Colitis Tb Kasus 2

44
BAB I PRESENTASI KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. E Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 37 tahun Alamat : Watu Belah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam Status Pernikahan : Menikah Pendidikan : SMP Masuk ruang rawat inap: 15 Juni 2015 Keluar ruang rawat inap : 19 Juni 2015 B. ANAMNESIS Keluhan Utama Lemas dan pusing sejak 2 bulan SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poli RSUD Arjawinangun dengan keluhan badan terasa lemas dan pusing sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengatakan tubuhnya lemas hingga tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa. 3 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri perut disertai BAB cair tanpa lendir dan darah, sekitar tiga kali sehari. 5 tahun SMRS pasien terkena stroke. Dan pada saat itu pasien baru mengetahui dirinya memiliki tekanan darah tinggi. Meski begitu, pasien tidak rutin kontrol 1

description

adkalsfnjsanfjkasnfknsafnajskfasfasfmajskfnksajnfjksanfasfjskfnksanfkasnf'pasnfasfasfnkasnfsankjfnasjfnaskjfasfjanfjkasnfkjmnaskjfnsakf nasasfasnmfjknsakfnaskfnaskfasnfasfnaskfnksanfkasnfklasfsdkjndkjasndjknsadjasd

Transcript of Colitis Tb Kasus 2

BAB IPRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIENNama: Ny. EJenis Kelamin: PerempuanUmur: 37 tahunAlamat: Watu BelahPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAgama: IslamStatus Pernikahan: MenikahPendidikan: SMPMasuk ruang rawat inap: 15 Juni 2015Keluar ruang rawat inap: 19 Juni 2015

B. ANAMNESIS Keluhan UtamaLemas dan pusing sejak 2 bulan SMRS Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Poli RSUD Arjawinangun dengan keluhan badan terasa lemas dan pusing sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengatakan tubuhnya lemas hingga tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa.3 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri perut disertai BAB cair tanpa lendir dan darah, sekitar tiga kali sehari.5 tahun SMRS pasien terkena stroke. Dan pada saat itu pasien baru mengetahui dirinya memiliki tekanan darah tinggi. Meski begitu, pasien tidak rutin kontrol dan tidak mengkonsumsi obat darah tinggi. Riwayat kencing manis dikatakan tidak ada. Riwayat merokok tidak ada. Kelemahan di anggota gerak (-), penurunan kesadaran (-), kejang (-). pandangan ganda (-), kabur/hilang penglihatan tiba-tiba pada mata kiri (-). Sesak nafas, nyeri dada (-). Frekuensi, jumlah dan warna urin normal. Bengkak pada perut atau kaki (-).

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat pernah mengalami keluhan serupa (-)Riwayat stroke (+) 5 tahun yang laluRiwayat hipertensi (+) sejak 5 tahun SMRSRiwayat hilang penglihatan mata kanan sejak 1 tahun SMRSRiwayat penyakit jantung (-)Riwayat penyakit ginjal (-)Riwayat penyakit paru (-) Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat hipertensi (+)Riwayat penyakit diabetes melitus (-)Riwayat penyakit jantung (-)Riwayat penyakit ginjal (-)Riwayat stroke (-)Riwayat penyakit paru (-)C. PEMERIKSAAN FISIK Status PresentKeadaan Umum: Tampak sakit sedangKesadaran : Compos MentisTekanan darah: 220/120 mmHgNadi: 90 x/menit (kuat, cukup, regular)Pernapasan: 20 x/menitSuhu: 36,3 0CBerat Badan: 64 kgTinggi Badan: 165 cmIndeks Masa Tubuh: 23 kg/m2 (normal)

Status Generalisata KepalaBentuk: Normal, simetrisRambut: Hitam dan tampak uban, tidak mudah rontokMata: Perdarahan +/- Edema palpebra +/- Konjungtiva anemis: sulit dinilai / - Sklera ikterik (-) Reflex cahaya OD sulit dinilai, OS (+) Visus OD sulit dinilai, OS 5/60Telinga : Normotia, simetris, sekret -/-Hidung : Sekret -/-, septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung -/-Mulut :T1-T1, tidak hiperemis. Parese N.XII (+)

LeherLeher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar. Trakea berada di tengah. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. JVP tidak meningkat (5+2,5) Thorak Cor Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI Linea axillaris anterior, kuat angkat (+), thrill (-) Perkusi: Batas kiri : ICS VI Linea axillaris anterior Batas kanan : SIC V Linea Parasternalis Dextra Batas atas : SIC III Linea Parasternalis SinistraAuskultasi: BJ 1 dan II regular, murmur dan gallop (-)

Pulmo: Dada: bentuk normal, pergerakan simetris saat statis dinamis. retraksi intercostal (-), suprasternal(-), retraksi epigastrium (-).Inspeksi: Hemitorak kanan dan kiri simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak terlihat massa, kelainan kulit, ataupun pelebaran pembuluh darahPalpasi: Fremitus vokal dan taktil kanan dan kiri simetrisPerkusi: Sonor pada kedua hemitorakAuskultas : Vesikular bronchial sound kanan = kiri, Ronkhi -/-, wheezing -/- AbdomenInspeksi: Tampak datar dan lembut, striae (-) venektasi (-)Auskultasi: Bising usus (+) normal. Bruit (-)Perkusi : Terdengar suara timpani diseluruh lapang abdomen Palpasi : Hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), shifting dullness (-)

EkstremitasSuperior: Akral hangat, edema (-) motorik 5/4Inferior: Akral hangat, edema (-) motorik 5/4Sensorik : Refleks fisiologis +/+ superior dan inferior Refleks patologis -/- superior dan inferiorD. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium ( 02 Juni 2015)LABRESULTUNITNORMAL

WBC8,9103/uL 5.2-12.4

RBC4,60106/uL4,2-6,1

HGB13,5g/dL12-18

HCT42,6%37-52

MCV92,6Fl80-99

MCH29,3Pg27-31

MCHC31,7g/dL33-37

RDW12,7%11,5-14,5

PLT249103/ul150-450

Neutrophil89,6%40-74

Limfosit1,6%19-48

Monosit2,5%3,4-9

Eosinophil1,6%0-7

Basophil0,2%0-1,5

Luc1,3%0-4

Glukosa sewaktu104mg/dl74-150

UREUM26,3mg/dl10,0 50,0

KREATININ0,78mg/dl0,60-1,38

Kimia Klinik (Fungsi Ginjal) 3/6/15

EKG 2/6/15

E. RESUME Tn. M datang dengan keluhan perdarahan mata kanan sejak 1 jam SMRS. 4 hari SMRS mata merah dan nyeri. Penglihatan OD (-) sejak 1 th SMRS. Nyeri kepala berdenyut hilang timbul 1 bulan SMRS. Mual dan muntah (-). 5 th SMRS: riwayat stroke dan hipertensi. Gejala CNS (-), KVS (-), retina (-), ginjal (-). Riwayat tidak minum obat anti hipertensi. Pada pemeriksaan fisik Mata: perdarahan +/- Neurologis: hemiparese sinistra, parese N. XII. Perkusi batas jantung kiri : kesan kardiomegali kiri. Status general:: TD 220/120. Darah lengkap: neutrophil meningkat limfosit menurun. EKG: LVH. KGD: normal. Fungsi ginjal: normal.

F. DIAGNOSIS KERJA Hipertensi Urgensi + Prolaps isi bola mataG. DIAGNOSIS BANDING Hipertensi Emergensi

H. PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa: Bed rest Medikamentosa:IVFD NS + Catapres 3 ampRanitidin 2x1 ampVit.K 3x1 ampKalnex 3x1 amp

I. RENCANA PEMERIKSAAN- Darah Lengkap- Gula darah sewaktu- Fungsi ginjal : Ureum dan Kreatinin- Elektrokardiografi

J. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam Quo ad sanationam : dubia ad bonam

K. FOLLOW UPTanggalSubjektif/ Objektif/Assesment/Planning

03/06/2015

S/ Nyeri kepala (+) Perdarahan mata kanan berkurang, nyeri (+) | buram mata kiri (-) Mual (-) muntah (-) Nyeri pinggang kanan (+) Kelemahan anggota gerak kiri (+) sejak 5 th yang lalu BAK (+) 4 kali sejak kemarin, jumlah dan warna normal. O : KU : Tampak sakit sedang. Kesadaran: CM T : 190/100 mmHg R: 20 x/menit N : 84 x/menit S : 36,80C Kepala : Konj. anemis -/-, hiperemis +/- Edema Palpebra +/- Leher : KGB tdk teraba membesar JVP tidak meningkat (5+2,5 cm) Cor : BJ 1 & 2 normal reguler. Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Vesikuler ka=ki Rhonki -/- Wheezing -/- Abdomen : Datar, supel, BU +, nyeri tekan (-) CVA -/-. Extremitas : Akral hangat. CRT 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 125 mmHg) tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target organ progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. 4,5Prinsip-prinsip penegakan diagnosis hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi tidak berbeda dengan penyakit lainnya 3,5 ;1. AnamnesisRiwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan penglihatan.2. Pemeriksaan Fisik a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih dengan nadi femoral, radial-femoral pulse leg ), b. Mata ; Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan yang hebat arteriol.c. Jantung ; Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.d. Paru ; perhatikan adanya ronki basal yang mengindikasikan CHF.e. Status neurologik ; pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologis dan patologis.3. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara lain; pemeriksaan elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin, urinalisis, hitung jenis komponen darah dan SADT. Pemeriksaan lainnya antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT-Scan.Tabel 2. Kategori Diagnostik dan Evidence Kerusakan Organ Target 5

2.7 PENATALAKSANAAN2.7.1 Dasar-dasar penatalaksanaan krisis hipertensiTekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah diturunkan karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi di pihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Untuk menurunkan tekanan darah sampai ke tingkat yang diharapkan perlu diperhatikan berbagai faktor antara lain tekanan darah perlu diturunkan segera atau bertahap, pengamatan yang menyertai krisis hipertensi, perubahan aliran darah dan autoregulasi tekanan darah pada organ vital, pemilihan obat anti hipertensi efektif untuk krisis hipertensi, dan monitoring efek samping obat. .3,4,5

AUTOREGULASIAutoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi/dilatasi pembuluh darah. Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan tekanan darah secara mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital agar tidak terjadi iskemi. Bila tekanan darah turun, terjadi vasodilatasi, jika tekanan darah naik timbul vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi mean arterial pressure (MAP) 70-105 mmHg. Rumus perhitungan MAP ialah : Sistolik + 2 x DiastolikMAP =

3Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan memakai oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope. Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenik yang disebabkan oleh stretch reseptor pada otot polos arteriol otak, walaupun hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan metabolisme di otak. Pada orang normal dengan normotensi, autoregulasi aliran darah ke otak dipertahankan pada MAP antara 60-120-140 mmHg sehingga penurunan tekanan darah yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditoleransi. Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva dimana dipertahankan pada MAP tinggi yaitu 120-160-180 mmHgsehingga pengurangan aliran darah terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi.3,4,

Gambar 2. Autoregulasi aliran darah otak pada individu normotensi dan hipertensi 6Pada orang yang normotensi maupun hipertensi batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 2025% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi, misalnya penurunan tekanan darah pada penderita aorta diseksi akut ataupun edema paru akibat gagal jantung kiri dilakukan dalam tempo 1530 menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah 25% dalam 23 jam. Untuk pasien dengan infark serebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6 12 jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170180/100 mmHg. 3,4,52.7.2 Penatalaksanaan krisis hipertensiHIPERTENSI EMERGENSIPada hipertensi emergensi, tujuan pengobatan ialah memperkecil kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Bila diagnosis krisis hipertensi telah ditegakkan, langkah-langkah yang harus dilakukan ialah 4,5,6:1. Rawat di ICU. Bila ada indikasi, pasang femoral intraarterial line dan pulminari arterial kateter untuk menentukan fungsi kardiopulmoner dan status volume intravaskuler.2. Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik, dengan menentukan : Penyebab krisis hipertensi Penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi disingkirkan Adanya kerusakan organ target3. Tentukan tekanan darah yang diinginkan didasari dari lama tingginya tekanan darah sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai serta usia pasien. Menurunkan tekanan arteri rata-rata (MAP) sebanyak 25% atau mencapai tekanan darah diastolik 100 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit. Pada stroke, penurunan tekanan darah hanya boleh 20% dan khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah > 220/130 mmHg. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal, serebral dan miokardium.Pada hipertensi emergensi, pemberian obat antihipertensi melalui intravena (IV). Berikut ini merupakan obat antihipertensi parenteral yang digunakan, antara lain :

Tabel 3. Obat Antihipertensi Intravena pada Hipertensi Emergensi 3

Berdasarkan kerusakan organ target, obat antihipertensi yang diberikan ialah :

Tabel 4. Pilhan Obat Antihipertensi Sesuai Kerusakan Organ Target 3

HIPERTENSI URGENSIPada hipertensi urgensi, tujuan pengobatan ialah penurunan tekanan darah sama seperti hipertensi emergensi, hanya saja dalam waktu 24 sampai 48 jam. Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan di ruangan yang tenang, tidak terang, dan diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral antihipertensi dalam menanggulangi hipertensi urgensi. Berikut ini ialah obat antihipertensi oral yang diberikan, antara lain 5,6,7: NifedipinePemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit), bukal (onset 510 menit), oral (onset 15-20 menit), durasi kerja 5 15 menit secara sublingual/ buccal. Efek samping: sakit kepala, takikardi, hipotensi, flushing, oyong. ClonidinePemberian secara oral dengan onset 3060 menit, durasi kerja 8-12 jam. Dosis: 0,1-0,2 mg, dilanjutkan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai dengan 0,7 mg. Efek samping: sedasi, mulut kering. Hindari pemakaian pada AV blok derajat 2 dan 3, bradikardi, sick sinus syndrome. Over dosis dapat diobati dengan tolazoline. Captopril Pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping: angioneurotik edema, rash, gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal arteri stenosis. Prazosin Pemberian secara oral dengan dosis 1-2 mg dan diulang per jam bila perlu. Efek samping: sinkop, hipotensi ortostatik, palpitasi, takikardi, sakit kepala. Dengan pemberian nifedipine ataupun clonidine oral dicapai penurunan MAP sebanyak 20% ataupun tekanan darah 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30 menit. Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur dengan batas penurunan maksimal tekanan darah 20-25% dari MAP. Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan tekanan diastolik 105-120 mmHg dilakukan penatalaksanaan seperti terapi pada hipertensi urgensi. Perdarahan Perdarahan : perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, pecahnya Arteriovenous Malformation (AVM) Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30 menit. Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur dengan batas penurunan maksimal tekanan darah 20-25% dari MAP. Target tekanan darah adalah sistolik 160 mmHg dan diastolik 90 mmHg.Catatan : The American Stroke Association merekomendasikan penurunan tekanan darah sebesar 10-15% bila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg. Nifedipin dapat mengakibatkan stroke non-hemoragic dan infark miokard bila tekanan darah terlalu cepat diturunkan. Candexartan cilexetil per oral pada stroke akut memberikan perbaikan kualitas hidup dalam 1 tahun pertama dengan tidak menurunkan tekanan darah yang berlebihan.

2.8.1.2 ENSEFALOPATI HIPERTENSI Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30 menit. Terdapat gangguan kesadaran, retinopati dengan papiledema, peningkatan tekanan intrakranial sampai kejang. Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur penatalaksanaan krisis hipertensi dengan batas penurunan tekanan darah 20-25% dari MAP.2.8.1.3 CEDERA KEPALA DAN TUMOR INTRAKRANIAL Pada kasus cedera kepala, tumor intrakranial terdapat gejala tekanan intrakranial yang meningkat, seperti : sakit kepala hebat, muntah proyektil/tanpa penyebab gastrointestinal, papiledema, kesadaran menurun/berubah Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30 menit. Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur penatalaksanaan krisis hipertensi dengan batas penurunan tekanan darah 20-25% dari MAP. Khusus untuk tumor intrakranial hipofisis perlu dilakukan pemeriksaan hormonal dan penatalaksanaan sesuai dengan krisis hipertensi dengan gangguan endokrin.

2.8.2 KRISIS HIPERTENSI PADA PENYAKIT JANTUNG2.8.2.1 DISEKSI AORTA AKUTDefinisiSuatu kondisi akibat robekan pada dinding aorta sehingga lapisan dinding aorta terpisah dan darah dapat masuk ke sela-sela lapisan dinding pembuluh darah aorta. 9Manifestasi klinisKeluhan dapat bervariasi : Nyeri khas aorta : onset mendadak, nyeri teriris sudah maksimal dirasakan saat awal, lokasi nyeri sesuai lokasi dimana robekan aorta terjadi. Rasa nyeri dada seperti nyeri dada khas infark miokard, bila proses diseksi menjalar ke ostium arteria koronaria. Rasa nyeri di leher disertai pandangan kabur, bila proses diseksi ekstensi ke arteri karotis. Sinkope merupakan petanda komplikasi yang fatal, seperti tamponade jantung, hipoperfusi serebri.DiagnosisKecurigaan diagnosis diseksi aorta berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menatalaksana sebagai diseksi aorta. Diagnosis pasti dengan pencitraan dengan : ekokardiografi transesofageal (TEE), CT-Scan kontras, MRI. 9

Prinsip tatalaksana dan sasaran tekanan darah Atasi rasa nyeri dengan morfin intravena. Kemudian, menurunkan tekanan darah sistolik segera dalam 10-20 menit dengan target tekanan darah sistolik 110-120 mmHg dan frekuensi nadi 60 x/menit. B-blocker merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi shear stress dan mengontrol tekanan darah. Terapi medikamentosa dapat dilakukan pada diseksi aorta desenden tanpa komplikasi ke organ lain, yakni hipoperfusi ginjal, ekstremitas dan mesenterika. Setelah pasien stabil, idealnya 24-48 jam, obat intravena diganti dengan oral.

2.8.2.2 EDEMA PARUDefinisiSuatu keadaan timbulnya tanda dan gejala jantung yang disertai dengan peningkatan tekanan darah dan gambaran rontgen thoraks sesuai dengan edema paru. 9Manifestasi klinisKeluhan/gejala : sesak napas, orthopnoe, dyspneu on effortPemeriksaan fisik Tekanan darah sesuai definisi krisis hipertensi Frekuensi pernapasan meningkat Pada pemeriksaan jantung ditemukan S3 dan/atau S4 gallop Pada pemeriksaan paru ditemukan suara napas ekspirasi memanjang disertai ronki basah halus di seluruh lapangan paru Peningkatan tekanan vena jugularisDiagnosis Peningkatan tekanan darah sesuai krisis hipertensi Gejala dan tanda gagal jantung Edema paru pada foto thorakPrinsip tatalaksana dan sasaran tekanan darahTerapi diberikan dengan urutan sebagai berikut :1. O2 dengan target saturasi O2 perifer > 95%, bila perlu dapat digunakan CPAP atau ventilasi mekanik non-invasif bahkan ventilasi mekanik invasif2. Pemberian nitroglycerin sublingual, bila perlu dilanjutkan dengan pemberiaan drip3. Pemberiaan diuretik loop intravena (furosemid)4. Pemberiaan obat anti-hipertensi intravena atau sublingual5. Bila tidak ada kontra indikasi morfin IV dapat dipertimbangkanTarget penurunan tekanan darah sistolik atau diastolik sebesar 30 mmHg dalam beberapa menit. Sasaran akhir tekanan darah sistolik < 130 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg sebaiknya dicapai dalam 3 jam. 92.8.2.3 SINDROMA KORONER AKUTDefinisiSindroma koroner akut terdiri dari angina pektoris tidak stabil, infark miokard non-ST elevasi dan infark miokard dengan ST elevasi. 9Manifestasi klinisKeluhan : nyeri dada dengan penjalaran ke leher atau lengan kiri dengan durasi lebih dari 20 menit dan dapat disertai dengan gejala sistemik berupa keringat dingin, mual dan muntah dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda gagal jantung. 9Pemeriksaan fisik : dapat normal atau tanda-tanda gagal jantung.Diagnosis1. Anamnesis2. EKG3. Enzim petanda kerusakan otot jantung (CKMB, Troponin T)Prinsip tatalaksan dan sasaran tekanan darahPenyekat beta dan nitrogliserin merupakan anjuran utama. Bila tidak terkontrol dapat diberikan golongan golongan kalsium antagonis parenteral, nicardipin dan diltiazem bila tidak ada kontraindikasi. Sasaran tekanan darah sistolik adalah < 130 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg. Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Penurunan tekanan darah perlu pemantauan ketat agar tekanan darah diastolik tidak lebih rendah dari 60 mmHg karena dapat mengakibatkan iskemia miokard bertambah berat. 92.8.3 KRISIS HIPERTENSI PADA PENYAKIT GINJALGagal ginjal akut dapat disebabkan oleh krisis hipertensi. Gagal ginjal akut dapat ditandai dengan proteinuria, mikroskopik hematuria, oligouria dan/atau anuria. Penatalaksanan terbaik untuk gagal ginjal akut akibat krisis hipertensi masih kontroversial. Walaupun nitroprusside sering digunakan, namun dapat menyebabkan keracunan cyanida atau thiocyanida. Fenoldopam mesylate (a dopamine-1 receptor agonis) telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dan keamanan yang dapat dijamin. Pemberian fenoldopam menghindari terjadinya potensi keracunan cyanida atau thiocyanida akibat nitroprusside untuk gagal ginjal akut dan memiliki efek meningkatkan fungsi ginjal yang dapat diukur melalui kreatinin klirens. 92.8.4 KRISIS HIPERTENSI PADA GANGGUAN ENDOKRINPasien dengan peningkatan katekolamin, seperti pada feokromositoma, overdosis kokain atau amfetamin, MAO (Monoamin Oksidase) Inhibitor, atau clonidine withdrwal syndrome dapat menyebabkan krisis hipertensi. Feokromositoma ialah keganasan pada kelenjar adrenomedular. Feokromositoma dapat menyebabkan terjadinya krisis hipertensi karena kelebihan produksi epinefrin dan nor-epinefrin yang dilepaskan ke dalam peredaran darah. Selain itu, stimulasi beta-reseptor ginjal oleh kadar katekolamin yang tinggi menyebabkan dilepaskannya renin yang pada akhirnya meningkatkan tekanan arteri. Diagnosis feokromositoma ditegakkan dengan pemeriksaan katekolamin plasma. Katekolamin urine dan/atau metabolitnya dalam urine 24 jam (seperti metanefrin dan vanil mandelic acid). Feokromositoma jarang ditemukan namun merupakan penyebab yang penting pada krisis hipertensi. Pada feokromositoma, kontrol awal tekanan darah dapat diberikan sodium nitroprusside atau phentolamine IV. Beta blockers dapat ditambahkan untuk meningkatkan kontrol tekanan darah tetapi jangan diberikan sendiri sampai alfa-blokade dapat dibuktikan merupakan hipertensi paradoksial. Benzodiapine dapat menjadi salah satu obat anti hipertensi yang utama untuk intoksikasi kokain. Obat ini menurunkan denyut nadi dan tekanan darah melalui efek anxiolitik dan oleh karena itu direkomendasikan untuk pasien keracunan kokain. 9

2.8.5 KRISIS HIPERTENSI PADA KEHAMILANPada kehamilan keadaan yang menyertai krisis hipertensi adalah preeklampsia, dimana dapat ditemukan gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, nyeri abdomen kuadran atas, gagal jantung kongestif dan oliguri sampai gangguan serebrovaskuler. Bila terjadi kejang penderita masuk stadium eklampsia. Krisis hipertensi hanya dapat diakhiri dengan proses persalinan dan penanggulangan dilakukan sesuai penanggulangan krisis hipertensi dengan perhatian khusus pada kehamilan. Keputusan untuk melakukan terminasi kehamilan/proses persalinan dilakukan oleh ahli medis dibidang kebidanan.9

BAB IIIKESIMPULAN

1. Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 120 mmHg, pada penderita hipertensi, yang membutuhkan penanggulangan segera.2. Semakin meningkatnya kasus hipertensi yang terjadi di dunia dapat menyebabkan semakin seringnya terjadi komplikasi lebih lanjut yang dapat mengancam jiwa. Diperkirakan sekitar 1 % dari pasien hipertensi akan mengalami krisis hipertensi3. Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi masih belum begitu jelas, namun demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut,yaitu : peran langsung dari peningkatan tekanan darah dan peran mediator endokrin dan parakrin.4. Faktor resiko terbanyak yang sering menyebabkan krisis hipertensi ialah penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat anti hipertensi tidak teratur.5. Penegakkan diagnosis krisis hipertensi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.6. Tujuan utama pada penangangan krisis hipertensi adalah menurunkan tekanan darah. Upaya penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan segera (180 / 120 mmHgStatus general: dalam batas normal, tanpa tanda kerusakan organ target.

Keadaan umum pasien ini lemah.TD : 220/120 mmHg Mata: perdarahan +/- edema palpebra +/- konj. anemis -/- Neurologis: parese N.XII bicara pelo, kekuatan motorik 5 4 5 4 Pemeriksaan fisik: perkusi batas jantung kiri didapat pada ICS 6 linea axilaris anterior pembesaran jantung kiri.

3) Pemeriksaan penunjang (dlm batas normal) Darah: darah lengkap, fungsi ginjal: ureum, kreatinin tidak meningkat, BUN, kreatinin, elektrolit, KGD

EKG: biasanya normal atau ada pembesaran ventrikel kiri. Tanda iskemia / infark (-)

Funduskopi: retinopati hipertensi. didapatkan papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan yang hebat arteriol (-)

Rontgen Thorax : edema paru, diseksi aorta (-)

Lab: neutrofil meningkat infeksi akut Ureum dan kreatinin normal KGD normal.

Interpretasi EKG: Normal sinus rhythm Left ventricular hypertrophy (LVH)

Tidak dilakukan funduskopi, karena OD prolaps dan gangguan penglihatan OS (-).

Tidak dilakukan

Pemantauan Tekanan Darah

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Maj Kedokteran Indonesia 2009, 59:580-587. 2. Varon J, Marik P.E. Clinical Review: The Management of Hypertensive Crisis. Critical Care 2003,7:374-384. 3. Vaidta C.K, Ouellette J.R. Hyperntensive Urgency and Emergency. Hospital Physician 2004,1:43-50.4. Tulman D.B, Stawicki S, Papadimos T.J, Murphy C, Bergese S.D. Advances in Management of Acute Hypertension: A Concise Review. Discov Med 2012, 12:375-3835. Cline D.M, Amin A. Drug Treatment For Hypertensive Emergencies. EMCREG 2008, 1:1-11.6. Lubis L. Penatalaksanaan Terkini Krisis Hipertensi Preoperatif. CDK-209 2013, 10:733-737. 7. 2013 ESH/ESC Guidelines For The Management of Arterial Hypertension. Journal of Hypertension 2013, 31:1281-1357.8. 2014 Evidence Based Guidelines For The Management of High Blood Pressure in Adults. Report From The Panel Members Appointed to The Eighth Joint National Comitte (JNC 8). JAMA 2013, 10:284-427.9. Konsensus Hipertensi InaSH 2013. Available: www.drivehq.com/folder/p10733490/ 11314349336.aspx. Accesed on 12 Jun 2015.

1