Cidera Kepala

26
CIDERA KEPALA A. Pengertian Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patologis yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak sebagai akibat dari pukulan yang menyebabkan kerusakan langsung atau gerakan intraserebral akibat percepatan atau perlambatan yang terjadi secara cepat (Mansjoer, 2000). Menurut Satyanegara (1998) cedera kepala berdasarkan keadaan klinik dapat dibagi yaitu : a. Tingkat I (cedera kepala ringan) GCS 13-15 Adanya riwayat kehilangan kesadaran atau pingsan setelah mengalami trauma dan kemudian sadar kembali. Pada waktu diperiksa dalam keadaan sadar penuh, orientasi baik dan tidak ada defisit neurologis. b. Tingkat II (cedera kepala sedang) GCS 9-12 Kesadaran menurun tetapi dapat mengikuti perintah- perintah yang sederhana dan dijumpai adanya defisit neurologis. c. Tingkat III (cedera kepala berat) GCS 3-8 Kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah sama sekali. Penderita masih bisa bersuara, namun susunan kata-kata dan orientasinya kacau, gagu, gelisah, respon motorik bervariasi dari

description

fdgfd

Transcript of Cidera Kepala

Page 1: Cidera Kepala

CIDERA KEPALA

A. Pengertian

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patologis yang dapat melibatkan

kulit kepala, tulang dan jaringan otak sebagai akibat dari pukulan yang

menyebabkan kerusakan langsung atau gerakan intraserebral akibat percepatan atau

perlambatan yang terjadi secara cepat (Mansjoer, 2000).

Menurut Satyanegara (1998) cedera kepala berdasarkan keadaan klinik dapat

dibagi yaitu :

a. Tingkat I (cedera kepala ringan) GCS 13-15

Adanya riwayat kehilangan kesadaran atau pingsan setelah mengalami trauma

dan kemudian sadar kembali. Pada waktu diperiksa dalam keadaan sadar penuh,

orientasi baik dan tidak ada defisit neurologis.

b. Tingkat II (cedera kepala sedang) GCS 9-12

Kesadaran menurun tetapi dapat mengikuti perintah-perintah yang sederhana

dan dijumpai adanya defisit neurologis.

c. Tingkat III (cedera kepala berat) GCS 3-8

Kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah sama sekali.

Penderita masih bisa bersuara, namun susunan kata-kata dan orientasinya kacau,

gagu, gelisah, respon motorik bervariasi dari keadaan yang masih mampu

melokalisis rasa sakit sampai tidak ada respon sama sekali.

Menurut Brunner & Suddarth (2002) panduan dalam pengkajian GCS

adalah sebagai berikut :

Membuka mata

Spontan 4

Dengan perintah 3

Dengan nyeri 2

Tidak berespon 1

Respon motorik

Dengan perintah 6

Melokalisasi nyeri 5

Page 2: Cidera Kepala

Menarik area yang nyeri 4

Fleksi abnormal 3

Ekstensi abnormal 2

Tidak berespon 1

Respon verbal

Berorientasi 5

Bicara membingungkan 4

Kata-kata tidak tepat 3

Suara tidak dapat dimengerti 2

Tidak ada respon 1

B. Etiologi

Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat dari kontak bentur atau

guncangan lanjut. Cedera kontak bentur terjadi bila kepala membentur atau

menabrak sesuatu objek yang sebaliknya. Sedangkan cedera guncangan lanjut

merupakan akibat peristiwa guncangan kepada yang hebat, baik yang disebabkan

oleh pukulan maupun yang bukan karena pukulan (Satyanegara, 1998).

Selain itu penyebab yang paling umum adanya peningkatan TIK pada pasien

cedera kepala adalah edema serebri. Puncak pembengkakan yaitu 72 jam setelah

cedera. Pada saat otak yang rusak membengkak atau terjadi penumpukan darah

yang cepat, terjadi peningkatan TIK karena ketidakmampuan tengkorak untuk

membesar. Akibat cedera dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan

otak dan struktur internal otak yang kaku.

C. Patofisiologi

Menurut Sylvia (1995), kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala

dapat terjadi melalui dua cara :

a. Efek langsung trauma pada fungsi otak.

b. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma.

Kerusakan neurologik langsung disebabkan oleh suatu benda suatu kekuatan atau

energi yang diteruskan ke otak, kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi

Page 3: Cidera Kepala

dalam tengkorak yang keras bergerak dengan demikian memaksa otak membentur

permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Ini

disebut juga cedera contrecoup.

Bagian otak yang paling besar kemungkinannya untuk mengalami cedera

terberat adalah bagian anterior dari lobus frontalis dan temporalis, bagian posterior

lobus oksipitalis, bagian atas mesenfalon. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak

dipengaruhi oleh suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen

dan sangat peka terhadap cedera metabolik apabila supia terhenti. Sebagai akibat

cedera, sirkulasi otak dapat kehilangan kemampuannya untuk mengatur volume

darah yang beredar sehingga menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu

dalam otak.

Prinsip-prinsip patofisiologi :

a. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan

oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah. Pada cedera kepala, hipoksia atau kerusakan pada otak akan

terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolik anaerob. Hal ini menyebabkan

timbulnya metabolik asidosis.

b. Pola pernafasan

Cedera kepala yang mengubah tingkat kesadaran biasanya menimbulkan gagal

nafas yang mengakibatkan laju mortalitas yang tinggi diantara pasien cedera

kepala.

c. Kerusakan mobilitas fisik

Akibat terjadinya edema dari cedera kepala berat, dapat mengalami perubahan

kesadaran, masalah dalam keseimbangan, kehilangan tonus otot, otot spastik.

Hemiparese dan hemiplegi sebagai akibat kerusakan pada area motorik otak.

d. Keseimbangan hidrasi

Hampir semua pasien cedera kepala akan memounyai masalah untuk

mempertahankan status hidrasi yang seimbang, kondisi ini akan mengurangi

kemampuan tubuh berespon terhadap stres. Dalam keadaan stres fisiologi,

makin banyak antidiuretik (ADH) makin banyak aldosteron diproduksi yang

Page 4: Cidera Kepala

mengakibatkan retensi cairan dan natrium. Proses ini biasanya membaik dengan

sendirinya dalam satu sampai dua hari, bila diuresis terjadi.

e. Aktivitas menelan

Gangguan area motorik dan sensorik dari hemisfer serebral akan merusak

kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut dan untuk

memanipulasinya dengan gerakan pipi dan lidah.

f. Kemampuan komunikasi

Pasien dengan cedera kepala juga disertai kerusakan komunikasi yang terjadi

secara tersendiri melainkan akibat dari kombinasi efek-efek disorganisasi dan

kekacauan proses bahasa.

Page 5: Cidera Kepala

Trauma kepala, benturan akselerasi, deselerasi

Luka-luka lecet Cidera primer atau langsung

Cidera sekunder /tak langsung

Kerusakan integritas kulit jaringan

Resiko infeksi

Kerusakan saraf otak

Laserasi

Aliran darah ke otak menurun

Suplay nutrient ke otak menurun

Perubahan metabolisme anaerob

Asam laktat meningkat Hipoksia Produksi ATP menurun

Vasodilatasi cerebri Edema jaringan otak Energi berkurang, lesu

Aliran darah ke otak bertambah

TIK meningkat Penurunan kemampuan kognitif, motorik, afektif

Fatique

Penekanan pembuluh darah dan jaringan cerebral

Mual, muntah Nyeri kepala Kelemahan fisik

Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

Gangguan persepsi sensori

Defisit perawatan diri

Kerusakan mobilitas fisik

Kerusakan pertukaran gas Kerusakan memori

Penurunan intake oral

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Pathways

Page 6: Cidera Kepala

D. Manifestasi Klinis

Menurut Smellzer (1998), manifestasi cedera kepala adalah sebagai berikut :

a. Gegar serebral (komutio serebri)

Bentuk ringan, disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran, pingsan mungkin hanya beberapa detik/ menit.

Gejala lain : sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, pusing, peka, amnesia,

retrogrod.

b. Memar otak (konfusio serebri)

Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejala bervariasi bergantung lokasi

dan derajat.

1) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf.

2) Edema jaringan otak.

3) Peningkatan tekanan intrakranial.

4) Herniasi.

5) Penekanan batang otak.

c. Hematoma epidural

“Talk dan Die” tanda klasik :

Penurunan kesadaran ringan saat benturan merupakan periode lucid (pikiran

jernih) beberapa menit, beberapa jam menyebabkan penurunan kesadaran,

neurologis :

1) Kacau mental : koma

2) Pupil isokor : anisokor

d. Hematoma subdural

Akumulasi di bawah lapisan durameter diatas arachonoid, biasanya karena

aselerasi, deselerasi.

Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut). :

1) Perluasan masa lesi.

2) Peningkatan TIK

3) Sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang.

4) Disfasia

Page 7: Cidera Kepala

e. Hematoma intrakranial

1) Penumpukan darah pada dalam parenkim otak ( 25 ml)

2) Karena fraktur depresi tulang tengkorak

3) Gerakan aselerasi

E. Pemeriksaan penunjang

a. CT Scan kepala

Untuk menggambarkan sifat lokasi dan luasnya lesi yang menunjukkan adanya

oedema cerebral, kontisio hematoma intraserebral, hemoragi dan perubahan

lambat akibat trauma.

b. Angiografi cerebral

Menggambarkan hematoma supra tentoral, intra serebral, konfusio, gambaran

tengkorak dari posterior dan anterior.

c. Rongent kepala tiga posisi

Untuk mengetahui adanya fraktur tulang tengkorak.

d. EEG

Untuk mengetahui adanya gelombang patologi.

e. Fungsi lumbal

Untuk mengetahui perdarahan subarachnoid.

f. Analisa gas darah

Untuk mengetahui masalah ventilasi yang menyebabkan TIK meningkatkan.

g. Kimia/elektrolit darah

Untuk mengetahui keseimbangan yang berperan meningkatkan TIK.

h. Darah rutin

Untuk mengetahui penurunan hubungan akibat perdarahan.

F. Komplikasi

a. Edema subdural dan herniasi otak

b. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai

limfosis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik.

Page 8: Cidera Kepala

c. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu

pertama) atau lanjut.

d. Infeksi sistemik (pneumonia, infeksi saluran kemih, septikemia).

G. Penatalaksanaan

Menurut Satyanegara (1998) penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien

dengan cedera kepala meliputi :

a. Keperawatan

1) Cedera Kepala Tingkat I

Penanganannya mencakup anamnesa yang berkaitan dengan jenis dan

waktu kecelakaan, riwayat penurunan kesadaran atau ringan, riwayat adanya

amnesia (retrogradi) serta keluhan-keluhan lain yang berkiatan dengan

peningkatan tekanan intrakranial seperti : nyeri kepala, pusing dan muntah.

Amnesia retrograde cenderung merupakan tanda ada tidaknya trauma

kepala. Sedangkan amnesia antegrade (pasca trauma) lebih berkonoasi akan

berat ringannya konstruksi cedera kepala yang terjadi. Pemeriksaan fisik

disini ditekankan untuk menyingkirkan adanya gangguan sistemik lainnya,

serta mendeteksi defisit neurologis yang mungkin ada. Kepentingan

pemeriksaan radiologis berupa foto polos kepala dimaksudkan untuk

mengetahui adanya : fraktur tengkorak (linier/depresi), posisi kelenjar

pineal, pneumosefalus, korpus alinenum dan lainnya, sedangkan foto

servikal atau bagian tubuh lainnya dilakukan sesuai dengan indikasi.

Pemeriksaan sken tomografi komputer otak (“CT Scan”) secara ideal perlu

dilakukan bagi semua kasus cedera kepala.

2) Cedera Kepala Tingkat II

Penanganan pertama selain mencakup anamnesa (seperti diatas) dan

pemeriksaan fisik serta foto polos tengkorak, juga mencakup pemeriksaan

sken tomografi komputer otak. Pada tingkat ini semua kasus mempunyai

indikasi untuk dirawat. Selama hari pertama perawatan di rumah sakit perlu

dilakukan pemeriksaan neurologis setiap setengah jam sekali, sedangkan

Page 9: Cidera Kepala

follow up sken tomografi komputer otak pada hari ke 3 atau bila ada

pemburukan neurologis.

3) Cedera Kepala Tingkat III

Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah

sederhana sekalipun setelah stabilisasi kardiopulmoner. Walaupun definisi

ini masih belum mencakup keseluruhan spektrum cedera otak, kelompok

kasusnya adalah dikategorikan sebagai yang mempunyai resiko terbesar

berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas, dimana tindakan “menunggu”

(wait and see) disini dapat berakibat sangat fatal. Penanganan kasus-kasus

yang termasuk kelompok ini mencakup tujuh tahap yaitu :

a) Stabilitas kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway-

Breathing-Circulating) Keadaan-keadaan hipoksemia, hipotensi dan

anemia akan cenderung memperhebat peninggian tekanan intrakranial

dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk. Semua penderita cedera

kepala tingkat III memerlukan intubasi.

b) Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau

gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya.

c) Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motorik, verbal,

pemeriksaan pupil, refleks okulosefalik dan refleks okulovestibuler.

Penilaian neurologis kurang bernilai bila tekanan darah penderita masih

rendah (syok).

d) Penanganan cedera-cedera di bagian lainnya.

e) Pemberian pengobatan seperti : antiedema serebri, anti kejang dan

natrium bikarbonat.

f) Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : sken tomografi komputer

otak, angiografi serebral dan lainnya.

g) Penilaian tindakan operasi versus konservatif.

b. Pengobatan

1) Terapi operasi pada cedera kepala

Page 10: Cidera Kepala

Kriteria paling sederhana yang dipakai sebagai individu tindakan operatif

adalah adanya lesi massa intrakranial dengan pergeseran garis tengah > 5

mm (kecuali penderita sudah mati otak).

2) Terapi medikamentosa pada cedera kepala

Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah obat-obatan

golongan deksamethasone, mannitol 20%, fenitol, karbamazepin.

H. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian Primer

A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control

servikal.

B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar

oksigenasi adekwat.

C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.

D: Disability, mengecek status neurologis

E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia.

2. Riwayat kesehatan meliputi : keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera,

riwayat tidak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, riwayat kesehatan

keluarga.

3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

b. Pemeriksaan persistem

System persepsi dan sensori (penmeriksaan panca indera : penglihatan,

pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)

System persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil,

orientasi waktu dan tempat)

System pernapasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan

jalan nafas)

System kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas dan frekuensi)

System gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum,

peristaltic, eliminasi)

Page 11: Cidera Kepala

System integument (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/lesi)

System reproduksi

System perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAK)

4. Pola fungsi kesehatan

Pola persepsi dan pemaliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan

merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat-obatan)

Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan dan

kelemahan otot)

Pola nutrisi dan metabolism (adakah keluhan mual, muntah)

Pola eliminasi

Pola tidur dan istirahat

Pola kognitif dan perceptual

Persepsi diri dan konsep diri

Pola toleransi dan koping stress

Pola seksual dan reproduktif

Pola hubungan dan peran

Pola nilai dan keyakinan

I. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian

aliran darah, edema serebral (respons lokal atau umum pada edema, perubahan

metabolik), penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, distritmia jantung).

b. Rresiko tinggi terhadap pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau

kognitif, obstruksi trakheobronkial).

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi dan/atau integrasi

(trauma atau defisit neurologis).

Page 12: Cidera Kepala

d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau

kognitif, penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan/ kewaspadaan

keamanan misalnya tirah baring, imobilitasi.

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,

prosesdur invasif, penurunan kerja silia, statis cairan tubuh, kekurangan nutrisi,

respons inflamasi tertekan (gangguan steroid), perubahan integritas sistem

tertutup (kebocoran CSS).

f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan perubahan

kemampuan untuk mencerna nutrisi (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan

otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, status hipermetabolik.

g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (penurunan tingkat

kesadaran).

Page 13: Cidera Kepala

J. Rencana Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC Rasional

1. Ketidakefektifan perfusi

jaringan serebral b/d

edema serebral, ditandai

dengan perubahan tingkat

keadaan, kehilangan

memori, perubahan

respons motorik/sensori,

gelisah, perubahan tanda

vital.

Tissue Perfusion :

cerebal

Kriteria Hasil :

- Tingkat kesadaran

membaik

- Fungsi motorik dapat

dipertahankan

- Tanda vital sign

normal.

Monitoring Neurologis :

- Monitor status neurologis

secara teratur

- Kaji respon motorik

- Monitor tanda-tanda vital

- Atur posisi pasien sesuai

indikasi

- Monitor intake dan output

cairan

- Perhatikan adanya gelisah

yang meningkat atau

peningkatan

keluhan

- Anjurkan orang terdekat

untuk bebicara dengan

pasien

- Kolaborasi pemberian

-Mengkaji adanya kecenderungan pada

tingkat kesadaran dan menentukan

lokasi, perluasan dan perkembangan

kerusakan sistem saraf pusat.

-Mengukur kesadaran dan kemampuan

berespon pada rangsangan.

-Mengetahui adanya gangguan sejak dini

-Posisi yang benar meminimalkan

gangguan perfusi jaringan.

-Sebagai indikator dari cairan tubuh yang

terintegrasi dengan pefusi jaringan

-Petunjuk non verbal mengindikasikan

adanya peningkatan tekanan intra

kranial.

-Uangkapan keluarga dapat

menyenangkan pasien mempunyai efek

Page 14: Cidera Kepala

analgetik, steroid, sedatif relaksasi.

-Analgetik dapat menghilangkan nyeri,

steroid dapat menurunkan inflamasi,

sedatif dapat mengendalikan

kegelisahan.

2 Pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan

kerusakan neurovaskuler,

kerusakan persepsi atau

kognitif.

Respiratory status : Airway patency

- Pola pernafasan

normal/efektif

- Bebas sianosi

- GDA dalam batas

normal.

Air Management :

- Monitor frekuensi, irama,

kedalaman pernafasan, catat

ketidakteraturan pernafasan

- Anjurkan pasien untuk

melakukan nafas dalam

yang efektif jika pasien

sadar.

- Auskutlasi suara nafas,

perhatikan daerah

hipoventilasi dan adanya

suara-suara tambahan yang

tidak normal.

- Perubahan dapat menandakan awitan

komplikasi pulmonal (umumnya

mengikuti cedera otak), pernafasan

lambat, periode apnea dapat

menandakan perlunya ventilasi mekanis.

- Mencegah / menurunkan ateletaksis.

- Untuk mengidentifikasi adanya masalah

paru seperti atelektasis, kongesti, atau

obstruksi jalan nafas yang

membahayakan oksigenasi serebral

dan/atau menanda-kan terjadinya infeksi

paru (umumnya merupakan komplikasi

Page 15: Cidera Kepala

- Kolaborasi pemeriksaan

analisa gas darah

- Kolaborasi pemberian

oksigen

dari cedera kepala).

- Menentukan kecukupan pernafasan,

keseimbangan asam basa dan kebutuhan

akan terapi.

- Memaksimalkan oksigen pada darah

arteri dan membantu dalam pencegahan

hipoksia.

3 Resiko tinggi terhadap

infeksi berhubungan

dengan jaringan trauma,

prosedur invasif.

Immune Status Risk control

- Tidak terdapat tanda-

tanda infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

Infection control :

- Berikan perawatan aseptik

dan antiseptik, pertahankan

teknik

cuci tangan yang baik.

- Obervasi daerah kulit yang

mengalami kerusakan,

daerah yang

terpasang alat invasi (infus

dan sebagainya).

- Monitor suhu tubuh secara

- Cara pertama untuk menghindari

terjadinya infeksi nosokomial.

- Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan

tindakan dengan segera dan pencegahan

terhadap komplikasi selanjutnya.

- Dapat mengindikasikan perkembangan

sepsis yang selanjutnya memerlukan

evaluasi atau tindakan dengan segera.

- Sebagai indikator dari perkembangan

Page 16: Cidera Kepala

teratur

- Observasi warna/kejernihan

urine, catat adanya bau

busuk

(yang tidak enak).

- Kolaborasi untuk pemberian

antibiotik sesuai indikasi

infeksi pada saluran kemih yang

memerlukan tindakan dengan segera.

- Terapi profilaksik dapat digunakan pada

pasien yang mengalami trauma

(perlukaan, kebocoran CSS atau setelah

dilakukan pembedahan untuk

menurunkan resiko terjadinya infeksi

nosokomial.

4 Kurang perawatan diri

berhubungan dengan

kelemahan fisik

(penurunan tingkat

kesadaran).

Self care : Activity of

Dailing Living

Kriteri hasil :

- Perawatan diri dapat

terpenuhi dan

dilakukan secara

mandiri.

Self care assistance : ADLs

- Identifikasi kebutuhan akan

kebersihan diri (badan,

rambut, kuku dan gosok

gigi)

- Berikan bantuan sesuai

kebutuhan.

- Perhatikan adanya tanda-

tanda non verbal yang

fisiologis.

- Sesuai dengan perkembangan penyakit,

kebutuhan akan kebersihan dasar

mungkin dilupakan.

- Meningkatkan kepercayaan dan melatih

kemandirian.

- Kehilangan sensori dan penurunan

fungsi bahasa mungkin menyebabkan

pasien mengungkapkan kebutuhan

perawatan diri dengan cara non verbal.

Page 17: Cidera Kepala

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

CIDERA KEPALA

Oleh :

Dwi bodhi setyawan

070112a009

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PROGRAM PROFESI NERS

STIKES NGUDI WALUYO

UNGARAN

2013

Page 18: Cidera Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby.

Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. Mosby.

NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North American Nursing Diagnosis Association.