CIC Kriminologi (sari kuliah)

52
KRIMINOLOGI SILABUS KRIMINOLOGI 1. Pengertian, ruang lingkup dan objek Kriminologi 1.1. Definisi kriminologi menurut para ahli 1.2. Pengertian kriminologi teoritis dan kriminologi praktis 1.3. Hubungan antar kriminologi dan untuk Pidana atau ilmu sosial lainnya. 2. Asal usul dan perkembangan studi tentang kejahatan 2.1. Zaman kuno 2.2. Abad pertengahan 2.3. Permulaan sejarah baru 2.4. Abad ke 18 2.5. Kriminologi modern 3. Teori klasik dan Positivisme 3.1. Diferensial Association 3.2. Teori anomi 3.3. Teori social control and containment 3.4. Teori labeling 4.1. Metode consensus 4.2. Metode Pluralis 4.3. Metode Konflik 5. Paradigma Kriminologi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Kriminologi 1

Transcript of CIC Kriminologi (sari kuliah)

Page 1: CIC Kriminologi (sari kuliah)

KRIMINOLOGI

SILABUS KRIMINOLOGI

1. Pengertian, ruang lingkup dan objek Kriminologi

1.1.Definisi kriminologi menurut para ahli

1.2.Pengertian kriminologi teoritis dan kriminologi praktis

1.3.Hubungan antar kriminologi dan untuk Pidana atau ilmu sosial lainnya.

2. Asal usul dan perkembangan studi tentang kejahatan

2.1.Zaman kuno

2.2.Abad pertengahan

2.3.Permulaan sejarah baru

2.4.Abad ke 18

2.5.Kriminologi modern

3. Teori klasik dan Positivisme

3.1.Diferensial Association

3.2.Teori anomi

3.3.Teori social control and containment

3.4.Teori labeling

4.1. Metode consensus

4.2. Metode Pluralis

4.3. Metode Konflik

5. Paradigma Kriminologi

5.1. Paradigma Positif

5.2. Paradigma Interaksionis

5.3. Paradigma Sosialis

6. Kejahatan dan Pembangunan

Hubungan antara kejahatan masyarakat dan pembangunan

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

1

Page 2: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Perbedaan Hukum dan Kesusilaan

Kesusilaan Hukum

1. Manusia sebagai perseorangan 1. Manusia sebagai mahluk sosial

2. Titik Berat pada sikap bhatin 2. Titik Berat pada perbedaan individu

3. Penilaian dari dalam ke luar 3. Penilaian ke luar

4. Tidak puas hanya dengan tingkah

laku lahiriah

4. Puas dengan tingkah laku lahiriah

5. Bersifat mengikat karena sesuai

dengan kehendak (rasa susila) kita

5. Bersifat tidak mengikat

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

2

STUDI KEJAHATAN

Legal aspect Sociological aspect

(Bertentangan dengan perasaan kesusilaan masyarakat)

Kriminologi

Mala prohibita

Criminal Liability(Pertanggung jawaban

pidana )

Mala in se

Page 3: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Prof. Dr. J. E. Sahetapy, SH & Mardjono Reksodipuro

Kejahatan adalah setiap perbuatan termasuk kelalaian yang dilarang oleh hukum

publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara,

perbuatan tersebut diberi pidana karena melanggar norma-norma sosial masyarakat

harapan masyarakat mengenai tingkah laku yang patut dari seorang warga negara.

Pengertian kejahatan

1. E. H. Sutherland / yuridis aspek

Adalah perbuatan yang melanggar UU (ditinjau dari sudut yuridis) sehingga ia

menggolongkan perbuatan yang melanggar UU sebagai suatu kejahatan & jika

tidak diatur dalam UU adalah bukan kejahatan.

2. Thousten Sellir / Sosiologis

Adalah suatu perbuatan yang melanggar norma tingkah laku yang hidup dalam

masyarakat (Segi sosiologis). Disini Sellir tidak mempersoalkan apakah suatu

perbuatan itu melanggar UU atau tidak.

3. W. A. Bonger (Yuridis Sosiologis)

Adalah perbuatan yang sangat anti sosial & ditentang secara sadar oleh negara

berupa pemberian penderitaan (hukuman/tindakan). Ia berpendapat bahwa suatu

perbuatan dapat dikatakan kejahatan apabila menurut masyarakat maupun UU

dicela serta ada sanksinya.

4. Hoef Nagles / psikologis

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai kejahatan apabila terdapat unsur-unsur

stigma (cacat atau noda/ cap dari masyarakat) dan keseriusan. Kejahatan adalah

perilaku yang dinyatakan sebagai tindakan yang dayadihk.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

3

Lingkaran Hukum

Lingkaran Kesusilaan

Agama

Perbedaan yang bersifat onrecht matigedaad

Perbedaan antara hukum dan kesusilaan

Page 4: CIC Kriminologi (sari kuliah)

5. Paul Mudigdo Moelyono

Adalah pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan sebagai

perbuatan yang merugikan masyarakat.

Prof. Dr. Sahetapy (Konsep Sobural) / Sosial-Budaya-Kultural

Pada dasarnya merupakan suatu abstraksi mental & oleh sebab itu segalanya dilihat

sebagai perwujudan yang relatif. Konotasi tentang perwujudan yang relatif itu tentu

berakar pada masyarakat & olah karena itu bergantung dari hasil proses atau interaksi

dalam wadah nilai-nilai SOBURAL masyarakat yang bisa mendapat rangsangan dari

berbagai praktek, misalnya kemiskinan, pengangguran ketidakseimbangan pribadi,

ketidakpuasan, ketidakselarasan keluarga, kebijakan penguasa yang berpihak, penegak

hukum yang tidak adil, UU yang buruk, modern, dll.

Unsur-unsur kejahatan

- Sutherland

a. Mempunyai akibat tertentu yang merugikan masyarakat.

b. Kerugian yang terjadi harus terdapat dalam UU & merupakan larangan.

c. Ada perilaku sikap & perbuatan yang mengikat.

d. Adanya maksud jahat atau mens rea.

e. Adanya hubungan atau kesatuan hubungan antara mens rea dan conduct.

f. Adanya hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang UU dengan

misalnya conduct yang voluntair (dilakukan atas dasar keinginan sendiri

bukan dipaksa orang lain).

g. Adanya hukuman yang ditetapkan Undang-undang.

Pembagian antara UU dan kesusilaan tidak dapat dibagi secara hitam dan putih.

Stephen Schlaffer

Kriminologi adalah - usaha-usaha untuk menjelaskan setiap musabab tingkah laku

kriminal.

- Usaha menjelaskan rehabilitasi kriminal dan efisiensi sistem

pemidanaan.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

4

Page 5: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Pendekatan Klasik (Historical Approach)

Pendekatan sebab-sebab terjadinya kejahatan

A. Desore Lambroso (pendekatan antropologis) K = B

B. Lacassagne (Pendekatan sosiologis) K = L

C. Enrico Ferri ( pendekatan biososiologis) K = B+L

Dilema dalam kriminologi :

Subject Classical School Positive School

- Lahir Abad 18 Abad 19

- Pendasar / Pemuka J. Bentham Becarria Lambroso Gomfah Feri

- Pandangan tentang

manusia

Free will Determinisme

- Reaksi terhadap kejahatan Punishment / penjatuhan

hukuman “crime is a

lable about behavior

focus on role making”

Treatment of crime

undesiablecial behavior

focus an juvenile.

Classical theory

Merupakan reaksi terhadap sistem hukum, penghukuman pada masa sebelum revolusi

Prancis (1789) dianggap tidak manusiawi (barbaric)

1. Cesare Beccaria (1728-1794)

Free will

Criminal justive system based on law

2. Jeremy Bentham (1748 – 1832)

Utilitarianism

Felicific calculus (individuals as human calculation)

Utilitarian principles of punishment

Landasan Pemikiran Aliran Klasik (Williams III & Mc. Shaire)

a. Individu dilahirkan dengan kehendak bebas untuk menentukan pilihannya sendiri

b. Individu memiliki hak asasi

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

5

Page 6: CIC Kriminologi (sari kuliah)

c. Pemerintah negara dibentuk untuk menaungi hak-hak tersebut & muncul sebagai

perjanjian antara yang diperintah dan yang memerintah.

d. Setiap warga negara hanya menyerahkan sebagian dari hak asasinya kepada negara

sepanjang diperlukan oleh negara untuk mengatur masyarakat demi kepentingan

sebagian terbesar dari masyarakat.

e. Kejahatan merupakan pelanggaran terhadap perjanjian sosial dan karenanya

kejahatan merupakan kejahatan moral.

f. Hukuman hanya dibenarkan selama ditujukan untuk memelihara perjanjian sosial

oleh karena itu tujuan hukuman adalah untuk mencegah kejahatan lain di kemudia

hari.

g. Setiap orang dianggap sama dimuka hakim.

Positive theory

Merupakan reaksi atas aliran klasik yang tidak mampu menjelaskan “Why people

become criminal”

1. Biological Determinism

Charles Darwin (1809 – 1882)

Cecare Lambroso (1835 – 1909)

Rafaele Garafalo (1852 – 1934)

Earico Ferri (1856 – 1929)

2. Psychological determinism

- Issac Roy (1807 – 1881)

- Hency Movasieo (1835 – 1918)

3. Sociological Determinism

Landasan pemikiran aliran Positif

a. Kehidupan manusia dikuasai oleh hukum sebab akibat.

b. Masalah-masalah sosial seperti kejahatan dapat diatasi dengan melakukan studi

secara sistematis mengenai tingkah laku manusia.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

6

Page 7: CIC Kriminologi (sari kuliah)

c. Tingkah laku kriminal adalah hasil dari kondisi abnormalitas. Abnormalitas ini

mungkin terletak pada individu atau juga lingkungannya.

d. Tanda-tanda abnormalitas tersebut dapat dibandingkan dengan tanda-tanda yang

normal.

e. Abnormalitas tersebut dapat diperbaiki & karenanya penjahat dapat diperbaiki.

f. Treatment dapat menguntungkan sehingga tujuan sanksi bukanlah untuk

penghukuman melainkan treatment (membina pelaku kejahatan)

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

7

Page 8: CIC Kriminologi (sari kuliah)

BAB I

Pengertian, Ruang Lingkup & Objek Kriminologi

1. Definisi Kriminologi

(Prof. Mr. W.A. Bonger)

adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-

luasnya. Pengertian ini disebut juga kriminologi teoritis.

Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman

yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-

gejala & mencoba menyelidiki sebab dari gejala-gejala tersebut (aetiologi)

dengan cara-cara yang ada padanya.

Kriminologi dalam arti sempit (Manheim) = kejahatan

Kriminologi dalam arti luas mempelajari penology & metode-metode yang

berkaitan dengan kejahatan & masalah prevensi kejahatan dengan tindakan yang

bersifat non positif.

Kriminologi Praktis.

2. Hubungan Kriminologi dengan dengan Hukum pidana & ilmu sosial lainnya.

- Objek dari ilmu kriminologi adalah kejahatan. Kejahatan merupakan suatu

perbuatan yang merupakan tindak pidana. Kualifikasi seseorang dapat dianggap

melakukan kejahatan (yang melanggar ketentuan pidana). Mengenai sanksi pidana,

bahkan kajian mengenai perbuatan yang dikategorikan dalam kejahatan, masuk

dalam kajian hukum pidana. Dari hal tersebut kita dapat melihat betapa erat

hubungan antara kriminologi dengan hukum pidana.

- Kriminologi merupakan kumpulan dari banyak ilmu yakni :

a. Antropologi kriminal, yaitu ilmu yang mempelajari manusia yang jahat.

b. Sosiologi Kriminal, yaitu ilmu yang mempelajari mengenai kejahatan sebagai

suatu gejala masyarakat.

c. Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai

kejahatan dipandang dari sudut ilmu jiwa.

d. Psiko dan neuro patologi kriminal yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat

yang sakit jiwa.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

8

Page 9: CIC Kriminologi (sari kuliah)

e. Penologi yaitu ilmu pengetahuan tentang timbul & pertumbuhannya hukuman,

arti dan faedahnya.

KRIMINOLOGI TEORITIS

KRIMINOLOGI PRAKTIS

hyegiene kriminal & politik kriminal termasuk :

- Kriminalistik : yang menyelidiki teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan

merupakan gabungan dari ilmu jiwa tentang kejahatan dan penjahat, ilmu kimia,

pengetahuan tentang barang, braphologi, dan lain-lain.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

9

Page 10: CIC Kriminologi (sari kuliah)

BAB II

Asal Usul Dan Perkembangan Studi Kejahatan

Terbagi ke dalam beberapa periode, yaitu :

1. Jaman Kuno

2. Abad Pertengahan

3. Permulaan Sejarah Baru

4. Abad ke 18

5. Dari Revolusi Prancis tahun 30 ke-Abad 19

Ad.1. Zaman Kuno

Plato “Republiek”

“Emas manusia adalah merupakan sumber dari banyak kejahatan, makin tinggi

kekayaan dalam pandangan manusia, makin merosot penghargaan terhadap

kemanusiaan.”

“De Wetten”

“Jika dalam suatu masyarakat tidak ada yang miskin & tidak ada yang kaya,

tentunya akan terdapat kesusilaan yang tinggi, karena disitu tidak akan terdapat

ketakaburan, tidak pula kelaliman, juga tidak ada rasa iri hati dan benci”.

Aristotles “Politiek”

“Kemiskinan menimbulkan kejahatan & pemberontakan. Kejahatan yang besar

tidak diperbuat / memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tapi untuk kemewahan”.

Ad.2. Zaman Abad Pertengahan

Golongan Scholastik Thomas Van Aquino

Memberikan pendapat tentang pengaruh kemiskinan terhadap kejahatan

- Orang kaya, jika suatu kali jatuh miskin mudah menjadi pencuri.

- Kemiskinan biasanya memberi dorongan untuk mencuri (Suma

contra Gentile)

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

10

Page 11: CIC Kriminologi (sari kuliah)

- Dalam keadaan yang sangat memaksa orang boleh mencuri

(summa theologica)

Ad.3. Permulaan Sejarah Baru

Tokoh Thomas More

Melihat kejahatan dalam hubungannya dengan masyarakat dan mencari sebab-

sebabnya dalam masyarakat – (pra kriminologi dalam arti sempit)

Ad.4. Abad ke 18

a. Penentangan terhadap hukum pidana & acara pidana yang berlaku

- Montesquieu

“Pembentuk perundang-undangan yang baik harus lebih mngikhtiarkan

pencegahan kejahatan daripada penghukuman”.

- Voltaire

“Pencurian dan lain-lain kejahatan adalah kejahatannya orang miskin”.

- Rosseau

“Kesengsaraan merupakan ibu dari kejahatan yang besar”

- Beccaria

“Pencurian biasanya adalah kejahatan yang timbul karena kesengsaraan dan

putus asa”.

- J. Bentham (Inggris)

“Lebih utama mencegah kejahatan daripada menghukumnya dan menyebutkan

beberapa tindakan untuk mencapai tujuan tersebut”.

- H. Pestalozzi (Jerman)

“Lebih diperhatikan beberapa faktor sosial, seperti umpamanya tingkatan

kesusilaan umum dari rakyat”.

- Mr. H. Calkoen (Belanda)

“Kemiskinan dan pengangguran dipandangnya sebagai sebab utama dari

kejahatan ekonomi”.

b. Sebab-sebab antropologi daripada kejahatan

- J.C. De. La Matrie

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

11

Page 12: CIC Kriminologi (sari kuliah)

“Mengupas kejahatan dari sudut determinisme murni, namun tidak

menyebabkan ia berpendapat bahwa seseorang penjahat tidak perlu dihukum”.

Ad.5. Dari revolusi Perancis tahun 30 ke Abad-19

1. Perubahan dalam hukum pidana/ acara pidana dan hukuman

- Revolusi Perancis dengan “Code penal” mengakhiri hukum

pidana & acara pidana dari “ancien regime”

- Tak ada analogi.

- Cara pemeriksaan pada tingkatan penghabisan dilakukan di muka umum,

langsung dan bersifat accusation.

2. Sebab-sebab sosial kemasyarakatan dari kejahatan

Owen lingkungan yang tidak baik membuat kelakuan seseorang menjadi jahat

dan lingkungan baik juga sebaliknya.

3. Sebab-sebab psikiatri dari kejahatan

Hal dapat dipertanggungjawabkannya perbuatan pelaku, terbatas pada mereka

yang menderita beberapa macam penyakit jiwa yang dikenal pada waktu itu, tetapi

dengan majunya ilmu penyakit jiwa, batas ini diperluas.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

12

Page 13: CIC Kriminologi (sari kuliah)

BAB III

Teori Klasik Dan Positivisme

Aliran-aliran/ school dalam kriminologi menunjuk kepada proses perkembangan

pemikiran dasar konsep-konsep tentang kejahatan dan pelakunya.

Schools / aliran Pionir / Tokoh

- Classical School Abad 18

Beccaria & J. Benthan

- Positive schools Abad 19

C. Lambroso

E. Ferri

- Sociological schools Abad 19

E. Durkheim

G. Tarde

- Socialdefence schools Abad 19

Marc fincel

Apabila konsep berpikir dari kedua aliran tersebut dibandingkan (classicical dan

positive) maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Aliran klasik tidak dapat menjelaskan mengapa seseorang melakukan kejahatan.

Aliran Positive sebaliknya. Aliran Klasik lebih banyak mempersoalkan aturan yang

seharusnya diberlakukan untuk memelihara ketertiban dan kedamaian dalam

masyarakat. Aliran Positive menekankan kepada usaha yang bersifat ilmiah untuk

tujuan memelihara ketertiban melalui studi dan penelitian tentang tingkah laku

manusia.

b. Aliran klasik cenderung menempatkan pidana sebagai satu-satunya jalan keluar.

Aliran Positive: pelanggaran terhadap perjanjian sosial justru harus ditanggapi

sebagai sesuatu yang abnormal sehingga tanggung jawab atas pelanggaran tersebut

bukan sepenuhnya berada pada si pelanggar melainkan juga masyarakat secara

keseluruhan. Jadi jalan keluar bukan untuk mempidana, tetapi untuk mencegah.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

13

Page 14: CIC Kriminologi (sari kuliah)

c. Konsep-konsep aliran klasik lebih relevan dengan perkembangan hukum pidana

dari segi hukum sedangkan konsep aliran positive relevan bagi perkembangan studi

kejahatan.

d. Aliran lasik menerima sepenuhnya definisi kejahatan dari segi hukum sedangkan

aliran positive menolak dan menerima definisi kejahatan dari segi psikologi.

Aliran Social Defense

Timbul karena adanya revolusi di kalangan penganut aliran positif.

a. Social Defense tidak bersifat deterministic.

b. Social Defense menolak tipologi yang bersifat kaku tentang penjahat dan

menitikberatkan pada keunikan kepribadian manusia.

c. Social Defense meyakini sepenuhnya nilai-nilai moral.

d. Menghargai sepenuhnya kewajiban-kewajiban masyarakat terhadap

penjahat, dan mencoba menciptakan keseimbangan antara masyarakat dan penjahat

serta menolak mempergunakan pendekatan yang bersifat security sebagai suatu alat

administratif.

e. Social Defense ingin dikuasai oleh penemuan ilmiah sekalipun

mempergunakannya atau menggantinya dengan politik kriminal.

Sampai dengan abad ke-20 terjadi pergeseran nilai-nilai dalam perkembangan studi

kejahatan.

- Semula studi kejahatan menitikberatkan pada nilai-nilai

kemanusiaan yang bersifat abstrak. Namun selanjutnya terjadi pergeseran dengan

memandang pentingnya unsur-unsur individu dan peranan faktor kepribadian serta

lingkungan dalam membentuk seseorang sebagai manusia penjahat.

- Terjadi perubahan mengenai pandangan yang kurang menghargai

penerimaan ilmiah dan menggantikannya dengan pandangan yang lebih bersifat

praktis – pragmatis dalam menghadapi penjahat.

- Aliran ketiga memperlakukan penjahat tidak lagi sebagai objek

alat-alat peradilan pidana melainkan diperlakukan sebagai manusia dengan

integritas kemanusiaan-nya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

14

Page 15: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Kriminologi

1. Merupakan studi tentang tingkah laku (nonkriminal).

2. Merupakan ilmu yang bersifat inter dan multi disipliner.

3. Berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu

pengetahuan lainnya.

4. Perkembangan studi kejahatan telah membedakan antara

kejahatan sebagai suatu tingkah laku dan pelaku kejahatan sebagai subjek

perlakuan sarana peradilan pidana.

5. Sejajar dengan ilmu pengetahuan lainnya.

Pendekatan yang dipergunakan dalam mempelajari kriminologi adalah :

1) Deskriptif

Penafsiran terhadap fakta-fakta dapat dipergunakan untuk mengetahui sebab

musabab kejahatan.

2) Kausalitas

Penafsiran terhadap fakta-fakta dapat dipergunakan untuk mengetahui sebab

musabab kejahatan.

3) Normatif

a. Indighrapic dicipline

Mempelajari fakta sebab akibat dan kemungkinan dalam kasus individual.

b. Nomothetic dicipline

Bertujuan untuk menemukan atau mengungkapkan hukum-hukum umum yang

bersifat ilmiah yang diakui keseragaman atau kecenderungannya.

Herman Mannheim, tiga (3) tipe masalah yang merupakan lingkup

pembahasan kriminologi, antara lain:

a) The problem of detecting the law

breaker (criminalistic)

b) The problem of the custody and treatment of the offerder (penology)

c) The problem of explaining crime and criminal behavior (the problem of

scientifically accounting and criminals in a society)

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

15

Page 16: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Teori Differential Association

Disusun oleh Sutherland

Bertitik tolak dari 3 teori, yaitu sebagai berikut :

1. Ecological and cultural transmission theory.

2. Symbolic interactionism

3. Culture conflict theory

Dua (2) versi Teori Differential Association

1) Systematic = karir kriminal atau praktek teror organisasi dari kejahatan ini

diartikan sebagai tingkah laku yang mendukung norma-norma yang sudah

berkembang didalam masyarakat.

2) Semua tingkah laku itu dipelajari dan mengganti istilah social

disorganization dengan differential social organization. Terdapat sembilan (9)

proposisi mengenai hal ini, yaitu :

a. Tingkah laku kriminal dipelajari

b. Dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui

proses komunikasi.

c. Bagian penting dari mempelajari tingkah laku kriminal terjadi

dalam keluarga yang intim.

d. Mempelajari tingkah laku kriminal termasuk didalamnya tehnik

melakukan kejahatan dan motivasi/ dorongan atau alasan pembenar.

e. Dorongan tertentu dipelajari melalui penghayatan atas peraturan

perundangan disukai atau tidak disukai.

f. Seseorang menjadi deliquent karena penghayatannya terhadap

peraturan perundangan lebih suka melanggar daripada menaatinya.

g. Assosiasi differential ini bervariasi, tergantung dari frekuensi,

duration, priority dan intensity.

h. Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui pergaulan

dengan pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang

berlaku dalam setiap proses belajar.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

16

Page 17: CIC Kriminologi (sari kuliah)

i. Sekalipun tingkah laku kriminal merupakan pencerminan dari kebutuhan-

kebutuhan umum dan nilai-nilai tadi, oleh karena tingkah laku non-kriminal pun

merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai-nilai yang sama.

Differential Association mengakui keberadaan pelbagai ragam

organisasi masyarakat yang terpisah masing-masing satu sama lain, dengan norma dan

nilainya sendiri dilain pihak. Differential Association hendak mencari dan menemukan

bagaimana nilai dan norma dimaksud dapat dikomunikasikan atau dialihkan dari

kelompok masyarakat yang satu kepada yang lainnya.

Kritik dan Pendapat Pakar Kriminologi terhadap teori Differential

Association.

Matza

Differential Association, kurang peka terhadap pembaharuan pemikiran dan

kemasyarakatan, yaitu antara pelaku penyimpangan tingkah laku (deviant) dan

dunia yang konvensional. Differential Association mengabaikan apa yang menjadi

arti dan tujuan hidup manusia. Pelaku kejahatan dipandang sebagai pelaku pasif

dalam menghadapi pola tingkah laku kriminal dan non kriminal.

Box

Differential Association merupakan peletak dasar bagi teori tentang pola hubungan

antara tingkah laku manusia.

“The two realy major principles in Sutherlands formulations are ambigue. And

have led to differential interpretation of their meaning by disciples and critics”

Netler

Judul istilah Differential Association adalah menyesatkan karena itu akan

menunjuk kepada suatu hubungan pergaulan antar individu, sebagaimana halnya

teori bad companion yang menghasilkan kejahatan.

Clinard

Teori tersebut tidak dapat menjelaskan secara memadai semua kasus pelanggaran

hukum terutama terhadap transaksi yang terjadi dipasaran gelap, dan tidak dapat

diperlakukan secara tepat terhadap adanya perbuatan-perbuatan individual

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

17

Page 18: CIC Kriminologi (sari kuliah)

sepanjang yang menyangkut masalah pentaatan terhadap UU dalam kaitan dengan

dunia perdagangan pentingnya certain personality traits dari seorang individu.

Cullen

Hanya semata-mata mengetengahkan eksistensi dan transisi budaya kriminal,

sedangkan ia mengabaikan masalah asal usul budaya dimaksud.

Kesalahan Redaksional Dalam Teori Differential Association

1. Menurut Vold = tidak setiap orang

yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru atau memilih atau mengakui

pola-pola kriminal.

2. Teori ini mengatakan seseorang

menjadi penjahat karena adanya suatu pergaulan yang terlalu sering dengan para

penjahat.

Padahal seseorang dapat mempelajari kriminal dari bukan penjahat dan seseorang

dapat belajar tentang pola tingkah laku anti kriminal dari seorang penjahat besar

dan profesional.

3. Tidak jelas apa atau siapa yang

dimaksud mengenai “sistematic behavior”

4. Tidak menjelaskan mengapa

seseorang mempunyai hubungan sedemikian atau lebih suka melanggar daripada

menaati UU.

Lima (5) kritikan untuk teori Differential Association

1. Tidak dapat menjelaskan pola tingkah laku kriminal -> tidak didasarkan pada suatu

penelitian.

2. Tidak mempertimbangkan faktor kepribadian atau variabel psikologis dalam

tingkah laku kriminal.

3. Menekankan pesan-pesan sebagai suatu proses sosial tetapi mengurangi nilai atau

arti dari proses penerimaan tiap individu.

4. Perbandingan pola tingkah laku yang dipergunakan untuk menjelaskan kejahatan

tidak dapat ditentukan dengan setepat-tepatnya dalam beberapa kasus tertentu.

5. Terlalu menyederhanakan proses seseorang menjadi penjahat.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

18

Page 19: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

19

Page 20: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Teori Anomi

Telah terjadi perubahan besar dalam struktur masyarakat sebagai akibat dari depresi

yang terjadi didunia khususnya Eropa pada tahun 1930-an tradisi telah menghilang

dan telah terjadi “deregulasi” didalam masyarakat. Keadaan ini dinamakan sebagai

“Anomi” oleh Durkheim.

Terdapat hubungan erat antara struktur masyarakat dengan penyimpangan tingkah

laku (deviant behavior) individu.

Merton

Kesenjangan antara cara (means) dan tujuan antara atau cita-cita (goals) sebagai hasil

kondisi masyarakat sehingga penyimpangan tingkah laku di Amerika atau deviant

merupakan gejala dari suatu struktur masyarakat dimana aspirasi budaya yang sudah

terbentuk terpisah dari sarana yang tersedia di masyarakat.

Sehingga penyimpangan tingkah laku atau deviance merupakan gejala dari suatu

struktur masyarakat dimana aspirasi budaya yang sah terpisah dari sarana yang

tersedia di masyarakat.

Riset Durkheim tentang “suicide” (1897) atau bunuh diri dilandaskan pada asumsi

bahwa rata-rata bunuh diri yang terjadi di masyarakat yang merupakan tindakan akhir

adalah suatu Anomi, bervariasi atas dua (2) keadaan, yaitu sosial integration dan

social regulation.

Konsep anomi yang diterjemahkan sebagai “normlessness”. Beberapa pakar

mengatakan bahwa lebih tepat diterjemahkan sebagai “deregulation”. Sekalipun

kedua terjemahan diatas tampaknya begitu sama, namun terdapat perbedaan penting.

“normlessness” menunjukkan kepada “total absence of norms”.

“deregulation” menunjukkan kepada “inability of norms to control or regulate

behavior”.

Sebaiknya anomi tidak dikacaukan dengan istilah anomia, yang menunjuk kepada

suatu keadaan psikologis seseorang, bukan mengenai kondisi sosial.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

20

Page 21: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Social conditions High Low

Soc. Integration Altruisme Egoism

Soc. Regulation Fatalism Anomi

Hipotesa Durkheim tentang “suicide” (bunuh diri)

(i) Deregulasi kebutuhan atau anomi

(ii) Regulasi yang keterlaluan atau egoisme

(iii) Kurangnya integrasi struktural atau egoisme

(iv) Proses sosialisasi dari seorang individu kepada suatu nilai budaya “altruistic”

yang mendorong yang bersangkutan untuk melaksanakan bunuh diri. Teori Key

ini tidak termasuk Teori Stress.

Konsep Durkheim ini lebih lanjut berguna untuk menjelaskan penyimpangan tingkah

laku yang disebabkan karena kondisi ekonomi di dalam masyarakat.

Dikembangkan lebih lanjut oleh Merton terhadap tingkah laku di Amerika, dimana di

USA masyarakatnya sudah melembaga suatu cita-cita (goals) untuk mengejar sukses

semaksimal mungkin, dan pada umumnya diukur harta kekayaan yang dimiliki

seseorang. Untuk mencapai sukses dimaksud masyarakat sudah menetapkan cara-cara

(means) tertentu yang diakui dan dibenarkan yang harus ditempuh seseorang. Namun

dalam kenyataannya tidak semua orang dapat mencapai cita-cita dimaksud melalui

cara yang melanggar UU (Illegitimate means).

Individu dalam keadaan masyarakat yang anomistis selalu dihadapkan kepada adanya

tekanan (Psikologis) atau strain karena ketidakmampuannya untuk mengadaptasi

aspirasi sebaik-baiknya walaupun dalam kesempatan yang sangat terbatas.

Merton mencoba mengemukakan dalam bukunya “Social Structure and Anomi”,

bagaimana struktur masyarakat mengakibatkan tekanan yang begitu kuat pada diri

seseorang di dalam masyarakat sehingga ia melibatkan dirinya kedalam tingkah laku

yang bertentangan dengan UU.

Lima (5) cara adaptasi yang dilakukan terhadap kondisi “strain” (tekanan) yaitu

sebagai berikut :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

21

Page 22: CIC Kriminologi (sari kuliah)

a. Conforming = penyesuaian diri

b. Innovation = perubahan

c. Ritualism = ritual

d. Retreatism = mengasingkan

e. Rebellion = pemberontakan

Kritik atas teori ini yaitu :

Teori ini beranggapan bahwa di setiap masyarakat terdapat nilai-nilai dan norma-

norma yang dominan yang diterima sebagian besar masyarakatnya. Namun teori

ini tidak menjelaskan secara memadai mengapa hanya individu tertentu dari

golongan masyarakat yang melakukan penyimpangan-penyimpangan (Traub &

Litle : 1975)

Analisis Merton sama sekali tidak mempertimbangkan aspek-aspek interaksi

pribadi untuk menjadi deviant dan juga tidak memperhatikan hubungan erat

antara kekuatan sosial dengan kecenderungan bahwa seseorang akan secara

formal memperoleh cap sebagai deviant (Traub & Litle : 1975)

Cohen (1955)

Analisis Merton tidak dapat menjelaskan secara memadai kegiatan – kegiatan

anak-anak dan remaja delinkuen. Disamping mereka melibatkan diri mereka

kedalam cara-cara yang ilegal untuk memperoleh sukses, juga mereka melakukan

tindakan yang bersifat “non utilitarian”, kejam dan negatif.

Cullen (1983)

(i) Durkheim tidak secara jelas merinci sifat dari keadaan sosial yang sedang

terjadi.

(ii) Durkheim tidak konsisten dalam menjelaskan bagaimana “currents anomy”

menyebabkan bunuh diri.

Current anomy keadaan masyarakat yang sedang berlangsung pada saat itu,

atau sering disebut “social currents”

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

22

Page 23: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Bahkan apa yang dimaksud dengan “currents anomy” atau “social currents”

dimaksud economy anomy. Tidak hanya economy anomy yang menghasilkan

bunuh diri akan tetapi juga “conjugal anomy” seperti hidup sendirian, dalam

status perkawinan, perceraian, dan menjanda.

(iii) Durkheim tidak berhasil membahas bagaimana kondisi sosial dapat

membentuk penyimpangan tingkah laku masyarakat.

Cloward & Ohlin (1959) Differential Opportunity

Sesungguhnya terdapat cara-cara untuk mencapai sukses yaitu cara yang disebut

dengan legitimate dan illegitimate, sedangkan Merton hanya mengakui yang

pertama.

Proses pembentukan sub kultur kriminal :

Apabila masyarakat sangat integrative, remaja delinkuen merupakan kader-kader

penjahat profesional dan sekaligus merupakan partner dari penjahat dewasa.

Sehingga menurut Cloward dan Ohlin dalam masyarakat tersebut akan tumbuh

dengan subur apa yang disebut sub cultur criminal. Atau sebaliknya jika

masyarakat tidak bersifat integrative maka akan terdapat pertentangan antara

kultur kriminal dan kultur non kriminal sehingga akan tampak keadaan yang

disebut konflik sub kultur.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

23

Page 24: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Teori Kontrol Sosial Dan Containment

Pengertian “Teori Kontrol Sosial” menunjuk kepada pembahasan delikuensi dan

kejahatan dikaitkan dengan variabel yang bersifat sosiologis antara lain struktur

keluarga, pendidikan, kelompok dominan.

Pemunculan Teori Kontrol Sosial diakibatkan oleh tiga (3) ragam perkembangan

dalam kriminologi, yaitu :

1. Reaksi terhadap orientasi labeling dan konflik kembali kepada

penyelidikan tentang tingkah laku kriminal.

2. Munculnya studi tentang “criminal justice” sebagai ilmu baru

telah memberi pengaruh terhadap kriminologi menjadi lebih pragmatis dan

berorientasi pada sistem.

3. Teori Kontrol Sosial telah dikaitkan dengan suatu tehnik riset

baru khususnya bagi tingkah laku anak/ remaja.

Reis

Tiga (3) komponen dari kriminal sosial dalam menjelaskan kenakalan anak/ remaja :

1. Kurangnya kontrol internal yang wajar selama anak-anak.

2. Hilangnya kontrol sosial tersebut.

3. Tidak adanya norma sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud (di

sekolah, orangtua, atau lingkungan dekat).

Dua (2) macam kontrol : - personal control

- social control

* Personal control/ internal control : kemampuan seseorang untuk menahan diri

untuk tidak mencapai kebutuhannya dengan melanggar norma-norma yang

berlaku di masyarakat.

* Social Control : kemampuan keluarga sosial atau lembaga-lembaga masyarakat

untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan menjadi efektif.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

24

Page 25: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Walter Reckless (1961) dengan bantuan Simon Dinitz containment theory

(penataan), yang berbicara mengenai kenakalan remaja merupakan hasil akibat dari

interrelasi antara dua (2) bentuk kontrol yaitu kontrol eksternal dan internal.

Ivan F. Nye (1968)

Teori social control merupakan penjelasan yang kasuistis. Nye tidak menolak adanya

unsur-unsur psikologis, disamping unsur-unsur sub-kultur dalam proses terjadinya

kejahatan. Menurut Nye, sebagian kasus dilikuensi disebabkan hubungan antara hasil

proses belajar dan kontrol sosial yang tidak efektif.

Reckless

Containment internal dan eksternal memiliki posisi netral, berada diantara tekanan

sosial (social pressure) dan tarikan sosial (social pulls) lingkungan dan dorongan

dalam individu.

Matza & Gresham Sykes (1957) – kritik untuk teori sub kultur dari Cohen.

Kenakalan remaja sekalipun dilakukan oleh mereka dari strata sosial rendah, terikat

pada sistem-sistem nilai dominan dalam masyarakat (technique of neuralization).

Tehnik tersebut telah memberikan kesempatan bagi seorang individu untuk

melonggarkan keterikatannya pada sistem yang dominan sehingga ia merasakan

kebebasan untuk melakukan kenakalan.

Lima (5) teknik netralisasi, yaitu :

i) denial of responsibility (menolak untuk tanggung jawab)

ii) denial of injury (menolak untuk diperlakukan tidak adil)

iii) Denial of the victim (menolak diperlakukan sebagai korban)

iv) Cendemnation of the condernners

v) Appeal to higher loyalities

Ad. I. Menunjuk pada suatu anggapan dikalangan remaja nakal yang mengatakan bahwa

dirinya merupakan korban dari orang tua yang tidak menghasilkan lingkungan

pergaulan buruk atau berasal dari tempat kumuh.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

25

Page 26: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Ad II. Menunjuk pada suatu alasan dikalangan remaja delinkuen bahwa tingkah laku

mereka sesungguhnya tidak merupakan suatu bahaya yang besar atau berarti.

Ad III. Menunjuk pada suatu keyakinan diri pada remaja nakal, bahwa mereka adalah

pahlawan sedangkan korban justru dipandang sebagai mereka yang melakukan

kejahatan.

Ad IV. Menunjuk pada suatu anggapan bahwa polisi sebagai hipokrit. Sebagai pelaku

yang melakukan kesalahan atau memiliki perasaan tidak senang kepada mereka.

Pengaruh teknik ini adalah mengubah subyek menjadi pusat perhatian, berpaling

dari perbuatan-perbuatan kejahatan yang telah dilakukannya.

Ad V. Anggapan bahwa mereka terperangkap diantara tuntutan masyarakat, hukum dan

kehendak kelompok mereka.

Matza

Kelima teknik itu disebut bond to moral order. Mengakibatkan seseorang terjerumus

dalam keadaan tidak menentu akan tujuan. Dalam keadaan demikian, seseorang akan

dipengaruhi oleh suatu keadaan dimana kenakalan atau penyimpangan tingkah laku

merupakan suatu yang diperbolehkan. Terjadinya penyimpangan tingkah laku atau

kejahatan, sesungguhnya tergantung kepada kehendak untuk melakukan sesuatu, yang

meliputi dua kondisi :

1. Preparation, mendorong

dilakukannya pergaulan dalam penyimpangan tingkah laku.

2. Desperation, memperkuat

pembentukan tingkah laku yang baru.

Travis Hirchi (1969) – (social bond) ikatan sosial

Tingkah laku seseorang mencerminkan pelbagai ragam pandangan tentang kesusilaan.

Seseorang bebas untuk melakukan kejahatan atau penyimpangan-penyimpangan

tingkah lakunya. Hirschi menggunakan teknik netralisasi untuk menjelaskan tingkah

laku masyarakat. Tingkah laku tersebut diakibatkan oleh tidak adanya keterikatan atau

kurangnya keterikatan (moral) pelaku terhadap masyarakat.

Unsur social bond :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

26

Page 27: CIC Kriminologi (sari kuliah)

1. Attachment : keterikatan seseorang pada orang lain (orang tua) atau lembaga

(sekolah) dapat mencegah atau menghambat yang bersangkutan

untuk melakukan kejahatan.

2. Involvement : Frekuensi kegiatan seseorang akan memperkecil kecenderungan

yang bersangkutan untuk terlibat dalam kejahatan.

3. Commitment : Investasi seseorang dalam masyarakat, dalam bentuk

pendidikan, reputasi yang baik, kemajuan dalam wiraswasta.

4. Belief : Mewujudkan pengakuan seseorang akan norma-norma yang

baik dan adil dalam masyarakat.

Dasar pandangan Hirschi yaitu :

- Tingkah laku seseorang mencerminkan keragaman pandangan

tentang kesusilaan.

- Seseorang bebas untuk melakukan kejahatan / penyimpangan

tingkah laku.

- Penyimpangan karena kurangnya pelaku terhadap masyarakat.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

27

Page 28: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Teori Labeling

Tanenboum

Kejahatan tidaklah sepenuhnya hasil dari kekurangmampuan seseorang untuk

menyesuaikan dirinya dengan keluarga, akan tetapi pada kenyataannya ia telah dipaksa

untuk menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya.

Dua (2) macam Labeling, yaitu :

1. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label ?

2. Efek labeling terhadap penyimpangan berikutnya !

Ad 1 Labeling sebagai dependent variable (tidak bebas), keberadaannya memerlukan

penjelasan sebagai akibat dari reaksi masyarakat.

Ad 2 Bagaimana labelling mempengaruhi seseorang yang terkena label/ cap.

Variabel yang independent ada dua proses bagaimana labelling mempengaruhi

seseorang yang terkena label/ cap untuk melaksanakan penyimpangan tingkah

lakunya.

1. Cap/ label tersebut menarik perhatian pengamat dan mengakibatkan pengamat

selalu memperhatikannya dan kemudian seterusnya cap/ label tersebut melekat

pada orang itu.

2. Label/ cap tersebut sudah diadopsi oleh seseorang dan membawa pengaruh pada

dirinya, sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana cap/ label itu

diberikan padanya oleh si pengamat.

Schrag (1971)

Asumsi dasar teori labelling :

- Tidak ada satu perbuatan terjadi dengan sendirinya bersifat kriminal.

- Rumusan atau batasan tentang kejahatan dan penjahat dipaksakan sesuai dengan

kepentingan mereka yang memiliki kekuasan.

- Seseorang menjadi penjahat bukan karena ia melanggar UU, melainkan karena

ditetapkan oleh penguasa.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

28

Page 29: CIC Kriminologi (sari kuliah)

- Sehubungan dengan kenyataan bahwa setiap orang dapat berbuat baik dan tidak

baik, tidak berarti bahwa mereka dapat dikelompokkan menjadi dua (2) bagian,

yaitu kelompok kriminal dan non kriminal.

- Tindakan penangkapan merupakan awal dari proses labeling.

- Penangkapan dan pengambilan keputusan dalam sistem peradilan pidana adalah

fungsi dari pelaku penjahat sebagai lawan dari karakteristik pelanggarannya.

- Usia, tingkat sosial ekonomi, dan ras merupakan karakteristik umum pelaku

kejahatan dan menimbulkan perbuatan pengambilan keputusan dalam sistem

peradilan pidana.

- Sistem peradilan pidana dibentuk berdasarkan perspektif kehendak bebas yang

memperkenankan penilaian dan penolakan terhadap mereka yang dipandang

sebagai penjahat.

- Labelling merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra

sebagai deviant dan sub-cultur serta menghasilkan “rejection of the rejector”.

Dua (2) konsep penting dalam teori labelling

- Primary deviance kepada penyimpangan perbuatan tingkah

laku awal.

- Secondary deviance dengan reorganisasi psikologis dari

pengalaman seseorang sebagai akibat dari penangkapan dan cap sebagai penjahat.

Kritik terhadap kritik ini yaitu :

1. Terlalu bersifat deterministik dan menolak

pertanggungjawaban individual. Penjahat bukanlah robot yang pasif dari reaksi

masyarakat.

2. Masih ada penyimpangan tingkah laku lainnya yang sudah

secara intrinsic merupakan kejahatan, seperti memperkosa seorang perempuan,

membunuh, dll. Sehingga teori ini tidak berlaku pada semua jenis kejahatan.

3. Jika kejahatan hanya merupakan persoalan reaksi

masyarakat. Maka bagaimana dengan bentuk penyimpangan tingkah laku yang

tidak tampak atau tidak terungkap pelakunya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

29

Page 30: CIC Kriminologi (sari kuliah)

4. Teori ini mengabaikan faktor penyebab awal dari munculnya

penyimpangan tingkah laku.

5. Teori labelling selalu beranggapan bahwa setiap orang

melakukan kejahatan dan tampak bahwa argumentasinya adalah cap yang

dilekatkan secara random. Kenyataan bahwa hanya kejahatan yang sangat serius

memperoleh reaksi masyarakat atau cap.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

30

Page 31: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Teori Paradigma Studi Kejahatan

Simmeca & Lee

Tiga (3) perspektif tentang hubungan antara hukum dan organisasi kemasyarakatan,

yaitu :

- Perspektif consensus (conservative)

- Perspektif pluralist (liberal)

- Perspektif conflict (radical)

Paradigma tentang studi kejahatan

- Paradigma positivis

- Paradigma Interaksionis

- Paradigma sosialis

Model Konsensus

Berasal dari kesepakatan umum masyarakat

Prinsip-prinsipnya yaitu bahwa :

1) Hukum merupakan pencerminan dari kehendak

masyarakat banyak.

2) Hukum melayani semua orang tanpa kecuali atau

secara negatif dapat dikatakan bahwa hukum tidak membeda-bedakan

seseorang atas dasar ras, agama dan suku bangsa.

3) Mereka yang melanggar hukum mencerminkan

keunikan-keunikan atau merupakan kelompok yang unik.

Praduga yang melandasi model ini :

(i) Masyarakat merupakan suatu

struktur yang relatif stabil.

(ii) Masyarakat telah terintegrasi

secara baik.

(iii) Suatu infrastruktur sosial

dilandaskan pada kesepakatan atas nilai-nilai.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

31

Page 32: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Prinsip-prinsip yang dianut oleh perspektif konsensus

memiliki dampak terhadap paradigma positivis dari studi kejahatan. Positivis

menekankan pada determinisme dimana tingkah laku seseorang disebabkan oleh

hasil hubungan erat antara sebab-akibat antara individu yang bersangkutan dengan

lingkungannya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

32

Page 33: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Paradigma Positivis

Prinsip-prinsip paradigma positivis :

1. Tingkah laku manusia merupakan hasil dari hukum sebab akibat.

2. Hubungan sebab akibat tersebut dapat diketahui (melalui metode ilmiah) .

3. Penjahat mewakili suatu hubungan sebab akibat yang unik.

4. Jika hubungan sebab akibat ini dapat diketahui (melalui metode ilmiah) maka

tingkah laku kriminal dapat diprediksi dan diawasi dan penjahat itu dapat

dibina.

Jadi kaitan antara perspektif consensus dengan paradigma studi kejahatan

terletak pada pengakuan tentang keunikan (hubungan sebab akibat)

Model Pluralis

Prinsip – prinsipnya yaitu :

1. masyarakat terdiri dari pelbagai ragam kelompok

2. Dalam kelompok-kelompok terjadilah perbedaan, bahkan pertentangan

mengenai yang disebut benar atau salah.

3. Terdapat kesepakatan tentang mekanisme penyelesaian sengketa.

4. Sistem hukum berpihak pada kesejahteraan terbesar masyarakat.

5. Sistem hukum memiliki sifat bebas nilai.

Pengaruh model perspektif pluralis terhadap paradigma interaksionis

terdapat pada pengakuannya tentang kemajemukan kondisi yang tumbuh dalam

masyarakat. Pengaruh dimaksud kemudian menimbulkan pentingnya peran

labelling pada penganut paradigma interaksionis, sebagai berikut :

- Kejahatan bukanlah terletak pada tingkah lakunya, melainkan

pada reaksi yang muncul terhadapnya.

- Reaksi terhadap penjahat akan menghasilkan cap sebagai

penjahat.

- Seseorang yang dicap sebagai penjahat dengan sendirinya

termasuk kelompok penjahat.

- Seseorang yang dicap sebagai penjahat melalui proses interaksi.

- Terdapat kecenderungan bagi seseorang yang dicap sebagai

penjahat akan mengidentifikasi dirinya sebagai penjahat.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

33

Page 34: CIC Kriminologi (sari kuliah)

Model Konflik

Asumsi-asumsinya :

1. Pada setiap tingkatan, masyarakat yang cenderung

melakukan perubahan.

2. Pada setiap kesempatan, dalam masyarakat sering terjadi

konflik.

3. Setiap unsur dalam masyarakat mendukung kearah

perubahan.

4. Kehidupan masyarakat ditandai pula oleh adanya paksaan/

coercion antara keluarga yang satu atas keluarga yang lain.

Prinsip-prinsip / landasan :

1. Masyarakat terdiri dari keluarga yang berbeda.

2. Terjadi perbedaan penilaian dalam keluarga tersebut tentang baik dan buruk.

3. Konflik antara kelompok-kelompok tersebut mencerminkan kekuasan politik.

4. Hukum disusun untuk kepentingan mereka yang memiliki kekuasan politik.

5. Kepentingan utama dari pemegang kekuasan politik untuk menegakkan hukum

adalah menjaga dan memelihara kekuasaannya.

Persamaan Perspektif konflik dan pluralis

Pengakuan keduanya tentang adanya pelbagai keluarga dalam masyarakat dengan

berbagai ragam pandangan tentang baik dan buruk.

Perbedaan Perspektif konflik dan pluralis dilihat dari upaya

penyelesaiannya, yaitu :

Model Pluralis, konflik kepentingan diselesaikan melalui kesepakatan, sedangkan

model konflik tidak yakin bahwa konflik kepentingan dapat diselesaikan. Menurut

model ini, model konflik tidak ada penyelesaian, yang ada hanyalah paksaan dari

pemegang kekuasaan politik kepada keluarga yang tidak berdaya.

Prinsip-prinsip model konflik terhadap paradigma studi kejahatan :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

34

Page 35: CIC Kriminologi (sari kuliah)

1. Negara kapitalis muncul untuk memelihara kepentingan pemegang dominasi

ekonomi, seperti Amerika Serikat.

2. Kepentingan utama dari kaum kapitalis adalah memelihara orde ekonomi dan

tertib sosial yang mendukung kekuasaan.

3. Tujuan utama dari hukum pidana adalah menjaga tertib ekonomi dan tertib

masyarakat yang menguntungkan kepada pemegang kekuasan melalui kriminalisasi

tingkah laku yang mengancam tertib diatas.

4. Tingkah laku yang mengancam tata tertib diatas diawasi melalui pengawasan

yang dilakukan oleh mereka yang menjadi alat pemegang kekuasaan politik.

5. Negara kapitalis menghendaki agar kelas masyarakat yang tidak diuntungkan

diawasi melalui kekerasan atau paksaan yang tercermin dalam sistem hukumnya.

6. Masalah kejahatan di negara kapitalis hanya dapat diselesaikan melalui

pembentukan suatu masyarakat baru berlandaskan prinsip-prinsip sosialis.

Analisis Studi Kejahatan Yang Mendukung Pembaharuan Hukum Pidana

(Romli Atmasasmita)

1. Pembaharuan hukum pidana tidaklah dapat terjadi tanpa adanya perubahan

pandangan masyarakat tentang penilaian suatu tingkah laku.

2. Perubahan penilaian atas suatu tingkah laku dimaksud tidaklah terlepas dari

dukungan sosial-budaya dimana masyarakat tumbuh.

3. Paradigma studi kejahatan yang mempergunakan model consensus – pertumbuhan

dan pembaharuan hukum pidana yang lebih mementingkan perorangan atau

keluarga tertentu.

Tujuan Pidana => rehabilitasi atau reformasi pelaku kejahatan

Interaksionis => mementingkan masyarakat dibanding perseorangan

Tujuan Pidana => perlindungan masyarakat “detterance”, tidak mengakui

keunikan dalam tingkah laku manusia.

Kejahatan dipandang sebagai akibat logis dari proses interaksi antar pelaku

kejahatan dengan lingkungannya. Keunikan terletak pada kualitas reaksi

lingkungan terhadap tingkah laku yang bersangkutan.

4. Paradigma studi kejahatan diatas dapat mempengaruhi bentuk dan sifat

perkembangan hukum pidana yang akan dihasilkannya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

35

Page 36: CIC Kriminologi (sari kuliah)

5. Kedua model paradigma diatas bersumber pada aliran klasik.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

36

Page 37: CIC Kriminologi (sari kuliah)

DAFTAR BACAAN DAN LITERATUR

1. E. Sutherland D. Cressey, “Principle of Criminology”

2. Hoefnogles, “The Other Side Criminology”

3. F. Wiliam & Mc. Shane, “Criminology Theory”

4. Braithwaithe, “Crime, Shame, & Integration

5. Soerjono Soekanto, “Kriminologi suatu pengantar”

6. J. E. Sahetapy & Meodjono, “Paradoks kriminologi”

7. J. E. Sahetapy, “Kejahatan Kekerasan”

8. Romli Atamasasmita, “Bunga Rampai Kriminologi”

9. Romli Atamasasmita, “Teori & Kapita Selekta Kriminologi”

10. W. A. Bonger, “Pengantar Kriminologi”

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005Campus in Compact – Kriminologi

37