CIPTA LAPANGAN KERJA · Penjelasan: OMNIBUS LAW CIPTA LAPANGAN KERJA Jakarta, 29 Januari 2020...
Transcript of CIPTA LAPANGAN KERJA · Penjelasan: OMNIBUS LAW CIPTA LAPANGAN KERJA Jakarta, 29 Januari 2020...
Jakarta, 29 Januari 2020
KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
OMNIBUS LAWCIPTA LAPANGAN KERJA
PENJELASAN
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
LAMPIRAN:
▪ Penyiapan Regulasi Pelaksanaan Omnibus Law
▪ Rekapitulasi Undang-Undang Terdampak
3 - 12
16 – 20
OUTLINE
01
02
03
04
05
06
07
08
KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
21 - 37
13 – 15
Penjelasan:
OMNIBUS LAW CIPTA LAPANGAN KERJA
Jakarta, 29 Januari 2020
KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
1. Latar Belakang & Pentingnya Omnibus Law
2. Konsepsi dan Manfaat Omnibus Law
3. Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
4. Substansi Omnibus Law per Klaster
1. Latar Belakang danPentingnya Omnibus Law
Cipta Lapangan Kerja
4Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Visi Indonesia 2045: Menjadi 5 Besar Kekuatan Ekonomi Dunia
INDONESIA akan menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2040 (dengan asumsi negara lain tumbuh sesuai tren saat ini)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
2000 2002 2004 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2030 2045
Rank of GDP (PPP Adjusted)
China
India
United States
Indonesia
Japan
Turkey
Brazil
Germany
United Kingdom
Mexico
Russia
France
Korea
Saudi Arabia
Italy
Canada
Sumber: IMF, OECD, Prospera
United States
China
Japan
Germany
India
France
Russia
Italy
Brazil
United Kingdom
Mexico
Spain
Indonesia
Canada
Korea
Saudi Arabia
7
4
5
IndonesiaNegara
Berkembang
Negara
Maju
5Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Urgensi dari Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
5Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
2,0 2,2
0,8 1,0
2,1
2,9
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
TanpaPerubahanStrukturalEkonomi
DenganPerubahanStrukturalEkonomi
2010-14 2015-19 2020-24
Kapital Tenaga Kerja Produktivitas
Kontribusi terhadap Pertumbuhan Potensial(Dalam % YoY)
Produktivitas Tenaga Kerja Manufaktur(Indeks, 2001 = 100)
1. Dinamika perubahan global, perlu respon yang cepat dan tepat. Tanpa reformulasi kebijakan, pertumbuhan ekonomi akan melambat.
2. Dengan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, diharapkan terjadi perubahan struktur ekonomi yang akan mampu menggerakkan semua
sektor, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7% - 6,0% melalui:
• Penciptaan Lapangan Kerja yang berkualitas sebanyak 2,7 sd 3 juta per tahun, dibandingkan 2 s.d. 2,5 juta jika tanpa Omnibus Law
(Data Tahun 2019: Pengangguran= 7,05 Juta; Angkatan Kerja Baru= 2,24 Juta; Setengah Penganggur= 8,14 Juta; Pekerja Paruh Waktu= 28,41 Juta; Total= 45,84 Juta)
• Peningkatan Investasi (6,6%-7,0%), yang meningkatkan Income dan Daya Beli, dan mendorong Peningkatan Konsumsi (5,4%-5,6%).
• Peningkatan Produktivitas, yang akan diikuti Peningkatan Upah, sehingga dapat meningkatkan Income, Daya Beli dan Konsumsi.
3. Jika hal ini (Omnibus Law) tidak dilakukan, maka lapangan pekerjaan akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif, Penduduk yang
Tidak Bekerja akan semakin tinggi, dan Indonesia terjebak dalam jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).
0
100
200
300
400
500
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
Filipina Malaysia Thailand
Tiongkok Indonesia
Biaya Tenaga Kerja(Indeks Unit Tenaga Kerja, 2004 = 100)
* Elastisitas tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi diasumsikan 500 ribu lapangan kerja untuk setiap 1% pertumbuhan ekonomi.
0
50
100
150
200
250
300
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Filipina Malaysia Korea
Tiongkok Indonesia
Sumber: CEIC
6Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Sanksi
PengadaanLahan
Administrasi Pemerintahan
InvestasiKetenagakerjaan
UMKM
Riset & Inovasi
Kemudahan Berusaha
Keterangan:
INVESTASI
(Investment)
Penciptaan Usaha
Baru (Greenfield)
PengembanganUsaha (Brownfield )
Peningkatan
Pendapatan
(Income)
Peningkatan
Konsumsi
(Consumption)
Peningkatan
Daya Beli
Produksi
Barang & Jasa
(Production)
Alur Pikir Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
PERUSAHAAN
Penciptaan Lapangan
Kerja Baru
(Job creation)
Peningkatan
Kesejahteraan
Pekerja
(Welfare Creation)
Y
Pertumbuhan PMTB
6,6%-7,0%
2,6 - 3,0Juta Orang/
Tahun
Income per Capita
USD 5,810-6,000
Upah, Hak Pekerja, Jaminan Sosial dll.
*) Angka target sesuai RPJMN 2020-2024
CIPTA LAPANGAN KERJA
Rata-rata pertumbuhan Income per Capita Tahun 2020-2024:
7,5%-8,4%
PDB Sisi Produksi
5,7%-6,0%
5,4%-5,6%
Pertumbuhan Konsumsi RT
Perizinan
InvestasiPemerintah
KawasanEkonomi
Supply
Demand
(Target RPJMN 2024)
Sumber Utama Pertumbuhan Ekonomi (Key-Driver)
*)
Pertumbuhan PDB
5,7%-6,0%
7Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Omnibus Law: Langkah Strategis Mewujudkan Visi Indonesia 2045
PDB per kapita/ bulan
PDB per kapita/ bulan
OMNIBUS LAW
Cipta Lapangan Kerja
INDONESIA 2045 Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur
• Indonesia menjadi Negara Maju,
dengan ekonomi berkelanjutan
• Perekonomian Indonesia masuk 5
Besar Ekonomi Dunia
• Indoneisa telah keluar dari Jebakan
Negara Berpendapatan Menengah
(Middle Income Trap)
• Tingkat kemiskinan mendekati 0%
• PDB mencapai USD 7 Triliun,
peringkat ke-4 PDB Dunia
• Tenaga Kerja berkualitas.
• Kondisi Global (Eksternal)
o Ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global
o Dinamika geopolitik berbagai belahan dunia
o Perubahan teknologi, industri 4.0, ekonomi digital
• Kondisi Nasional (Internal)
o Pertumbuhan Ekonomi rata-rata di kisaran 5%
dalam 5 tahun terakhir
o Realisasi Investasi 2018= Rp 721,3 Triliun, 2019
(sd. Q3)= Rp 601,3 Triliun;
o Ketenagakerjaan: Pengangguran= 7,05 Juta orang;
Angkatan kerja baru = 2 sd 2,5 Juta Orang/ Tahun,
dan Pekerja informal = 70,49 Juta orang (55,72%)
• Permasalahan Ekonomi dan Bisnis
o Tumpang tindih Regulasi
o Efektivitas Investasi yang Rendah
o Tingkat Pengangguran, Angkatan Kerja baru, dan
jumlah Penduduk yang Tidak Bekerja
o Jumlah UMKM besar, namun Produktivitas rendah.
PDB per kapita/ bulan
KONDISI SAAT INIMENUJU 2024 2045
Rp 4,6jt
Rp 6,8-7,0jt
Simplifikasi dan harmonisasi
REGULASI dan PERIZINAN
INVESTASI yang berkualitas
Penciptaan LAPANGAN KERJA
berkualitas dan kesejahteraan
PEKERJA yang berkelanjutan
Pemberdayaan UMKM
diperlukan :
Rp 27,0jt
1
2
3
4
7Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Lapangan Kerja
Produktif
8Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Infrastruktur: Belum memadai, utamanya
konektivitas
Sumber Daya Manusia adalah kendala
mengikat bagi pertumbuhan ekonomi jangka
menengah-panjang
Fiskal: Rendahnya penerimaan perpajakan
Regulasi dan Institusi adalah penghambat
paling mengikat bagi pertumbuhan ekonomi.
• Regulasi tidak mendukung penciptaan dan
pengembangan bisnis, bahkan cenderung
membatasi, khususnya pada regulasi: (i)
Tenga Kerja; (ii) Investasi, dan (iii)
Perdagangan
• Kualitas institusi rendah
o Korupsi tinggi dan birokrasi tidak
efisien
o Lemahnya koordinasi antar kebijakan
Simplifikasi dan Harmonisasi Regulasi dan Perizinan
Kemudahan berusaha di Indonesia masih di
bawah beberapa negara ASEAN
Sumber: WB Ease of Doing Business Survey 2020
Kemudahan Berusaha (2020)
Saat ini terdapat 8.451 peraturan
pusat dan 15.965 peraturan daerah
yang menggambarkan kompleksitas dan
obesitas regulasi di Indonesia.
Sumber: Kemen Kumham per 23 Januari 2020
1
Penghambat yang paling mengikat
Pengambat yang mengikat
Bukan penghambat mengikat
Penghambat yang paling mengikat berikutnya
(Jika tidak diatasi, akan menghalangi Indonesiauntuk bersaing di era digital dan beralih ke manufaktur bertekonologi tinggi)
Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
(Ilustrasi Gentong Air)
Sumber: Bappenas
9Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Investasi yang Berkualitas
Rasio Efektifitas Investasi (ICOR)
1. Efektivitas Investasi masih rendah dibandingkan negara peers lain. ICOR = 6.8 artinya dibutuhkan investasi sebesar 6,8% dari PDB
untuk menghasilkan 1% pertumbuhan ekonomi. Rata-rata negara ASEAN hanya membutuhkan investasi sebesar 5% dari PDB.
2. Diharapkan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dapat meningkatkan realisasi investasi dan memperbaiki efektivitas investasi
sehingga ICOR turun menjadi 6.2 pada tahun 2024.
3. Alokasi Investasi perlu diarahkan agar lebih fokus ke sektor-sektor produktif dan berorientasi ekspor, serta mendorong hilirisasi untuk
meningkatkan nilai tambah, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Negara
Rata-rata 2015 - 2017
%PDB Investasi
/PDBICOR
Philippines 6.5 23.6 3.6
Vietnam 6.6 26.9 4.1
India 7.3 30.6 4.2
Malaysia 5.1 25.5 5.0
Thailand 3.4 22.1 6.5
Indonesia 5.0 33.8 6.8
2
Incremental Capital Output Ratio (ICOR):
Rasio investasi kapital (modal) terhadap output, atau tambahan investasi yang
diperlukan untuk meningkatkan 1 unit output (1% pertumbuhan).
Stok Modal Publik(% dari PDB, Harga Konstan 2011 dengan Paritas Daya Beli)
Rerata Dunia (tidak termasuk negara maju): 80,7
0
40
80
120
160
200
Fili
pin
a
Ind
one
sia
Bra
sil
Tu
rki
Ban
gla
de
sh
Kam
bo
ja
Ind
ia
Vie
tna
m
Th
aila
nd
Ma
laysia
Tio
ngko
k
Sumber: IMF Investment and Capital Stock Dataset, 2019
Sumber: Prospera
10Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
42,3 42,4 43 43,2 44,28
57,8 57,6 57 56,8 55,72
010203040506070
2015 2016 2017 2018 2019
Pekerja Formal
Pekerja Informal
Penciptaan Lapangan Kerja yang Berkualitas…
Meski tingkat pengangguran terbuka terus turun, Indonesia sangat membutuhkan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.
1. Masih terdapat 7,05 Juta Pengangguran; 2,24 Juta Angkatan Kerja Baru; 8,14 Juta Setengah Penganggur, dan 28,41 Juta Pekerja Paruh
Waktu (45,84 Juta Angkatan Kerja yang bekerja tidak penuh). Jumlah ini= 34,3% dari total Angkatan Kerja, sementara penciptaan lapangan
kerja masih berkisar di angka 2 sd. 2,5 Juta per tahunnya.
2. Jumlah penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 70,49 juta orang (55,72 persen dari total penduduk yang bekerja) dan
cenderung menurun, dengan penurunan terbanyak pada status “berusaha dibantu buruh tidak tetap”.
3. Dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas pekerja.
Sumber: Sakernas*Jumlah dari Pengangguran, Setengah Penganggur,
dan Pekerja Paruh Waktu
Formal Informal
Angkatan Kerja tidak
bekerja penuh*
32.6%angkatan kerja
43.6juta orang
=
30
32
34
2016 2017 2018 2019
Angkatan Kerja tidak bekerja penuh(% angkatan kerja)
3
10Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
35
40
45
50
55
60
65
70
75
201
1
201
2
201
3
201
4
201
5
201
6
201
7
201
8
Dala
mJuta
Jumlah Pekerja Formal dan Informal
Pekerja Formal
Pekerja Informal
11Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
...dan Kesejahteraan Pekerja yang Berkesinambungan
0
20
40
60
80
6
8
10
12
14
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Bantu
an S
osia
l (I
DR
tn)
Tin
gkat K
em
iskin
an / I
ndeks
Gin
i
Tingkat Kemiskinan (%) Indeks Gini Bantuan Sosial Pemerintah Pusat (IDR tn)
0.4100.393
12.49
9.82
• Perluasan program jaminan dan bantuan sosialmerupakan komitmen pemerintah dalam rangka
meningkatkan daya saing dan penguatan kualitas SDM, serta
untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan.
• Melalui dukungan jaminan dan bantuan sosial, total
manfaat tidak hanya diterima oleh Pekerja, namun juga
dirasakan oleh Keluarga Pekerja.
• Perlunya jaminan atas hak dan perlindungan untuk semua
Pekerja (Pekerja Tetap, Pekerja Kontrak, Pekerja Alih Daya)
guna menjaga dan meningkatkan kesejahteraan Pekerja.
Masa
kehamilan
dan usia dini(0-5 tahun)
Muda
(6-12 tahun)
Dewasa
muda
(13-18 tahun)
Menengah
dan kerja
(19-64 tahun)
Tua
(>65 tahun)
• PKH (pencegahanstunting)
• PKH• PIP SD
• PKH• PIP SMP-SMA• KUR• KUBE• Dana Desa
• Bidik Misi• PIP Kuliah• JKK & JKM• JP & JHT• KUR & KUBE• Dana Desa
• JP & JHT• ASLUT
Kartu Pra-Kerja
JKN (PBI)
Rastra, BPNT, dan Kartu Sembako
Subsidi Energi (LPG 3kg, Solar, Mitan)
3
KEMENTERIANKOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
Kontribusi Sektor UMKM
terhadap Ekspor Nasional
1. UMKM berkontribusi sekitar 61,07% dari PDB dan menyerap lebih dari 97% dari total tenaga kerja. 98,68% Usaha Mikro merupakan usaha informal, dengan produktifitas yang sangat rendah. Rasio Kewirausahaan Indonesia sebesar 3,47% sedangkan Rasio Kewirausahaan Malaysia sebesar 5,01%.
2. Dengan fleksibilitas pasar tenaga kerja, re-skilling, up-skilling, serta program kesejahteraan pekerja, makaproduktivitas dan pendapatan UMKM akan dapat ditingkatkan.
Posisi Indonesia dalam
Global Value Chain
Sumber : World Bank 2015 in Asean SME Policy Index 2018
ASEAN SME Policy Index 2018
Sumber: ASEAN SME Policy Index, 2018
4
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
SINGAPURA
MALAYSIA
THAILAND
INDONESIA
FILIPINA
VIETNAM
BRUNEI
KAMBOJA
LAOS
5.43
5.01
4.47
4.08
4.10
3.47
3.41
2.48
2.39
RANK
10 MYANMAR 2.11
Sumber: WTO 2017
31.5
19.8 15.4
38.1
19.1 15.623.1 24.2
12.040.6
39.0
13.7
24.0 32.1
25.5 23.8
43.5
60.4
54.3 51.8
43.1
47.7 48.6 48
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
Indonesia Malaysia Thailand Rusia India ChinaNegara
BerkembangNegara Maju
Forward Participation Backward Participation Indeks Partisipasi
No Aspek KecilMenenga
hBesar
Kompetisi
1Pemenuhan sertifikasi internasional
11,3 39,2 85,6
2 Kepemilikan akun bank 12,7 22,3 60,1
3Kemampuan mengelola usaha
52,6 77,6 71,1
4 Pengalaman manajerial 41 48 50,4
Konektivitas
5 Kepemilikan e-mail 7,2 26,2 58,3
6Kepemilikan website perusahaan
15,3 47 70,3
Perubahan
7 Audit laporan keuangan 5,3 17,6 42,7
8 Lisensi teknologi asing 53,4 64,5 88
Indeks lebih besar dibanding Usaha Kecil
Sumber: SME Competitiveness Outlook, 2019
Indeks Daya Saing UKM Indonesia
Pemberdayaan UMKM
2. KONSEPSI DAN MANFAAT OMNIBUS LAW
14Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
KONSEPSI DAN PENERAPAN OMNIBUS LAW
Omnibus law merupakan metode yang digunakan untuk mengganti dan/atau mencabut
ketentuan dalam Undang-Undang, atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU ke
dalam satu UU (Tematik) .
Definisi
Penerapan di
Indonesia
Secara umum Omnibus Law belum populer di Indonesia namun terdapat beberapa UU yang
sudah menerapkan konsep tersebut, seperti UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan
Perpu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan
Perpajakan menjadi UU yang mencabut beberapa pasal dalam beberapa UU.
Catatan: Omnibus Law bukan untuk Kodifikasi Hukum
Omnibus Law di
Negara Lain
Omnibus Law telah banyak diterapkan di berbagai negara dengan tujuan untuk memperbaiki
regulasi di negaranya masing-masing dalam rangka penciptaan lapangan kerja (job creation) serta
meningkatkan iklim dan daya saing investasi.
15Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
MANFAAT PENERAPAN OMNIBUS LAW
Hiper Regulasi
Terdapat 8.451 peraturan
pusat dan 15.965 peraturan
daerah yang menggambarkan
kompleksitas regulasi di
Indonesia.
(Sumber: Kemenkumham, 23 Jan 2020)
Metode Omnibus mempermudah, menyederhanakan proses dan
meningkatkan produktivitas dalam penyusunan peraturan
Dipangkas
Disederhanakan
Diselaraskan
Omnibus Law sebagai
strategi reformasi
regulasi agar penataan
dilakukan secara
sekaligus terhadap
banyak Peraturan
Perundang-undangan
MANFAAT PENERAPAN OMNIBUS LAW
1. Menghilangkan tumpang
tindih antar PUU;
2. Efisiensi proses perubahan/
pencabutan PUU;
3. Menghilangkan ego
sektoral.
Konsekuensi penerapan Omnibus Law :
• UU existing masih tetap berlaku, kecuali sebagian pasal (materi hukum) yang telah
diganti atau dinyatakan tidak berlaku.
• UU existing tidak diberlakukan lagi, apabila pasal (materi hukum) yang diganti atau
dinyatakan tidak berlaku merupakan inti/ ruh dari undang-undang tersebut.
3. OMNIBUS LAW
CIPTA LAPANGAN KERJA
17Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Naskah Akademik dan Draft RUU Cipta Lapangan Kerja
Sesuai arahan hasil Ratas, telah disepakati dengan seluruh K/L terkait pada 15 Januari 2020Substansi Pokok
Prolegnas Prioritas
2020
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada tanggal
22 Januari 2020 telah menetapkan RUU Cipta Lapangan Kerja masuk dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Penselarasan
Naskah Akademik
Pengharmonisasian
RUU
• Kemen Hukum dan HAM telah menyelesaikan penyelarasan Naskah Akdemik
• Surat Menteri Hukum dan HAM Nomor : PHN-HN.02.04-04 tanggal 20 Januari 2020
• Kemen Hukum dan HAM telah menyelesaikan pengharmonisasian RUU
• Surat Menteri Hukum dan HAM Nomor : PPE.PP.03.02-107 tanggal 20 Januari 2020
18Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
11 Klaster Pembahasan:
1. Penyederhanaan Perizinan
2. Persyaratan Investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan,
Pemberdayaan, dan
Perlindungan UMK-M
5. Kemudahan Berusaha
6. Dukungan Riset & Inovasi
7. Administrasi
Pemerintahan
8. Pengenaan Sanksi
9. Pengadaan Lahan
10. Investasi dan Proyek
Pemerintah
11. Kawasan Ekonomi
* Jumlah UU dan Pasal dapat berubah sesuai hasil pembahasan
Undang-Undang dan Pasal Terdampak*
TOTAL 79 UU
(1.239 Pasal)
50 UU (782 Pasal)
19Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Undang-Undang dan Pasal Terdampak (Rincian Klaster #1: 18 Sub Klaster)
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja - Klaster #1 : Penyederhanaan Perizinan Berusaha
18 Sub Klaster
Penyederhanaan
Perizinan:
a. Lokasi
b. Lingkungan
c. Bangunan Gedung
d. Sektor Pertanian
e. Sektor Kehutanan
f. Sektor Kelautan
Perikanan
g. Sektor ESDM
h. Sektor
Ketenaganukliran
i. Sektor Perindustrian
j. Sektor Perdagangan
k. Sektor Kesehatan
Obat & Makanan
l. Sektor Pariwisata
m. Sektor Pendidikan
n. Sektor Keagamaan
o. Sektor Perhubungan
p. Sektor PUPR
q. Sektor Pos,
Telekomunikasi
r. Sektor Pertahanan &
Keamanan
*
* Jumlah UU dan Pasal dapat berubah sesuai hasil pembahasan
5 UU (48 Pasal)
KLASTER 1
50 UU
(782 Pasal)
20Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
• Kriteria UMK-M
• Basis Data Tunggal
• Collaborative Processing/Klaster
• Kemudahan Perizinan Tunggal
• Kemitraan, Insentif & Pembiayaan
Sumber Cipta Lapangan Kerja Klaster Pokok Klaster Pendukung
INVESTASI
UMK-M
PEMERINTAH
• Penyederhanaan Perizinan: 18 Sektor
Ekosistem Investasi
• Persyaratan Investasi
• Ketenagakerjaan
• Kemudahan Berusaha
• Riset dan Inovasi
• Pengadaan Lahan
• Kawasan Ekonomi
Kemudahan, Pemberdayaan, dan
Perlindungan UMKM
Investasi dan Proyek Pemerintah
• Investasi Pemerintah
• Kemudahan Proyek Pemerintah
Administrasi
Pemerintahan
Pengenaan Sanksi
OMNIBUS LAW
CIPTA LAPANGAN
KERJA
Alur Pengaturan Omnibuslaw Cipta Lapangan Kerja
4. SUBSTANSI OMNIBUS LAW
CIPTA LAPANGAN KERJA
PER KLASTER
22Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
a.Perizinan lokasi menggunakan Peta Digital
RDTR (Rencana Detail Tata Ruang).
b.Pengintegrasian Rencana Tata Ruang (matra
darat) dan Rencana Zonasi (matra laut)
c.Kebijakan Satu Peta (KSP) dan penyelesaian
tumpang tindih Informasi Geospasial Tematik
(IGT)
d.Peninjauan Rencana Tata Ruang (RTR) guna
menjawab dinamika pembangunan
e.Kawasan hutan yang diintegrasikan ke dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
f. Penetapan RDTR dengan Peraturan Kepala
Daerah (Bupati/Walikota).
g.Menteri ATR dapat menetapkan RDTR
apabila tidak ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
Klaster #1:
a.Perizinan lingkungan tetap
dipertahankan
b.Penerapan standar pengelolaan
lingkungan untuk kegiatan risiko
menengah
c.AMDAL untuk kegiatan risiko
tinggi
d.AMDAL disusun oleh profesi
bersertifikat
e.Kelayakan AMDAL dievaluasi
oleh pemerintah atau profesi
bersertifikat.
f. Pengintegrasian AndalLalin ke
dalam Amdal.
a.Perizinan Bangunan Gedung tetap
dipertahankan.
b.Penerapan Standar Teknis Bangunan
Gedung.
c.Bangunan Gedung yang tidak berisiko
tinggi dapat menggunakan prototipe.
d.Bangunan Gedung yang kompleks dan
risiko tinggi wajib mendapatkan
persetujuan pemerintah.
e.Pengawasan pembangunan Gedung
dilakukan per-tahapan proses
konstruksi.
f. Standar teknis bangunan gedung diatur
dengan PP.
g.Penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
bangunan gedung secara otomatis oleh
Manajemen Konstruksi atau Pengawas.
Perizinan Dasar
Perizinan Bangunan GedungIzin Lokasi Perizinan Lingkungan
23Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
1. Proses perizinan menerapkan standar dan berbasis risiko
(Risk-Based Approach/RBA) dan meninggalkan konsepsi
kegiatan usaha yang berbasis izin (license approach).
2. Kegiatan usaha risiko tinggi wajib mempunyai izin.
3. Kegiatan usaha risiko tinggi adalah yang berdampak
terhadap: kesehatan (health), keselamatan (safety), dan
lingkungan (environment) serta kegiatan pengelolaan
sumber daya alam.
4. Kegiatan usaha risiko menengah menggunakan standar.
5. Kegiatan usaha risiko rendah cukup melalui pendaftaran.
6. Penilaian standar (compliance) dilakukan oleh profesi
bersertifikat.
7. Penataan kewenangan perizinan diatur dalam Norma
Standar Prosedur Kriteria (NSPK).
8. Pemerintah melakukan pengawasan dan inspeksi yang
ketat atas kegiatan usaha risiko tinggi.
Cakupan Perizinan Sektor:
KLASTER 1
b. Kehutanan
c. Kelautan & Perikanan
a. Pertanian
d. Energi dan Sumber Daya Mineral
e. Ketenaganukliran f. Perindustrian
g. Perdagangan
h. Kesehatan Obat dan Makanan
i. Pariwisata j. Pendidikan
k. Keagamaan l. Transportasi m. PUPR
n. Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran
o. Pertahanan dan Keamanan
Klaster #1:
Perizinan Sektor
24Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
1. Menetapkan priority list atas bidang usaha yang didorong untuk investasi
2. Kriteria priority list, yaitu: high-tech/teknologi tinggi, investasi besar, berbasis digital, dan padat karya
3. Bidang usaha yang tertutup untuk kegiatan penanaman modal, didasarkan atas kepentingan nasional, asas
kepatutan dan konvensi internasional
4. Cakupan bidang usaha yang tertutup, yaitu:
a. Perjudian dan Kasino;
b. Budidaya dan Produksi Narkotika Golongan I;
c. Industri Pembuatan Senjata Kimia;
d. Industri Pembuatan Bahan Perusak Lapisan Ozon (BPO);
e. Penangkapan Spesies Ikan yang Tercantum dalam Appendix I;
f. Pemanfaatan (pengambilan) Koral/Karang dari Alam.
5. Menghapus ketentuan persyaratan investasi dalam UU sektor.
6. Status PMA hanya dikaitkan dengan batasan kepemilikan saham asing.
7. Untuk kegiatan usaha UMK-M dapat bermitra dengan modal asing.
Klaster #2:
25Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Klaster #3:
Penjelasan:
a. UM hanya berlaku bagi pekerja baru yang bekerja kurang dari 1 tahun, namun pekerja tersebut tetap dimungkinkan
menerima upah di atas UM dengan memperhatikan kompetensi, pendidikan dan sertifikasi.
b. Pekerja dengan masa kerja 1 tahun ke atas, mengikuti ketentuan upah sesuai dengan struktur upah dan skala upah pada
masing-masing perusahaan.
c. Industri padat karya dapat diberikan insentif berupa perhitungan upah minimum tersendiri, untuk mempertahankan
kelangsungan usaha dan kelangsungan bekerja bagi pekerja.
d. Skema upah per jam dapat diberikan:
• Untuk jenis pekerjaan tertentu (konsultan, pekerjaan paruh waktu, dll), dan jenis pekerjaan baru (ekonomi digital);
• Untuk memberikan hak dan perlindungan bagi pekerja pada jenis pekerjaan tertentu.
• Apabila upah berbasis jam kerja tidak diatur, maka pekerja tidak mendapatkan perlindungan upah.
1. Upah Minimum (UM)
Pokok-Pokok Kebijakan terkait Upah Minimum:
• Kebijakan pengupahan masih tetap menggunakan sistem upah minimum.
• Upah minimum tidak turun dan tidak dapat ditangguhkan.
• Kenaikan upah minimum memperhitungkan pertumbuhan ekonomi daerah.
• Upah per jam dapat diberikan untuk jenis pekerjaan tertentu (konsultan, paruh waktu, ekonomi digital).
26Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Klaster #3:
Penjelasan:
a. Pekerja yang terkena PHK tetap mendapatkan pesangon dan kompensasi PHK lainnya.
b. Untuk memberikan perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK, Pemerintah memberikan tambahan
kompensasi berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP):
• Manfaat JKP berupa: 1) Cash Benefit, 2) Vocational Training, 3). Job Placement Access.
• Penambahan manfaat JKP, tidak menambah beban iuran bagi pekerja dan perusahaan.
• Pekerja yang mendapatkan JKP, tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya yang berupa:
1) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); 2) Jaminan Hari Tua (JHT); 3) Jaminan Pensiun (JP); 4)
Jaminan Kematian (JKm); 5) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
c. Untuk memberikan peningkatan perlindungan bagi Pekerja Kontrak, diberikan kompensasi
pengakhiran hubungan kerja.
2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pokok Kebijakan terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK):
• Tetap memberikan perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK;
• Pekerja yang terkena PHK tetap mendapatkan kompensasi PHK (berupa pesangon, penghargaan masa kerja, dan
kompensasi lainnya).
27Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Klaster #3:
3. Peningkatan Perlindungan Pekerja & Perluasan Lapangan Kerja
Pekerja Kontrak
(Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu/PKWT)
• Perkembangan teknologi digital dan
revolusi industri 4.0, menimbulkan jenis
pekerjaan baru yang bersifat tidak tetap
dan membutuhkan pekerja untuk jangka
waktu tertentu (Pekerja Kontrak).
• Pekerja Kontrak diberikan hak dan
perlindungan yang sama dengan
Pekerja Tetap, antara lain dalam hal:
Upah, Jaminan Sosial, Perlindungan K3,
termasuk kompensasi pengakhiran
hubungan kerja.
• Dengan dibukanya PKWT untuk semua
jenis pekerjaan maka kesempatan kerja
lebih terbuka sehingga dapat
meningkatkan perluasan kesempatan
kerja.
Alih Daya (Outsourcing)
• Pengusaha Alih Daya (outsourcing)
wajib memberikan hak dan
perlindungan yang sama bagi
pekerjanya, baik sebagai Pekerja
Kontrak maupun Pekerja Tetap,
antara lain dalam hal: Upah,
Jaminan Sosial, Perlindungan K3.
• Peningkatan perlindungan hak
Pekerja Kontrak pada Alih Daya
berupa hak atas kompensasi
pengakhiran hubungan kerja.
Waktu Kerja
Pengaturan waktu kerja tetap mengedepankan hak dan
perlindungan pekerja:
• Waktu kerja normal :
o Ditetapkan paling lama 8 jam dalam 1 hari dan 40
jam dalam 1 minggu.
o Pekerjaan yang melebihi jam kerja diberikan Upah
Lembur.
o Pelaksanaan jam kerja diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
• Waktu kerja untuk jenis pekerjaan tertentu:
o Pekerjaan yang karena sifatnya dapat diselesaikan
atau membutuhkan waktu kurang dari 8 jam per
hari, misalnya pekerjaan paruh waktu, ekonomi
digital.
o Pekerjaan pada sektor-sektor tertentu yang
melewati batas maksimal jam kerja normal (lebih 8
jam per hari) misalnya sektor migas, pertambangan,
perkebunan, pertanian dan perikanan.
28Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Klaster #3:
Perizinan TKA Ahli
a. Penggunaan TKA dibatasi hanya untuk jenis
pekerjaan tertentu yang tidak dapat
dilakukan oleh pekerja di dalam negeri.
b. TKA yang melakukan kegiatan tertentu,
yaitu: maintenance (darurat), vokasi, start
up, kunjungan bisnis dan penelitian
dibebaskan dari kewajiban RPTKA (Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja Asing).
Pemberian Sweetener
a. Pemberian Sweetener sebagai tambahan
di luar Upah
b. Besaran Sweetener maksimal 5 X Upah
disesuaikan dengan masa kerja.
c. Pemberian Sweetener diberikan dalam
jangka waktu 1 tahun sejak
diberlakukannya UU.
d. Pemberian Sweetener tidak berlaku bagi
Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
4. Perizinan TKA Ahli dan Sweetener
29Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
1. Kriteria UMKM:
• Kriteria UMK-M disesuaikan dengan bidang usaha.
• Nilai nominal untuk masing-masing bidang usaha
UMK-M ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
(PP).
2. Basis Data Tunggal:
• Basis data tunggal UMK sebagai dasar pengambilan
kebijakan.
• Basis data tunggal dikoordinasikan oleh Kemen
KUKM yang dapat menggunakan data pokok dari K/L
(a.l. NIK di Dukcapil, NPWP di DJP, IKM dari
Kemenperin).
3. Pengelolaan Terpadu UMK Dalam Penataan Klaster
Pengelolaan terpadu UMK dilakukan melalui sinergi
dengan pemangku kepentingan (K/L, Pemda, BUMN,
BUMD, Swasta, Perguruan Tinggi, Asosiasi, dan
lainnya).
4. Kemitraan:
Mendorong Usaha Menengah dan Besar melibatkan UMK
dalam kemitraan melalui pemberian insentif dan
kemudahan.
5. Perizinan Tunggal dan Kemudahan:
a. Pendaftaran bagi UMK sebagai kemudahan perizinan
tunggal
b. Perizinan tunggal sekaligus sebagai pemenuhan: izin
edar, jaminan produk halal, dan sertifikat pangan, serta
Hak Kekayaan Intelektual.
c. Pemerintah (K/L) dan Pemda (Dinas) yang aktif
melakukan pendaftaran UMK.
6. Insentif Pembiayaan:
Kegiatan usaha dapat dijadikan agunan pinjaman untuk
UMK
7. Dana Alokasi Khusus
Pemerintah memprioritaskan penggunaan DAK untuk
mendanai kegiatan pengembangan dan pemberdayaan
UMKM
Klaster #4:
30Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
1. Kemudahan Pendirian Badan Usaha:
a. Penghapusan persyaratan modal Rp 50 juta untuk
pendirian PT, jumlah modal yang disetorkan kedalam PT
diserahkan kepada pendiri.
b. PT untuk UMK dapat didirikan oleh perseorangan yang
tidak memerlukan akta pendirian, cukup pernyataan
pendirian perseroan yang disahkan secara elektronik
oleh Menteri Hukum dan HAM (biaya pengesahan dapat
dibebaskan).
c. Fasilitasi pendaftaran PT untuk UMK dapat dilakukan
oleh K/L, Dinas Daerah, BUMN/ BUMS yang bergerak di
bidang Pembiayaan Mikro.
d. Perubahan PT untuk UMK dibuat dalam akta notaris dan
diberitahukan secara elektronik kepada Menteri Hukum
dan HAM.
2. Kemudahan Dalam Proses:
a. Keimigrasian:
• Kemudahan bagi investor untuk mendapatkan Izin
Tinggal Sementara (ITAS)/Izin Tinggal Tetap (ITAP)
dengan penerapan deposit sebagai pengganti
jaminan.
• Kemudahan untuk mendapatkan visa untuk kegiatan
maintenance, vokasi, start up, kunjungan bisnis,
penelitian.
b. Paten: Menghapus kewajiban pemegang paten untuk
membuat produk atau menggunakan proses di
Indonesia (fleksibilitas).
c. Jaminan ketersediaan bahan baku impor hanya
ditetapkan oleh sektor industri.
d. Mencabut Izin Gangguan (Staatblad Tahun 1926 Nomor
226 jo. Staatblad Tahun 1940 Nomor 450 tentang
Undang-Undang Gangguan/ Hinder Ordonnantie) dan
Izin Gangguan tidak termasuk sebagai retribusi daerah
(UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).
e. Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan tidak berlaku
dengan adanya pendaftaran melalui perizinan elektronik.
Klaster #5:
31Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
3. Pertambangan dan Hilirisasi Minerba
a. Pemberian insentif untuk pengusahaan
pertambangan minerba yang melakukan hilirisasi.
b. Insentif hilirisasi batubara (termasuk gasifikasi):
• tidak dikenai kewajiban Domestic Market
Obligation (DMO).
• pengenaan royalti batubara 0%.
• jangka waktu izin selama umur tambang.
c. Insentif hilirisasi mineral berupa jangka waktu izin
selama umur tambang.
d. Luas wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK) Operasi Produksi (OP) Perpanjangan
diberikan sesuai dengan rencana kegiatan pada
seluruh wilayah perjanjian yang telah disetujui.
e. Wilayah yang dilepaskan dari wilayah IUPK OP
Perpanjangan ditetapkan menjadi Wilayah
Pencadangan Negara (WPN).
4. Minyak dan Gas Bumi
a. Pemerintah sebagai pemegang Kuasa
Pertambangan membentuk BUMN Khusus untuk
melakukan kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas
Bumi.
b. Pembentukan BUMN Khusus dapat dilakukan:
1) Dapat menugaskan PT Pertamina (Persero);
atau
2) Dapat menugaskan BUMN lain.
c. Pemerintah tetap dapat menugaskan Badan usaha
swasta untuk melaksanakan kegiatan usaha hulu
migas.
5. Badan Usaha Milik Desa (BUM Des)
a. BUM Des sebagai badan hukum
b. Pengesahan badan hukum oleh Menteri Hukum
dan HAM melalui sistem online
Klaster #5:
32Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Klaster #6:
1. Kebijakan perdagangan luar negeri memberikan keberpihakan kepada produk
inovasi nasional.
2. Pemerintah dapat melakukan penugasan khusus kepada BUMN dan Swasta untuk
melakukan riset, pengembangan, dan inovasi.
33Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Klaster #7:
1. Presiden sebagai Kepala Pemerintahan melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan.
2. Kewenangan Menteri/Kepala dan Pemda merupakan pelaksanaan kewenangan Presiden.
3. Presiden menetapkan NSPK yang dilaksanakan oleh Menteri/ Kepala dan/atau Pemda.
4. NSPK bersifat standar dan mengacu kepada best practices.
5. Presiden berwenang membatalkan Perda melalui Peraturan Presiden.
6. Pelayanan perizinan dilakukan secara elektronik sesuai NSPK.
7. Permohonan perizinan dianggap dikabulkan secara hukum apabila batas waktu sesuai Service Level
Agreement (SLA) telah terlewati (tidak perlu penetapan oleh pengadilan).
8. Pengawasan pelaksanaan perizinan dapat dilakukan oleh profesi ahli (bersertifikat).
34Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Klaster #8:
1. Pemisahan penerapan sanksi administratif (administrative law) dengan penerapan sanksi
pidana (criminal law).
2. Pengenaan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan KUHP dan/atau UU Tindak Pidana
korupsi.
3. Sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, dan denda.
4. Sanksi pidana dapat diterapkan untuk pengenaan sanksi administratif yang tidak
ditindaklanjuti dalam rangka kepastian penegakan hukum (ultimum remedium).
35Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Klaster #9:
1. Pengadaan Tanah:
a. Mempercepat Proses Pengadaan Tanah dalam Kawasan
Hutan, Tanah Kas Desa, Tanah Wakaf dan Tanah Aset.
b. Kementerian ATR/BPN membantu instansi yang
memerlukan tanah, dalam menyusun DPPT (Dokumen
Perencanaan Pengadaan Tanah).
c. Jangka waktu berlakunya Penetapan Lokasi (Penlok)
diberikan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang
tanpa memulai proses dari awal.
d. Kepemilikan saham dan lahan pengganti sebagai bentuk
ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
e. Percepatan pelepasan tanah yang dimiliki Pemerintah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum.
f. Pengadaan lahan dalam kawasan hutan melalui
mekanisme perubahan peruntukan atau pelepasan
kawasan hutan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
g. Pembentukan Bank Tanah.
h. HGB diatas tanah HPL dan di KEK diberikan untuk
sekaligus dalam jangka waktu 90 tahun.
i. HGU atau Hak Pakai diatas tanah HPL dapat diberikan
perperpanjangan sekaligus.
2. Kawasan Hutan
a. Ketentuan persentase luas minimal kawasan hutan
yang harus dipertahankan diatur dalam PP.
b. Perubahan peruntukan kawasan hutan yang
berdampak penting dan cakupan yang luas serta
bernilai strategis, ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Pengukuhan kawasan hutan memperhatikan
RTRW dan pengintegrasian ke dalam Kebijakan
Satu Peta (One Map Policy) dan pelaksanaan
pengukuhan memanfaatkan teknologi informasi
serta koordinat geografis/satelit.
36Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
2. Kemudahan Proyek Pemerintah
a. Pemerintah menyediakan lahan (tanah atau kawasan hutan)
yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek
b. Penyediaan lahan mempertimbangkan kemampuan
keuangan negara dan kesinambungan fiskal.
c. Pengadaan lahan dapat dilakukan oleh swasta (pelaksana
kegiatan) apabila tidak tersedia anggaran pemerintah
d. Swasta dapat melakukan pinjaman sebagai dana talangan
(bridging finance) untuk pengadaan lahan
e. Pemerintah menyediakan seluruh perizinan yang diperlukan
dalam pelaksanaan proyek Pemerintah
1. Investasi Pemerintah
a. Membentuk Lembaga Sovereign Wealth Fund
(SWF) untuk mengelola dan menempatkan sejumlah
dana dan/atau aset negara.
b. Lembaga SWF berbentuk badan hukum Indonesia
yang sepenuhnya dimiliki Pemerintah.
c. Lembaga SWF dapat melaksanakan investasi secara
langsung atau tidak langsung dan melakukan
kerjasama dengan pihak lain.
d. Kerugian Lembaga SWF bukan kerugian keuangan
negara.
e. Aset Lembaga SWF dapat berupa: penyertaan modal
negara, hasil pengembangan usaha/aset, aset
BUMN, hibah, dan sumber lainnya yang sah.
f. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).
Klaster #10:
37Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
1. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK):
a. Administrator KEK berwenang (otoritas) melaksanakan perizinan, pelayanan, insentif dan kemudahan di KEK
berdasarkan NSPK.
b. Administrator ditunjuk dan ditetapkan oleh Dewan Nasional dari profesional (ASN atau Non ASN) melalui seleksi
terbuka.
c. KEK sepenuhnya berada dibawah pengendalian Dewan Nasional.
d. Tanah KEK sebagai insentif investasi, terutama tanah KEK yang dimiliki oleh Pemerintah atau BUMN.
2. Kawasan Industri:
a. Pemerintah memberikan dukungan infrastruktur untuk kawasan industri.
b. Pengadaan lahan untuk kawasan industri prioritas dapat menggunakan UU Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum.
3. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)
a. Fasilitas KEK dapat diberikan pada KPBPB yang wilayahnya sudah di enklave (tanpa mengubah status KPBPB
menjadi KEK).
b. Kelembagaan KPBPB.
c. Penghapusan pembebasan cukai untuk konsumsi.
d. Badan Pengusahaan berwenang (otoritas) melaksanakan perizinan, pelayanan, insentif dan kemudahan di KPBPB
berdasarkan NSPK.
Klaster #11:
perekonomianRIekon.go.id@perekonomianRI
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
TERIMAKASIHCIPTA LAPANGAN KERJA
39Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Secara paralel dengan proses pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja bersama DPR RI, masing-masing Menteri/ Kepala
Lembaga menyiapkan regulasi turunan, antara lain:
1. Perizinan Lokasi: PP Percepatan penyusunan RTR dan RDTR, Revisi PP Penyelenggaraan Tata Ruang, Pedoman
Penetapan RDTR oleh Kepala Daerah.
2. Perizinan Lingkungan: PP NSPK Perizinan Lingkungan (termasuk pengintegrasian AndalLalin), Kerangka Acuan
AMDAL (Standar), penyusunan dan penetapan standar pengelolaan lingkungan untuk masing-masing sektor.
3. Perizinan Bangunan Gedung: PP NSPK Perizinan Bangunan Gedung, Standar Teknis Bangunan Gedung, prototype
bangunan gedung, pengawasan bangunan gedung, kualifikasi dan pembinaan profesi.
4. Perizinan Sektor: PP Regulasi Berusaha Berbasis Risiko (NSPK) kegiatan usaha/ sektor (15 sektor).
5. Persyaratan Investasi: Perpres Daftar Prioritas Investasi.
6. Ketenagakerjaan: PP terkait Upah Minimum, PHK Pesangon, Outsorcing dan Pepres Rencana Penggunaan TKA.
7. UMK-M: PP kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan UMK-M.
8. Kemudahan Berusaha: PP Pelaksanaan PT untuk UMK, revisi PP Pelaksanaan UU Keimigrasian.
9. Pengadaan Tanah: PP Bank Tanah, PP Pemberian HGB atas HPL, PP Lahan Pengganti Kawasan Hutan, PP
Penetapan Persentase Luas Minimal Kawasan Hutan.
10. Investasi dan Proyek Pemerintah: PP Pelaksanaan Lembaga SWF, PP Penyedian Lahan dan Perizinan Untuk Proyek
Pemerintah.
11. Kawasan Ekonomi: PP NSPK pelaksanaan KEK, Perpres Kelembagaan KEK, PP NSPK pelaksanaan KPBPB,
Perpres Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan KPBPB.
*Status: 24 Januari 2020
40Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
1. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jala
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
8. Undang-Undang 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
9. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
10.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
11.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman
12.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya
Pertanian Berkelanjutan
13.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani.
14.Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.
15.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan
16.Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
17.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan
18.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara
19.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
20.Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
21.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
22.Undang-Undang 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
23.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
24.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
25.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
26.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuian
27.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
28.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
29.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
30.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
31.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
32.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
33.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
34.Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
35.Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
36.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
37.Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
38.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
39.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
40.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
41.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
42.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
43.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
44.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
45.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
46.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
47.Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos
48.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
49.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
50.Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan
41Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
KEMENTERIAN KOORDINATORBIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
“Ekonomi Unggul, Indonesia Maju”
Lampiran: Rekapitulasi UU Terdampak (2)
51.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
52.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
53.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
54.Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
55.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
56.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
57.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
58.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
59.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia
60.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah
61.Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
62.Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
63.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
64.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
65.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
66.Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 jo. Staatsblad Tahun 1940 Nomor 450 tentang
Undang-Undang Gangguan (Hinderordonnantie);
67.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
68.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
69.Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
70.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
71.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
72.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
73.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
74.Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
75.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
76.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-
Undang
77.Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi
Undang-Undang
78.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan
79.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah