Christy's Diary

19
CHRISTY’S DIARY Pontianak, 27 Juli 2010 Minggu terakhir dibulan juli. Rasanya begitu cepat saja waktu berlalu tanpa aku bisa memaksanya berhenti, walau sehari saja. Otakku berkecamuk berbagai macam-macam fikiran yang menurut orang mungkin enteng (semua orang juga merasakan itu) tapi ini pertama kali bagiku. Dan aku tidak ingin menganggap sesuatu, walaupun begitu kecil, adalah sesuatu yang enteng. Seluruh hidupku adalah cerita. Cerita yang ingin aku buat begitu indah. Tapi apa daya yang bisa aku lakukan. Aku hanya jadi seorang gadis beranjak dewasa yang terkatung-katung dengan fikiran sendiri. Well, kalau kau mau berkenalan dengan aku. Namaku Christy. Sebut saja begitu kalau kau ingin lebih mempermudah cara memanggilku. Atau saat kau bercerita kepada orang-orang seberapa bodohnya aku yang menceritakan ini semua kepadamu. Tapi inilah aku, bodoh! Aku sekarang tengah kuliah di Universitas Tanjungpura. Sebuah Universitas Negeri yang terkenal dengan biayanya yang ter-murah seantero Indonesia. Tapi ini belum juga terbukti. Tak ada situs resmi oleh Dikti atau Depdiknas yang menerangkan itu. Sekarang, ya sekarang aku memang `masih` kuliah. Aku mahasiswa semester 8. Kalau kau ingat ini adalah bulan Juli, akhir dari semester delapan dan aku masih berstatus sebagai mahasiswa. Ya, inilah aku. Terkatung-katung disebuah jurusan yang dulunya aku anggap keren. Yang dulunya aku anggap `aku` termasuk kedalam sekumpulan orang cerdas tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan teknologi. Ya, aku sekarang `masih` tercatat sebagai mahasiswa Teknik Informatika Universitas Tanjungpura, dan sekarang aku sama sekali tidak menanggap aku `melek` teknologi setelah masuk ke jurusan ini (tapi aku tetap memanggap Teknik Informatika itu keren). Akhir bulan juli yang sangat memilukan buat aku. Disaat aku mengerjakan skripsi dan skripsi itu sudah aku anggap layak untuk disidangkan. Disaat itulah dosen pembimbing utamaku pergi mengunjungi keluarganya di Australia. Nasibku? Hanya bisa menunggu dia pulang. Padahal aku sudah kurang betah di kampus ini. Bukan hanya karena jurusanku yang ternyata tidak sesuai dengan kemampuanku ini. Tapi juga karena siatuasinya, suasananya dan aku ingin mengubah hidupku secara utuh. Tidak lagi bergelumut dengan orang-orang di kampus ini. Orang-orang yang sekarang aku anggap sebagai teman, teman yang baik. Tapi menurutku, demi mental dan masa depan yang cerah buat hidupku sendiri. Aku harus masuk ke dalam sebuah lingkungan baru. Orang-orang kampus ini. Hm, aku fikir kalimat ini kurang tepat. Yang lebih tepat adalah sekelompok orang. Atau lebih pas lagi seseorang. Seorang cowok. Aldi Nugraha. Ya, Aldilah orang yang membuat aku tidak betah berada di kampus ini. Aldilah yang membuat aku rela meninggalkan teman-temanku nantinya agar aku tidak mendengar lagi namanya. Agar aku tidak lagi mendengar beritanya. Agar aku tidak lagi berhubungan dengannya, walau secuil hembusan angin tentang dia aku tidak mau dengar. Karena aku tidak bisa, aku tidak bisa menghilangkan kekagumanku yang begitu besar kepadanya. Kekaguman yang terlalu berlebihan

Transcript of Christy's Diary

Page 1: Christy's Diary

CHRISTY’S DIARY Pontianak, 27 Juli 2010

Minggu terakhir dibulan juli. Rasanya begitu cepat saja waktu berlalu tanpa aku bisa memaksanya berhenti, walau sehari saja. Otakku berkecamuk berbagai macam-macam fikiran yang menurut orang mungkin enteng (semua orang juga merasakan itu) tapi ini pertama kali bagiku. Dan aku tidak ingin menganggap sesuatu, walaupun begitu kecil, adalah sesuatu yang enteng. Seluruh hidupku adalah cerita. Cerita yang ingin aku buat begitu indah. Tapi apa daya yang bisa aku lakukan. Aku hanya jadi seorang gadis beranjak dewasa yang terkatung-katung dengan fikiran sendiri.

Well, kalau kau mau berkenalan dengan aku. Namaku Christy. Sebut saja begitu kalau kau ingin lebih mempermudah cara memanggilku. Atau saat kau bercerita kepada orang-orang seberapa bodohnya aku yang menceritakan ini semua kepadamu. Tapi inilah aku, bodoh!

Aku sekarang tengah kuliah di Universitas Tanjungpura. Sebuah Universitas Negeri yang terkenal dengan biayanya yang ter-murah seantero Indonesia. Tapi ini belum juga terbukti. Tak ada situs resmi oleh Dikti atau Depdiknas yang menerangkan itu.

Sekarang, ya sekarang aku memang `masih` kuliah. Aku mahasiswa semester 8. Kalau kau ingat ini adalah bulan Juli, akhir dari semester delapan dan aku masih berstatus sebagai mahasiswa. Ya, inilah aku. Terkatung-katung disebuah jurusan yang dulunya aku anggap keren. Yang dulunya aku anggap `aku` termasuk kedalam sekumpulan orang cerdas tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan teknologi. Ya, aku sekarang `masih` tercatat sebagai mahasiswa Teknik Informatika Universitas Tanjungpura, dan sekarang aku sama sekali tidak menanggap aku `melek` teknologi setelah masuk ke jurusan ini (tapi aku tetap memanggap Teknik Informatika itu keren).

Akhir bulan juli yang sangat memilukan buat aku. Disaat aku mengerjakan skripsi dan skripsi itu sudah aku anggap layak untuk disidangkan. Disaat itulah dosen pembimbing utamaku pergi mengunjungi keluarganya di Australia. Nasibku? Hanya bisa menunggu dia pulang. Padahal aku sudah kurang betah di kampus ini.

Bukan hanya karena jurusanku yang ternyata tidak sesuai dengan kemampuanku ini. Tapi juga karena siatuasinya, suasananya dan aku ingin mengubah hidupku secara utuh. Tidak lagi bergelumut dengan orang-orang di kampus ini. Orang-orang yang sekarang aku anggap sebagai teman, teman yang baik. Tapi menurutku, demi mental dan masa depan yang cerah buat hidupku sendiri. Aku harus masuk ke dalam sebuah lingkungan baru.

Orang-orang kampus ini. Hm, aku fikir kalimat ini kurang tepat. Yang lebih tepat adalah sekelompok orang. Atau lebih pas lagi seseorang. Seorang cowok. Aldi Nugraha.

Ya, Aldilah orang yang membuat aku tidak betah berada di kampus ini. Aldilah yang membuat aku rela meninggalkan teman-temanku nantinya agar aku tidak mendengar lagi namanya. Agar aku tidak lagi mendengar beritanya. Agar aku tidak lagi berhubungan dengannya, walau secuil hembusan angin tentang dia aku tidak mau dengar. Karena aku tidak bisa, aku tidak bisa menghilangkan kekagumanku yang begitu besar kepadanya. Kekaguman yang terlalu berlebihan

Page 2: Christy's Diary

kepada seorang teman, teman baik, teman akrab, teman bermain, atau apalah itu namanya. Aku tidak bisa. Dan aku berfikir kalau aku jauh darinya, tidak pernah mendengar beritanya, tidak pernah mendengar namanya disebut, mungkin aku bisa hidup tenang. Mungkin aku bisa melupakannya. Mungkin aku bisa mulai melihat bahwa masih banyak cowok-cowok yang jauh lebih cakep, pintar dan tidak sesombong atau seangkuh dia. MUNGKIN.

Pontianak, 10 September 2006.

Ini adalah hari pertamaku kuliah di Teknik Informatika. Sebenarnya aku dan teman-temanku sudah melakukan ospek, yang kalau di sini disebut Pawang seminggu yang lalu. Tepatnya pada tanggal 3 September 2006, selama 3 hari. Kemudian dilanjutkan lagi malam minggunya yang diacarakan dengan malam keakraban.

Sebenarnya itu sama sekali tidak menunjukkan kearaban sama sekali. Kami diwajibkan mengenakan pakaian Pawang yang jeleknya minta ampun. Lalu disuruh berpasangan untuk menghias diri dengan bedak Cap Nyonya berwarna putih dan memakai lipstick yang dioleskan ke pipi. Kau bisa bayangkan betapa bodohnya penampilan kami malam itu.

Lagian, gak ada istilahnya akrab dengan senior di Teknik ini. Semua junior itu babu, disuruh sana sini. Dan mereka, senior adalah raja. Yang membentak seenak jidatnya, tapi tak ada isi yang bisa aku tangkap dari setiap kalimatnya. Mereka menyebut kami batu. Ya, batu yang katanya gak bisa belajar, bodoh, dan keras kepala. Aku menghutangi satu kata ini kepada mereka, `bodoh`. Kita

lihat saja suatu hari nanti. Siapa yang dibilang bodoh. Aku memang kurang bisa terima jika seseorang mengataiku bodoh. Dulu aku anggap tidak ada manusia yang bodoh. Tapi semenjak sekarang, aku mengganggap manusia bodoh adalah manusia yang mengatai orang lain itu bodoh. Seperti mereka itu.

Hari ini adalah hari pertama kuliah bagi aku. Kuliah yang sebenarnya. Masuk ke kelas dan belajar. Bukankah itu yang dikatakan kuliah sebenarnya? Aku masuk kelas pertamaku. Matakuliah pertama: Dasar Komputer dan PDE.

Aku tidak tahu pasti berapa jumlah satu angkatan 2006 tahun ini. Kalau dilihat dari NIM terakhir, berarti jumlah kami adalah 44 orang. Tapi banyak diantara itu yang tidak jadi masuk kesini. Alasannya bermacam-macam. Kebanyakan karena lulus di Universitas atau Sekolah Tinggi lainnya. Informatika buat aku juga bukan pilihan pertama sebenarnya. Aku berniat masuk IPDN. Institut yang bagi kebanyakan orang menyeramkan itu. Tapi bagiku, kuliah di sana sangat keren pastinya. Lagian kalau sudah selesai kuliah, aku juga gak repot-repot untuk mencari kerja lagi. Sudah pasti menjadi PNS. Tapi nasib memang memaksa aku kuliah di sini sepertinya. Untuk bertemu lagi dengan Aldi. Ya, LAGI. Karena Aldi adalah teman SMA-ku. Bahkan selama dua tahun, kelas XI dan XII kami satu kelas. Jangan banyangkan kami akan tampak sangat akrab diawal kuliah ini. Karena aku memang `gak kenal` sama dia. Yang aku tahu hanyalah namanya Aldi Nugraha. Dan dia teman SMA-ku.

**

“Tadi aku papasan sama si nenek sihir. Dia merhatiin aku dari ujung rambut sampe ujung kaki gitu, rese’ banget yah,” ucap Sicyl teman baruku di kampus.

Page 3: Christy's Diary

“Ya, dia memang iri dengan kita berenam. Dia gak punya kawan aku rasa”, ucapku.

Setelah beberapa minggu di kampus aku memang sekarang sudah mempunyai teman akrab. Kami berenam jumlahnya. Aku, Sicyl, Tia, Jessyca, Gladis, dan Bella.

Bukan sebuah kebetulan kami berenam bisa akrab. Jadi gini, aku, Jessyca, Gladis dan Bella berasal dari SMA yang sama. Bahkan aku pernah sekelas dengan Gladis waktu kelas XI dan dengan Jessyca waktu kelas XII. Tia adalah teman aku waktu SMP. Walaupun dulu kami tidak terlalu akrab, tapi 2 tahun sekelas cukup untuk kami bisa akrab sekarang. Satu-satunya orang baru yang aku kenal adalah Sicyl. Dia adalah teman satu SMA Tia. Jadi, kami memang sudah terhubung satu-sama lain sebelum kuliah di sini.

“Dia selalu aja nyari kesalahan kita berenam. Emang tukang sirik tuh orang. Lagian apa salahnya juga akrab berenam. Bukan jadinya kita ngelompok dan gak mau berbaur sama yang lain kan?” Sicyl melanjutkan kekesalannya. Dia memang yang paling tidak terima kelompok kami diperlakukan lebih buruk dari anak-anak lainnya.

Mungkin si nenek sihir itu memang sirik dengan kami berenam. Karena kelompok kami lumayan komplit untuk dijadikan sasaran kesirikan. Gak ada yang bisa meragukan kalau Gladis itu cantik, Jessyca itu keren dan gaul, Bella seorang jurnalis koran Pontianak Post, Tia adik seorang senior yang namanya lumayan `megang` di Teknik, Sicyl yang cepat akrab dengan para senior cowok, dan aku? Lupakan! Mungkin tidak ada. Kalaupun ada aku tidak bisa menilai untuk diriku sendiri. Tapi aku tidak memandang diriku sebagai benalu dikelompok ini. Karena aku juga ikut turut banyak andil, walapun tidak mempunyai kelebihan yang bisa aku tuliskan di sini.

“Terus gimana ceritanya lo sama bang Reza sekarang?” Tanya Jessyca jail kepada Sicyl.

Mendengar nama Reza disebut, raut wajah Sicyl yang tadinya mengkerut penuh emosi langsung mencair bak gunung es dan memerahkan pipinya.

“Aku udah dapat nomor hapenya,” ucap Sicyl memulai ceritanya dengan semangat, seperti biasa, “terus tadi malam aku pura-pura salah kirim sms ke dia.”

“Dibalas gak?” Tanya Gladis penasaran. Ini memang kasus cinta-cintaan pertama dikelompok kami. Tentu semua semangat membahasnya.

“Iya, dia bales. Trus kami sms-sms-an deh sampe larut,” Sicyl menyudahi ceritanya.

“Cieeeeeee, ada yang bentar lagi jadian neh,” ledek Bella. Kamipun melupakan si nenek sihir yang memang gak penting untuk dibahas sekarang. Ada yang lebih seru dari dia, yaitu kisah kasih Sicyl dan Reza. Kami semuapun mulai mengeluarkan pendapat jitu untuk memuluskan agar Sicyl bisa segera jadian dengan Reza. Dan itu berhasil. Gak lama setelah sms salah kirim itu. Sicyl dan Rezapun resmi jadian.

Catatan bagi kalian yang memanggap sms salah kirim itu cara basi untuk berkenalan. Aku katakan itu tidak basi. Ya, walapun terakhir kali aku mendengar cara ini adalah pada tahun 2006. Tapi paling gak banyak yang berhasil karenanya.

**

Page 4: Christy's Diary

Gak lama waktu Sicyl dan Reza pacaran. Kalau gak salah hanya sebulan lebih. Mungkin juga kurang. Aku tidak menghitung waktunya. Dan setelah putus mereka seperti tidak saling kenal. Tidak saling menyapa dan Sicyl menganggap dunia ini tidak ada orang yang namanya Reza, anak Informatika angkatan 2005.

Aku juga merasa aneh dengan kelakuan Sicyl terhadap Reza dan Reza terhadap Sicyl. Mereka tampak tidak terlalu bermasalah sewaktu pacaran. Malahan kelompok kami semakin terkenal saja setelah ada yang berhasil berpacaran dengan seorang senior. Tentu si nenek sihir makin memerhatikan gerak-gerik kami yang baginya seperti penjahat. Bukannya takut, kami malah melebih-lebihkan tingkah laku jika dia ada didekat kami.

Setelah beberapa bulan di kampus ini aku memang sudah dapat akrab dengan hampir seluruh anak Informatika 2006. Ini sesuatu yang jarang terjadi padaku jika dirujuk selama SMP dan SMA. Aku termasuk anak yang tidak terlalu banyak bergaul. Aku hanya memiliki beberapa teman akrab, beberapa teman dan beberapa kenalan di sana. Makanya kadang kala aku tidak ingat ada nama seseorang yang ternyata adalah teman satu sekolahku. Aku sama sekali tidak kenal.

Tapi sekarang, tidak ada anak yang aku tidak kenal di Informatika, bahkan sebagian seniorpun telah aku kenal. Terutama senior cowok. Bukan maksud untuk pamer gak jelas dengan mereka. Tapi bisa aku bilang, senior cowok memang lebih terbuka. Lebih mudah dekat kepada mereka dibandingkan untuk dekat kepada senior cewek.

Dulu, aku juga susah akrab dengan teman cowok. Teman-teman cowok yang akrab denganku semasa SMP dan SMA bisa dihitung dengan jari mungkin. Tapi kini semua aku dapat dekat, terutama teman-teman cowok yang satu SMA denganku, termasuk Aldi.

Mungkin aneh kalau ada yang tahu bahwa aku sama sekali tidak mengenal Aldi walaupun sudah 2 tahun sekelas dengannya. Tapi, aku memang baru `kenal` semenjak kuliah.

Aldi yang aku kenal dulu hanyalah seorang anak basket yang tidak terlalu terkenal jika dibandingkan dengan anak basket pada umumnya. Gak ganteng dan gak tinggi seperti anak basket lainnya. Yang aku ingat semasa SMA tentang Aldi hanyalah kalau dia pernah pacaran dengan teman baikku waktu di kelas 1 SMP dan dia satu SMA juga denganku, Aldi itu termasuk anak yang pintar karena masuk 10 besar kelas, dan Aldi itu…… Ok, aku nyerah, cuma itu yang aku ingat tentang Aldi selama 2 tahun sekelas dengannya semasa SMA.

Aldi sekarang akrab dengan 3 teman satu angkatan lainnya. Namanya Rizky, ini juga teman SMA-ku, Gilang dan Dika. Kami menyebutnya F4, karena kemana-mana selalu berempat.

Semenjak kuliah juga aku baru tahu sesuatu yang lebih spesifik tentang Aldi. Kalau Aldi adalah anak dosen Teknik juga, tapi Tenik Sipil. Rumah Aldi itu di kompleks perumahan dosen UNTAN. Aldi punya satu adik perempuan yang beda umurnya 5 tahun. Aldi masih inget sama mantan pacarnya, teman aku SMP itu. Aldi dan Jessyca telah berteman dari SD-SMP-SMA dan hingga kini kuliah ditempat yang sama. Aldi ini dan Aldi itu.

Aku tidak terlalu perduli dengan Aldi sekarang. Yang aku perdulikan adalah seorang seniorku yang ternyata juga senior diwaktu SMA. Namanya Denis Andrea. Tinggi, putih, lumayan kurus tapi tetap terlihat keren dan aku sudah memutuskan, aku tertarik sama Denis.

Page 5: Christy's Diary

Januari 2007

Aku tidak ingat pasti kapan pertama kali melihatnya. Yang aku tahu hanyalah aku mulai menyukainya ketika ada kegiatan kampus yang bernama MERAKIT PC. Kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh para senior Informatika untuk para mahasiswa baru seperti kami. Dan Denis ini adalah ketua kegiatannya.

Aku tidak pernah menceritakan sekalipun tentang ketertarikanku pada Denis kepada sahabat-sahabatku. Karena beginilah memang sifatku. Aku tidak suka bercerita, atau curhat, atau apalah namanya. Aku lebih terbuka pada saat menulis seperti ini. Padahal teman-temanku selalu terbuka tentang apa yang mereka rasakan dan fikirkan.

Seperti ketika Gladis jadian dengan seorang cowok yang masih SMA. Semua heboh menceritakannya. Tapi Gladis tidak perduli, toh usia mereka hanya terpaut 1 tahun lebih. Yang aku tahu, para senior yang selama ini mengejarnya jadi berfikiran bahwa Gladis lebih senang dengan yang lebih muda. Yang suka dengan Gladis itu banyak. Tapi ada seorang senior angkatan 2002 yang paling menonjol mendekati Gladis, namanya Risno.

Risno itu gak ada ganteng-gantengnya sama sekali. Badannya tinggi besar. Rambutnya gondrong hingga sepinggang. Garis wajahnya keras. Dia selalu mengenakan pakaian serba hitam, dari kaos yang bertuliskan `Keluarga Besar Teknik`, celana jins compang-camping dan sepatu kets hitam. Aku tidak mau membayangkan bagaimana dia masuk kelas untuk kuliah. Tidakkah para dosen itu risih melihatnya?

Ada lagi cerita tentang Sicyl. Putus dari Reza kemudian Sicyl kembali dekat dengan beberapa senior cowok. Ada Herry, ada Dimas. Keduanya telah mengatakan kesukaannya kepada Sicyl. Tapi sepertinya Sisyl kurang sreg dengan keduanya. Memang sih keduanya tidak terlalu ganteng. Tapi aku fikir Herry itu lumayan juga. Dan aku selalu berfikir seberapa beruntungnya Sisyl ini. Dia tidak cantik, tapi selalu saja dikelilingi oleh orang-orang yang menyukainya secara jantan. Maksudku, para cowok-cowok itu lantang mengatakan suka padanya. Tidak suka diam-diam seperti kebanyakan cowok yang suka padaku. Lagian apa gunanya suka diam-diam. Gak akan ada endingnya pasti. Tapi cinta diam-diam ini malah sering aku lakukan kepada seorang cowok. Tapi akukan cewek? Jadi wajar menurutku.

Dari Herry dan Dimas, Dimaslah yang paling menarik perhatian untuk dibahas berulang-ulang oleh kami berenam. Untuk mendekati Sicyl, Dimas juga mendekati kami berlima. Seluruh dari kami pernah dimintanya bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Gladis pernah mendapatkan SMS dan telepon. Bahkan Jessyca pernah didatangi rumahnya untuk hanya sekedar pelipur laranya karena tidak direspon oleh Sicyl.

Yang lebih membuat keterkejutan lagi adalah, ikut sertanya Dimas dalam Study Tour penutupan masa ospek yang dilaksanakan pada bulan April. Dimas tentu bukan mahasiswa baru lagi. Dia angkatan 2004. 2 tahun diatas kami. Tapi gaya Teknik yang aneh memang mempersilahkan siapapun yang `belum lulus` ospek untuk dapat ikut mengulang ospek ditahun-tahun kedepan. Jika sudah mengikuti Study Tour, maka kamipun mendapat gelar baru `buda’ TEKNIK`. Buda’ dalam bahasa melayu Pontianak itu sama artinya dengan anak.

Page 6: Christy's Diary

Study Tour, walaupun gak ada pentingnya sama sekali, tapi dikatakan satu proses yang lumayan berpengaruh dikehidupan selama kuliah di Teknik ini. Dari kami berenam, hanya aku, Sicyl dan Bella saja yang ikut. Gladis, Jessyca dan Tia tidak diizinkan orang tuanya.

Study Tour ~ Sanggau, 21-29 April 2010

Seingat aku, yang ikut Study Tour angkatan 2006 berjumlah 114 anak dari 186 anak Teknik 2006 yang terdaftar. Ditambah beberapa senior yang `mengulang`, jadilah peserta Study Tour 2007 berjumlah 122 orang. Teknik sendiri mempunyai 4 prodi pada masa aku. Teknik Sipil, Teknik Elektro, Teknik Arsitek dan Teknik Informatika. Dari keempat prodi, Teknik Informatikalah yang paling sedikit mengikuti acara itu. Mereka menyebut prodi kami adalah prodi pembangkang. Aku masih ingat dengan jelas jumlah anak Informatika yang ikut Study Tour. Hanya 18 orang, dan itupun sudah termasuk 2 orang senior angkatan 2005 dan 2004 dan seorang mahasiswa transfer (mahasiswa yang dari fakultas/prodi lain kemudian pindah ke prodi baru) angkatan 2005. Jadi yang asli angkatan 2006 Informatika hanya 15 orang.

Selama SMP dan SMA, aku tidak pernah menonjol jika ada acara seperti ini. Aku termasuk siswa yang hilang keberadaannya. Para senior tidak ada yang sadar bahwa aku berada di kelas itu. Dan amanlah aku dari pada kejahilan yang telah mereka rancang jauh-jauh hari.

Beda jauh dengan semasa kuliah. Bagaikan aku tampak jelas dimata mereka. Aku sering menjadi ikon pada masa-masa ospek. Aku pernah aku pernah jadi trio yang berjoget gaya bebek. Aku

juga pernah menjadi pembaca puisi. Pembangkan versi lucu-lucuan, sampai dijadikan kakak-beradik dengan Sicyl karena wajah kami mirip kata mereka.

Di Study Tour ini semua itu tidak terlalu berlanjut, walaupun kadang-kadang aku masih dipanggil ke depan untuk beberapa kegiatan. Well, masih dalam hal yang wajar tentunya.

Selama kegiatan 8 hari, 7 harinya aku lewatkan dengan status SOH, `Saya Orang Halangan`. Maksudnya aku lagi `dapat` bulanan. Jadi setiap ada kegiatan sholat 5 kali sehari, aku dijadikan babu di belakang. Mencuci piring bekas sarapan pagi anak-anak. Memasak air. Bersih-bersih kamar cowok yang luar biasa berantakan. Mungutin sampah dan semua kegiatan yang membosankan sementara anak-anak lain sedang Sholat atau sedang beribadah lainnya, menikmati dinginnya kipas di Mesjid, atau menikmati suasana Sungai Kapuas sambil bernyanyi lagu-lagu rohani.

Karena rasa lelah dan pastinya sedang masa PMS-lah maka aku sering mengeluh kepada

senior-senior yang nampaknya baik yang mendampingi kami anak-anak SOH. Aku bilang aku capek, aku gak suka cara kami mandi yang seperti tahanan penjara (kami mandi hanya selama kurang lebih 15 detik, itu sudah termasuk melepas pakaian, kembanan, mandi dan menggunakan pakaian lagi). Selama mandipun kami selalu diawasi dari dalam oleh seorang senior yang mukanya menyebalkan.

Buntut dari keluhanku itu, pada suatu malam saat kami dibangunkan dan berkumpul, ada beberapa orang yang ditarik karena perkataannya selama masa Study Tour. Anehnya aku tidak termasuk dalam orang-orang itu. Dan saat pulang, baru aku ketahui bahwa Sicyllah yang ternyata ditarik keluar barisan secara paksa. Hingga dia jatuh terjerembab ke tanah. Dia cerita, dia dipaksa

Page 7: Christy's Diary

mengakui kalau telah berkeluh dan membicarakan senior-senior. Padahal semua itu aku, tapi bagaimana caranya aku mengaku kalau aku saja tidak tahu menahu mengenai tarikan itu.

Pada dasarnya, kalau masyarakat melihat mungkin kegiatan Study Tour kami cukup berisi. Kami membuat belasan tong sampah yang kami letakkan disepanjang water front Sanggau di tepian Sungai Kapuas. Kami membersihkan parit dan selokan dibeberapa ruas jalan. Kami membersihkan Mesjid, Gereja, makam dan Keraton Sanggau. Kami mengunjungi beberapa tempat untuk menambah ilmu, Informatika sendiri mengunjungi Telkom Sanggau. Kami mengadakan pertandingan sepakbola dengan masyakat, pertandingan Volly dan basket dengan siswa SMAN 2 Sanggau. Berkarya wisata ke Air mancur Maria. Mengadakan malam hiburan untuk masyarakat Sanggau dan seabrek kegiatan lainnya.

Untuk hal ini, aku salut kepada panitia Study Tour. Jika saja tidak ada perkataan kasar dan perbuatan yang tidak menyenangkan untuk para mahasiswa baru seperti kami. Mungkin kegiatan itu akan makin tampak sempurna.

Pulang dari Study Tour aku memutuskan untuk tidak melanjutkan segala kegiatan yang berhubungan dengan Senioritas-Junioritas di Teknik. Aku menghilang dari peredaran, dan aku hanya fokos kepada kuliahku di Informatika.

Januari 2008.

Suasana kampus mulai berubah. Tidak ada lagi terdengar gaung-gaung ospek di Informatika. Yang ada hanyalah belajar dan bersenang-senang. Anak-anakpun sudah mulai berubah. Banyak yang `baru` dari mereka. Maksudku baru adalah anak-anak yang dulunya bukan teman sepermainanku di kampus ini. F4 udah bubar semenjak Rizky keluar dari Informatika dan masuk ke STAN. Aldi sendiri sekarang lebih akrab dengan Dion, juga teman SMA-ku. Mereka sekarang bertiga dengan Bang Fahri (lagi-lagi senior di SMA-ku, jika kau bayangkan anak-anak Informatika ini adalah anak-anak dari SMA-ku, mungkin sebagian besar memang benar). Mereka bertiga mengurusi segala sesuatu yang berhubungan dengan Laboratorium Informatika. Mulai dari PCnya, Jaringan internetnya dan semuanya. Kami memanggil mereka dengan sebutan anak server. Karena mereka memang `hidup` di ruangan server.

Bulan ini aku juga sedang berbunga-bunga. Untuk pertama kalinya dalam sejarah aku menyukai seorang cowok dan akhirnya aku bisa dekat dengannya. Ya, sekarang aku tengah dekat dengan Denis, senior yang telah aku kagumi selama hampir setahun belakangan ini.

Aku tidak tahu bagaimana persis ceritanya, tapi yang pasti Denis duluan meng-SMS-ku. Isi pesannya kurang lebih seperti ini:

From: +6852451521005 Chisty, ini Denis. Aku mau tanya nomor2 anak2 SMANSA dong. Thanks.

Hanya itu. Dan aku luar biasa senang karenanya. Semenjak itu aku dan dia mulai sering SMS-an. Aku tidak malu lagi mengakui aku menyukainya. Semua teman-temanku tahu kalau aku

Page 8: Christy's Diary

menyukai Denis - Gladis, Jessyca, Bella, Sicyl dan Tia. Bahkan anak-anak satu angkatan mengetahui hal itu. Ini suatu hal yang aneh bagi seorang cewek tertutup seperti aku ini.

Semenjak dekat, aku jadi tahu bahwa Denis ternyata juga satu SMP denganku. Bahwa teman sekelasku selama 3 tahun di SMP adalah sepupunya. Bahwa dia suka Conan dan Linkin Park. Bahwa dia tinggal di Adisucipto. Dan masih banyak lagi. Aku menceritakan semua pengetahuan baruku kepada Tia. Karena memang aku merasa paling dekat dengan Tia. Seperti Jessyca yang lebih dekat dengan Gladis. Aku sangat menyukai suasana ini. Suasana di mana semua orang seperti mendukungku. Tapi itu hanya mimpi. Dan mimpi paling buruk selama kasus percintaanku.

Mei 2008.

Sore hari yang cerah. Suasana hatiku masih cukup senang. Kedekatanku dengan Denis masih dalam tahap yang enak. Dan tiba-tiba datang SMS yang merubah segala pemikiran.

From: Tia Chisty besok kita ada tugas Sistem Microprossesor. Oya. aku jadian sama Denis, Kamu kah yang ngasih no hp aku sama dia?

Aku termenung. Gak tahu harus merasakan apa. Yang aku tahu aku hanya kesal, marah tapi tidak terlalu sedih. Kemudian aku balas.

To: Tia Oya! Kapan jadiannya? Selamat yah. ----- From: Tia Dari sore tadi kami udah sms-an. Terus dia nembak aku, kami jadian.

Aku protes. Aku marah. Aku kesal. Tapi aku bisa bilang kepada siapa? Gak ada yang bisa merubah ini semua kan? Yang paling membuat aku kesal adalah bahwa Tia adalah orang yang aku ceritakan semuanya tentang Denis. Bahwa Tia-lah satu-satunya. Dan Denis tahu nomor HP Tia dari aku. Dengan cara yang bahkan aku sendiri lupa bagaimana dia memintanya. Dasar cowok brengsek. Tak tahu terima kasih. Dan aku nyumpahin mereka gak akan pernah tenang berdua. Kalaupun mereka sampe menikah nantinya. Sampai kapanpun aku gak pernah ingin melihat mereka berdua. Jangan bicara apa-apa dihadapanku tentang mereka. Aku gak mau dengar. Rasanya pingin muntah di depan mereka berdua. Dasar sahabat brengsek. Dasar cowok sialan.

**

Aku bukan tipe manusia yang baik hatinya. Lemah lembut tutur katanya. Dan semua yang dikisahkan oleh sinetron-sinetron TV tentang pemeran utamanya. Aku bukan pemeran utama di dunia yang sangat luas dan fana ini. Aku marah. Ya, tentu saja aku marah.

Semalaman aku tidak bisa tidur karena kejadian sore harinya. Aku terlalu marah untuk tidur. Dan lupakan kalau hari ini ada tugas SM. Aku bisa muntah jika melihat wujud dari si brengsek itu.

Page 9: Christy's Diary

Aku lebih memilih pergi ke rumah Jessyca pagi harinya. Memang yang terfikirkan olehku hanyalah Jessy, untuk bercerita. Untuk mengalihkan pikiran memuakkan. Jessy adalah orang yang tepat.

Aku senang berada didekat Jessy. Dia tidak meminta aku menceritakan detail kejadiannya. Apalagi meminta aku bercerita tentang perasaanku sekarang ini. Yang aku butuhkan hanya tempat untuk mengalihkan perhatian, tapi pada dasarnya aku tetap ingin diam. Tidak berkata apa-apa kepada siapa-siapa. Biarlah hanya aku yang tahu betapa aku membenci mereka berdua.

Jessy memberitahukan kepada Gladis bahwa aku di rumahnya dan meminta Gladis buat datang ke sini. Jadilah aku bertiga dengan Jessy dan Gladis memutar DVD di kamarnya.

“Jadi lo tahu darimana mereka jadian Ty?” Tanya Gladis sesampainya dia di rumah Jessy.

“Mereka berdua yang meberitahu aku” jawabku datar. Aku tak ingin terlihat marah, apalagi terlihat sedih di depan kedua sahabatku ini.

Aku memang tidak hanya mendapat kabar dari Tia saja. Tapi juga dari Denis. Dia meminta aku mendo’akan mereka berdua agar awet, agar langgeng. Kukatakan bahwa aku mendoakannya. Tapi dalam hatiku bahwa aku mendoakan mereka berdua tidak akan pernah tenang semur hidupnya jika terus berdua.

“Tadi Tia memberitahukan kami kalau dia jadian dengan Denis. Dia juga menanyakan kenapa lo tidak masuk hari ini”, ucap Gladis sambil lalu. Tapi aku yakin benar sekilas dia memerhatikan mimik wajahku sambil menerka apa yang sedang aku fikirkan sekarang.

“Trus lo bilang apa?” Tanya Jessy tampak ingin mewakili aku yang hanya terus diam tak banyak bicara.

“Yah, seperti yang kalian bilang. Christy gak bisa kuliah karena kakaknya hari ini sidang. Bener kan Chisty?” Tanya Gladis bernada meledek. Aku hanya tersenyum sambil terus diam. Karena menurut aku diam saat ini lebih baik dari pada mengeluarkan kalimat yang nantinya hanya akan menyakiti dan mempermalukan diriku sendiri.

Lagian, aku tidak 100% berbohong soal itu. Kakak aku Chira, memang sedang sidang akhir hari ini. Tapi bukan berarti aku jadi sibuk memikirkan sidang dia kan? Itu tak terlalu penting buat aku. Apalah artinya sidang, hanya mempertahankan sesuatu di depan penguji dan pembimbing, lalu selesai.

**

Keesokan harinya berita tentang Tia dan Denis yang jadian sudah sangat tersebar luas di kampus. Anak-anak lain banyak yang memperhatikan aku, memberi semangat padaku. Mereka memang tahunya yang dekat dengan Denis adalah aku - Chisty, bukan si Tia brengsek itu.

Tapi aku tidak terlalu suka dengan sikap perhatian yang berlebihan dari semua orang. Walaupun aku tetap tidak bisa terlalu dekat dengan Tia sekarang. Kalau terlalu dekat bisa-bisa aku tiba-tiba langsung menerkam rambutnya dan mencabik-cabik tubuhnya.

Page 10: Christy's Diary

Anak-anak yang lain, Jessyca, Gladis, Bella terlebih lagi Sicyl masih dekat dengan Tia. Aku memang tidak terlalu ambil pusing soal itu. Kami bukan anak SMA lagi yang jika ada dua orang dalam kelompok kurang akur maka yang lain akan memihak kepada siapa. Ujungnya aku yang malah menjauh dari mereka.

Aku dekat dengan dua teman baru sekarang. Well, mereka bukan juga bisa dikatakan baru. Mereka memang anak Informatika. Tapi kau tahulah maksud `baru` aku itu. Nama mereka Tina dan Diara.

Tina yang tampak sangat semagat menghiburku. Setiap dia pergi dengan Diara, mereka selalu mengajakku. Tina yang memang banyak mempunyai kenalan malah mengenalkan aku dengan beberapa teman cowoknya. Beberapa memang ada yang naksir padaku. Tapi aku bukan cewek yang bisa menghilangkan rasa dengan jadian dengan cowok lain kan? Lagian tidak ada yang aku taksir juga.

Dalam kemelut perasaanku dan perang dinginku dengan Tia. Sicyl jadian dengan salah satu teman satu angkatan kami. Namanya Erick.

Erick adalah teman satu sekolahku di SMP dulu. Yang aku tahu tentang Erick adalah dia dari SMP menyukai Gladis. Dia mendekati kelompok kamipun karena Gladis. Tapi entah bagaimana akhirnya dia jadian dengan Sicyl.

Teman dekatnya Erick, Wicak menyukai Tia. Beberapa bulan yang lalu kami memang menjodohkan Tia dengan Wicak dan Sicyl dengan Erick. Ternyata Erick berhasil, sedangkan Wicak

nasibnya sama dengan aku. Manusia bodoh!

Mungkin karena mempunyai emosi yang sama. Aku dan Wicak mulai akrab. Wicak mulai sering curhat kepadaku betapa sedihnya ia karena kejadian ini. Aku sendiri seperti pendengar bodoh yang tampak menenangkan Wicak. Padahal kalau difikir-fikir aku lebih emosi dari dia. Paling tidak, gebetannya tidak direbut oleh sabahabatnya sendiri. Tidak seperti aku.

Beberapa bulan aku melakukan aksi diam dan menghindarku kepada Tia. Setiap dia mengajak sesuatu pasti aku mentahkan. Atau pasti aku tidak ikut di dalamnya. Aku belum bisa memaafkan semua yang dia lakukan kepadaku. Itu terlalu jahat menurutku.

18 Agustus 2008.

Aku memutuskan untuk menjauh dari Pontianak beberapa hari. Menghilangkan penat dan emosiku yang masih juga tersisa. Aku hari ini pergi ke Jogja, menemani abang sepupuku untuk wisuda di Surabaya. Mungkin ini dapat membantu menata hatiku. Mungkin ini dapat mengurangi emosiku ke Tia. Lagipula aku memang tidak berniat bermusuhan dengannya. Yang aku tidak suka hanyalah kedekatannya dengan Denis. Asal tidak membicarakan topik itu, aku bisa terima.

Sampailah aku di Jogja. Kota yang terkenal dengan sebutan kota pelajar. Aku tidak tahu mengapa disebut demikian. Karena sepanjang aku pergi ke sini, aku sangat jarang menemukan pelajar hilir mudik di jalan. Sepertinya lebih banyak mahasiswa daripada pelajar di kota ini. Dan yang

Page 11: Christy's Diary

paling sering aku temui adalah bule. Hotel tempat tinggalku menginap memang berada di pusat pariwisata kota Jogja, Malioboro. Mungkin ini yang menyebabkan bule sangat mudah dicari dari sini.

Malam pertama di Jogja aku memainkan hp di kamar. Mengaktifkan YM untuk mencari teman ngobrol sambil menunggu kantuk. Saat aku aktif, langsung ada chat masuk. Dari Aldi.

Aldinugraha: Christy, daftar ulang kapan terakhirnya? Aldinugraha: Lo udah belom? Aldinugraha: Kalau belom ntar daftar ulangnya sama-sama gue ya. You: kalau gak salah sih tanggal 31 Agustus terakhirnya. You: gue belum daftar ulang, rencananya gue titip sama Gladis. Aldinugraha: lah emangnya lo kemana? You: gue lagi di Jogja Aldinugraha: Ah, asem. Aldinugraha: ke jogja gak bilang-bilang lo. Aldinugraga: jangan lupa bawa oleh-oleh ya buat gue :D You: haha, mau nenangin diri gue di jogja. You: Pontianak udah sumpek. Aldinugraha: sombong lo Aldinugraha: Nenangin diri apaan coba. You: :P

Chating berakhir. Tidak aneh memang Aldi mencariku kalau mengenai sesuatu tentang kampus. Dia memang selalu mencariku. Menbutuhkan bantuanku. Itu sudah biasa. Tidak ada yang aneh.

Jogja – Surabaya, 21 Agustus 2008.

Hari ini hari ulang tahunku. Tadi malam berpuluh-puluh sms masuk ke inboxku. Aku memang tengah populer di kampus sekarang. Maka setiap orang di kampus tampak semangat untuk mengucapkan selamat padaku.

Pagi hari saat aku sedang siap-siap mengemasi pakaianku untuk berangkat ke Surabaya, ada

SMS masuk lagi.

From: +6852451521005 Met ultah yah Christy. Semoga wishnya terkabul

Aku tahu itu dari siapa. Siapa lagi kalau bukan Denis. Nomornya sudah sangat terpatri di

dalam kepalaku. Percuma saja aku menghapusnya dari contact hp. Tidak ada gunanya. Andai saja ada menu dari hp yang bisa mem-block sebuah nomor pasti aku sudah melakukannya.

To: +6852451521005 Iya makasih. Ini siapa yah?

Page 12: Christy's Diary

Balasku, bermaksud agar dia sadar, aku tidak mengharapkan SMS darinya. Dia membalas seadanya, mengatakan dirinya Denis dan menyesal karena aku tidak mengetahui nomornya sekarang. Masa’ bodo!

Aku menghabiskan setengah hariku di dalam kereta antara Jogja dan Surabaya hari ini. Siang aku dapat kabar bahwa Gladis dan Jessyca tengah menonton Tali Pocong Perwan yang dimainkan oleh Dewi Persik.

Jessyca: Filmnya jelek banget Ty. You: lagian siapa lagi yang suruh kalian nonton film begituan. Jessyca: Bosen seh, gak ada hiburan. Jessyca: lo seh enak lagi di Jogja. You: sedang dalam perjalanan ke Surabaya lebih tepatnya Jessyca: Anjrit ke Surabaya juga lo? Pokoknya oleh-oleh. Gue gak mau tahu :P Jessyca: makan-makan aja belom tuh. You: haha, habis ke Surabaya aku juga mau ke Bandung beberapa hari. You: iya. Ntar sekalian di Pontianak. Tenang aja :D Jessyca: asyik..

Pontianak, 28 Agustus 2008.

Aku kembali ke Pontianak. Dengan perasaan penuh dengan hal positif. Sepuluh hari menjelajahi pulau jawa dari Jogja, Surabaya dan Bandung rasanya cukup untuk membuang segala perasaan yang mengganjalku selama ini. Selamat datang Pontianak, selamat datang kesenangan, selamat datang Aldi Nugraha.

Januari 2009.

Aku tidak tahu kapan pastinya. Aku juga tidak tahu kenapa perasaan ini muncul. Yang aku tahu hanyalah satu hal: aku menyukai Aldi, ya Aldi Nugraha. Temanku di Informatika. Matilah aku!

Aku sangat sadar perasaan seperti ini seharusnya tidak ada. Aldi adalah temanku. Teman dekatku malah di Informatika ini. Dan menyukainya hanya akan menyakiti diriku sendiri. Karena aku terlalu pengecut untuk bilang kepada orang lain bahwa aku menyukai Aldi. Apalagi kepada Aldinya langsung. Sehingga perasaanku kepada Aldi pasti hanya sebuah kesia-siaan belaka.

Tapi aku tidak bisa hanya memendam perasaan aku sendiri saja. Aku perlu teman untuk bercerita. Berbagi rasa dan rahasia. Aku tidak bisa menceritakan hal ini kepada Gladis ataupun Jessyca, aku malu. Bagaimana reaksi mereka nanti kalau tahu aku menyukai Aldi?

Maka aku memutuskan untuk menceritakan ini kepada sahabat SMA-ku, Ira.

Hanya dia yang bisa terfikir olehku sekarang. Aku tidak perlu malu kepada Ira. Dia teman baikku. Dan Ira tidak dekat dengan Aldi. Itu aman buatku. Dan yang paling penting adalah, Ira hanya

Page 13: Christy's Diary

mendengarkan ceritaku, tidak menasehati apalagi menggurui. Itulah yang aku perlukan sekarang. Toh aku juga sadar bahwa aku salah, bahwa perasaan ini salah. Aku hanya berharap perasaan ini tidak kuat, hanya perasaan pintas lalu yang mengusikku dan hilang dalam waktu dekat. Tapi semua itu salah!

**

Aku makin terikat perasaan kepada Aldi. Aku sangat marah kepada dan cemburu ketika Aldi sangat dekat dengan Diara beberapa bulan belakangan. Kemana-mana Aldi selalu saja menemani Diara. Apapun bentuknya, bahkan Aldi sampai mau mengantarkan Diara kemanapun yang Diara inginkan.

Beberapa waktu aku lebih membenci Diara lebih dari aku membenci Tia dulu. Dulu aku bisa marah. Aku bisa mendapat simpati oleh banyak orang tentang kesialanku. Tapi sekarang, apa yang bisa aku lakukan? Meminta agar Diara menjauh dari Aldi? Itukan tidak mungkin. Memang aku ini siapa, aku ini siapanya Aldi?

Anak-anak juga melihat kedekatan Aldi dan Diara saat itu, sampai-sampai ada beberapa kali anak-anak meledek mereka berdua. Aku sangat kesal. Aku sangat jengkel. Kenapa pula mereka dijodohkan berdua. Dan yang lebih menjengkelkan lagi dari semuanya adalah saat Diara berkata pada semua orang dihadapanku.,” Tenang, kalau gue yang minta, pasti Aldi nurutin deh,” ucapnya yang aku tidak bisa terima.

Gak masalah kalau Aldi lebih dekat dengan Jessyca dari aku. Dia memang berteman dari SD.

Gak masalah Aldi lebih dekat dengan Gladis, Gladis memang dekat pada banyak anak waktu SMA. Tapi kalau dekat dengan Diara? Aku kurang bisa terima.

April 2009.

Waktu berlalu, Aldi dan Diara tidak sedekat dulu lagi. Dan yang aku dengar, Diara sekarang sudah mempunyai pacar baru. Aku senang mendengarnya.

Bulan ini Aldi dan Jessyca pergi ke Jakarta. Mereka merencanakan reunian dengan teman-teman SD-nya. Mereka berdua memang tipe orang yang gampang bepergian. Saat mereka pulang, aku mendapat kabar buruk. Aldi menyukai teman semasa kecilnya.

Sebenarnya ini bukan berita baru. Aldi sudah sejak lama dekat dengan temannya ini lagi semenjak ada Face Book. Tapi apalah artinya FB kalau tidak pernah bertemu. Dan sekarang mereka bertemu. Aku sedih, aku gundah. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Perasaan ini dari awal memang sebuah kesalahan.

**

Waktu terus berjalan. Aku maju mundur terhadap perasaanku ke Aldi. Aku sama sekali tidak berani untuk mengatakannya pada Jessyca. Padahal aku sangat menginginkan itu. Disaat kegundahanku terhadap Aldi, Jessyca bilang padaku bahwa Wicak selama ini menyukaiku. Bahwa Wicak selama ini selalu curhat padanya tentang aku.

Page 14: Christy's Diary

Aku tidak terlalu terkejut dengan hal ini. Semenjak kejadian aku dan Tia, Wicak memang semakin dekat denganku. Dia juga semakin baik terhadapku. Apapun yang aku mau, pasti dia penuhi. Tapi perasaanku sekarang dipenuhi oleh Aldi, dan hanya dia, aku tidak bisa memikirkan cowok lain sama sekali. Aku sudah gila. Aku memang sinting!

**

Aku bukan tidak berusaha melupakan perasaan aku terhadap Aldi. Aku berusaha, malah terlalu berusaha keras sepertinya. Aku sampai pernah melakukan kencan buta dengan seorang cowok yang aku kenal lewat KapanLagi.com. Bukankah itu gila?

Disaat kegilaan-kegilaan aku berlanjut, aku berkenalan dengan Dito. Dito bukanlah orang baru sebenarnya. Dia seniorku di Informatika, dan lagi-lagi ternyata adalah juga seniorku sewaktu SMA. Pontianak ini memang kecil.

Aku dekat dengan Dito lewat chat di FB. Berlanjut ke YM, lalu ke SMS dan dunia nyata pastinya. Aku dan dia punya satu kesamaan, sama-sama menyukai bola.

Bicara tentang bola dengan dia, tidak akan pernah ada habisnya. Semua serba seru, semua serba update. Dari dulu aku memang meminpikan mempunyai seorang teman cowok yang bisa akrab, seorang yang bisa aku rasakan sebagai seorang teman, sahabat dan seorang abang. Dito sangat cocok untuk itu.

Jessyca dan Gladis tahu sedikit tentang kedekatan aku dengan Dito. Kadang mereka menyarankan aku jadian saja dengannya. Tapi Dito tetaplah sahabat dan abang bagiku. Tak pernah lebih.

**

Semenjak aku sadar bahwa aku menyukai Aldi, aku secara sadar maupun tidak sadar ingin selalu dekat dengannya. Apapun yang Aldi minta selalu aku penuhi. Aku selalu berharap ada satu moment dimana aku bisa berdua dengan Aldi.

Jadi, semenjak itu, kapanpun Aldi memintaku untuk menemani dia mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan kampus aku bersedia. Malah terkadang aku yang menawarkan diri. Aku senang dibonceng olehnya. Melihat punggungnya dari dekat dan merasakan panas tubuhnya.

Ada satu moment ketika kampusku berulang tahun. Sebenarnya aku tidak berniat mengikuti acara yang diadakan di kampus. Tapi ketika aku mendengar bahwa Aldi juga ikut dalam acara itu aku memaksakan diri untuk juga turut hadir.

Hampir seluruh waktuku kuhabiskan untuk berdua dengannya. Karena aku tahu, setiap detik kedekatanku dengan Aldi adalah sesuatu yang berharga. Aku tidak bisa mengulang ini semua. Dan aku sadar, suatu hari nanti, aku harus bisa melepaskan Aldi, dari hatiku. Suatu hari nanti, aku harus siap melihat dia bersama wanita lain, menikah dan punya anak, bukan denganku.

Kapanpun dan di manapun, aku selalu ingin dekat dengan Aldi. Ketika angkatanku mengadakan foto bareng yang gagasannya dariku, orang yang pertama aku tanyai kesediaannya adalah Aldi. Kalau Aldi tidak mau, jangan harap aku mau repot-repot mengadakan ini. Aldi tidak

Page 15: Christy's Diary

perlu repot untuk bayar, aku yang bayarkan, dengan imbalan, kemanapun kami berfoto, Aldi harus memboncengku. Aku hanya mau pergi jika dengan Aldi. Adilkan?

November 2009.

Kampusku mengadakan kegiatan PMKM. Pengabdian Mahasiswa Kepada Masyarakat. Kami

beberapa orang dari Teknik akan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mengikuti kegiatan itu. Setiap kelompok mempunyai daerah PMKM sendiri.

Aku bersumpah aku sangat ingin satu kelompok dengan Aldi. Walaupun seberapa jauhnya dia ditempatkan. Tapi nasib tidak baik kepadaku. Posisi kami bahkan jauh berseberangan. Aku sedih. Aku kesal.

Ditengah kegiatan itu ada seorang senior kami menikah. Aldi ingin datang, karena yang menikah adalah ketua kelompok PMKM-nya. Dia tidak mau pergi sendiri, tentu saja. Dan orang yang dimintainya untuk menemani adalah siapa lagi kalau bukan aku. Ya, aku. Dan aku luar biasa senang karena bisa berdua lagi dengannya.

Walaupun pada dasarnya aku tidak akan pergi berdua saja dengan Aldi, tapi aku tetap senang bisa berboncengan dengannya lagi. Kami banyak bicara kali ini, tentang pernikahan, tentang kami (aku harap, aku memang sudah gila).

“Berapa ya hantaran pernikahan itu Ty?” Tanya Aldi tiba-tiba saat kami berdua saja. Aku gugup dengan topik ini, tapi aku sangat senang membahas ini.

“Ehm, berapa yah?” aku mulai berhitung ,”20 juta kali ya Di.”

“Gile, mahal juga ya,” ucap Aldi dengan mimik wajah serius. Aku sangat menikmati waktu seperti ini bersama Aldi. Melihat mimik wajahnya secara dekat. Bagaikan Aldi hanya milik aku. Hanya untuk aku.

“Itu baru uangnya loh Di, belum lagi hantaran lainnya,” ucapku serius sambil memikirkan barang-barang yang harus disiapkan ketika menikah. Kenapa ya ada peraturan yang mengharuskan ada hantaran yang lumayan mengeluarkan banyak uang itu.

“Bisa sih gue ngumpulkan uang segitu, tapi yah gak bisa senang-senang gue berarti. Di rumah terus bengong gak kemana-mana.”

“Haha, iya belum lagi tukang hiasnya. Katanya bisa sampe 15jutaan loh Di.”

“Oh, kalau itu seh tenang Ty. Gue punya bibi yang tukang rias, terus suaminya itu yang nyewa-nyewain tenda dan kursi gitu,” cerita Aldi semangat.

“Enak dong, bisa dapat diskon.”

“Kalau bisa sekalian gratis. Hehe,” candanya ,”trus tukang fotonya kan ada Bang Barry, dapat deh kita potongan Ty. Masalah rumah tenang aja. Rumah gue yang sekarang pasti untuk gue. Biarin aja adik gue nanti keluar ikut suaminya. Bener gak tuh?” tanyanya sambil tersenyum.

Page 16: Christy's Diary

“Ih jahat deh lo,” aku tertawa. Kami tertawa.

Aku benar-benar menikmati suasana ini. Kami seperti merencanakan seperti apa pernikahan kami nanti. Bagaimana kehidupan kami. Tinggal dimana, mau punya anak berapa.

Walaupun bagi Aldi mungkin ini hanya obrolan asal-asalannya dengaku. Tapi aku akan mengingat ini seumur hidupku. Entah wanita mana yang nantinya mendapatkanmu Aldi. Siapapun dia, dia sangat beruntung dan aku akan sangat iri dengannya.

Januari 2010.

Aku mulai berkonsentrasi dengan skripsiku tahun ini. Ini adalah tahun terakhir akademikku. Aku tidak boleh terlalu banyak bermain lagi sekarang.

Tahun ini aku lumayan sibuk. Aku diterima sebagai pengajar disalah satu bimbingan belajar besar di kota Pontianak. Kepalaku mulai dipenuhi berbagai macam fikiran. Ini bagus. Aku tidak lagi terfokus pada Aldi seperti 1 setengah tahun belakangan ini.

Tapi tetap saja, aku tidak bisa terlalu lepas memikirkan Aldi. Kadang aku masih berharap, Aldi masih membutuhkan bantuanku. Aldi masih memintaku menemaninya, disaat anak-anak lain yang tidak terlalu perduli dengannya.

Aldi memang terkenal selengean dimata anak-anak lain. Seorang yang tidak peduli tentang apapun yang ada dihadapannya. Tapi bagiku, Aldi adalah seorang cowok yang sempurna. Dia salah satu mahasiswa yang berhasil menjadi IT sejati di Informatika ini, dia pintar, dia anak basket, dia suka bola, dia suka nonton, dia suka traveling, dia tidak terlalu perduli dengan urusan orang, dan betapapun orang bilang dia itu aneh, bagiku dia sangat baik. Aku tidak mau mendengar apa-apa tentang Aldi lainnya. Itu sudah cukup untukku.

Maka ketika aku seminar outline aku memberitahu dia. Meminta dia datang saat itu. Karena kedatangannya pasti sangat membantu semangatku. Aku ingin dia melihat aku tampil. Aku ingin dia ada di sana. Dan dia datang. Aku luar biasa senang.

Satu-satunya cara untuk mengurangi perasaanku yang aneh ini hanyalah pergi menjauh dari Pontianak. Hanya itu yang terfikirkan olehku. Aku harus pergi. Mungkin cara ini akan berhasil seperti dulu. Ketika aku ingin mengurangi rasa marahku kepada Tia.

Jakarta, 22 Februari 2010.

Aku benar-benar menikmati perjalananku di Jakarta kali ini. Aku hanya sendiri, menumpang di kosan teman SMA-ku yang kuliah di Jakarta. Aku pergi ke Dufan, mencoba wahananya satu per satu. Aku menikmati sunset di Pantai Ancol. Aku nongkrong di sebuah kafe di Kemang. Jalan-jalan di PIM. Dan banyak lagi. Tak satu haripun aku memikirkan keadaan di Pontianak.

Setelah puas di Jakarta aku ke Bandung. Menikmati suasana kota Bandung yang sekarang semakin macet. Padahal aku baru saja satu setengah tahun yang lalu pergi kesana. Aku pergi ke

Page 17: Christy's Diary

kebun stroberi, belanja, nongkrong di Mal, nonton bioskop, karokean dan apapun yang membuat aku senang. Yang membuat aku bahagia. Yang membuat aku melupakan Pontianak, melupakan perasaanku ke Aldi.

Aku pulang dengan keadaan fresh. Bahagia. Tapi satu hal yang aku tahu pasti. Aku belum bisa melupakan Aldi. Dia terlalu mengakar di dalam hatiku, di dalam fikiranku. Satu-satunya cara yang aku lakukan untuk menolong diriku sendiri adalah menjauh dari Aldi. Aku tidak bisa melakukannya secara langsung. Aku dan Aldi masih di dalam satu lingkungan yang sama, kami masih satu kampus.

Maret 2010.

Aku rindu dengan Aldi. Sejak pulang dari Jakarta, aku sudah sangat jarang bertemu dengannya. Bukan hanya karena aku menjauh. Tapi aku merasa Aldi juga mulai menjauh dariku. Mungkin dia mulai merasakan perasaanku padanya. Dia tidak suka denganku, dan dia menjauh. Paling tidak itulah yang aku fikirkan sekarang.

Tapi aku terlalu rindu dengannya. Akupun memberanikan diri meminta bantuannya. Bantuan yang sebenarnya tidak terlalu penting bagiku, tapi penting bagi perasaanku.

To: Aldi Di, bisa bantuin gue buatin tampilan untuk skripsi gue gak :D

Aku menunggunya membalas. Tapi sampai malampun dia tidak membalas. Aku kecewa. Aku

sedih.

Malamnya aku mengaktifkan YM-ku. Ada pesan offline masuk. Dari Aldi.

Aldinugraha: Ty, gue gak bisa bantu lo Aldinugraha: Gue lagi sibuk sekarang Aldinugraha: Sorry yah

Ah, sudah aku perkirakan ini. Aku tidak kecewa karena dia tidak bisa membantu. Aku hanya kecewa karena aku tidak bisa berdekatan lagi dengannya. Tidak ada alasan untuk bisa bertemu dengannya. Untuk sekarang, bahkan untuk SMS dan YM saja sudah sangat sulit.

Suatu malam aku sedang online di YM. Tidak menunggu siapa-siapa. Memang sudah kebiasaanku mencari teman ngobrol sambil menunggu rasa kantuk yang sudah sangat susah kudapat sekarang. Saat itu ada satu chat masuk. Dari Aldi.

Aldinugraha: Ty, cek email lo deh. Aldinugraha: aku ada ngirim sesuatu.

Langsung ku cek emailku. Ada inbox dari Aldi. Isinya ada sebuah file yang berisi template CSS lengkap. Luar biasa senangnya aku mendapatkan itu. Tampilan yang aku telah buat dengan susah payah rela untuk ku buang. Tampilan yang Aldi buat jauh lebih berarti buatku.

Page 18: Christy's Diary

You: Makasih yah Di

Semenjak itu aku mulai dekat lagi dengan Aldi. Beberapa kali aku saling email ke Aldi, meminta bantuannya. Sampai suatu kali mungkin permintaan aku sulit untuk dipahaminya.

Aldinugraha: Ty, maksud lo itu apaan seh? Aldinugraha: gue gak ngerti. You: gimana yah Di You: ya seperti yang gue bilang ke email gitu lah. Aldinugraha: gue gak ngerti. Aldinugraha: mending kita ketemu langsung aja deh. You: iya tuh boleh. You: lo kapan sempatnya? Aldinugraha: gue sih bisa kapan saja. Aldinugraha: lo aja yang kapan sempatnya. Aldinugraha: sibuk amat dengan kerjaan sepertinya lo. You: ok deh. Ntar aku hubungi lo yah kalau gue udah selesai buat databasenya. Aldinugraha: sip.

Sekarang membuat janji dengan Aldi adalah sesuatu yang sangat sulit. Pagi Aldi tidak bisa

diganggu. Biasanya dia belum bangun. Bagaimana tidak, dia rata-rata bangun jam 10 pagi. Sedangkan siang sampai sore aku yang sibuk bekerja di bimbingan. Otomatis kami hanya bisa janjian pada hari sabtu.

Aku berharap aku bisa janjian di rumahnya. Tapi Aldi memilih untuk bertemu di kampus.

Mungkin dia tidak mau lagi di ganggu olehku di rumahnya.

Tapi aku cukup senang. Kami mengobrol banyak hari itu.

“Jadi apa kabar judul skripsi lo Di?” Tanya aku disela-sela Aldi mengajariku.

“Bokap gue nanyain skripsi gue kamaren. Kenapa lama,” ucapnya mulai bercerita.

“Terus, lo bilang apa?” tanyaku penasaran. Aku memang suka dengan topik yang berhubungan dengan suatu yang pribadi tentang Aldi.

“Gue cerita, yang lain itu datang-datangin dosen buat ngereview. Kalau gue nggak. Bokap gue hanya geleng-geleng dengarnya,” cerita Aldi sambil ketawa.

Aku gak tahu sampai kapan aku bisa melihat senyum itu dari wajah Aldi.

**

Setelahnya aku sudah sangat jarang bertemu dengan Aldi. Hanya kadang-kadang bertemu saat kami bersama-sama nonton dengan anak-anak lainnya.

Tidak pernah berbicara berdua. Tidak pernah YM-an. Sangat jarang ber-SMS-an.

Page 19: Christy's Diary

Aku benar-benar ingin menjauh dari Aldi. Aku ingin semuanya berakhir. Aku ingin hidup dengan menemukan seorang pria baik yang bisa menyayangi aku. Aku ingin fikiranku bersih dari Aldi.

Tapi hingga hari inipun aku belum yakin aku bisa melakukan itu.

Karena inilah aku ingin sesegera mungkin lulus kuliah. Menghilang dari dunia yang penuh dengan Aldi. Dan Aldi akan menjadi kenangan terindahku. Karena dia telah membuat aku menangis. Dan dia juga banyak membuat aku tertawa, membuat aku bahagia.

**

Aldi, atau siapapun nama kau di dunia ini. Jika suatu hari kau membaca ini. Aku hanya ingin kau tahu. Bahwa ada seorang teman yang sangat menyukaimu. Dan itu adalah aku.

Semoga hidupmu bahagia Di. Semoga Tuhan beserta malaikatnya melindungi dan selalu memberkatimu. Semoga kau sukses di dunia dan di akhirat. Dan apapun yang kau inginkan terkabul.