Chitin & Chitosan_Angelina Oktavia_13.70.0175_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA_fix

download Chitin & Chitosan_Angelina Oktavia_13.70.0175_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA_fix

of 17

description

Kitin dan kitosan adalah salah satu jenis limbah udang. Dimana kitin adalah salah satu jenis polisakarida yang terbuat dari unit N-asetil-D-glukosamin yang terhubung pada ikatan β (1, 4).

Transcript of Chitin & Chitosan_Angelina Oktavia_13.70.0175_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA_fix

Acara II

CHITIN & CHITOSANLAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama

: Angelina Oktavia D.NIM

: 13.70.0175Kelompok: A5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

20151. MATERI METODE1.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ayakan, perlatan gelas, blender, oven, kain saring, limbah udang, NaOH 3,5%, HCl 0,75 N; 1N; 1,25N dan NaOH 40%, 50% dan 60%. 1.2. Metode

Demineralisasi

Deproteinasi

Deasetilasi

2.

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan praktikum Chitin dan Chitosan dapat dilihat di tabel 1. Table 1. Tabel hasil pengamatan Chitin dan ChitosanKel.PerlakuanRendemen KitinI (%)Rendemen Kitin II (%)Rendemen Kitosan (%)

A1HCl 0,75N + NaOH 40% + NaOH 3,5%30,0020,0010,40

A2HCl 0,75N + NaOH 40% + NaOH 3,5%45,0026,6713,07

A3HCl 1N + NaOH 50% + NaOH 3,5%35,0022,2212,32

A4HCl 0,75N + NaOH 50% + NaOH 3,5%20,0028,5714,95

A5HCl 1,25N + NaOH 60% + NaOH 3,5%30,0025,0012,40

Dari hasil pengamatan Chitin dan Chitosan pada tabel 1. dapat kita lihat bahwa hasil yang diperoleh dari masing-masing kelompok berbeda-beda. Untuk rendemen kitin I, rendemen paling tinggi yaitu pada kelompok A2 dengan komposisi yang sama, yaitu HCl 0,75N, NaOH 3,5%, dan NaOH 40% sebesar 45,00%. Sementara itu nilai rendemen kitin I paling rendah dihasilkan oleh kelompok A4, yaitu 20,00%, dengan komposisi HCl 1N, NaOH 35%, dan NaOH 50%. Sedangkan nilai rendemen kitin II, diperoleh rendemen terbesar pada kelompok A4, yaitu 28,57 %, dan hasil rendemen terkecil dihasilkan oleh kelompok A1, dengan nilai 20,00%, Sementara itu untuk rendemen kitosan terbanyak dihasilkan oleh kelompok A4, yaitu 14,95%, dan rendemen kitosan terendah dihasilkan oleh kelompok A1, dengan nilai 10,40%.3. PEMBAHASAN Kitin dan kitosan adalah salah satu jenis limbah udang. Dimana kitin adalah salah satu jenis polisakarida yang terbuat dari unit N-asetil-D-glukosamin yang terhubung pada ikatan (1, 4). Pada jurnal yang berjudul Functional Characterization of Chitin and Chitosan bahwa chitin dan chitosan merupakan komponen polisakarida yang memiliki penyusun dari berbagai jumlah terkait dari N-asetil-2 amino-2-deoxy-D-glukosa dan 2-amino-2-deoxy-Dglucose (Aranaz et al. (2009). Sumber penghasil kitin biasanya berasal dari cangkang crustasea mialnya udang dan kepiting. Sedangkan untuk kitosan adalah sebuah turunan dari kitin, dan biasanya relative banyak digunakan pada industri industri pangan, kosmetik dan juga dalam bidang farmasi (Uno et al., 2012). Kitin biasanya bewarna putih, mengandung nitrogen yang biasanya ditemukan pada kulit udang dan mempunyai tekstur inelastis dan keras (Wang et al., 2010). Pada praktikum kali ini digunakan limbah kulit udang sebagai bahan utama proses pembuatan kitin dan kitosan. Hal ini dikarenakan pada kulit udang terkandung protein sebesar 25-40%, kalsium karbonat sebesar 45-50% dan kitin sebesar 15-20% (Suhardi, 1992). Pertama-tama proses yang dilakukan adalah proses Demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan mineral, kalsium karbonat, dan kalsium fosfat (Jonson & Peterson, 1974). Dengan cara pertama-tama limbah udang dicuci dengan menggunakan air mengalir dan dikeringkan. Setelah itu dicuci kembali dengan menggunakan air panas sebanyak 2 kali dan dikeringkan kembali. Dimana proses pencucian dengan menggunakan air panas ini dimaksudkan sebagai tahap sterilisasi agar mikroba yang merugikan dapat hilang dan untuk menghilangkan kotoran yang menempel hilang (Bastaman, 1989). Kemudian dihancurkan sampai jadi serbuk dan kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 40-60 mesh. Setelah itu limbah kulit udang yang sudah hancur diambil dan dicampurkan dengan menggunakan HCl dengan perbandingan 10:1 dimana untuk kelompok A1 dan A2 menggunakan HCl 0,75 N, kelompok A3 dan A4 menggunakan HCl 1 N dan pada kelompok A5 menggunakan HCl 1,25 N. Menurut teori Peter (1995) penambahan larutan HCL ini dimaksudkan untuk melarutkan ion Ca2+ yang terkandung dalam cangkang udang, hingga berikatan dan akan menghasilkan CaCl2 . Dimana senyawa ini yang mempunyai sifat larut dalam air. Selain menghasilkan CaCl2, dihasilkan pula produk sampingan seperti asam pospat yang larut air dan gas CO2. Lalu dipanaskan di atas hot plate hingga suhu nya mencapai 90oC. Ketika suhunya sudah mencapai 90oC kemudian diaduk selama 1 jam. Proses pemanasan yang dilakukan pada proses demineralisasi berfungsi agar dapat mempercepat proses perusakan mineral. Sedangkan untuk pengadukan bertujuan untuk menghindari gelembung-gelembung udara yang meluap-luap saat tidak diaduk akibat dihasilkannya pemisahan mineral selama proses demineralisasi (Johnson & Peterson, 1974). Setelah itu dicuci dengan menggunakan air hingga pH nya menjadi netral. Dilaukan pencucian agar pH menjadi netral dan menghindari resiko terjadinya degradasi selama proses pengeringan, untuk melarutkan CaCl2 dan asam pospat yang mempunyai sifat larut dalam air (Mekawati et al., 2000). Setelah itu dikeringkan selama 24 jam dengan menggunakan oven pada suhu 80oC. Kemudian setelah dioven diperoleh hasil Rendemen Kitin yang pertama. Dimana rendemen kitin yang paling besar ada pada kelompok A2 sebesar 45,000% dengan menggunakan penambahan konsentrasi HCl sebesar 0,75N. Dan untuk hasil yang paling kecil ada pada kelompok A4 sebesar 20,000% dengan penambahan konsentrasi HCl sebesar 1 N. Sedangkan untuk kelompok A1, A3 dan A5 yang menggunakan penambahan HCl berturut-turut sebesar 0,75 N, 1N dan 1,25 N. Hasilnya adalah sebesar 30,000% ; 35,000% ; dan 30,000%. Dari hasil pengamatan ini terjadi ketidaksesuaian dengan teori milik Johnson & Peterson (1974) yang mengatakan bahwa seharusnya hasil rendemen akan semakin tinggi apabila penambahan konsentrasi HCl juga semakin tinggi. Karena penambahan HCl ini berfungsi untuk melepaskan senyawa mineral pada serbuk udang. Ketidaksesuaian ini dapat dikarenakan ketidaktelitian dalam menimbang berat kering dan pada saat proses pencuciaan ada beberapa yang terbuang.

Langkah berikutnya adalah masuk ke dalam proses deproteinasi. Dalam proses ini pertama-tama diambil hasil tepung dari proses demineralisasi. Kemudian dicampurkan dengan NaOH 3,5% (6:1). Kemudian dipanaskan diatas hotplate hingga mencapai suhu 90oC dan setelah mencapai suhu tersebut kemudian diaduk selama 1 jam. Proses pemanasan ini berfungsi agar protein yang terkandung mampu terdenaturasi. Akibatnya protein lebih mudah dipisahkan sedangkan proses pengadukan bertujuan untuk meratakan proses denaturasi protein oleh larutan NaOH. Sehingga dengan adanya pemanasan dan pengadukan maka hasil kitin yang diperoleh lebih optimal (Patil et al, 2000). Setelah diaduk 1 jam, hasil residu disaring, didinginkan kemudian dicuci dengan air hingga pH nya netral. Dimana pH netral ini ditunjukan dengan menggunakan kertas lakmus dan kertas lakmus tersebut berubah menjadi warna hijau. Setelah itu dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan selama 24 jam pada suhu 80oC untuk dihasilkan chitin. Proses deproteinasi berfungsi untuk melarutkan protein semaksimal mungkin dengan menggunakan larutan kimia yang bersifat basa dari substrat. Selain itu penambahan larutan NaOH 3,5% bertujuan untuk membuat volume partikel bahan / substrat menjadi lebih besar sehingga ikatan antar komponen akan menjadi leboh renggang dan mempunyai kemampuan untuk menghidrolisis gugus asetil pada kitin. Sehingga akan terjadi proses deasetilasi dan kitin akan berubah menjadi kitosan karena kadar kitin yang berkurang (Lehninger, 1975).Dari proses deproteinasi, diperoleh hasil rendemen kitin II yang berbeda-beda pada setiap kelompok. Hasil rendemen yang paling besar ada pada kelompok A4 yaitu sebesar 28,57%. Sedangkan untuk hasil yang paling kecil ada pada kelompok A1 yaitu sebesar 20,00%. Pada kelompok A2, A3 dan A5 hasil rendemennya berturut-turut adalah 26,67% ; 22,22% ; dan 25,00%. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa hasil persentase rendemen kitin lebih dari 20%. Hal ini sesuai dengan teori milik Puspawati et al., (2010) yang mengatakan bahwa biasanya rendemen kitin yang diperoleh dari limbah kulit udang adalah lebih dari atau sama dengan 20%. Dan hasil rendemen kitin II mempunyai hasil yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan rendemen kitin I. Hal ini dikarenakan proses deproteinasi dengan menggunakan NaOH yang mempunyai sifat basa akan mengoptimalkan proses penghilangan mineral dan komponen protein yang berada pada kitin tersebut, akibatnya rendemen kitin yang dihasilkan akan mengalami penurunan dari rendemen kitin sebelumnya (Fennema, 1985). Setelah itu proses selanjutnya adalah Deasetilasi. Dimana proses ini merupakan proses terakhir dan proses ini akan mengubah senyawa kitin yang telah terbentuk sebelumnya menjadi senyawa kitosan (Robert, 1992). Selain itu tujuan dari proses deasetilasi adalah untuk memutuskan ikatan kovalen antara gugus asetil dengan gugus nitrogen yang terletak pada gugus asetamida kitin yang akan diubah jadi gugus amina (NH2) yang merupakan bagian dari senyawa kitosan yang akan dihasilkan (Azhar et al., 2010). Langkah pertama yang dilakukan dalam proses ini adalah hasil chitin diambil kemudian ditambahkan NaOH dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada masing-masing kelompok. Pada jurnal yang berjudul Chitosan Preparation from Persian Gulf Shrimp Shells and Investigatingthe Effect of Time on the Degree of Deacetylation bahwa dijelaskan pula bahwa adanya penambahan larutan NaOH akan mempercepat proses dari deasetilasi serta mampu menjaga suhu tetap konstan (Viarsagh et al., 2010). Untuk kelompok A1 dan A2 menggunakan konsentrasi NaOH 40%, untuk kelompok A3 dan A4 menggunakan konsentrasi 50% dan untuk A5 menggunakan konsentrasi 60% dengan perbandingan 20:1. Penggunaan NaOH berfungsi untuk merubah konformasi kitin yang rapat jadi lebih renggang, maka enzim yang bertugas untuk menguraikan akan lebih mudah masuk untuk mendeasetilasi polimer dari kitin. Selain itu sifat Alkali (NaOH) dengan konsetrasi yang tinggi akan memutus ikatan antara gugus karboksil dengan gugus nitrogen pada kitin (Hirano, 1989). Pada jurnal yang berjudul A Simple Colorimetric Method for the Evaluationof Chitosan bahwa adanya penambahan larutan Natrium hidroksida akan membuat suasanan dari larutan cenderung kearah basa sehingga akan menyebabkan perubahan warna (Shoer, 2010). Lalu dipanaskan di atas hotplate hingga suhunya 90oC. kemudian diaduk selama 1 jam. Lalu disaring dan hasil residu yang diperoleh dicuci hingga pH nya netral. Lalu dimasukkan kedalam oven selama 24 jam dengan suhu 70oC dan setelah kering maka akan dihasilkan chitosan. Proses pengeringan ini dilakukan agar kitosan yang dihasilkan akan berbentuk serbuk dengan warna putih kekuningan (Ramadhan et al., 2010).Hasil yang diperoleh adalah pada kelompok A4 memiliki hasil rendemen kitosan terbesar yaitu 14,95%. Sedangkan pada kelompok A1 menghasilkan % rendemen kitosan paling kecil yaitu sebesar 10,40%. Namun seharusnya yang mempunyai % rendemen kitosan yang paling tinggi adalah kelompok A5 karena penambahan NaOH dengan konsentrasi paling tinggi yaitu 60%. Karena menurut pendapat Martinou (1995), bahwa semakin besar konsentrasi NaOH yang dipakai maka hasil kitosan nya juga akan besar juga. Perbedaan hasil termasuk perbedaan hasil warna yang didapat dapat dikarenakan karena adanya factor ketidaksempurnaan dalam melakukan praktikum, misalnya suhu pemanasan yang digunakan tidak konstan, waktu pemanasan yang kurang tepat, dan sebagainya.Kitosan diperoleh dari sintesis kulit udang, kepiting, dan lain-lain dapat digunakan untuk bahan anti mikroba alami pada ikan, untuk bahan pengawet alami sebagai contoh dalam produk sirup nanas karena mempunyai efek fungisida akibat adanya polimer D-glukosamin yang bersifat toksin bagi kapang/jamur yang mampu tumbuh pada sirup nanas. Jurnal yang berjudul Physicochemical Properties and Antioxidant Activity of Chitin and Chitosan Prepared f rom Pacific White Shrimp Waste bahwa chitosan dan chitin dapat digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, memperlambat aktivitas tumor, serta mempercepat kalsium untuk diserap dalam tubuh (Trung & Bao, 2015). Selain itu dapat membantu dalam proses pengolahan limbah (Satuhu, 2003). Selain itu menurut Sarjono et al. (2008) kitin dan kitosan dapat berfungsi untuk perisa makanan alami. Pada jurnal yang berjudul Chitin and Chitosan: Marine Biopolymers with UniqueProperties and Versatile Applications dikatakan bahwa kitin mempunyai warna yang tidak bewarna, bertekstur keras, elastic, serta mengandung adanya unsure nitrogen didalamnya (Cheba, 2011). Aplikasi kitin dan kitosan dalam bidang industry

Bahas jurnal

4. KESIMPULAN Proses-proses untuk memproduksi kitin terdiri dari demineralisasi dandeproteinasi, kemudian dilanjutkan dengan proses deasetilasi untuk menghasilkan kitosan.

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel yang dapat mencemari ektraksi kitin. Proses Demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan mineral, kalsium karbonat, dan kalsium fosfat.

Proses deproteinasi bertujuan untuk melarutkan protein semaksimal mungkin dengan menggunakan larutan kimia yang bersifat basa dari substrat.

Penambahan HCL digunakan untuk melarutkan ion Ca2+ yang terkandung dalam cangkang udang, sehingga berikatan dan akan menghasilkan CaCl2. Semakin tinggi konsentrasi pelarut baik HCl dan NaOH yang digunakan maka rendemen kitin dan rendemen kitosan yang dihasilkan akan semakin banyak. NaOH digunakan sebagai pelarut karena sifatnya yang alkali digunakan untuk menghidrolisa kitin sehingga terjadi proses deasetilasi dari gugus asetamida menjadi gugus amina.

Kitosan dapat digunakan untuk bahan pengawet alami, dapat membantu proses pengolahan limbah

Kitin dan kitosan dapat berfungsi untuk perisa makanan alami. Proses deasetilasi merupakan proses prubahan senyawa kitin yang telah terbentuk sebelumnya menjadi senyawa kitosan.Semarang,23 September 2015Praktikan,

Asisten DosenAngelina Oktavia D.

Tjan Ivana Chandra.

13.70.0175 - A55. DAFTAR PUSTAKAAranaz, Inmaculada, Marian Mengibar, Ruth Harris, Ines Pnos, Beatriz Miralles, Niuris Acosta, Gemma Galed and Angeles Heras. (2009). Functional Characterization of Chitin and Chitosan. Faculty of Pharmacy, Institute of Biofunctional Studies, Complutense University, Spain. Current Chemical Biology, 2009, 3, 203-230 203. Azhar, M., Jon Efendi, Erda S., Rahma M. L, dan Sri Novalina.(2010). Pengaruh Konsentrasu NaOH dan KOH Terhadap Derajat Deasetilasi Kitin dari Limbah Kulit Udang.EKSAKTA Vol. 1 Tahun XI.Bastaman, S. (1989). Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan from Prawn Shells. Thesis. The Depatment of Mechanical. Manufacturing Aeronautical and Chemical Engineering. The Queen's University. Belfast.Cheba, B.A. (2011). Chitin and Chitosan: Marine Biopolymers with Unique Properties and Versatile Applications. Global Journal of Biotechnology & Biochemistry 6 (3): 149-153. University of Sciences and Technology, Algeria.Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry.Second Edition.Marcel Dekker, Inc., New York.

Hirano. (1989). Production and Aplication on Chitin and Chitosan in Japan.Jepang.

Johnson, A.H. dan M.S. Peterson.(1974). Encyclopedia of Food Technology Vol. II. The AVI Publishing Co., Inc., Connecticut.

Lehninger, A.L. (1975). Biochemistry. 2nd Ed. Worth Publisher Inc., New York.Martinou, A.D., D. Kafetzopoulos dan V. Bouriotis. (1995).Chitin deacetylation by enzymatic means.

Mekawati, Fachriyah, E. dan Sumardjo, D. (2000).Aplikasi Kitosan Hasil tranformasi Kitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion Logam Timbal.Jurnal Sains and Matematika, FMIPA Undip, Semarang, Vol. 8 (2), hal. 51-54.

Patil, R. S., V. Chormade, and M. V. Desphande. 2000. Chitinolytic enzymes an exploration. Enz Microb Technol 26:473-483.

Peter, Martin G. (1995). Application and Environmental Aspects of Chitin and Chitosan.Journal of Pure and Appl. Chem. Marcel Dekker, Inc., Germany. Hlm. 629-639.

Puspawati, N. M dan I. N. Simpen. (2010). Optimasi Deasetilasi Khitin dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood Menjadi Khitosan Melalui Variasi Konsentrasi NaOH. Jurnal Kimia Vol 4 hal 79 90.

Ramadhan, L.O.A.N., C.L. Radiman, D. Wahyuningrum, V. Suendo, L.O. Ahmad, S. Valiyaveetiil. (2010). Deasetilasi Kitin secara Bertahap dan Pengaruhnya terhadap Derajat Deasetilasi serta Massa molekul Kitosan. Jurnal Kimia Indonesia. Vol 5 : 17-21.

Robert, G.A.F. (1992). Chitin Chemistry. The Macmillan Press Ltd., London.

Sarjono, P.R; N.S Mulyani; N Wulandari. 2008. Uji Antibakteri Kitosan dari Kulit Udang Windu(Peneaus Monodon) Dengan Metode Difusi Cakram Kertas. Universitas Diponegoro.

Satuhu, S.2003. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta

Shoer, Mohamed Abou. (2010). A Simple Colorimetric Method for the Evaluation of Kitosan. Faculty of Pharmacy, Alexandria. Agypt. American Journal of Analytical Chemistry, 2010, 2, 91-94. Suhardi, U. Santoso dan Sudarmanto. (1992). Limbah Pengolahan Udang untuk Produksi Kitin, Laporan penelitian, BAPPINDO-FTP UGM. Yogyakarta.Trung, T.S. & Bao, N.D. (2015). Physicochemical Properties and Antioxidant Activity of Chitin and Chitosan Prepared from Pasific White Shrimp Waste. International Journal of Carbohydrate Chemistry. Vietnam.

Viarsagh, M.S., Janmaleki, M., Falahatpishes, H.R., Masoumi, J. (2010). Chitosan Preparation from Persian Gulf Shrimp Shells and Investigating the Effect of Time on the Degree of Deacetylation. Journal of Paramedical Sciences. Vol. 1, No. 2. Universitas of Medical Sciences, Iran.Uno, K., Higashimoto, Y., Chaweepack, T., and Ruangpan,L. (2012). Effect of Chitin Extraction Processes on Residual Antimicrobials in Shrimp Shells. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 12: 89-94 (2012).

Wang, Zhengke., Qiaoling Hu., & Lei Cai. (2010). Chitin Fiber and Chitosan 3D Composite Rods. International Journal of Polymer Science.

6. LAMPIRAN

6.1. PerhitunganRumus :

Rendemen Chitin I= Rendemen Chitin II= Rendemen Chitosan = KelompokA1

Rendemen Chitin I= = 30,00 %Rendemen Chitin II= = 20,00 %Rendemen Chitosan = = 10,40 %

KelompokA2

Rendemen Chitin I= = 45,00 %Rendemen Chitin II= = 26,67 %Rendemen Chitosan = = 13,07 %

KelompokA3

Rendemen Chitin I= = 35,00 %Rendemen Chitin II= = 22,22 %Rendemen Chitosan = = 12,32 %

KelompokA4

Rendemen Chitin I= =20,00 %Rendemen Chitin II= = 28,57 %Rendemen Chitosan = = 14,95 %

KelompokA5

Rendemen Chitin I= = 30,00 %Rendemen Chitin II= = 25,00 %Rendemen Chitosan = = 12,40 %6.2. Laporan Sementara6.3. Diagram Alir6.4. Abstrak Jurnal

Kemudiandikeringkanpadasuhu 80oC selama 24 jam

Kemudiandipanaskanpadasuhu 90oC selama 1 jam.

Kemudiandisaringdandidinginkan

Laludicucisampai pH netral.

Kemudiandikeringkanpadasuhu 80oC selama 24 jam

Limbahudangdicucidengan air mengalirdandikeringkan, laludicucidengna air panas 2 kali, dandikeringkankembali.

Limbahudangkemudiandihancurkanhinggamenjadiserbukdandiayakdenganayakan 40-60 mesh.

HClditambahkandenganperbandingan 10:1.Kelompok A1 dan A2 menggunakanHCl 0,75N, A3 dan A4 HCl 1N, dan A5 HCl 1,25N

Kemudiandipanaskanpadasuhu 90oC selama 1 jam.

Laludicucisampai pH netral.

Chitin yang didapatkemudianditambahkanNaOH 40% untukkelompok A1 dan A2, NaOH 50% untukkelompok A3 dan A4, danNaOH 60% untukkelompok A5

Kemudian dikeringkan pada suhu70oC selama 24 jam

Laludicucisampai pH netral.

Kemudiandipanaskanpadasuhu 90oC selama 1 jam

Hasil demineralisasi dicampur dengan NaOH dengan perbandingan 6:1

12