas

berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon

sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk-

S, lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu

dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada

sisi kiri bila diberi enema. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan

rektum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian

luar). Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm).

Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus

lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja.

Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam

tiga pita yang dinamakan taenia koli. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih

tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau

rugae. Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan

mempunyai lebih banyak sel goblet dari pada usus halus.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan

dengan suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior

memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dua pertiga

proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi

belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens dan

sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Aliran balik vena dari kolon dan

rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior dan vena

hemoroidalis superior.

Page 7: Colostomy

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan

perkecualian sfingter eksterna yang berada di bawah kontrol volunter.

Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi,

serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis

mempunyai efek yang berlawanan.

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan

proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah

mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon

bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung

massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.

Kolon mengabsorpsi sekitar 600 ml air per hari, bandingkan dengan usus

halus yang mengabsorpsi sekitar 8.000 ml. Kapasitas absorpsi usus besar

adalah sekitar 2.000 ml/hari. Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar

terutama diakibatkan oleh bakteri dan bukan karena kerja enzim.

Page 8: Colostomy

C. Indikasi

Indikasi colostomy permanen sebagian besar disebabkan oleh ca colon

Indikasi Colostomy Temporar adalah

1. Atresia Ani

Penyakit atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang

memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembuatan lubang anus

yang tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).

Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus

imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz, 2002). Menurut

Suriadi (2006), Atresi ani

atau imperforata anus

adalah tidak komplit

perkembangan embrionik

pada distal usus (anus)

tertutupnya anus secara

abnormal.

2. Hirschprung

Penyakit Hirschprung atau

megakolon aganglionik bawaan

disebabkan oleh kelainan

inervasi usus, mulai pada

sfingter ani interna dan meluas

ke proksimal, melibatkan

Page 9: Colostomy

panjang usus yang bervariasi (Nelson, 2000). Penyakit Hischprung disebut

juga kongenital aganglionosis atau megacolon yaitu tidak adanya sel

ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam colon (Suriadi, 2006)

3. Malforasi Anorektum

Istilah Malforasi Anorektum merujuk pada suatu spektrum cacat. Perhatian

utama ditujukan pada pengendalian usus selanjutnya, fungsi seksual dan

saluran kencing. Beberapa kelainan yang memerlukan pembedahan

kolostomi adalah;

a. Fistula Rektovesika

Pada penderita Fistula Rektovesika, rektum berhubungan dengan

saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria. Mekanisme sfingter

sering berkembang sangat jelek. Sakrum sering tidak terbentuk atau

sering kali tidak ada. Perineum tampak datar. Cacat ini mewakili 10%

dari seluruh penderita laki-laki dengan cacat ini. Prognosis fungsi

ususnya biasanya jelek. Kolostomi diharuskan selama masa neonatus

yang disertai dengan operasi perbaikan korektif (Nelson, 2000).

b. Fistula Rektouretra

Pada kasus Fistula Rektouretra, rektum berhubungan dengan bagian

bawah uretra atau bagian atas uretra. Mereka yang mempunyai Fistula

Rektoprostatik mengalami perkembangan sakrum yang jelek dan sering

perineumnya datar. Penderita ini mengalami kolostomi protektif selama

masa neonatus. Fistula Rektouretra merupakan cacat anorektum yang

paling sering pada penderita laki-laki ( Nelson, 2000).

Page 10: Colostomy

c. Atresia Rektum

Atresia Rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1% dari

anomali anorektum. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa

penderita mempunyai kanal anus dan anus yang normal ( Nelson,

2000).

d. Fistula Vestibular

Fistula Vestibular adalah cacat yang paling sering ditemukan pada

perempuan. Kolostomi proteksi diperlukan sebelum dilakukan operasi

koreksi, walaupun kolostomi ini tidak perlu dilakukan sebagai suatu

tindakan darurat karena fistulanya sering cukup kompeten untuk

dekompresi saluran cerna ( Nelson, 2000).

e. Kloaka Persisten

Pada kasus Kloaka Persisten, rektum, vagina, dan saluran kencing

bertemu dan menyatu dalam satu saluran bersama. Perineum

mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris.

Kolostomi pengalihan terindikasi pada saat lahir, lagipula penderita

yang menderita kloaka mengalami keadaan darurat urologi, karena

sekitar 90% diserai dengan cacat urologi. Sebelum kolostomi, diagnosis

urologi harus ditegakkan untuk mengosongkan saluran kencing, jika

perlu pada saat yang bersamaan dilakukan kolostomi (Nelson, 2000).

D. Jenis Colostomy

1. Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya;

a. transversokolostomi merupakan kolostomi di kolon transversum

Page 11: Colostomy

b. sigmoidostomi yaitu kolostomi di sigmoid

c. kolostomi desenden yaitu kolostomi di kolon desenden

d. kolostomi asenden, adalah kolostomi di asenden

(Suriadi, 2006)

2.

Berdasarkan Penggunaannya

a. Kolostomi Permanen

Kolostomi permanen diperlukan ketika tidak terdapat lagi segmen usus

bagian distal setelah dilakukan reseksi atau untuk alasan tertentu usus

tidak dapat disambung lagi. Kolostomi dibuat untuk menggantikan

fungsi anus bila anus dan rectum harus diangkat.

Kolostomi permanen harus hati-hati ditempatkan untuk memudahkan

dalam penganganan jangka panjang. Kolostomi permanen biasanya

dibuat pada kolon kiri pada fossa iliaka kiri.

Kolostomi permanen dilakukan pada beberapa kondisi tertentu,

termasuk sekitar 15% oleh karena kasus kanker kolon. Kolostomi ini

biasanya digunakan saat rektum perlu diangkat akibat suatu penyakit

ataupun kanker.

b. Kolostomi Sementara

transversokolostomi sigmoidostomi kolostomi desenden kolostomi asenden

Page 12: Colostomy

Kolostomi sementara sering dilakukan untuk mengalihkan aliran feses

dari daerah distal usus. Setelah masalah pada usus bagian distal telah

teratasi, maka kolostomi dapat ditutup kembali.

Kolostomi sementara berguna untuk:

1) Mengatasi obstruksi pada operasi elektif maupun tindakan darurat.

Kolostomi dilakukan untuk mencegah obstruksi komplit usus besar

bagian distal yang menyebabkan dilatasi bagian proksimal.

2) Melakukan proteksi terhadap anastomosis kolon setelah reseksi.

Kolostomi sementara dibuat, misalnya pada penderita gawat

abdomen dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian

kolon. Pada keadaan demikian, membebani anastomosis baru dengan

pasase feses merupakan tindakan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, untuk pengamanan

anastomosis, aliran feses dialihkan sementara melalui kolostomi dua

stoma yang disebut stoma double barrel. Dengan cara Hartman,

pembuatan anastomosis ditunda sampai radang di perut telah reda.

3) Kolostomi sementara dapat berguna untuk mengistirahatkan segmen

usus bagian distal yang terlibat pada proses inflamasi misalnya abses

perikolik, fistula anorektal.

3. Berdasarkan Bentuk

a. Kolostomi loop

Jenis kolostomi ini didesain sehingga baik segmen distal maupun

proksimal usus terdapat pada permukaan kulit

Page 13: Colostomy

b. Kolostomi double barrel

Pada kolostomi double barrel, dibuat dua stoma yang terpisah pada

dinding abdomen. Stoma bagian proksimal berhubungan dengan traktus

gastrointestinal yang lebih atas dan akan menjadi saluran pengeluaran

feses. Stoma bagian distal berhubungan

dengan rectum. Kolostomi double barrel

termasuk jenis kolostomi sementara.

Kolostomi double barrel mudah dan aman

digunakan pada neonatus dan bayi.

c. Kolostomi devided

Kolostomi ini sering dibuat di sigmoid pada

karsinoma rektum yang tak dapat diangkat,

sehingga karsinoma tersebut tidak teriritasi oleh

tinja.

d. Kolostomi terminal

Tipe ini dilakukan bila diperlukan untuk

membuang kolon karena terlalu

membahayakan bila dilakukan anastomosis

yang memudahkan timbulnya sepsis.

Page 14: Colostomy

Kontinuitas dapat diperbaiki kemudian hari bila sepsis telah dapat

diatasi dan kondisi penderita lebih baik.

e. Sekostomi dengan pipa (tube)

Sekostomi merupakan kolostomi

sementara. Berguna untuk

dekompresi gas dalam usus.

Sekostomi tidak cocok untuk

diversi aliran feses. Saat ini

sekostomi jarang digunakan

karena stoma sering tersumbat oleh feses dan seringkali diperlukan

irigasi untuk kembali melancarkan.

E. Karakteristik

Colostomy normal adalah segar, lembab, merah mengkilap, sama dengan

mukosa bibir.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos abdomen 3 posisi

a. Abdomen supinasi AP (antero posterior) Untuk memperhatikan ada

tidaknya penebalan / distensi pada kolon yang disebabkan karena massa

atau gas pada kolon itu.

b. Abdomen setengah duduk / duduk untuk menampakan udara bebas

dibawah diafragma.

c. Abdomen LLD (left lateral decubitus) untuk memperlihatkan fluid level

atau udara bebas yang mungkin terjadi karena perforasi kolon.

Page 15: Colostomy

2. Colon in loop

Adalah teknik pemeriksaan secara radiologis di kolon dengan media

kontras barium sulfat.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran anatomis dari kolon

sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau

kelainan-kelainan pada kolon

Supinasi AP

Page 16: Colostomy

3. Colonoscopy

Dikerjakan dengan memasukan tabung yang lentur (flexible) kira-kira

sebesar satu jari tangan kedalam dubur (anus), dan kemudian memajukan

secara perlahan, dibawah kontrol visual, kedalam rektum dan seluruh usus

besar. Dilaksanakan dengan kontrol visual pada monitor TV.

Digunakan untuk mengevaluasi penampilan dalam dari kolon (secara

visual / video)

4. USG abdomen

Adalah prosedur yang digunakan

untuk memeriksa organ-organ

dalam perut menggunakan

sebuah tranduser USG (probe)

yang ditempelkan erat pada kulit

perut. Gelombang suara energi

tinggi dari tranduser memantul pada jaringan dan membuat gema. Gema

Page 17: Colostomy

ini dikirim ke komputer yang membuat citra / gambar yang disebut

sonogram.

Tujuannya adalah untuk mendektesi massa, membedakan cairan atau

massa padat, mengevaluasi dan memetakan organ, dan mengevaluasi

kelainan lain dalam rongga abdomen.

5. Leukosit (hitung total)

Nilai normal pada orang dewasa 4500-10000 sel/mm³, neonatus 9000-

30000 sel/mm³, bayi sampai balita 5700-18000 sel/mm³, anak 10 tahun

4500-13500 sel/mm³, ibu hamil 6000-17000 sel/mm³, postpartum 9700-

25700 sel/mm³.

Peningkatan jumlah leukosite menandakan terjadinya infeksi.

6. Pemeriksaan Feses

a. Secara makroskopis meliputi warna, bau konsistensi, lendir, darah

nanah, parasit serta makanan yang tidak tercerna, dll.

b. Secara mikroskopis untuk mengetahui adanya sel epitel, makrofag,

eritrosit, lekosit, dll

c. Secara kimia untuk mengetahui adanya darah samar, urobilin,

urobilinogen, bilirubin,dll.

d. Secara bakteriologis untuk mengetahui bakteri apa saja yang terdapat di

feses.

G. Komplikasi Kolostomi

1. Obstruksi / penyumbatan

Page 18: Colostomy

Penyumbatan dapat disebabkan oleh

adanya perlengketan usus atau adanya

pengerasan feses yang sulit dikeluarkan.

dapat terjadi akibat udem ataupun

timbunan feses.ini dapat dilihat dengan

laparoscopic technik. Stricture atau total obstruksi pada stroma dapat

terjadi jika pembuatan lobang untuk colostomy terlalu sempit , iritasi yang

berulang , Infeksi yang mengalami penyembuhann, dll.

2. Retraksi stoma / mengkerut

Stoma mengalami pengikatan karena

kantong kolostomi yang terlalu sempit

dan juga karena adanya jaringan scar

yang terbentuk disekitar stoma yang

mengalami pengkerutan. Sering juga

terjadi pada penderita yang gemuk atau overweight.

3. Prolaps pada stoma

Terjadi karena kelemahan otot abdomen

atau karena fiksasi struktur penyokong

stoma yang kurang adekuat dan

pembukaan yang terlalu besar pada

dinding abdomen pada saat pembedahan.

4. Parastomal hernia.

Page 19: Colostomy

Keadaan ini dapat timbul akibat letak stoma pada dinding abdomen yang

lemah atau dibuat terbuka terlalu besar pada dinding abdomen.Bisa juga

terjadi akibat jahitan pada bagian yang kuat di dinding perut seperti fascia

mengalami dehischence atai leakage atau terlepas akibat benang

absorbable yang cepat di serap seperti jenis chromic catgut yang di

gunakan.

5. fistula parastomal

Dapat terjadi jika terjadi infeksi yang

cronis atau abces para stoma yang tidak

di tangani dengan baik sehingga abses

akan membentuk fistel enterocutan.Dapat

juga terjadi sewaktu operasi berupa kesalah , penjahitan sehingga ada

bagian yang mengalami perforasi dll.

6. dermatitis pada stoma

Terjadi akibat makanan yang di makan

penderita keluar melalui stoma

menimbulkan allergi atau iritasi yang

berulang.atau bisa juga karena penderita

Page 20: Colostomy

mengalami allergi terhadap bahan colostomi bag seperti lem pelengker ,

plastik dll.

7. dehischence parastoma.

Terjadi karena infeksi yang berat dan

kronis berulang - ulang sehingga

jahitannya lepas.

8. Infeksi

Infeksi pada permukaan kulit kerap

terjadi apalagi jika perawatan stoma

tidak baik, sering kotoran lambat baru di

bersihkan, colostomi bag jarang di ganti.

Sehingga permukaan stoma mengalami peradangan, merah, bengkak dan

nyeri kadang melepuh dan ber pus.

9. Nekrosis pada stoma

Terjadi diakibatkan tidak adekuatnya

suplai darah. Komplikasi ini biasanya

terlihat 12-24 jam setelah pembedahan.

H. Pengkajian

1. Inspeksi adanya obstruksi / penyumbatan, gunakan jari (memakai hands

coon dan jelli) masukan ke dalam stoma untuk memastikan adanya

Page 21: Colostomy

obstruksi. Obstruksi karena pengerasan feses bisa di ketahui bila tidak ada

ekskresi feses.

2. Kaji apakah stoma mengalami retraksi / mengkerut, ada tidaknya jaringan

scar di sekitar stoma. Kaji juga over weight karena retraksi stoma sering

terjadi pada pasien dengan kelebihan berat badan.

3. Kaji apakah kolon keluar dari abdomen (prolap), kaji juga fiksasi stoma

apakah adekuat atau tidak.

4. Kaji adanya hernia parastomal, dengan cara melihat apakah abdomen

disekitar stoma mengalami penggelembungan / pembesaran dan

mempalpasi adanya hernia di sekitar stoma. Kaji juga apakah hernia

reversible atau irreversible.

5. Kaji adanya fistula parastomal. Kaji juga adanya perforasi di sekitar stoma

yang bisa mengakibatkan fistula.

6. Kaji adanya dermatitis pada kulit sekitar stoma, apakah ada perubahan

warna. Kaji juga apakah ada alergi terhadap kantung klostomi.

7. Kaji apakah jahitan pada stoma masih adekuat.

8. Kaji apakah ada tanda-tanda infeksi pada stoma dan sekitarnya (perubahan

warna, suhu, bengkak, pus, dll)

9. Kaji apakah stoma nekrosis atau tidak dari warnannya.

Page 22: Colostomy

BAB III

MANAGEMENT COLOSTOMI

A. Perawatan Luka Colostomy

1. Obstruksi total stoma kolostomi dapat di koreksi dengan tindakan

pembedahan. Obstruksi karena feses yang mengeras bisa di atasi dengan

irigasi. Selain bisa melunakan feses juga bisa mencegah obstruksi di stoma

kolostomi karena prosedurnya di lakukan dengan memasukan kone tip

secara teratur.

2. Retraksi stoma bisa dikoreksi dengan tindakan pembedahan. Untuk

mencegah bisa dengan menggunakan kantong stoma sesuai ukuran.

3. Prolaps pada stoma colostomy di koreksi dengan tindakan bedah. Sambil

menunggu koreksi, penting menghindarkan stoma kolostomi dari infeksi

dengan cara menggunakan kantong kolostomi yang tepat sesuai kondisi

stoma.

4. Hernia parastomal bisa dikoreksi dengan tindakan operasi. Bila hernia

reversible harus segera dimasukan kembali untuk mencegah terjadinya

nekrosis pada stoma sambil menunggu koreksi (biasanya dipasang mess).

5. Fistula di rawat seperti luka lainnya berdasarkan wound bednya.

6. Dermatitis bisa di atasi dengan pemilihan kantung stoma yang tepat, dan

membersihkan serta mengganti kantung stoma secara teratur.

Page 23: Colostomy

7. Jika terjadi infeksi pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan dan

tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolstomi

sangat bermakna untuk mencegah infeksi.

8. Nekrosis pada stoma harus segera dikoreksi dengan pembedahan.

Vaskulerisasi yang baik dan pemilihan kantong stoma sesuai ukuran akan

mengurangi nekrosis secara bermakna.

B. Perawatan Colostomy

1. Pengertian

Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti

kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan.

2. Tujuan

a. Memberikan kenyamanan pada klien.

b. Menjaga kebersihan pasien.

c. Mencegah terjadinya infeksi.

d. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma.

e. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya.

3. Fase Pra Interaksi

Persiapan alat

a. Alat untuk membersihkan: tissue, air hangat, sabun mandi yang lembut,

waslap yang halus, handuk mandi / selimut mandi, perlak.

b. Sarung tangan

c. Kantong kolostomi bersih

d. Bengkok / pispot

Kantung kolostomi

Page 24: Colostomy

e. Barrier kulit

f. Kassa

g. Spray pelindung (seperti Kenalog,bila terjadi infeksi).

h. Tempat sampah

i. Gunting

j. Masker

k. Skerem

4. Fase Orientasi

a. Mengucapkan salam terapeutik.

b. Memperkenalkan diri.

c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan

tindakan yang akan dilaksanakan.

d. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak

mengancam.

e. Klien / keluarga diberi kesempatan bertanya.

f. Privacy klien selama komunikasi dihargai.

g. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta

respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan.

h. Informed consent

i. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan).

j. Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)

k. Menyiapkan lingkungan (menutup skerem).

5. Fase Kerja

Page 25: Colostomy

a. Mencuci tangan, memakai masker.

b. Mendekatkan alat-alat kedekat klien.

c. Pasang selimut mandi / handuk dan perlak.

d. Pasang sarung tangan.

e. Buka kantong lama dan buang ketempat bersih.

f. Bersihkan stoma dan kulit sekitar dengan menggunakan sabun yang

lembut dengan menggunakan waslap halus lembab dan cairan hangat.

g. Lindungi stoma dengan tissue atau kassa agar feces tidak mengotori

kulit yang sudah dibersihkan.

h. Bilas dan keringkan kulit secara seksama di sekitar stoma dengan tissue

atau kassa.

i. Pasang kantong stoma

j. Bila tidak terdapat iritasi kulit :

Barier kulit yang tepat dipasang pada kulit periostomal sebelum

kantung dipasang.

Lepaskan penutup dari permukaan perekat diskus dari kantong plastik

sekali pakai dan pasang langsung pada kulit.

Tekan dengan kuat selama 30 detik untuk memastikan perekatan.

k. Bila terdapat iritasi kulit:

Bersihkan kulit dengan seksama tapi perlahan, keringkan dengan cara

menepuknya.

Gunakan spray Kenalog, keringkan kelebihan kelembaban dengan

kapas dan tebarkan bedak nistatin (mycostatin).

Page 26: Colostomy

Kantong kemudian dipasang pada kulit yang telah diobati.

l. Pastikan kantong stoma merekat dengan baik dan tidak bocor, periksa

bagian bawah kantong.

m. Buka sarung tangan dan masker

n. Bereskan alat

o. Rapihkan pasien

p. Mencuci tangan

6. Fase Terminasi

a. Evaluasi respon pasien.

b. Melaksanakan dokumentasi :

Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar

catatan klien.

Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang

melakukan dan tanda tangan/ paraf pada lembar catatan klien.

c. Beritahu klien bahwa tindakan sudah selesai.

d. Mengucapkan salam terapeutik.

C. Irigasi Kolostomi

1. Pengertian

Irigasi stoma adalah suatu cara untuk mengeluarkan isi kolon (feses),

dilakukan secara terjadual dengan memasukkan sejumlah air dengan suhu

yang sama dengan tubuh / hangat.

2. Tujuan

Page 27: Colostomy

merangsang kontraksi usus sehingga mendorong keluarnya isi kolon

(feses).

3. Fase Pra Interaksi

Persiapan alat

a. Alat untuk membersihkan: tissue, kassa, air hangat, sabun mandi yang

lembut, waslap yang halus, handuk mandi / selimut mandi, perlak.

b. Sarung tangan, masker

c. Kantong kolostomi

bersih

d. Bengkok / pispot

e. Kantung irigasi

f. Plastik irigasi

g. Kone tip, pengontrol aliran air

h. Jelly

i. Gunting

j. Air Hangat (Sesuai suhu tubuh)

4. Fase Orientasi

a. Mengucapkan salam terapeutik.

b. Memperkenalkan diri.

c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan

tindakan yang akan dilaksanakan.

d. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak

mengancam.

Page 28: Colostomy

e. Klien / keluarga diberi kesempatan bertanya.

f. Privacy klien selama komunikasi dihargai.

g. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta

respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan.

h. Informed consent

i. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan).

j. Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)

k. Menyiapkan lingkungan (menutup skerem).

5. Fase Kerja

a. Cuci tangan, jelaskan kembali

prosedur jika diperlukan.

b. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan

( di kamar mandi ).

c. Jaga privasi.

d. Pasien dalam posisi duduk di

kloset.

e. Pasang sarung tangan dan masker.

f. Isi kantong irigasi dengan air yang tersedia (air hangat / air khusus

untuk irigasi) dan gantung pada tempat yg tinggi (tiang infus / dinding)

±45 cm dari stoma kolostomi.

g. Alirkan air kedalam selang, hindari adanya udara dalam selang.

h. Lepaskan kantung stoma lalu pasang plastik irigasi dan masukkan ujung

selang kedalam stoma.

Page 29: Colostomy

i. Letakkan plastik irigasi ke dalam kloset untuk memfasilitasi

pengeluaran ke dalam kloset.

j. Olesi jari dengan jelli kemudian masukkan jari yang sudah diolesi

secara perlahan kedalam stoma untuk menentukan saluran secara pasti.

k. Hubungkan cone-tip cateter dengan kateter dan beri jelly.

l. Masukkan cone-tip ke dalam stoma dan tangan tetap memegang cone-

tip untuk menahan.

m. Alirkan air dengan aliran yang cukup ( 10 – 15 menit ), lambatkan

aliran jika terdapat tanda-tanda kram abdomen.

n. Klem kateter dan tutup stoma 15 – 20 menit

o. Satu jam kemudian pengeluaran akan terjadi, biarkan sampai semua

feses keluar.

p. Bersihkan area stoma dengan sabun lembut dan air.

q. Pasang kembali kantung stoma.

r. Lepas sarung tangan dan masker.

s. Rapikan pasien

t. Rapikan alat

u. Cuci tangan.

6. Fase Terminasi

a. Evaluasi respon pasien.

b. Melaksanakan dokumentasi :

Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar

catatan klien.

Page 30: Colostomy

Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang

melakukan dan tanda tangan/ paraf pada lembar catatan klien.

c. Beritahu klien bahwa tindakan sudah selesai.

d. Mengucapkan salam terapeutik.

Page 31: Colostomy

DAFTAR PUSTAKA

Potter, patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Alih

bahasa, renata komalasari : editor bahasa indonesia, Monica Ester.

Jakarta:EGC.

Smeltzer, suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah

Brunner & Suddarth ; alih bahasa, agung Waluyo; editor bahasa

indonesia, Monica Ester. Jakarta : EGC

Wong, donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik; alih

bahasa, Monica Ester; editor bahasa indonesia, Sari kurnianingsih. Edisi

4. jakarta: EGC

www.google.com