Cibatu

4
Cibatu. Dari arah Leuwigoong kita lanjut lagi untuk mencari Stasiun Cibatu. Ini salah satu perjalanan mencari objek paling menegangkan bagi saya. Karena bang Ridwan sudah agak lupa dengan arahnya, kami pun menyempatkan diri bertanya. Ternyata tidak jauh katanya. Setelah lihat kantor polisi, belok kiri disana. Oke. Kita pun bergerak lagi kearah yang dituju. Dan melihat sebuah plang khas : Kantor Polisi Cibatu. Aha!. Tapi “Aha!” pun berubah menjadi “Haaahh!??” ketika saya melihat si kantor polisi yang dimaksud. Gila! Bangunannya jadul amat!. Dan ketika terus melaju, kami pun melihat sekitar 10 lebih rumah yang berperawakan serupa. Rupanya bekas kompleks perusahaan kereta. Beuh. Pantas. Nanti deh kita buru fotonya, sekarang ke target utama, Stasiun Cibatu di ujung jalan kecil ini!. Kalau mendengar sejarahnya, panjang sekali perjalanan Stasiun Cibatu hingga hari ini. didirikan pada tahun 1889 oleh Staatsspoorwegen, maskapai kereta api milik Pemerintah Belanda setelah diresmikannya jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Cicalengka dengan Cilacap. Sebelumnya hingga tahun 1888, jalur Batavia berhenti di Tjitjalengka (Cicalengka), sedangkan di Jawa Tengah, bermula dari Samarang (Semarang), berhenti hingga Tjilatjap (Cilacap). Wah keren juga ya sejarahnya. Belum lagi Cici juga menemukan sebuah relief pada salah satu tiang stasiun yang menunjukkan angka tahun pembuatan tiang, yaitu 1889.Bahkan Pada tahun 1926 keramaian Stasiun ini tambah dengan dibukanya jalur Cibatu-Cikajang yang melewati rute dengan ketinggian daerah tertinggi di Pulau Jawa (lebih dari 1200 meter dpl). Rute ini terkenal dengan keindahan pemandangan kontur berbukit yang ditawarkan. Stasiun ini pun beranjak menjadi primadona seiring dengan makin tersohornya Garut sebagai daerah tujuan wisata dengan julukan heboh : Swiss van Java. Cibatu menjadi tempat tibanya para pelancong dari seantero nusantara, bahkan banyak pula dari mancanegara. Tamu- tamu istimewa stasiun ini antara lain sang superstar Charlie Chaplin, yang datang berkunjung ke Garut bersama aktris Mary Pickford tahun 1926. Juga tercatat Georges Clemenceau, penulis politik terkemuka Perancis yang juga pernah menjabat Perdana Menteri.

Transcript of Cibatu

Page 1: Cibatu

Cibatu.

Dari arah Leuwigoong kita lanjut lagi untuk mencari Stasiun Cibatu. Ini salah satu perjalanan mencari objek paling menegangkan bagi saya. Karena bang Ridwan sudah agak lupa dengan arahnya, kami pun menyempatkan diri bertanya. Ternyata tidak jauh katanya. Setelah lihat kantor polisi, belok kiri disana. Oke.

Kita pun bergerak lagi kearah yang dituju. Dan melihat sebuah plang khas : Kantor Polisi Cibatu. Aha!. Tapi “Aha!” pun berubah menjadi “Haaahh!??” ketika saya melihat si kantor polisi yang dimaksud. Gila! Bangunannya jadul amat!. Dan ketika terus melaju, kami pun melihat sekitar 10 lebih rumah yang berperawakan serupa. Rupanya bekas kompleks perusahaan kereta. Beuh. Pantas. Nanti deh kita buru fotonya, sekarang ke target utama, Stasiun Cibatu di ujung jalan kecil ini!.

Kalau mendengar sejarahnya, panjang sekali perjalanan Stasiun Cibatu hingga hari ini. didirikan pada tahun 1889 oleh Staatsspoorwegen, maskapai kereta api milik Pemerintah Belanda setelah diresmikannya jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Cicalengka dengan Cilacap. Sebelumnya hingga tahun 1888, jalur Batavia berhenti di Tjitjalengka (Cicalengka), sedangkan di Jawa Tengah, bermula dari Samarang (Semarang), berhenti hingga Tjilatjap (Cilacap). Wah keren juga ya sejarahnya. Belum lagi Cici juga menemukan sebuah relief pada salah satu tiang stasiun yang menunjukkan angka tahun pembuatan tiang, yaitu 1889.Bahkan Pada tahun 1926 keramaian Stasiun ini tambah dengan dibukanya jalur Cibatu-Cikajang yang melewati rute dengan ketinggian daerah tertinggi di Pulau Jawa (lebih dari 1200 meter dpl). Rute ini terkenal dengan keindahan pemandangan kontur berbukit yang ditawarkan.

Stasiun ini pun beranjak menjadi primadona seiring dengan makin tersohornya Garut sebagai daerah tujuan wisata dengan julukan heboh : Swiss van Java. Cibatu menjadi tempat tibanya para pelancong dari seantero nusantara, bahkan banyak pula dari mancanegara. Tamu-tamu istimewa stasiun ini antara lain sang superstar Charlie Chaplin, yang datang berkunjung ke Garut bersama aktris Mary Pickford tahun 1926. Juga tercatat Georges Clemenceau, penulis politik terkemuka Perancis yang juga pernah menjabat Perdana Menteri.

Ketika pariwisata Garut mencapai puncaknya pada rentang tahun 1935-1940, hotel-hotel di Garut tentunya makin giat untuk melayani tamu-tamu elit ini. Hampir setiap hari di halaman parker Stasiun Cibatu berjejer taksi dan limosin-limosin mewah untuk menjemput para jetset traveler pelanggan mereka. Hotel-hotel terkenal itu antara lain Hotel Papandayan, Villa Dolce, Hotel Belvedere, Hotel Van Hengel, Hotel Bagendit, Villa Pautine, dan Hotel Grand Ngamplang (yang akan kami kunjungi nanti).

Namun sekarang mungkin kondisinya agak kontras. Stasiun Cibatu sekarang tidak lagi menjadi primadona turisme, begitu juga Garut. Kini CIbatu hanya Nampak seperti stasiun kecil biasa yang hanya ramai pada waktu kedatangan kereta yang hanya beberapa kali sehari.

Tapi bukan kita namanya kalau tidak bisa mengungkap sisi menarik dari stasiun ini. Kami pun segera masuk (tanpa bayar peron, makasih ya akang petugas), dan menyebar demi mengungkap kecantikan La Vecchia Signora ini. Candra Nampak asik berbincang dengan petugas dan beberapa orang tua di pintu stasiun. Saya bersama Nara, Akbar, Ratri, Cunda dan Ajeng menyasar sayap timur stasiun,

Page 2: Cibatu

memotret sebuah eks penampungan air yang sekarang menjadi warung kecil. Sedangkan Cici dan Bang Ridwan lebih berkutat dengan detil di sisi barat.

Ketika bertemu lagi di tengah, kita pun berbagi info secara singkat, saya menemukan detil khas stasiun, yaitu rel yang masih tertera tahun pembuatan. Yes, rel yang tertua disini ada di jalur 1, buatan tahun 1920. Sedangkan di jalur paling luar ada yang buatan Amerika tahun 1951. Sedangkan Cici berhasil menemukan relief di tiang, tahun dan nama perusahaan produsen tiang. Detail sekali ya. Teman-teman lain datang dengan info tentang dipo lokomotif lama di ujung timur, menarik tp terlalu jauh untuk didatangi. Dan Candra datang membawa info tentang pemutar lokomotif!.

Ya, lokomotif pada masa itu memang belum seperti lokomotif sekarang yang bisa berjalan maju ataupun mundur. Dulu lokomotif harus diputar dengan putaran rel yang didorong oleh manusia!. Pemutar lokomotif yang sama pernah kami temukan waktu ngaleut! Ke Ciwidey.

Kami pun bergegas mendatangi tempat pemutar lokomotif itu, berburu gambar untuk dokumentasi. Agak seram juga, karena di bawahnya sudah menajdi rawa-rawa, saya sih takut ular, ato ternyata besi pijakan sudah terlalu berkarat untuk dipijak sehingga jeblos. Ah sudahlah, memang saya suka over paranoid hehe. Kami pun akhirnya foto keluarga di pemutar ini.

Setelah sempat menunggu kedatangan kereta (saya lupa jalur apa). Kami pun keluar untuk mengeksplorasi tempat-tempat di sekitar stasiun. Saya dan Candra sempat duduk-duduk dulu melepas lelah di bangku stasiun yang jadul (kata Bang Ridwan, namun saya nggak menemukan tonjolan relief tahun pembuatan di bangku-bangku besi tempa itu).

Setelah keluar, rombongan sudah menunggu di dekat mobil. Tapi dimana Bang Ridwan?. Rupanya abang kita yang satu itu sudah asyik menyusuri jalan, memotreti bangunan-bangunan rumah jadul eks pegawai SS. Aduuh. Kita pun menyusul naik mobil, menyusuri rumah-rumah seru itu, sambil memotreti lewat jendela mobil yang terbuka. Beberapa masih terdapat plakat pembangunannya hehe.

Di ujung jalan, setelah puas berburu, kok lapar ya. Akhirnya kita pun berhenti di depan Kantor Pos Cibatu (yang jadul juga) untuk makan bubur ayam. Rombongan pun langsung menghujani si Mang bubur dengan pesanannya masing-masing, ada yang ga pake anu, ga pake itu, pedes, ga pedes. Tapi saya mah lagi males makan, jadi lebih memilih untuk jalan-jalan sekitar situ. Tidak jauh dari Kantor Pos, setelah rel ada Pasar Cibatu, ah asik juga, tapi gak nemu tukang jajan yang aneh-aneh, akhirnya menyerah juga, beli batagor-batagoran, yang lebih banyak acinya.

Pas balik lagi ke tukang bubur, nunggu sebentar karena pesenannya si Mas Nara yang kelupaan sama si Mang (kurang amal tuh, hehe). Kita pun segera masuk ke mobil untuk caw!.

Sumber :

Vereeniging Toeristenverkeer, Batavia.1900. Java the Wonderland. Weltevreden (Batavia) Official Tourist Bureau.

Michael's Java Motor Touring Co. 1918. See Java : Garden of the East. J. M. Chs. Nijland. Soerabaya.

Page 3: Cibatu

Adhitiya Ramadhan. 2011. Jejak Charlie Chaplin di Stasiun Cibatu. Dimuat di KOMPAS.com 5 September 2010. Diakses 14 Maret 2011.

Haryoto Kunto. 2000. Seabad Grand Hotel Preanger. PT Aerowisata. Bandung