Coastal Zone Management Ruang Pesisir

download Coastal Zone Management Ruang Pesisir

of 104

Transcript of Coastal Zone Management Ruang Pesisir

1

COASTAL ZONE MANAGEMENT: RESOURCES UTILIZATIONOleh: Prof Dr Ir Soemarno M.S., dkk. I. PENDAHULUANLatar Belakang Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup wilayah dengan ciri-ciri yang dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Definisi diatas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam dan saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembanguna secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir. Dalam sautu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir bersifat alami ataupun buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah terumbu karang (coral reefs), hutan mangroves, padang lamun, pantai berpasir (sandy beach), formasi pascaprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa : tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kawasan pesisir pantai merupakan suatu kawasan yang mempunyai kerawanan dan sekaligus potensi strategis ditinjau dari aspek penataan ruang, yaitu suatu kawasan yang secara geografis spasial penting, namun belum banyak dilakukan upaya penataan permanfaatan ruangnya secara terintegrasi/ terpadu, baik antar kawasan dalam suatu wilayah administratif maupun antar wilayah administratif. Kerawanan yang

2

terdapat pada kawasan pesisir berkaitan dengan fungsi lindung/ekologis, dimana posisi geografisnya merupakan peralihan antara ekosistem daratan dan ekosistem perairan/ lautan, sehingga seringkali dijumpai sumberdaya alam yang spesifik, seperti terumbu karang, hutan bakau, resting area, untuk berbagai satwa dan sebagainya. Potensi strategis yang dimiliki oleh kawasan pesisir berkaitan dengan nilai ekonomis yang terdapat di kawasan ini, baik yang berbasis pemanfaatan sumber daya alam, seperti perikanan budidaya (tambak), kehutanan, pariwisata, dan sebagainya, maupun yang tidak berbasis pada sumber daya alam seperti perhubungan (pelabuhan). Beberapa pemanfaatan yang berhubungan dengan fungsi budidaya ini cenderung bersifat ekspansif sehingga kawasan ini rentan/ rawan terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan, khususnya konflik penggunaan lahan (landuse conflicts) antara fungsi lindung dengan fungsi budi daya Permasalahan Beberapa permasalahan penting yang dapat di ungkapkan dalam penelitianini diantaranya adalah seperti berikut: a) Sumber daya alam dan lingkungan hidup Keadaan geografis perairan pantai dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu wilayah pantai utara dan wilayah pantai selatan. Perairan selat Madura dan pantai utara merupakan daerah selasar benua yang dangkal dan landai,dengan komoditi yang dominan adalah iakan dasar dan ikan permukaan. Perairan pantai selatan merupakan perairan dalam dengan komoditi yang dominan adalah ikan pelagis seperti Lemuru dan Tuna. Perairan pantai utara Jawa Timur masih sangat dipengaruhi oleh Musim Barat yang berlangsung sekitar bulan Desember hingga Maret. Selama musim ini gelombang laut sangat besar sehingga aktivitas penangkapan ikan berkurang dan akibatnya produksi ikan rendah. Perairan pantai, khususnya di tempat-tempat pendaratan ikan, telah mengalami pendangkalan dan pencamaran bahan organik yang berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri pengolhan hasil ikan. Situasi perkampungan nelayan pantai umumnya tampak kumuh, rumahrumah penduduk berhempitan satu sama lain. Sumber air bersih relatif terbatas, sehingga memenuhi kebutuhan sehari-hari biasanya penduduk membeli air bersih (air PDAM atau air sumur) dari penjualan air. b) Teknologi Alat Tangkap Dan Penangkapan Sistem perikanan demersal elah berkembang di perairan pantai utara Jawa Timur dengan alat tangkap berupa purse-seine, dogol, gil-nen dan trammel-

3

net. Jenis ikan tangkapan yang dominan adalah iakan layang, llemuru/tembang, udang dan teri. Sistem perikanan samudera telah berkembang di perairan pantai selatan dengan alat tangkap yang dominan berupa purseseine, gillnet permukaan, dan pancing prawe. Jenis ikan tangkapan yang dominan adalah tuna (tongkol), lemuru, cucut. Ditinjau dari kelayakan ekonominya dan dengan mempetimbangkan pendapatan pendeganya, ternyata alat tankap yang layak untuk dikembangkan ialah purse-seine, gillnet, dan payang sangat layak untuk dikembangkan disemua lokasi. Pengenalan tipe alat yang sama dengan desain baru merupakan jalur invasi yang prospektif. Respon nelayan terhadap inovasi teknologi penangkapan umumnya cukup besar, baik terhadap sumber teknololgi pemerintah maupun swasta malaui para pedagang ikan. Dalam proses adopsi tekhnologi diperlukan efek demonstratif yang bisa diamati dan dialami lansung oleh nelayan. c) Teknologi Pascatangkap Secara umum teknologi pascatangkap dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (i)tradsional dengan aneka komoditi ikan kering, terasi, ikan asap, ikan pindang, dan (ii) modren dengan komoditi andalannya tepung ikan dan kalengan. Tradisional dilakukukan oleh para pengolah dengan skala kecil hingga menengah, sedangkan tenologi modern dilakukan oleh para pengusah besar. Berkembangnya teknololgi modern di suatu lokasi ternyata sangat ditentukan oleh tesedianya bahan baku. Teknololgi pengawetan ikan dengan menggunakan proses rantai dingin dilakukan khusus untuk komoditi ekspor ikan segar. Industri pengolahan ikan dipedesaan pantai umumnya mampu memberikan nilai tambah sekitar 9 45% terhadap komoditi ikan basah. Akan tetapi sebagian besar usaha pengolahan ikan oleh nelayan masih belum dilakukan secara baik dan bersifat sambilan. Usaha pengolahan ikan yang mempunyai prospek bagus di wilayah perairan pantai selatan adalah tepung ikan dan minyak ikan, sedanglkan di wilayah perairan pantai utara umumnya adalah ikan kering. d) Sosial Ekonomi Distribusi pendapatan nelayan diwilayah pedesaan pantai umumnya tidak merata diantara kelompok fungsional masyarakat. Pendapatan nelayan pemilik perahu (juragan darat) dengan alat tangkap purse-seine, gillnet, dan payang rata-rata cukup tinggi, jauh berada diatas kriteria garis kemiskinan yang berlaku sekarang. Sementara itu rataan pendapatan nelayan kecil

4

pemilik sampan/jukung dan pendega berada pada batas ambang kemiskinan denagn fluktuasi musiman yang sangat besar. Pada musim paceklik rataan pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan sedangkan pada musim panen raya ikan rataan pendapatannya bisa melonjak diatas garis kemiskinan. Dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan nelayan secara proposional maka usaha penangkapan secara berkelompok yang melibatkan nelayan kecil dan pendega patut direkayasa. Dalam hubungan ini inovasi kredit disarankan melalui sistem kredit bagi hasil antara nelayan dengan lembaga sumber kredit. Rata-rata tingkat pendidikan formal warga pedesaan pantai masih rendah umumnya hanya berpendidikan sekolah dasar atau yang sederajat. Akses nelayan terhadap fasilitas pendidikan formal diatas tingkat sekolah dasar rata-rata masih sangat terbatas. Dalam hal pendidikan ini ternyata respon nelayan terhadap lembaga Madrasah sangat besar. Kendala yang dihadapi adalah keterbatasan kemampuan lembaga Madrasah tersebut untuk melakukan transfer teknologi kepada anak didik. Peranan para kyai dan santri di wilayah pedesaan pantai pada umumnya sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat. e) Kendala Perkembangan Wilayah Pesisir Pantai Tiga faktor utama yang menyebabkan lambatnya perkembangan teknologi yang dapat berdampak pada perbaikan kesejahteraan nelayan pendega adalah (i) faktor ekonomi, (ii) faktor sosial budaya,(iii) faktor sosial politik. Beberapa kendala yang termasuk faktor ekonomi adalah (1) sektor perekonomian wilayah yang masih didominasi oleh sektor primer penangkapan ikan, (2) penguasaan skill, modal dan teknologi oleh nelayan sangat terbatas, (3) distribusi pendapatan yang relatif tidak merata,(4) prasarana penunjang perekonomian di pedesaan yang masih terbatas, (5) hampir seluruh komoditi perikanan yang dihasilkan dipasarkan keluar daerah sehingga sebagian besar nilai tambah komoditi dinikmati oleh lembaga perantara yang terlibat dalam pemasaran. Beberapa kendala sosial budaya adalah (1) struktur dan poal perilaku sosial budaya yang masih berorientasi kepada kebutuhan subsisten,(2) sarana pelayanan sosial yang masih terbatas, (3) proporsi penduduk usia muda cukup besar dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah,(4) tingkat pengangguran musiman yang cukup besar,(5) kualitas kehidupan rata-rata masih rendah. Beberapa kendala sosial politik adalah (1) partisipasi masyarakat pedesaan pantai di dalam pembangunan belum dapat tersalurkan secara lugas (pendekatan top down masih lebih kuat dibandingkan dengan bottom up), (2)

5

birokrasi pembangunan masih belum mampu menyentuh kepentingan nelayan pendega dan sektor tradisional,(3) keterbatasan akses nelayan pendega untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang lebih luas. Berdasarkan kondisi seperti di atas maka diperlukan disaign-disaign khusus untuk mengembangkan pedesaan pantai dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dasar atau kebutuhan fisik, minimum segenap warga masyarakat dan sekaligus melestarikan sumber daya yang tersedia. Secara ringkas beberapa permasalahan yang dihadapi kawasan pesisir pantai antara lain : (1) Kondisi sumber daya pesisir yang semakin terbatas dan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. (2) Tekanan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi. (3) Perkembangan kawasan pesisir saat ini sudah sedemikian pesat namun disisi lain perkembangan tersebut tanpa pedoman pada aspek tata ruang (4) Pendayagunaan sumber daya pesisir dan pantai masih kurang mencerminkan adanya pembagian fungsi kawasan (5) Aktifitas manusia di kawasan pesisir dan pantai telah menimbulkan permasalahan antara lain : a. Intrusi air laut akibat pemanfaatan air bawah tanah di kawasan pesisir yang tidak terkendali, khususnya di wilayah Surabaya dan Gresik, sehingga kurang layak untuk dikonsumsi sebagai sumber air bersih; b. Degradasi kualitas ekossitem mangrove akibat kegiatan budidaya tambak dan kegiatan raklamasi pantai untuk pengembangan kawasan terbangun sebagai perumahan, industri dan pelabuhan; c. Terjadinya abrasi pantai akibat berkurangnya hutang mangrove di sepanjang pantai utara Jawa Timur dan P. Madura, yang dapat mengancam keberadaan desa-desa pantai dan jaringan jalan regional; d. Pendangkalan pantai akiobat tingginya sedimentasi, baik yang terjadi secara alamiah maupun hasil rekayasa masyarakat setempat; e. Kerusakan karang laut (terumbu karang) dan biota laut serta kerusakan karena penambangan dan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak; f. Pencemaran pantai dari limbah industri dan limbah kota, dimana tingka pencemaran sungai di Surabaya telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, bahkan beban limbah di perairan pantai Jawa

6

Timur tergolong sangat tinggi. Sungai tersebut berperan sebagai tempat pembuangan limbah industri dan rmah tangga ke wilayah pesisir dimana terdapat sumber daya perairan yang penting bagi perikanan dan akua kultur. Oleh karena itu, upaya penataan kawasan ini perlu dilakukan secara terpadu/terintegrasi dengan kontinuitas fisik kawasan tanpa memandang batas wilayah administratif, serta memerlukan perlakuan khusus terhadap wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik tertentu. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun suatu pedoman pengarutan ruang di Kawasan Pesisir Pantai.

II. TUJUAN DAN SASARAN PERENCANAAN 2.1 Maksud

Kegiatan ini dimaksudkan seabagai salah satu upaya untuk menjaga kelestarian di kawasan pesisir dengan merumuskan dan melakukan strategistrategi berupa langkah-langkah pencegahan, pembatasan dan pengurangan kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. 2.2. Tujuan Kegiatan dilakukannya kegiatan ini ialah memberikan arahan pengelolaan pemanfaatan ruang daratan dikawasan pesisir pantai, dalam upaya mengurangi dan mencegah terjadinya konflik pemanfaatan ruang (land use Conflicts) di kawasan pesisir ; Memantapkan fungsi lindung kawasan pesisir pantai untuk mengurangi peningkatan dan perluasan dampak lingkungan akibat adanya kegiatan dikawasan pesisir pantai. 2.3. Sasaran Adapun sasarannya adalah tersedianya Pedoman Pengaturan Ruang Kawasan Pesisir Pantai, yang memuat: (1) Macam Bentuk pengelolaan, perlu dikembangkan suatu model pengelolaan lingkungan yang terpadu dengan kawasan pesisir pantai sebagai satuan unit pengelolaan,untuk menghindari pengelolaan yang terpisah-pisah antar instansi yang berkepentingan maupun antar kab/kota.

7

(2) Kriteria teknis pengelolaan yang mencakup ukuran-ukuran yang menyatakan bahwa pemanfaatan ruang suatu kawasan pesisir pantai secara teknis sesuai dengan daya dukungnya dan secara ruang bersama-sama dengan kegiatan di sekitarnya memberikan sinergi optimal terhadap pemanfaatan ruang. (3) Kewenangan pengelolaan, mengingat bahwa dalam usaha pengelolaan kawasan pesisir pantai harus dilakukan secara terintegrasi maka perlu dirumuskan pedoman Pengelolaan kawasan ini.

III. LINGKUP ANALISIS Ruang Lingkup Wilayah Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa ruang kawasan pesisir merupakan ruang kawasan di antara ruang daratan dengan ruang lautan yang saling berbatasan. Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan termasuk perairan darat dan sisi darat dari sisi darat dari garis laut terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Sesuai dengan tujuan dan sasaran tersebut maka kegiatan ini dibatasi pada ruang daratan yang berada di kawasan pesisir.Lokasi studi adalah diwilayah Jawa Timur (Pantura); pesisir Selat Madura, pesisir selat Bali dan pesisir Selatan Jawa Timur. Mengingat permasalahan yang timbul akibat penetrasi kegiatan budidaya terhadap kawasan lindung (land use conflict) lebih banyak terjadi di kawasan perumahan dan pengembangan industri maka lingkup studi ini dibatasi pada kawasan permukiman dan kawasan pengembangan industri yang berlokasi di wilayah pesisir pantai. 3.2 Lingkup Kegiatan Pengelolaan kawasan pesisir perlu dilakukan secara terpadu Pengelolaan secara sektoral, seperti perikanan tangkap, tambak, pariwisata, pelabuhan dan industri minyak, seringkali menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada kawasan pesisir yang sama. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan secara terpadu dengan tujuan

8

untuk mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk melihat lingkungan, keterlibatan masyarakat dan pembangunan ekonomi. Mengingat lingkup pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu begitu luas dan melibatkan banyak aspek dan adanya keterbatasan pada penugasan ini maka kegiatan ini dibatasi pada upaya-upaya pengaturan ruang di kawasan pesisir, sehingga tujuan kegiatan ini adalah sebagai upaya untuk mencegah dan mengurangi konflik pemanfaatan ruang dapat tercapai. Untuk itu lingkup kegiatan yang akan dilakukan ini adalah : (1) Melakukan identifikasi permasalahan pemanfaatan ruang yang timbul sebagai akibat dari pemanfaatan ruang yang belum terarah di kawasan pesisir pantai, terutama yang menyangkut pengelolaan kawasan lindung dan budidaya; (2) Mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan dalam pemanfaatan ruang yang dikeluarkan, baik oleh, pemerintah pusat, pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota; (3) Melakukan indentifikasi aspek teknis sektoral yang harus diperhatikan dalam setiap langkah pemanfaatan ruang. (4) Melakukan kajian terhadap aspek kelembagaan yang mencakup instansi pelaksana dan kaitannya dengan instansi lain; (5) Melakukan kajian identifikasi teknologi yang perlu diterapkan dalam upaya pengelolaan kawasan pesisir pantai; (6) Menyusun rancangan Pedoman Pengaturan Ruang Kawasan Pesisir Pantai.

9

IV. KERANGKA KONSEP 4.1 4.1.1 Potensi Wilayah Pedesaan Pantai Potensi Umum Wilayah Pedesaan Pantai

Wilayah pedesaan pantai Jawa Timur terletak pada tiga wilayah perairan laut, yaitu : (a) Laut Jawa (TP) Bulu Tuban dan Weru Kompleks Lamongan; (b) Wilayah Selat Madura (Bandaran-Pamekasan dan Lekok Pasuruan) dan Wilayah Samudra Indonesia (Laut Selatan Jawa Timur, Muncar Banyuwangi dan Puger Jember, Sendangbiru Malang) ketiga wilayah laut tersebut pada dasarnya mewakili wilayah penangkapan ikan perairan pantai (Selat Madura), lepas pantai (Laut Jawa) dan laut dalam (Laut Selatan Jawa Timur). Peranan tambak di wilayah pedesaan pantai tidak merata dan hampir keseluruhannya telah dikelola sebagai tambak udang intensif. Desa-desa pantai telah terbuka dari isolasi, sehingga interaksi antar masyarakat di lokasi dengan masyarakat diluarnya telah cukup lancar. Berikut ini akan diuraikan secara lebih terperinci masing-masing desa, yaitu meliputi gambaran umum dan proses perubahan yang terjadi. 4.1.2 Wilayah Pedesaan Pantai Madura Selatan : Bandaran (i) Karakteristik Penduduk Sebagian besar penduduk Bandaran ( 95 %) bekerja sebagai nelayan dan sisanya bekerja di bidang pertanian, pegawai negeri dan jasa. Latar belakang menjadi pendega ini disebabkan oleh ketrampilan yang diajarkan dari orang tuanya. Sebagian besar anggota rumah tangga tidak bekerja. Beberapa isteri pendega membantu bekerja sebagai bakul ikan di pasar Bandaran. Secara umum pendidikan formal nelayan adalah SD atau tidak tamat SD. (ii) Lingkup Sosial Posisi pendega di dalam bagi hasil lebih tinggi (60 %) bila dibanding denga tempat lain yang sebesar 50 %. Pembentukan kelompok antar pendega dalam suatu usaha perikanan sangat lemah. Kelompok pendega yang dibentuk saat menerima kredit telah mengalami bubar. Perpecahan kelompok tersebut terutama diakibatkan oleh perselisihan sesama pendega di dalam menentukan pemilikan alat tangkap tersebut.

10

Kredit yang diberikan oleh pemerintah kadangkala masih dipandang sebagai barang bantuan atau pinjaman yang tidak harus dikembalikan. Dalam bayak kasus penunggakan hutang kredit nelayan ada kaitannya dengan masalah ini. (iii) Ketergantungan Ketergantungan nelayan pada pedagang pengumpu ikan basah dan ikan kering cukup besar. Hasil tangkapan nelayan secara umum langsung dibeli oleh pedagang dari desa tetangga (Desa Tanjung) yang berfungsi sebagai pedagang pengumpul. 4.1.3 Wilayah Pedesaan Pantai Pasuruan Situbondo : Lekok (i) Karakteristik Penduduk Jumlah penduduk Kecamatan Lekok 47.239 orang (12.541 KK), terdiri dari 22.220 pria dan 25.019 wanita. Mata pencaharian di sektor perikanan dapat diuraikan sebagai berikut : Nelayan 917 RTP, petani tambak 136 RTP, penyakap 9 RTP dan pengolah 196 RTP. (ii) Karakteristik Responden Responden nelayan juragan di Lekok adalah payang, payang alet, jaring dan pancing. Jumlah tanggungan keluarga responden antara 3 sampai 5 orang. Sebagaian kecil isteri mereka ( 90 cm, yaitu 278.925,56 Ha (83,31 %) dan sebagian kecil berada kedalaman efektif tanah < 30 cm, yaitu 2.528 Ha (0,76 %). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.4. 5.5.1. Penggunaan Tanah Penggunaan tanag di Kabupaten Malang didominasi kawasan tegal/kebun seluas 117.160 Ha atau 36 % dari luas keseluruhan. Kawasan terluas kedua berupa hutan seluas 86.186 Ha atau sekitar (26 %) dari luas keseluruhan. Untuk lahan sawah seluas 48385 Ha (15 %). Lahan permukiman 44.859 Ha (14 %). Lahan dengan penggunaan lainnya seluas 12.220 Ha (4 %), padang rumput 41 (Ha) (0,01 %), tambak 188 Ha (0,06 %). 5.5.2. Gambaran Umum Wilayah Pesisir A. Kondisi Fisik Kondisi fisik yang mendukung gambaran umum daratan adalah keadaan topografi, hidrologi, klimatologi, jenis tanah, tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, erosi dan bahan galian. Adapun uraian masing - masing kondisi fisik tersebut adalah sebagai berikut :

29

a. Topografi Berdasarkan kondisi topografinya wilayah perencanaan memiliki ketinggian kirang lebih dari 0 2000 meter di atas permukaan laut dan keadaan yang bervariasi yaitu kondisi terjal sampai pegunungan. Semakin mendekati daerah pantai umumnya memiliki karakteristik daerah pegunungan kapir dan kemiringannya sangat besar. Tingkat kelerengan wilayah berkisar diantara kelerengan 2 15 %, 15 40 % dan 40 %. Hal ini bisa diindikasikan bahwa pada wilayah perencanaan kondisi lahannya bergelombang sampai terjal. Untuk kelerengan > 40 % yang sebagian besar meliputi Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo merupakan daerah yang harus dihutankan karena mempunyai fungsi sebagai perlindungan terhadap tanah dan air dan menjaga ekosistem lingkungan hidup.Tabel 5.5 Kelerengan Wilayah Pesisir Kecamatan 02% 2 15 % Ampel Gading 1273,5 3942,5 Tirtoyudo 230 2996,33 Sbermanjing Wetan 987 5437,5 Gedangan 347,5 9607,5 Bantur 316,25 11097,75 Donomulyo 96,5 9156 Sumber : Revisi RTRW Kabupaten Malang 15 40 % 5336,5 5130,33 10929,75 5090,25 4089 5004,5 > 40 % 10781,5 5839,34 6595,75 1019,75 412 1414

b. Hidrologi Kondisi hidrologi yang dilihat di pantai Kabupaten Malang meliputi kondisi air permukaan dan kondisi air tanah. Kondisi air permukaan yang dimaksud adalah air sungai dan kondisi air tanah adalah sumber/mata air yang berasal dari dalam tanah. Pantai-pantai yang memiliki sumber air permukaan atau aliran sungai adalah pantai Licin, Sipelot, Lenggosono, Tamban, Wonogoro dan Kondang Merak. Kondisi muara sungai pada musim kemarau pada umumnya tertutup pasir, sehingga aliran sungai terhenti di mulut muara dan baru terbuka pada musim penghujan. Muara sungai yang terletak di pantai licin dipenuhi oleh pasir yang berasal dari Gunung Semeru. Pasir inilah yang mengakibatkan pasir di pantai Licin yang semula putih menjadi kehitaman. Selama Gunung Semeru masih aktif diperkirakan sungai dan muaranya akan terus penuh dengan pasir. Adapun sungai-sungai yang melewati wilayah perencanaan yaitu kali Giok yang bermuara di Pantai Licin, Kali Bambang (Kecamatan Sumbermanjing Wetang), kali Duron, Bopakang, Bopak dan Sumber bulus. Kali sumberbulus bermuara di

30

Pantai Wonorogo, Kali Balekambang (Kecamatan Bantur) dan Kali Sumbermanjing (Kecamatan Donomulyo). Sumber air tanah sebagai sumber air tawar diperoleh dari dalam tanah. Cara memperoleh dilakukan dengan cara mengebor dengan kedalaman 40 60 meter disamping sumber air dalam tanah, sumber air utama penduduk adalah mata air yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah. c. Klimatologi Keadaan cuaca di wilayah perencanaan seperti umumnya cuaca di Kabupaten Malang memiliki iklim tropis dengan suhu 18,25 0C sampai dengan 31,45 0C (suhu rata-rata dari empat stasiun pengamat cuaca antara 23 0C sampai 25 0C). Tekanan udara dibawah 1.012,70. Curah hujan rata-rata per tahun 1.596 mm dan hari hujan 84,85 per tahun. Curah hujan turun antara bulan April Oktober. Diantara kedua musim tersebut ada musim peralihan antara bulan April Mei dan Oktober November. Iklim menentukan setiap macam/tipe vegetasi yang terbentuk pada suatu wilayah, tergantung pada panjang bulan basah dan panjang bulan kering. Pada wilayah dengan curah hujan tinggi terbentuk vegetasi hutan, sedang pada pada suatu wilayah yang mempunyai curah hujan rendah akan terbentuk vegetasi semak belukar ataupun padang rumput. d. Jenis Tanah Berdasarkan jenis tanah ini dapat diketahui sifat-sifat tanah yang bisa menginformasikan tingkat kesuburan, kemudahan erosi, porositas dan sebagainya. Dari jenis tanah ini juga bisa diketahui potensi suatu wilayah untuk pengembangan dalam berbagai sektor. Dalam suatu kawasan yang terdapat budidaya pertanian, pendekatan yang dilakukan pada pengertian tanah adalah lapisan dan teratas dari kerak bumi yang terdiri dari tiga fase yaitu bahan padat, bahan cair dan bahan gas. Apabila ketiga bahan tersebut adalam keadaan optimum merupakan media tumbuh bagi tanaman. Dengan pendekatan pengertian tersebut diatas, tanah dapat diekspresikan sebagai bahan/media tumbuh tanaman yang sangat marginal, sehingga memerlukan pengelolaan teknis dan mekanis dengan sebaik-baiknya. Untuk kawasan pesisir daerah Malang Selatan menurut Tabel Hasil Perhitungan Kemampuan Tanah Kabupaten Malang adalah tergolong jenis Latosol dan Andosol walaupun ada jenis Alluvial akan tetapi jumlahnya relatif lebih sedikit lebih sedikit dibandingkan dengan jenis Latosol dan Andosol. Menurut Budi Santoso (1989), tanah latosol memiliki merah karena meningkatnya konsentrasi Fe dan Al yang keluar dari solum. Sedangkan tanah

31

Andosol memiliki ciri tanah subur, mudah erosi dan sesuai untuk tanaman tahunan. e. Tekstur Tanah Tekstur tanah merupakan sifat tanah untuk mengetahui berbagai sifat lainnya, termasuk kelompok tekstur tanah SEDANG HINGGA KASAR. f. Kedalaman Efektif Tanah Kedalaman efektif tanah sangat berkaitan dengan kesuburan dan kesesuian jenis yanaman. Karena tingkat kedalaman efektif tanah berpengaruh pada kedalaman akar. Tanah dengan tingkat kedalaman yang besar biasanya banyak ditumbuhi tanaman-tanaman besar dengan perakaran yang dalam. g. Erosi Erosi dapat disebut juga pengikisan atau kelongsoran, sebenarnya merupakan proses penghayutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia. Terjadinya erosi dipengaruhi oleh lima faktor yaitu : a. Iklim b. Tanah c. Bentuk kewilayahan atau topografi d. Tanaman penutup tanah (vegetasi) e. Kegiatan/perlakuan manusia. Pada wilayah perencanaan tingkat erosinya tergolong rendah namun pada Kecamatan Ampelgading, gedangan dan Bantur tingkat erosinya cukup tinggi. Dilihat dari faktor fisik yang meliputi topografi, iklim dan tanah sebenarnya tidak ada masalah. Kemungkinan besar faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Kesalahan dalam pengelolaan tanah, pemilihan jenis tanaman yang kurang tepat atau mungkin tidak dilakukan pengelolaan tanagh sama sekali dan tanah sendiri tidak tertutup vegetasi barangkali menjadi penyebabnya. Kondisi-kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena akibat adanya erosi menyebabkan terjadinya sedimentasi.

32 Tabel 5.9. Erosi Tanah Di Wilayah Pesisir Ada Erosi (Ha) 1. Ampel Gading 6698 2. Tirtoyudo 1753 3. Sb. Manjing Wetan 4360 4. Gedangan 7186 5. Bantur 6740 6. Donomulyo 3553 Sumber : Revisi RTRW Kabupaten Malang No Kecamatan Tidak Erosi (Ha) 14636 12443 19590 8879 9175 12118 Jumlah (Ha) 21344 14196 23950 16065 15915 15671

h.

Bahan Galian Pada wilayah perencanan mempunyai kekayaan alam berupa sumber mineral yang cukup potensial untuk dikembangkan. Bahan-bahan galian tersebut meliputi : pasir, breksi, lempung, kaolin, batu gamping, tras, fosfat, oker dan batu pasir.

B. Pemanfaatan Lahan Daratan Pemanfaatan dan pengelolaan lahan di daeratan secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi di wilayah pesisir. Karena secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan di atas dan laut lepas . Pemanfaatan lahan di daratan meliputi pemukiman, sawah, tegalan, kebun, perkebunan, hutan, tambak dan lainnya (antara lain makam, jalan dan sebagainya). a. Pemukiman Pemukiman tersebar pada daerah-daerah yang relatif datar dan menyebar pada jalan-jalan yang ada. Lokasi sekitar kawasan pemukiman masih didominasi lahan pertanian, perkebunan, tegalan serta lahan kosong. Aksesibilitas umumnya kurang bagus dan prasarana penunjang terbatas dan hampir tidak ada . Pemukiman lebih terpusat di ibukota Kecamatan dan sekitarnya. b. Sawah Proporsi luas lahan sawah sangat kecil dibandingkan dengan penggunaan tanah untuk jenis pertanian yang lain dan jenis penggunaan tanah pada umumnya. Kondisi tanah yang cenderung kering dan padas serta topografi yang relatif terjal, mengakibatkan pertanian kurang berkembang. Lahan pertanian khusunya untuk

33

tanaman padi terbatas pada lahan yang relatif datar. Geomorfologi yang kurang subur ini menyebabkan pertanian basah seperti tanaman padi dan sistem gilir tidak bisa berkembang dengan baik. Kondisi ini pada sebagian wilayah terutama di bagian barat makin diperparah dengan sistem irigasi yang juga kurang baik. c. Hutan Hutan memiliki wilayah terluas diantara penggunaan tanah yang lain. Mengingat kondisi fisik wilayah terutama topografinya yang cenderung curam, maka hutan ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi keseluruhan ekonsistem baik di darat maupun di laut. Fungsi hutan sendiri terbagi menjadi 2 yaitu hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Hutan yang terletak pada kawasan budidaya adalah hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi yang terletak pada kawasan non budidaya adalah hutan produksi terbatas. Kawasan hutan yang termasuk dalam hutan produksi terbatas tersebar mulai dari Timur ke Barat yaitu Kecamatan Ampelgading sampai dengan Kecamatan Donomulyo. Sedangkan yang termasuk hutan produksi tetap terdapat di Kecamatan Sumber manjing Wetan dan Kecamatan Bantur. Beberapa kawasan hutan yang lainnya tidak dapat digunakan sebagai hutan produksi sebab lokasi hutan terletak pada kawasan lindung yaitu sebagai hutan lindung yaitu sebagai hutan lindung terbatas. d. Tegalan/Kebun Dibandingkan dengan lahan persawahan, lahan untuk tegalan dan kebun memiliki proporsi yang lebih besar. Akibat terjadinya penjarahan pada lahan perkebunan mengakibatkan lahan tegalan dan kebun ini semakin luas. Jenis-jenis tanaman semusim yaitu jagung, ketela pohon, tales, kacang-kacangan, cabe dan sebagainya. Lahan tegalan banyak diusahakan di bagian barat dari wilayah perencanaan. Sedangkkan pada bagian Timur lebih banyak banyak diusahakan tanaman kebun yaitu kebun kelapa, karet, cengkeh, kopi dan coklat. Namun pada saat ini sebagian besar tanaman cengkeh, kopi dan coklat semakin berkurang jumlahnya. e. Perkebunan Proporsi lahan perkebunan lebih banyak terletak di bagian Timur wilayah perencanaan jenis tanaman yang dikelola adalah cengkeh, kopi dan coklat. Kondisi perkebunan pada saat ini sangat memprihatinkan akibat adanya pengrusakan dan penjarah oleh masyarakat. Posisi lahan perkebunan sebagian besar terletak pada kemiringan yang besar.

34

C. Profil Kawasan Pesisir Pantai di Kabupaten Malang Kawasan pesisir pantai di Kabupaten Malang terdiri dari 6 kecamatan dengan luas wilayah perencanaan darat adalah 107.131 Ha, sedangkan luas wilayah perairannya adalah 4 mil. Perairan laut di Kabupaten Malang berada di sebelah Selatan dan merupakan Samudra Indonesia, yang mempunyai ciri gelombang dan arus yang besar. Gambaran wilayah dapat dilihat pada peta 3.1. Ciri khas laut pantai Selatan merupakan lautan bebas, keadaan gelombang dan arus sangat besar. Arus yang besar di pantai Selatan dikenal dengan nama arus katulistiwa Selatan (Shout eauatorial current) yang sepanjang tahun menuju ke Barat. Tetapi pada musim Barat terdapat jalur sempit yang menyusur pantai Selatan Jawa dengan arus menuju ke Timur, berlawanan dengan arus katulistiwa Selatan. Arus tersebut dikenal dengan arus pantai Jawa (java coastal Current). Pada musim Timur di atas perairan lautan ini berhembus kuat angin Tenggara yang membuat arus katulistiwa Selatan ini makin melebar ke Utara, menggeser sepanjang pantai Selatan Jawa hingga Sumbawa, kemudian memaksanya membelok ke arah Barat Daya. Jadi saat itu arus permukaan di daerah ini menunjukkan pola sirkulasi anti siklonik atau berputar ke kiri. Karena arus ini membawa serta air permukaan ke luar menjahui pantai, maka akan terjadi kekosongan yang berakibat naiknya air dari bawah (upwe//ing). Air naik di sini terjadi kira-kira dari Selatan Jawa hingga ke sebelah Selatan Sumbawa, diawali sekitar bulan Mei dan berakhir sekitar bulan September. Kecepatan air naik ini sekitar 0,0005 Cm/detik. Jenis upwelling di Selatan Jawa yaitu jenis berkala (periodic tipe) yang terjadi pada musim Timur. Kedalaman laut Selatan Jawa sejauh 1.575- 2.625 km mempunyai kedalam hingga mencapai 200 m. Kemudian sejauh 2.625 -4.375 km, mempunyai kedalamam mencapai 3000 m. Kawasan pesisir pantai Kabupaten Malang ditinjau dari kondisi fisik daratnya menunjukkan, bahwa ketinggian wilayah perencanaan berada pada ketinggi 0-2000 meter di atas permukaan laut, sebagian besar wilayahnya berada pada kelerangan 5 -15% (39,42% dari luas wilayah pesisir Kabupaten Malang), kondisi lahannya bervariasi yaitu terjal sampai pegunungan. Semakin mendekati daerah pantai umumnya memiliki karateristik daerah pegunungan kapur dan kemiringannya sebagian besar > 40%. Daerah yang memiliki kelerengan >40% adalah Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo. Keadaan cuaca di wilayah perencanaan seperti umumnya cuaca di Kabupaten Malang memiliki iklim tropis dengan suhu antara 18,25 C sampai dengan 31,45 C (suhu rata-rata dari empat stasiun pengamat cuaca antara 23 C sampai 25 C). Tekanan udara di bawah 1.012,7. Curah hujan rata-rata per-tahun 1.596 mm dan hari hujan 84,85 pertahun. Curah hujan turun antara bulan April-

35

Oktober. Diantara kedua musim tersebut ada musim peralihan antara bulan AprilMei dan Oktober-November. Kondisi hidrologi di kawasan pesisir Kabupaten Malang meliputi kondisi air permukaan dan kondisi air tanah. Pantai -pantai yang memiliki sumber air permukaan atau aliran sungai dan bermuara sampai lautan adalah Pantai Licin, Sipelot, LenggoksonfJ, Tamban, Wonogoro dan Kondang Merak. Kondisi muara sungai pada musim kemarau pada umumnya tertutup pasir, sehingga aliran sungai terhenti di mulut muara dan baru terbuka pada musim penghujan. Muara sungai yang terletak di Pantai Licin dipenuhi oleh pasir yang berasal dari Gunung Semeru. Pasir inilah yang mengakroatkan pasir di Pantai Licin yang semula putih menjadi kehitaman. Selama Gunung Semeru masih aktif diperkirakan sungai dan muaranya akan terus penuh dengan pasir. Adapun sungai-sungai yang melewati wilayah perencanaan yaitu Kali Giok yang bermuara di Pantai Licin, Kali Bambang (Kecamatan Sumbermanjing Wetan), Kali Duron, Bopakang, Bopak dan Sumberbulus. Kali Sumberbulus bermuara di Pantai Wonogoro, Kali Balekambang (Kecamatan Bantur) dan Kali Sumbermanjing (Kecamatan Donomulyo). Sumber air tanah di wilayah ini diperoleh dengan cara mengebor dengan kedalaman 40- 60 meter. Disamping sumber air dalam tanah, sumber air utama penduduk adalah mata air yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah. Jenis tanah yang ada di wilayah perencanaan adalah Latosol, Andosol dan Aluvial Oumlahnya relatif lebih sedikit). Menurut Budi Santoso (1989), tanah latosol memiliki ciri subur, dan mudah erosi karena keeratan antara partikel tanah rendah, berwama merah karena meningkatnya konsentrasi Fe dan AI yang keluar dari solum. Sedangkan tanah Andosol memiliki ciri tanah subur, mudah erosi dan sesuai untuk tanaman tahunan. Tingkat erosinya tergolong rendah namun pada kecamatan Ampelgading, Gedangan dan Bantur tingkat erosinya cukup tinggi. Dilihat dari faktor fisik yang meliputi topografi, iklim dan tanah sebenamya tidak ada masalah. Kemungkinan besar faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Kesalahan dalam pengelolaan tanah, pemilihan jenis tanaman yang kurang tepat atau mungkin tidak dilakukan pengelolaan tanah sama sekali dan tanah sendiri tidak tertutup vegetasi barangkali menjadi penyebabnya. Pemanfaatan dan pengelolaan lahan di daratan secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi di wilayah pesisir. Karena secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan di atas dan laut lepas. Pemanfaatan lahan di daratan meliputi pemukiman, sawah, tegalan, kebun, hutan. dan lainnya (misal : makam, jalan).

36

D. Kebijakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang Memperhatikan hasil penelitian terhadap potensi sumberdaya ikan. kondisi dan pentingnya ekosistem terumbu karang, keberadaan dan pengelolaan tambak, kegiatan pasca tangkap atau industri perikanan dan sumberdaya manusia yang ada, maka kebijaksanaan pembangunan perikanan di kawasan pesisir Kabupaten Malang dapat ditempuh sebagai berikut: (1) Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, melalui penerapan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi penangkapan. Mengingat sumberdaya ikan yang ada di wilayah perairan laut Kabupaten Malang baru dimanfaatan sekitar 15,9 % dari potensi lestari sebesar 26.066,198 ton. (2) Mengoptimalkan pemanfaatan lahan tambak yang sudah ada dan diversifikasi komoditi yang dibudidayakan. (3) Meningkatkan kualitas penanganan pasca tangkap, baik berupa industri pengolahan maupun penangana ikan segar. (4) Meningkatkan kua1itas sumberdaya manusia perikanan dan pendapatan nelayan melalui upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kegiatan pasca tangkap dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai serta peningkatan nilai tambah hasil perikanan. Memperhatikan hasil penelitian terhadap kondisi dan pentingnya ekosistem terumbu karang, maka kebijaksanaan pembangunan perikanan di kawasan pesisir Malang Selatan dapat ditempuh sebagai berikut: 1. Melakukan pengawasan ekosistem terumbu karang terhadap kegiatan yang dapat mempengaruhinya, seperti penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan kegiatan 'ain yang dapat mengakibatkan perubahan lingkungan (kekeruhan dan pencemaran). 2. Melakukan pengawasan terhadap pembuangan 'imbah pertanian dan tambak. 3. Melakukan pengawasan pemanfaatan lahan atas termasuk penebangan hutan yang tidak terkendali. E. Program Laut Lestari Program laut lestari dijabarkan dalam beberapa bentuk rencana kegiatan yaitu : pengelolaan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan ekosistem hutan mangrove, pengelolaan dan konservasi ekosistem terumbu karang, pencegahan dan penanggula'ngan pencemaran laut, pengembangan desa pantai miskin dan pengembangan wisata bahari. (1) Pengelolaan keanekaragaman hayati laut

37

Salah satu modal yang dimanfaatkan untuk pembangunan nasional Indonesia adalah sumberdaya hayati, yang di tingkat internasional dicuatkan permasalahannya dengan gerakan .biodiversity' (keanekaragaman hayati). Strategi nasional dalam pengelolaan keanekaragaman hayati laut di Indonesia adalah rencana penetapan kawasan konservasi laut, untuk mengurangi kerusakan dan memperbaiki sumberdaya hayati. Tujuan dan sasaran strategi pengelolaan keanekaragaman hayati laut ialah: - Selamatkan (lindungi keanekarangan hayati untuk generasi mendatang). Yaitu dengan menetapkan kawasan konservasi laut dan mengelola kawasan ini dengan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai lembaga untuk bekerja sama mendukung pengelolaan kawasan konservasi, ser1a melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan, meningkatkan penegakan Undang- Undang Lingkungan untuk melindungi spesies laut (dengan cara meningkatkan kepedulian, dukungan dan peran serta masyarakat melalui peningkatan pajak untuk pengelola produk-produk yang menggunakan binatang dan tumbuhan laut. - Pelajari (cari cara-cara untuk memanfaatkan sumberdaya secara berkelanjutan). Yaitu dengan memperkuat koordinasi antar lembagajembaga dan badan pemerintah untuk memperbaiki kapasitas dalam mengelola sumberdaya laut dalam pembangunan berkelanjutan. Menetapkan pusat data dan informasi keanekaragaman hayati taut dan mengelola pusat data ini bersama-sama dengan pemerintah, LSM dan perguruan tinggi. - Manfaatkan Secara Berkelanjutan (yaitu memanfaatkan keanekaragaman hayati untuk menyediakan makanan, obat-obatan dan keperluan lainnya). Yaitu dengan mempublikasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang relevan secara aktif , promosikan cara-cara penggunaan tumbuhan dan bjnatang secara berkelanjutan untuk menyediakan gizi, tapangan pekerjaan, peningkatan eksport dan keuntungan- keuntungan lain dari pengelolaan sumberdaya laut. (ii) Pengetolaan Ekosistem Hutan Mangrove Hutan mangrove mempunyai suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut yang merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan, tempat berlindungnya dan memijah berbagai jenis udang, ikan dan berbagai biota laut, juga sebagai habitat satwa burung, primata, reptilia, insekta dan lainnya. sehingga secara ekologi dan ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.

38

Strategi yang dilakukan untuk melindungi dan melestarikan potensi sumberdaya hutan mangrove dan memanfaatkannya berdasarkan azas pelestarian, yang meliputi : - Save it, mengamankan ekosistem hutan mangrove dengan melindungi genetik, spesies dan ekosistem. - Study it, yaitu mempelajari ekosistem hutan mangrove yang meliputi biologi, komposisi. struktur, distribusi dan kegunaannya. - Use it, yaitu memanfaatkan ekosistem hutan mangrove secara lestari dan seimbang. (iii) Pengelolaan dan Konservasi Ekosistem Kawasan Terumbu Karang Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting, yang mempunyai nilai yang tinggi karena pada kawasan ini terdapat kawasan perikanan yang subur, bahan untuk farmasi, daya tarik bagi pariwisata khususnya (eco marine tourism) yang dapat menambah devisa negara dan secara fisik karang dapat melindungi pantai dari degradasi dan abrasi. Pemanfaatan terumbu karang yang kurang bijaksana dapat berakibat menurunnya kualitas terumbu karang. Kegiatan manusia yang dapat merusak terumbu karang antara lain ialah : sedimentasi yang berasal dari penebangan hutan, penambangan karang, pembangunan fasilitas, limbah industri. pestisida dan buangan minyak, penangkapan ikan dengan muroami, penggunaan bahan peledak, koleksi biota laut untuk hiasan, penangkapan ikan hias dengan kalium cianida (KCN). Agar ekosistem terumbu karang dapat dimanfaatkan secara maksimal dan lestari, maka diperlukan adanya strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berwawasan lingkungan, yaitu : - Program pelatihan dan pendidikan baik formal dan non formal, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan pemanfaatan masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya terumbu karang. - Identifikasi luas dan lokasi kawasan terumbu karang potensia' dan bermasalah, baik yang areal konservasi (taman laut, cagar alam laut) maupun areal non konservasi (perikanan, pariwisata). - Pemanfaatan kawasan terumbu karang sebagai obyek wisata, penelitian dan pendidikan secara maksimal tanpa menggangu kelestariannya. - Terkendalinya dampak kegiatan pembangunan di darat dan di laut terhadap ekosistem terumbu karang. - Terkoordinasinya pengelolaan terumbu karang secara nasional. (iv) Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut

39

Pencemaran laut di Indonesi antara lain disebabkan oleh : kegiatan-kegiatan di darat dan di laut, termasuk kegiatan-kegiatan kapal asing yang menyinggahi dan melewati perairan Indonesia, dimana kegiatan kapal tanker paling sering mengalami kecelakaan pada waktu melewati perairan Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi yang berlangsung di darat dan di laut. Sehingga upaya penanggulangan pencemaran laut sangat perlu dilakukan yaitu dengan menyusun .Strategi Perlindungan Lingkungan Laut Akibat Pencemaran. yaitu perlu ditingkatkan pencegahan pencemaran laut melalui pembinaan serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum. (v) Pengembangan Desa Pantai Pengembangan desa pantai di wilayah negara kepulauan Indonesia sangat perlu, karena diperkirakan 60% penduduk hidup dan tinggal di daerah pantai. Pada umumnya masyarakat desa pantai lebih merupakan masyarakat tradisional dengan kondisi sosial dan ekonomi yang sangat rendah, pendidikan formal yang diterima masyarakat desa pantai secara umum jauh lebih rendah dari pendidikan masyarakat non pantai lainnya. Minimnya sarana dan prasarana (pendidikan, kesehatan, perhubungan, komunikasi). Untuk menunjang keberhasilan program pembinaan desa pantai, maka perlu adanya :. - Penentuan lokasi pengembangan yang tepat. - Memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat desa pantai yang kondisinya jauh tertinggal dibandingkan dengan desa-desa lainnya. - Memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat desa melalui upaya-upaya pemanfaatan sumberdaya laut dengan teknologi siap pakai. - Membina kelembagaan desa pantai. - Penyuluhan konservasi lingkungan desa pantai untuk menunjang kelestarian sumberdaya alam di pesisir dan lautan. - Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta. - Rekayasa teknologi tepat guna dan tepat lingkungan untuk daerah desa pantai. (vi) Pengembangan Wisata Bahari Pengembangan wisata bahari di Indonesia merupakan hal baru, yang mulai mendapat perhatian dan sangat menarik banyak peminat. Pengembangan wisata bahari secara ideal diharapkan mampu menciptakan saling keterkaitan dan saling menjaga secara harmonis antara unsur-usur lingkungan fisik, sosial dan ekonomi, budaya masyarakat setempat. Dampak positif pengembangan wisata bahari ialah : dapat meningkatkan devisa negara, perluasan tenaga kerja, mendorong pengembangan usaha baru, mampu meningkatkan

40

(vi)

kesadaran masyarakat terutama wisatawan, tentang konservasi sumber daya alam. Dampak negatifnya adalah terjadinya degradasi lingkungan (erosi, vandalisme, dan lainya), kerusakan sumberdaya alam, serta munculnya kesenjangan sosial ekonomi dan perubahan budaya masyarakat setempat. Namun kegiatan pengembangan wisata bahari belum didukung oleh tenaga profesional untuk pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya, khususnya kawasan pelestarian alam, sehingga dalam pelaksanaanya di lapangan masih belum terarah secara jelas. Sehingga perlu adanya strategi pengembangan wisata bahari berdasarkan pada kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Permukiman Pemukiman tersebar pada daerah-daerah yang relatif datar dan menyebar pada jalan- jalan yang ada. Lokasi sekitar kawasan pemukiman masih didominasi lahan pertanian, perkebunan, tegalan serta lahan kosong. Aksesibilitas umumnya kurang bagus dan prasarana penunjang terbatas dan hampir tidak ada. Pemukiman lebih terpusat di Ibukota Kecamatan dan sekitamya. Sedangkan kondisi pemukiman pantai di kawasan pesisir Kabupaten Malang sebagian besar kondisi bangunan dan lingkungannya rendah dan belum mendapatkan infrastruktur yang memadai. Kondisi pemukiman yang cukup memadai berada di desa intinya, karena pada desa tersebut beberapa infrastruktur telah terlayani misalnya : listrik dan kebutuhan air bersih. Desa inti tersebut antara lain ialah : Desa Pujiharjo (Pantai Sipelot), Desa Pulwodadi (Pantai Lenggoksono), Desa Tumpakrejo (Pantai Wonogoro), Desa Tambakrejo (Pantai Sendangbiru). (vi) Sawah Proporsi luas lahan sawah sangat kecil dibandingkan dengan penggunaan tanah untuk jenis pertanian yang lain dan jenis penggunaan tanah pada umumnya. Kondisi tanah yang cenderung kering dan padas serta topografi yang relatif terjal, mengakibatkan pertanian kurang berkembang. Lahan pertanian khususnya untuk tanaman padi terbatas pada lahan yang relatif datar. Geomorfologi yang kurang subur ini menyebabkan pertanian basah seperti tanaman padi dan sistem gilir tidak bisa berkembang dengan baik. Kondisi ini pada sebagian wilayah terutama di bagian Barat makin diperparah dengan sistem irigasi yang juga kurang baik. (vii) Hutan Hutan memiliki wilayah terluas diantara penggunaan tanah yang lain. Mengingat kondisi fisik wilayah terutama topografinya yang cenderung curam, maka hutan ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi keseluruhan ekosistem baik di darat maupun di laut. Fungsi hutan sendiri terbagi menjadi

41

2 yaitu hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Hutan yang terletak pada kawasan budidaya adalah hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi yang terletak pada kawasan non budidaya adalah hutan produksi terbatas. Kawasan hutan yang termasuk dalam hutan produksi terbatas tersebar mulai dari Timur ke Barat yaitu Kecamatan Ampelgading sampai dengan Kecamatan Donomulyo. Sedangkan yang termasuk hutan produksi tetap terdapat di Kecamatan Sumbermanjing Wetan dan Kecamatan Bantur. Beberapa kawasan hutan yang lainnya tidak dapat digunakan sebagai hutan produksi sebab lokasi hutan terletak pada kawasan lindung yaitu sebagai hutan lindung terbatas. Kondisi hutan di kawasan pesisir kondisinya rusak, akibat penebangan hutan yang tidak terkontrol, sehingga sebagian besar lahan hutan menjadi gundul. Terjadinya penggundulan hutan tersebut hampir sebagian tejadi disepanjang kawasan pesisir Kabupaten Malang. (ix) Tegalan/kebun Dibandingkan dengan lahan persawahan, lahan untuk tegalan dan kebun memiliki proporsi yang lebih besar. Akibat teradinya penjarahan pada lahan perkebunan mengakibatkan lahan tegalan dan kebun ini semakin luas. Jenisjenis tanaman yang diusahakan di atas tanah tegalan adalah jenis-jenis tanaman semusim yaitu jagung, ketela pohon. tales, kacang-kacangan, cabe, dsb. Lahan tegalan banyak diusahakan di bagian Barat dari wilayah perencanaan. Sedangkan pada bagian Timur lebih banyak diusahakan tanaman kebun yaitu kebun kelapa, karet, cengkeh, kopi dan coklat. Pada saat ini sebagian besar tanaman cengkeh. kopi dan coklat semakin menuru. (x) Perkebunan Proporsi lahan perkebunan lebih banyak terletak di bagian Timur wilayah perencanaan. Jenis tanaman yang dikelola adalah cengkeh, kopi dan coklat. Kondisi perkebunan pada saat ini sangat memprihatinkan akibat adanya pengrusakan dan penjarahan oleh masyarakat. Posisi lahan perkebunan sebagian besar lertelak pada kemiringan yang besar. Keadaan dan perkembangan usaha perikanan di pantai Malang Selatan, berhubungan erat dengan kondisi lingkungan dan habitat yang melingkupinya. Kondisi lingkungan yang dimaksud meliputi substrat, kemiringan dan bentuk pantai. Sedang habitat perairan ditunjukkan oleh keberadaan terumbu karangnya. Kualitas terumbu karang sangat menentukan kuantitas sumberdaya ikan yang ada. Habitat terumbu karang ditemukan hampir di sepanjang pantai di kabupaten Malang, terutama di daerah-daerah yang mempunyai aktifitas perikanan tinggi. Kondisi terumbu karang saat ini relatif masih bagus, ditandai masih banyaknya ikan-ikan karang yang tertangkap seperti Lobster, Kakap, Kerapu

42

dan ikan-ikan hias. Namun demikian tanda-tanda akan kerusakan Terumbu Karang telah terjadi, yang disebabkan oleh aktifitas penangkapan Lobster yang tidak ramah lingkungan (menggunakan potas), pengambi!an bunga karang untuk assesoris dan cemaran minyak dari aktifitas transportasi laut yang menggunakan mesin. Kondisi terumbu karang untuk masing-masing kawasan perairan pantai dapat dilihat pada Tabel 6.13.Tabel 5.13. Kondisi Terumbu karang di Kawasan Pesisir Kab. Malang No . 01 . 02 . 03 . 04 . 05 . 06 . 07 . 08 . 09 . 10 . Pantai Lokasi Baik Licin Sipelot Lenggosono Tamban Sendang Biru Tambaksari Bajulmati Wonogoro Kondang Merak Kondang Iwak V V V V V Sedan g V V V Kondisi Rusa k V V Bom V V V V V Permasalahan Potas V V V V V Bunga karang V V V -

Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut yang merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan, tempat berlindung dan memijah berbagai jenis udangt ikan dan berbagai biota laut. Sehingga secara ekologis dan ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Habitat mangrove di daerah pantai selatan relatif sedikit dan tidak ditemukan di setiap pantai. Pantai

43

yang mempunyai habitat mangrove adalah Sipelot dan Tamban yang didominasi oleh jenis-jenis pioner yaitu Avicenia dan Sonneratia dan dibelakang rawa ditemukan nipah. Hal ini dikarenakan substrat berpasir. salinitas tinggi dan gelombang besar. Kondisi dan keberadaan mangrove di masing-masing kawasan pantai, dapat dilihat pada Tabel 5.14. Wilayah pertambakan di Kabupaten Malang terdapat di beberapa pantai, yaitu Pantai Sipelot dan Lenggoksono berada di Kecamatan Tirtoyudo; Pantai Tambakasri dan Tamban berada di Kecamatan Sumbermanjing Wetan; dan Pantai Bajulmati dan Wonogoro berada di Kecamatan Gedangan. Luas areal tambak dan tingkat pengoperasiannya di masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 5.15.Tabel 5.14. Luas dan Jenis Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Kabupaten Malang No. 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. Pantai Licin Sipelot Lenggosono Tamban Sendang Biru Tambaksari Bajulmati Wonogoro Kondang Merak Kondang Iwak Lokasi 3 Avece nnia V V V Sonneratia V V Jenis Nipah V V -

Tabel 5.15. Luas Areal Tambak dan Tingkat Pengoperasian Pantai Luas (Ha.) 3 Avecen nia V Pola Usaha Sonnerat ia Tingkat Operasi Nipah V -

44 Tamban Sendang Biru Tambaksar i Bajulmati Wonogoro Kondang Merak Kondang Iwak V V V V V V V -

Perkembangan laut sangat penting bagi negara kepulauan, perkapalan dan sistem pelabuhan sangat penting untuk pengembangan sumberdaya alam laut dan pesisir, mendorong pembangunan ekonomi, mengurangi biaya perdagangan dan meningkatkan ekspor. Pelabuhan merupakan penghubung kunci dalam sistem perhubungan menyediakan kontak antara transportasi darat dan laut. Sepanjang pesisir Kabupaten Malang terdapat satu pelabuhan alam yang terletak di Pantai Sendangbiru. Memiliki kedalaman laut rata-rata 20 m. dengan lebar selat antara 600 m sampai dengan 1500 m dan panjang selat: 4 km. Pelabuhan ini berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan untuk Pantai Sendangbiru dan sekitarnya. Kapasitas pelabuhan bisa untuk berlabuh kapal ukuran 5-50 GT sebanyak 20 buah. Daerah operasi penangkapan ikan di perairan Malang Selatan tergantung kepada musim atau keberadaan jenis ikan yang mau ditangkap. Pada waktu musim puncak ikan, secara umum fishing ground berada di dekat pantai. pada waktu musim sedang fishing ground berada agak jauh dari pantai dan pada waktu musim paceklik fishing ground jauh dari pantai bahkan sampai ke lepas pantai. Musim ikan di pantai Malang Selatan adalah musim puncak bulan Mei -Oktober Musim sedang pada bulan Maret -April dan bulan Nopember -Desember dan musim paceklik pada bulan januari -Februari. Sedangkan pada musim penghujan (bulan Oktober sampai Maret) jenis-jenis ikan pelagis jarang ditemukan dan bersamaan dengan itu terjadi musim barat dengan gelombang dan angin besar sehingga nelayan tidak turun ke laut. Di lain pihak pada saat itu muncul jenis-jenis ikan karang seperti Lobster, Kakap merah, Kerapu dan lainIain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Keberadaan berbagai jenis ikan di perairan pantai Malang Selatan tidak selalu bersamaan, ada beberapa jenis ikan yang muncul pada waktu-waktu tertentu, ada beberapa jenis ikan yang muncul pada waktu-waktu yang lain dan ada jenis ikan yang muncul sepanjang tahun. Jumlah nelayan di Kabupaten Malang terkonsentrasi di daerah Pantai Sendang Baru. Sedangkan di pantai-pantai lain hanya sekitas 5 % dari jumlah penduduk di

45

masing- masing desa yang ada. Berdasarkan jumlah armada yang ada di masingmasing pantai. 5.6. Profil Ruang Kawasan Pesisir Pantai Kecamatan Muncar dan Purworejo Kabupaten Banyuwangi Wilayah Kecamatan Muncar dan Kecamatan Purworejo Kabupaten Banyuwangi dilihat dari konstelasi regional Banyuwangi mempunyai beberapa keuntungan strategis, selain sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah Samudera Indonesia dan Selat Bali serta Propinsi Bali, yang mempunyai kontribusi dan pergerakan yang tinggi, juga sebagai salah satu pintu gerbang menuju ke wilayah tersebut, hal ini membawa konsekwensi pada pola transportasi dan penyediaan sarana transportasi dari dan kearah Kabupaten Banyuwangi dengan jalan darat dan laut. Kondisi wilayah Kecamatan Muncar dan Kecamatan Purworejo Kabupaten Banyuwangi dilihat dari aspek fisik wilayah dapat diindentifikasi atas beberapa kriteria fisik, kriteria fisik tersebut yang akan menentukan ciri-ciri wilayah yang ada berbagai kawasan Kabupaten Banyuwangi. Dalam lingkup yang lebih luas (regional). Kabupaten Banyuwangi terletak diwilayah paling ujung (timur) wilayah propinsi Jawa Timur terletak pada koordinat 70430 60460 Lintang Selatan dan 113051 - 114038 Bujur Timur. a. Topografi Wilayah Kabupaten Banyuwangi rata-rata memiliki keadaan topografi relatif datar. Dataran rendah yang sedikit miring dari arah barat laut ke arah tenggara. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya beberapa gunung yang seolah-olah membatasi wilayah Banyuwangi dengan wilayah sekitarnya. Ketinggian tempat dari permukaan laiut ikut mempengaruhi jenis suatu tanaman yang dapat tumbuh baik, tanaman dataran rendah misalnya tidak akan menghasilkan dengan baik apabila ditanam di dataran tinggi. Kabupaten Banyuwangi terleyak pada ketinggian 0 sampai dengan > 200 meter dpl. Ketinggian tempat tersebut dapat dibedakan atas : (1) Ketinggian 0 - 100 meter dpl meliputi luas wilayah 131.714 Ha (38.10 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat diseluruh wilayah kecamatan di kabupaten Banyuwangi kecuali kecamatan Singojuruh, Sempu, Songgon, Genteng, Blenmore dan Kalibaru. (2) Ketinggian 100 - 500 meter dpl meliputi luas wilayah 159.056 (46,01 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat di seluruh wilayah

46

kecamatan di kabupaten Banyuwangi kecamatan Banyuwangi, Muncar dan Purwoharjo. (3) Ketinggian 500 - 1.000 meter dpl meliputi luas wilayah 36.191 (10.47 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu, Glemore dan Kalibaru. (4) Ketinggian 1.000 - 1.500 meter dpl meliputi luas wilayah 10.226,5 Ha (2,96 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu, Glemore dan Kalibaru. (5) Ketinggian 1.500 - 2.000 meter dpl meliputi luas wilayah 5.075 Ha (1,48 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu, Glemore. b. Kemampuan Tanah Kemampuan tanah adalah kualitas unsur-unsur fisik tanah yang berpengaruhnterhadap penggunaan tanah diatasnya, unsur-unsur tersebut meliputi : lereng, kedalaman efektif, tekstur tanah, drainase dan erosi. (1) Lereng Lereng/kemiringan tanah adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang horizontal. Yang dinyatakan dalam persen ( % ) dan kemiringan tanah sangat berperan dalam setiap langkah untuk menentukan kemudahan penggunaan tanah. Oleh sebab itu tindakan pada tanah harus selalu memperhatikan kemiringan tanah. - Lereng 0 - 2 % merupakan wilayah yang datar dan meliputi 35,45 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut baik untuk usaha pertanian tanaman semusim. Kecamatan yang memiliki lereng 0 - 2 % paling luas adalah kecamatan Bangorejo dan yang tidak memiliki lereng 0 - 2 % adalah Kecamatan Glagah dan Songgon. - Lereng 2 - 15 % merupakan wilayah yang landai sampai yang bergelombang dan meliputi 26,56 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut baik untuk usaha pertanian dengan tetap memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air. Wilayah kecamatan yang mempunyai lereng 2 - 15 % paling luas adalah Kecamatan Glenmore yaitu kurang lebih 17.034 Ha atau kurang lebih 18,55 % dari luas wilayah yang berlereng 2 - 15 %, sedangkan wilayah yang tidak memiliki lereng 2 - 15 % adalah Kecamatan Muncar dan Cluring.

47

- Lereng 15 - 40 % merupakan wilayah yang bergelombang dan meliputi 15,32 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut sebaiknya untuk usaha pertanian dengan jenis tanaman keras atau tahunan, oleh karena disebabkan daerah tersebut sudah terkena erosi, sehingga tercapai usaha pengawetan tanah dan air, poada daerah tersebut umumnya penggunaan tanahnya adalah berupa hutan, perkebunan, tanah rusak, tegal, sawah dan permukiman. Wilayah kecamatan yang memiliki kelerengan 15 - 40 % paling luas adalah Kecamatan Tegaldlimo dan wilayah yang tidak memiliki lereng 15 - 40 % adalah Kecamatan Rogojampi, Srono, Muncar, Cluring, bangorejo dan Gambiran. - Lereng diatas 40 % merupakan wilayah yang bergelombang sampai berbukit, meliputi 22,67 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut merupakan areal yang harus dihutankan sehingga dapat berfungsi sebagai perlindungan hidrologi serta menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan hidup, pada umumnya daerah ini penggunaan tanahnya adalah berupa hutan, perkebunan, tanah rusak dan tegal. Wilayah kecamatan yang memiliki kelerengan diatas 40 % paling luas adalah Kecamatan Pesanggaran, sedangkan wilayah kecamatan yang tidak memiliki kelerengan diatas 40 % adalah kecamatan Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Muncar, Cluring, Gambiran dan Genteng. - Ketinggian 2.000 - 2.500 meter dpl meliputi luas wilayah 2.235 Ha (0,65 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat di kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu, Glenmore dan Kalibaru. - Ketinggian lebih dari 2.500 meter dpl meliputi luas wilayah 1.153 Ha (0,33 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat di kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Glagah, Songgon, Glenmore dan Kalibaru. c. Geologi Kondisi geologi di wilayah Kabupaten Banyuwangi menunjukkan bahwa hasil gunung api kwarter muda memiliki angka yang paling tinggi yaitu seluas 131,547 Ha atau 38,05 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi. Lapisan batuan ini paling tinggi terdapat di kecamatan Glenmore yaitu seluas 26.260 Ha atau 19,96 % dari luas total hasil gunung api kwarter muda. Sedangkan yang paling rendah adalah lapisan andesit yaitu seluas 20.520 Ha atau 5,94 % dari luas wilayah dan tersebar di Kecamatan Pesanggaran, Glenmore dan Kalibaru.Tabel : 5.17. Luas Wilayah Berdasarkan Struktur Geologi Di Kabupaten Banyuwangi

48

No. 1 2 3 4 5 6

Luas Ha Alluvium 95.762 Hasil Gunung Api Kwarter Muda 131.547 Hasil Gunung Api Kwarter Muda 20.520 Andesit 8.654 Miosen Falses 50.414 Miosen Falses Batu Gamping 38.772 Sumber : Penjelasan Data Pokok Kabupaten Banyuwangi

Jenis Tanah

% 27,70 38,05 5,95 2,50 14,58 11,23

d. Jenis Tanah Jenis yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari : - Regosol Bahan induknya berupa abu vulkan dan pasir pantai, biasanya terdapat pada topografi bergelombang, berbukit hingga bergunung, pada umumnya ditumbuhi tanaman berupa hutan belukar dan regosol mempunyai kandungan organik relatif rendah sehingga untuk meningkatkan produktivitasnya harus dengan pengorbanan yang cukup besar. - Lithosol Bahan induknya berupa batuan beku dan batuan endapan pejal, terdapat pada topografi yang bervariasi dan ketinggian yang berbeda-beda, solum tanah dangkal, tekstur tanah kasar dan kandungan organik rendah dan kepekaan erosi kasar. - Podsolik Podsolik berkembang pada musim basah dan curah hujan lebih dari 2.500 mm/tahun, podsolik berasal dari bahan tufvulkan asam dan pasir kwarsa pada topografi datar dan ketinggian di bawah 2.000 meter dpl, pada umumnya bertekstur agak kasar, struktur lepas dilapisan atas dan pejal lapisan bawah terdapat di daerah bergelombang sampai berbukit. Luas wilayah berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Banyuwangi dapat dilihat pada tabel 5.17. Kedalaman Efektif Tanah Kedalaman efektif tanah adalah tebal lapisan tanah dari permukaan sampai bahan induk atau sampai suatu lapisan dimana perakaran tanaman tidak dapat atau tidak mungkin menembusnya, oleh sebab itu kedalaman efektif tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan perakaran tanaman. Kedalaman lebih dari 90 cm sebagian besar Kabupaten Banyuwangi memiliki kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm, yaitu 277,529 Ha atau

49

80,29 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, sehingga daerah tersebut tidak menjadi hambatan bagi tumbuhan perakaran tanaman. Kecamatan yang memiliki kedalaman efektif tanah diatas 90 cm paling luas adalah Kecamatan Pesanggaran. Kedalaman antara 60 - 90 cm seluas 23.348 Ha atau 6,75 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, pada daerah ini pada umumnya tanahnya cukup baik untuk tanaman semusim dan tanaman keras atau tanaman tahunan. Wilayah kecamatan yang memiliki kedalaman efektif tanah diatas 60 - 90 cm paling luas adalah Kecamatan Wongsorejo. Kedalaman antara 30 - 60 cm seluas 44,376 Ha atau 12,84 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, pada daerah ini pada umumnya tanahnya cukup baik untuk tanaman semusim berakar dangkal, tetapi kurang baik untuk tanaman berakar dalam. Wilayah kecamatan yang memiliki kedalaman efektif tanah diatas 30 - 60 cm paling luas adalah Kecamatan Tegaldlimo. Kedalaman kurang dari 30 cm seluas 416 Ha atau 0,12 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, pada daerah ini tanahnya masih memungkinkan ditanami tanaman semusim dan tanaman dan berakar dangkal. Wilayah kecamatan yang memiliki kedalaman efektif tanah diatas 30 cm paling luas adalah Kecamatan Pesanggaran. e. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah keadaan kasar dan seharusnya bahan padat organik tanaman yang ditentukan berdasarkan perbandingan fraksi-fraksi pasir, lempung, debu dan air, tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap pengolahan tanah dan pertumbuhan tanaman, terutama dalam mentaur kendungan udara dalam rongga tanah dan persediaan serta kecepatan peresapan air di daerah tersebut, teksturtanah ini berperan pula terhadap mudah atau tidaknya lapisan tanah tersebut tererosi. Dari kelas tekstur tanah dapat dibedakan dalam beberapa kelas yaitu : Tanah bertekstur halus seluas 309.050 Ha atau 89,41 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, sedangkan kecamatan yang sebagian besar bertekstur halus adalah Kecamatan Pesanggaran sedangkan kecamatan yang paling sedikit bertekstur halus adalah Kecamatan Purwoharjo. Tanah bertekstur sedang seluas 31,667 Ha atau 9,16 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, sedangkan kecamatan yang sebagian besar bertekstur sedang adalah Kecamatan Bangorejo sedangkan kecamatan yang paling sedikit bertekstur halus adalah Kecamatan Tegaldlimo.

50

Tanah bertekstur kasar seluas 4.952 Ha atau 1,43 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, sedangkan kecamatan yang sebagian besar bertekstur kasar adalah Kecamatan Wongsorejo sedangkan kecamatan yang paling sedikit bertekstur kasar adalah Kecamatan Purwoharjo, Tegaldlimo, Pesanggaran, Glenmore dan sebagian Wongsorejo. f. Drainase Drainase tanah menunjukkan lamanya serta seringnya suatu tanah jenuh terhadap kandungan air atau menunjukkan kecepatan meresapnya air dari permukaan tanah dan pada umumnya daerah ini menunjukkan drainase yang cukup baik sehingga unsur ini dapat diabaikan dalam menentukan kelas kemampuan tanahnya di Kabupaten Banyuwangi, kecuali ada beberapa kecamatan yang selalui tergenang yaitu seluas kurang lebih 1.511 Ha atau 0,43 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, sedangkan kecamatan yang memiliki daerah tergenang adalah Kecamatan Banyuwangi, Muncar, Purwoharjo dan Tegaldlimo. g. Erosi Erosi adalah peristiwa pengikisan atau berpindahnya tanah lapisan atas yang disebabkan oleh adanya aliran air permukaan, di Kabupaten Banyuwangi wilayah yang terkena erosi seluas 1.984 Ha atau 0,28 % dari luas wilayah kabupaten dan terdapat di kecamatan Genteng, Giri, Kalipura, Glagah, Kalibaru, Pesanggaran, Songgon dan Wongsorejo, sedangkan wilayah lain di Kabupaten Banyuwangi yang dapat digolongkan tidak ada erosi seluas 343.685 Ha atau 99,72 % dari luas wilayah kabupaten. g. Iklim Kabupaten Banyuwangi terletak dibawah equator yang dikelilingi oleh laut Jawa, Selat Bali dan Samudera Indonesia dengan ilim tropis yang terbagi menjadi 2 musim yaitu : (a) Musim penghujan pada bulan Oktober sampai April; (b) Musim kemarau pada bulan April sampai Oktober Diantara kedua musim ini terdapat musim peralihan pancaroba yaitu sekitar bulan April/Mei dan Oktober/Nopember, rata-rata curah hujan sebesar 7,64 mm/bulan dengan bulan kering yaitu bulan April, September dan Oktober. h. Hidrologi

Di Kabupaten Banyuwangi terdapat beberapa sungi besar dan sungai kecil, adapun nama-nama sungai dan panjang sungai dapat diperinci sebagai berikut :

51

-

Kali Selogiri panjangnya kurang lebih 6,173 Km, melewati Kecamatan Kalipuro Kali Ketapang panjangnya kurang lebih 10,260 Km, melewati Kecamatan Kalipuro Kali Sukowidi panjangnya kurang lebih 15,826 Km, melewati Kecamatan Kalipuro Kali Bendo panjangnya kurang lebih 15,826 Km, melewati Kecamatan Glagah Kali Sobo panjangnya kurang lebih 13,818 Km, melewati Kecamatan Glagah dan Banyuwangi. Kali Pakis panjangnya kurang lebih 7,043 Km, melewati Kecamatan Banyuwangi. Kali Tambong panjangnya kurang lebih 24,347 Km, melewati Kecamatan Glagah dan Kabat. Kali Binau panjangnya kurang lebih 21,279 Km, melewati Kecamatan Rogojampi. Kali Bomo panjangnya kurang lebih 7,417 Km, melewati Kecamatan Rogojampi. Kali Bajulmati panjangnya kurang lebih 20 Km, melewati Kecamatan Wongsorejo. Kali Setail panjangnya kurang lebih 73,35 Km, melewati Kecamatan Gambiran, Purwoharjo dan Muncar. Kali Porolinggo panjangnya kurang lebih 30,7 Km, melewati Kecamatan Genteng. Kali Kalibarumanis panjangnya kurang lebih 18 Km, melewati Kecamatan Kalibaru dan Glenmore. Kali Wagud panjangnya kurang lebih 44,6 Km, melewati Kecamatan Genteng, Cluring dan Muncar. Kali Karangtambak panjangnya kurang lebih 25 Km, melewati Kecamatan Pesanggaran. Kali bango panjangnya kurang lebih 18 Km, melewati Kecamatan Bangorejo dan Pesanggaran. Kali Baru panjangnya kurang lebih 80,7 Km, melewati Kecamatan Kalibaru dan Pesanggaran.

Dengan banyaknya sungai tersebut menyatakan bahwa Kabupaten Banyuwangi mempunyai banyak persediaan air, namun demikian tidak semua wilayah ini tersedia air, karena hal ini dipengaruhi oleh banyaknya hari hujan dan besarnya curah hujan. Selain itu keadaan curah hujan sangat berpengaruh terhadap kegiatan usaha khususnya bidang pertanian. Curah hujan di Kabupaten Banyuwangi periode tahun 1994 - 1997, tertinggi pada tahun 1995 yaitu 1.531 mm, dengan rata-rata curah hujan 8,76 mm. Daerah yang memiliki curah hujan rendah terjadi di wilayah bagian utara dibandingkan dengan wilayah bagian selatan. Berdasarkan perbandingan antara bulan kering dengan bulan basah, maka tipe iklim daerah ini adalah beriklim sedang yaitu tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. 5.6.1. Wilayah Peka Bencana Alam Dan Wilayah Kritis Wilayah peka bencana sebagian besar karena adanya wilayah yang mempunyai ketinggian diatas 500 - 1.000 meter dpl. Dengan ketinggian tersebut terdapat daerah-daerah yang rawan terhadap longsoran, selain itu terdapat

52

wilayah yang mempunyai daerah dengan ketinggian 0 - 25 meter dpl, dimana kawasan tersebut rawan terhadap resiko banjir, meskipun sampai dengan saat ini belum terjadi banjir atau genangan yang lama. Kondisi penggunaan tanah yang ada di suatu daerah, dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan kesejahteraan masyarakat disuatu wilayah tersebut, karena pola penggunaan tanah pada hakekatnya merupakan gabungan antara aktivitas manusia sesuai dengan tingkat teknologi jenis usaha, kondisi fisik serta jumlah manusia yang ada di wilayah tersebut. 5.6.2. Perkembangan Fungsi Kawasan

A. Pola Perkembangan Kawasan Permukiman Pola perkembangan kawasan permukiman pada mulanya berkembang karena adanya tarikan kegiatan perdagangan dan jasa di sepanjang jaringan jalan arteri primer serta keberadaan kawasan pelabuhan dan industri serta kegiatan disektor perikanan, sejalan dengan semakin terbatasnya lahan disekitar jaringan jalan arteri primer tersebut maka masyarakat cenderung untuk menempati lahanlahan disekitar jaringan jalan utama kota yang mempunyai akses yang baik ke pusat kegiatan perdagangan dan kawasan aktifitas lainnya. Sejalan dengan perkembangan kota, lahan di kawasan perkotaan semakin besar kegunaannya, hal ini sangat berpengaruh terhadap nilai tanah yang ada di kawasan pusat kota. Saat ini pola perkembangan permukiman cenderung untuk menempati lahan dikawasan pinggiran kota yang tidak terlalu jauh dengan daerah pusat kota, yang mana masih banyak lahan pertanian yang telah berubah penggunaan pada lahan permukiman. Secara keseluruhan pola perkembangan perumahan di Kabupaten Banyuwangi masih mengikuti pola perkembangan jaringan jalan khususnya jaringan jalan yang menghubungkan antar Kabupaten serta perkembangannya menyebar ke wilayah luar batas wilayah kota. B. Pola Perkembangan Kawasan Pesisir Pantai Pola perkembangan kawasan pesisir pantai banyak dipengaruhi oleh adanya peningkatan potensi sub sektor perikanan di Kabupaten Banyuwangi yang diarahkan I budidaya perikanan air tawar, tambak, perikanan umum, kolam, waduk dan penangkapan di laut. Searah dengan tujuan pembangunan perikanan dalam rangka meningkatkan produuksi dan produktifitas melalui sapta usaha perikanan untuk

53

memenuhi kebutuhan pangan yang lebih merata dan perbaikan gizi masyarakat, maka dengan diikuti udahan segi perkreditan, sarana produksi dan permodalan harus disukseskan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup danekosistem pantai. Perkembangan kawasarn pesisir pantai di wilayah Kabupaten Banyuwangi terletak awasan sepanjang pantai selat Bali yang merupakan kawasan Tambak yang terletak di wilayah kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Rogojampi, Srono dan Muncar, sedangkan di wilayah kecamatan Muncar juga terdapat industri pengalengan Jenis produksi perikanan terbagi menjadi 3 bagian yaitu sektor perikanan umum, budidaya ikan kolam dan budidaya tambak, berdasarkan perkembangan untuk sektor perairan umum produksi perikanannya mengalami penurunan dari tahun 4 sebesar 145,436 ton menjadi 120,106 ton pada tahun 1998 dan untuk sektor idaya ikan kolam mengalami kenaikan dari tahun 1994 sebesar 96,407 ton jadi 118,787 ton pada tahun 1998 sedangkan untuk sektor budidaya tambak juga ngalami penurunan dari tahun 1994 sebesar 2.835,195 ton menjadi 2.396,395 ton. Produksi, perikanan sektor perairan umum yang terbesar berada di wilayah kecamatan Kalibaru dengan produksi sebesar 41.904 ton dan untuk sektor budidaya ikan kolam yang terbesar berada di wilayah kecamatan Muncar dengan produksi sebesar 79,165 ton sedangkan untuk sektor perikanan budidaya tambak, yang terbesar berada di wilayah kecamatan Muncar dengan produksi sebesar 1.116.735 ton C. Pola Perkembangan Kawasan Hutan I Lindung dan Kritis Pembangunan sektor kehutanan masih merupakan sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Jawa Timur khususnya Kabupaten Banyuwangi, ditinjau dari sumberdaya alamnya masih banyak digunakan berbagaj kegiatan pertanian maupun perkebunan, oleh karena itu untuk menjaga hasil produksi aagar tjdak merosot, maka perlu dipertahankan keutuhan kondisi tanah serta menjaga dari meluasnya lahan kritis yang ada saat ini. Luas lahan kritis di kabupaten Banyuwangi adalah seluas 17.200 Ha yang tersebar di beberapa kecamatan antara lain kecamatan Bangorejo (150 Ha), Muncar (19 Ha), Gambiran (9 Ha), G1enmore (225 Ha), Singojuruh (16 Ha), Rogojampi (1.014 Ha), Kabat (620 Ha), Songgon (1.014 Ha), G/agah (636 Ha), Bannyuwangi (63 Ha), Giri dan Kalipuro (2.250 Ha), Wongsorejo (12.1881Ha). walaupun kegiatan RLKT/penghijauan telah dilaksanakan dari tahun ke tahun upaya pencegahan dan penanggulangan terus ditingkatkan dengan berbagai kegiatan rehabilitasi khususnya diluar kawasan hutan.

54

Kawasan hutan yang ada diwilayah Kabupaten Banyuwangi seluas 132.799 Ha yang terdiri dari hutan produksi (72.505 Ha), hutan lindung (38.469,8 Ha) suaka alam (2.569 Ha), taman nasional (68.420 Ha), reboisasi jati (82,6 Ha), reboisasi non jati (361,5 Ha), tanaman tumpang sari jati (82,6 Ha), tanaman tumpang sari non jati (124,8 ha) dan tanaman banjar harian jati (186,7 Ha). 5.7. Profil Wilayah Pesisir Kabupaten Pasuruan Gambaran umum Kabupaten Daerah Pasuruan dimaksudkan untuk mendapatkan deskripsi tentang wilayah regional dari kota yang hendak direncanakan. Untuk itu informasi dan data-data regional yang dikumpulkan dan disusun akan menyangkut seluruh aspek yangterkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan wilayah Kota bangil yang direncanakan. Data-data regional yang disusun ini diperoleh melalui sumber informasi sekuner, yaitu dari buku-buku statistik, laporan-laporan ataupun kebijakankebijakan yang tertuang dalam buku Repelita daerah. Data tersebut dapat berupa data kualitatif maupun data kuantitatif. 5.7.1 Kondisi fisik dasar a. Letak geografis Kabupaten Pasuruan terletak pada posisi 112030 113030 Bujur Timur dan 7030 8030 Lintang Selatan. Letak wilayah daerah Kabupaten Pasuruan, dilihat dari segi ekonomi sangat strategis, karena terletak pada simpul pergerakan ekonomi yang intensif, yaitu : - Surabaya Probolinggo/Banyuwangi/Bali - Surabaya Malang - Malang Probolinggo/Banyuwangi/Bali Luas wilayah seluruhnya dalah 1.474 Km2 atau 3 % dari luas Wilayah Propinsi Jawa Timur. Secara administrasi wilayah kabupaten Pasuruan berada dalam wilayah Pembantu Gubenur di Malang, dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara : kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura. Sebelah Timur : Kabupaten Probolinggo. Sebelah Selatan : Kabupaten Malang ; dan Sebalah Barat : kabupaten Mojokerto.

55

b. Topografi Kabupaten Pasuruan terletak berada pada ketinggian 0 meter - + 1.000 meter diatas permukaan laut. Keadaan ke-tinggian suatu daerah merupakan salah satu faktor yang menentukan jenis kegiatan penduduk. Dataran Kabupaten Pasuruan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : Bagian selatan terdiri dari pegunungan dan berbukit dengan ketinggian permukaan tanah antara 186 meter sampai 1.161 meter di atas permukaan laut, membentang dari wilayah Kecamatan Tosari dan Puspo ke arah barat yakni Kecamatan Tutur, Purwodadi dan Prigen. Bagian tengah terdiri dari dataran rendah yang berbukit dengan ketinggian permukaan tanah antara 6 meter sampai 91 meter. Daerah ini umumnya subur (kecuali beberapa daerah yang tanahnya relatif tandus), membentang dari wilayah Kecamatan Grati terus ke barat Gempol. Tanah yang nampak minus adalah di Kecamatan Rembang. Bagian Utara terdiri dari dataran rendah pantai yang tanahnya kurang subur, dengan ketinggian oermukaan tanah antara 2 meter sampai 8 meter di atas permukaan laut. Daerah ini membentang dari wilayah Kecamatan Nguling di sebelah timur ke barat yakni Lekok, Rejoso, Kraton, dan Bangil. c. Geologi Dari segi fisiografi, menunjukkan bahwa keadaan dataran Kabupaten Pasuruan miring ke utara. Jika dilihat dari struktur geologi, sebagian daratan merupakan hasil gunung berapi. Jenis tanah yang dibentuk tergolong jenis batuan gunung api kwater muda yang realtif subur dan terdapat banyaj bahan tambang. d. Jenis dan kemampuan Tanah Kemampuan tanah adalah identifikasi unsur-unsur tanah yang sngat berpengaruh, terutama untuk menentukan jenis-jenis penggunaan tanah yang ada diatasnya. Unsur-unsur fisik tanah tersebut meliputi lereng, kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, drainase dan erosi. e. Lereng Lereng yang ada di Kabupaten Pasuruan sebagian besar adalah rendah, datar dan sedikit bergelombang yaitu 0 % - 2% atau (seluas 45.580 Ha) dan 3 % 15% (seluas 52.970 Ha) sedang sisanya adalah berupa bukit dan pegunungan.

56

Kedalaman efektif Tanah Kedalaman efektif tanah yang paling banyak adalah 60 cm 90 cm seluas 63.799, 38 Ha atau 43, 28 % dari seluruh wilayah. Hal ini dapat menentukan jenis tanaman yang bisa dibudidayakan di atas tersebut. g. Tekstur Tanah Tekstur tanah halus menduduki prosentase yang paling tinggi yaitu 54,33 % (seluas 80.080,85 Ha) terdapat di semua kecamatan kecuali Kecamatan Puspo dan Kecamatan Prigen. Sedangkan yang bertekstur sedang 44,73 % (65.933,65 Ha) dan sisanya 0,94 % (1.387 Ha) bertekstur kasar. h. Drainase Tanah Diwilayah Kabupaten Pasuruan sangat sedikit daerah yang tergenang air, hanya terdapat di 4 Kecamatan saja yaitu (Bangil,Kraton,Grati,Rejoso) sedangkan daerah lainnya yang kdang-kadang tergenang adalah Kecamatan Bangil. i. Erosi Sebagimana kecamatan yang terkena erosi adalah Kecamatan Purwodadi, Lumbang, Pasrepan, Prigen dan Lekok (seluas 18.801 Ha). Untuk kecamatan yang lainnya tidak erosi, lapisan tanah relatif masih utuh, sehingga baik untuk lahan pertanian. j. Struktur jenis Tanah Sebagian besar jenis tanah yan terdapat di Kabupaten Pasuruan adalah litosol, regosol, alluvial. Andosol, mediteran dan grumosol.Tabel 5.26 Struktur Jenis Tanah di Kabupaten Pasuruan No. 1 2 3 Jenis Tanah Alluvial Andosol Regosol Luas Ha % 23.192,5 15,73 25.414,5 0 35.711 17,04 24,43 Letak/Kawasan Pohjentrek, Kraton, Rejoso, Bangil, Beji dan Gempol Tosari, Puspo, Prigen, Purwodadi, Lumbang, dan Tutur Pasrepan, Kejayan, wonorejo, Sukorejo, Prigen, Pandaan, Gempol dan deji

57 4 5 6 Purwodadi, Purwosari, Gempol, Grati, Nguling dan Lekok Grumosol 5.882 3,99 Kraton dan Rembang Litosol 36.183,5 24,55 Purwodadi, Tutur, Puspo, Lumbang, Pasrepan, Kejayan, Purwosari, Prigen dan Winongan Sumber : Repelita V Kabupaten Pasuruan Mediteran 21.017 14,26

k. Klimatologi dan Hidrologi Kondisi iklim di Kabupaten Pasuruan, terutama curah hujan sangat besar peranannya terhdap berbagai kegiatan usaha, khususnya dibidang pertanian yaitu mengenai jenis dan pola tanaman, yang berarti akan mempenagruhi pola intensitas penggunaan tanah dan tersedianya air pengairan. Kabupaten Pasuruan terletak di daerah equator, yang berilkim tropis dan terbagi menjadi 2 musim yaitu musim hujan antara bulan Oktober April dan musim kemarau antara bulan April Oktober. Diantara 2 musim tersebut terdapat musim peralihan sekitar bulan-bulan April/Mei dan Oktober/Nopember. Curah hujan di Kabupaten Pasuruan, rata-rata adalah 181 mm tiap bulan dalam satu tahun. Curah hujan tertinggi selama bulan April (874mm) dan terendah terjadi pada bulan September (1 mm). Kondisi ini akan berpengaruh pada persediaan air untuk irigasi pertanian maupun untuk kebutuhan minum. Di wilayah ini mengalir enam buah sungai besar yang bermuara di selat Madura, yaitu : Sungai Lawean : bermuara di desa Penunggul Kecamatan Nguling Sungai Rejoso : bermuara di wilayah Kotamadya Pasuruan Sungai gombong : bermuara di wilayah Kotamadya Pasuruan Sungai Welang : bermuara di desa Pulokerto, Kecamatan Kraton Sungai Masangan : bermuara di desa Raci, Kecamatan Bangil Sungai kedunglarangan : bermuara di desa Kalianyar, Kecamatan Bangil. Diantara sungai-sungai tersebut yang terpanjang adalah Sungai Kedunglarangan dengan panjang + 15 Km, dengan sumber airnya dari Gunung penanggungan. Semua sungai yang ada, umumnya mengalir ke arah utara dan bermuara di Selat Madura, karena keadaan tanah di Kabupaten Pasuruan sebagian besar miring ke utara. Kondisi seperti ini merupakan potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan bagi usaha pertanian tanaman pangan dan perikanan. Selain itu terdapat 310 sumber air yang berupa telaga/danau, antara lain Ranu grati (seluas + 190,1 ha, volume air sebesar 2.516.000 meter 3 dengan debit air + 250 liter/detik), banyubiru (debit air 337 liter/detik), umbulan (debit

58 +5.325 liter/detik, 115 liter/detik diantaranya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum Kotamadya Surabaya dan Pasuruan 40 liter/detik) serta Plitahan (debit air + 250 liter/detik). l. Pola Penggunaan Tanah Pola penggunaan tanah di Kabupaten Pasuruan mayoritas berupa lahan pertanian (32,08 %) yang umumnya dijumpai pada wilayah dengan kemiringan 0 15 %, pada ketinggian 0 500 meter diatas permukaan laut. Hal ini berarti sebagian besar wilayah digunakan untuk penyediaan pangan yang merupakan sektor utama dalam perekonomian masyarakat. Pola penggunaan dominan kedua berupa kawasan hutan (19,93%), sebagai kawasan penyangga dari daerah yang ada di bawahnya terhdap bencana banjir maupum kekurangan air karena fungsi hidrologisnya. Klasifikasi ketiga dari pola penggunaan tanah adalah pemukiman meliputi 8,83 % dari luas wilayah. Setiap tahunnya luas perkampungan cenderung berkembang sejalan dengan berkembangnya jumlah penduduk, pendapatan perkapita penduduk, fasilitas yang tersedia dan kemajuan pembangunan itu sendiri. Semua itu berdampak pada peningkatan kebutuhan tanah atau tempat, yang berpengaruh terhdapap berkurangnya luas lahan pertanian. Tabel 5.27 Luas Penggunaan Tanah di Kabupaten Pasuruan Luas Ha % 1 Perkampungan 13.012,4 8,83 2 Sawah 47.292,1 32,08 3 Tegalan 43.806,4 29,72 4 Perkebunan (Swasta/Rakyat) 3.634,2 2,47 5 Tambak 3.501,3 2,37 6 Danau 190,1 0,13 7 Tanah Rusak/Kritis 1.849,7 1,25 8 Hutan 29.375,6 19,93 9 Lain-lain (jalan,sungai,kuburan) 2.103,7 1,66 Jumlah 147.401,7 100,00 Sumber : Kabupaten Pasuruan Dalam Angka Data Pokok untuk Pembangunan Daerah, Pemerintah Pasuruan No. Jenis Penggunaan Tanah

5.8. Gambaran Umum Wilayah Kota Pasuruan 1. Kedudukan Wialayah Perencanaan

59

Wilayah kota untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kota adalah wilayah adminitratif Kota Pasuruan. Kota Pasuruan memiliki wilayah selauas 3678 Ha. Wilayah kota Pasuruan empunyai letak geografis pada koodinat 112- 45 112- 55 bujur timur dan 7 - 35 7 - 45 lintang selatan dengan batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara : Selat Madura - Sebelah Timur : Kecamatan Rejoso Kabuoaten Pasuruan - Sebelah Selatan : Kec. Gondang Wetan Kab. Pasuruan dan Kec. Pohjentrek Kab. Pasuruan - Sebelah Barat : Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. 2. Karakteristik Fisik Dasar a. Jenis tanah Tanah di Kota Pasuruan terdiri dari 2 jenis tanah yaitu : - Jenis tanah Hidromorfik Kelabu merupakan tanah yang terbentuk dari bahan batuan induk campuran endapan baru yang berasal dari sungai dan laut dengan ciri-ciri; bertekstur liat, drainase sangat lambat, adanya lapisan reduksi di seluruh penampang, tanah mengembang atau melekat dalam keadaan basah, mengerut dalam keadaan kering, serta bersifat keras. Tingkat keasaman tanah netral samapi agak basin dengan kadar unsur hara P, K, Ca dan Mg yang cukup tinggi. Karena tingginya kadar Na dan Ca, maka tanah ini relatif tidka sesuai untuk lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan kehutanan, kecuali tanaman yang toleran terhadap kadar Na dan Ca tinggi misalnya Bakau, namum demikian masih layak untuk budidaya tambak dan penggaraman. Sebagian besar tersebar di sepanjang wilayah pantai kota Pasuruan. - Jenis tanah Alluvial mempunyai konsistensi berwarna kelabu tua, bertekstur liat berdebu sampai berliat karat, mengembang dan melekat dalam keadaan basah, mengerut dan keras dalam keadaan kering, kedap udara, tata erasi kurang lancar, drainase terhambat. Keasaman tanah netral, pH 6,6 7,5, kadar N rendah, P2O5 sedang, dan K2O tinggi sekali. Lahan ini dapat dibudidayakan dengan syarat sistem pembuangan air relatif lancar. b. Ketinggian Wilayah Kota Pasuruan secara keseluruhan mempuna keadaan topografi yang relatif datar, dilihat dari ketinggiannya rata-rata mempunyai angkat ketinggian 2 meter diatas permukaan air laut.

60

c.

d.

e.

f.

g.

Semakin ke arah Selatan mempunyai ketinggian yang paling besar yaitu pada wilayah kelurahan Kebonagung yang mempunyai angkat ketinggian tanah sebesar 4 meter di atas permukaan laut. Kelerengan Selaras dengan apa yang dijelaskan di atas bahwa wilayah kota Pasuruan mempunyai lahan yang relatif datar dan cenderung landai, demikian juga pada tingkat kelerengannya yang mempunyai rata-rata kemiringan di bawah 3 0. Geologi wilayah Keadaan geologi tanah di wilayah Kota Pasuruan merupakan dataran Alluvium yang terbentuk dari campuran bahan endapan yang berasal dari daerah Stuf Vulkanis Intermedier Pegunungan Tengger di Kawasan sebelah selatan, bukit lipatan dan endapan batuan berkapur raci di bagian barat serta wilayah grati di bagian timur. Hidrologi Keadaan hidrologi di wilayah Kota Pasuruan yang terletak di Selat Madura, pada bagian barat terdapat sungai Welang, sungai Gembong di bagian tentah kota, sedangkan pada bagian timur mengalir sungai Pelung. Ketiga sungai yang melintasi wilayah kota Pasuruan ini bermuara di selat Madura. Kondisi daerah alirah di ketiga sungai tersebut mempunyai kondisi yang sempit sehingga sering terjadi banjir yang besar, hal ini karena masih perlu ditingkatkan nya volume saluran-saluran penatusan dalam kota serta saluran penatusan di kanan dan kiri jaringan jalan yang ada. Sungai lain yang melintasi wilayah kota Pasuruan yaitu kali Sodo, kali Kepel, dan kali Calung di wilayah kecamatan Bugul Kidul. Klimatologi Keadaan iklim di kota Pasuruan termasuk tipe iklim D2 dengan curah hujan rata-rata pertahun 1.337 mm dengan musim kemarau (100 mm/bulan) selama tujuh bulan yang jatuh pada bulan Mei s/d nopember dan meusim penghujan (200 mm/bulan) selama tiga buan pada bulan Januari sampai bulan Maret dengan iklim agak kering meskipun mash dalam skala iklim tropis dengan suhu rata-rata maksimum 31,5o C dan minimum 23o C. Kedalaman efektif tanah Kondisi kedalaman efektif tanah di wilayah kota Pasuruan berada di bawah angka 90 cm sehingga relatif menggangu terhadap perakaran tanaman dan kegiatan pembangunan gedung. Tekstur tanah di wilayah kota Pasuruan merupakan tekstur tanah sedang samapi kasar meliputi hingga 75 % dari selutuh wilayah kota Pasuruan,

61

sisanya merupakan tekstur tanah antara sedang samapi kasar yang sifatnya kurang mampu mengikat air. 3. Pola Penggunaan Lahan Wilayah Kota Pasuruan karena posisinya dilewati oleh tiga koridor regional yang menuju pusat SWP seperti Surabaya, Malang dan Pasuruan, maka kota Pasuruan dalam petumbuhan wilayahnya cenderung untuk mengikuti oila radial konsentris dengan orientasi kegiatan pada sepanjang jaringan koridor jalan tersebut. Pada bagian lain berkembang pola konsentris terutama pada kawasan pusat kota, hal ini didorong oleh ketersefiannya sarana dan prasarana yang terkonsentrasi pada beberapa bagian pusat kota menjadi kawasan dengan tingkat pertumbuhan kegiatan tinggi. Perkembangan pola konsentris ini juga karena adanya pemusatan perkampungan nelayan yang tumbuh dan berkembang pada bagian Utara wilayah kota Pa