Chapter Report-role Playing

download Chapter Report-role Playing

of 12

Transcript of Chapter Report-role Playing

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

BAB I LAPORAN ISI BUKU ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN)

Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental atau karakter peserta didik. Pendidikan yang baik akan membentuk mental atau karakter peserta didik yang lurus dan terarah. Pembinaan mental yang baik pada akhirnya akan bermuara pada kebaikan di kehidupan yang akan datang. Kehidupan di tengahtengah masyarakat yang penuh dengan persoalan-persoalan yang rumit. Dengan berbekal pendidikan yang baik, peserta didik akan mempunyai mental atau karakter yang kuat, dan mempunyai pengetahuan yang luas. Strategi pembelajaran yang ditetapkan oleh guru akan bergantung pada pendekatan pembelajaran yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi tersebut dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Menurut Kemp, 1995 (dalam Wina Sanjaya: 294) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pada dasarnya strategi menunjuk sebuah perencanaan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain strategi adalah A plan of operation achieving omething. (Wina Sanjaya, 2008: 295). Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach). Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan peranperan yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas atau pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran atau alternatif pendapat bagi pengembangan peranperan tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.

Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

1

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

A. Asumsi Terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut: 1. Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi di sini pada saat ini. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain. 2. Bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran. 3. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya

Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

2

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi. 4. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.

B. Metode Pembelajaran Role Playing Istilah sosiodrama dan bermain peran (Role Playing) dalam metode pembelajaran merupakan dua istilah yang kembar, bahkan di dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dan silih berganti. Sosiodrama yang dimaksudkan adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi oleh peserta didik. Proses interaksi antar siswa dan antara siswa dengan guru dalam kegiatan pembelajaran dengan metode sosiodrama akan lebih aktif, komunikasi berjalan dua arah dari Guru ke siswa dan dari siswa ke guru. Dengan demikian, siswa tidak hanya menerima penjelasan materi secara teoritis tetapi juga ikut mengamati dan menganalisa masalah yang sedang diperankan yang merupakan ilustrasi dari materi yang akan disampaikan. Hal ini jelas sangat berbeda ketika siswa mengikuti proses pembelajaran dengan metode konvensional. Kesan yang muncul ketika siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan metode konvensional adalah siswa menjadi objek dari materi yang disampaikan oleh guru. Sedangkan metode sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan sebagai subjek dan mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang masalah yang dihadapi. Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yaitu:Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

3

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

1. Kualitas pemeranan, 2. Analisis dalam diskusi, 3. Pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.

Simulasi bermain peran didasarkan pada dasar pembelajaran berikut:

Figure 1. Attributes of the Role-Play Simulation

1. Perancah (tugas yang memimpin peran untuk mencapai hasil tertentu) 2. Sumber (informasi yang subjek dan spesifi) 3. Interaksi fasilitas (sim-mail dan sim-konferensi untuk komunikasi) 4. Struktur sosial (kerangka kerja yang mendukung aturan untukbermain game). 1. Kondisi Penggunaan Metode Role Playing Secara umum metode pembelajaran bermain peran (Role Playing) dapat digunakan apabila : a. Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang b. Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan c. Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan d. Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam masyarakat kelak e. Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakatBook: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

4

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya f. Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga amat berguna bagi kehidupan dan masa depannya kelak, terutama yang berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya. g. Untuk meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik secara lebih kritis dan detail dalam pemecahan masalah. h. Untuk meningkatkan pemahaman konsep dari materi yang diajarkan. 2. Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) Sebelum menerapkan metode pembelajaran Bermain peran (Role Playing), guru hendaknya menyusun skenario sesuai kebutuhan. Mengacu pada Rencana Proses Pembelajaran dan Silabus yang telah disusun. Hal ini perlu agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan menarik, mencapai sasaran dan tidak melebihi alokasi waktu yang ditentukan. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam menerapkan metode pembelajaran Bermain peran (Role Playing) antara lain: a. Bila metode bermain peran baru diterapkan dalam pengajaran, maka hendaknya guru menerangkannya terlebih dahulu teknik pelaksanaannya, dan menentukan diantara siswa yang tepat untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu, kemudian secara sederhana dimainkan di depan kelas. b. Menerapkan situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga diceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan diperankan tersebut sesuai dengan materi yang akan disampaikan. c. Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga benar-benar bisa membangun interaksi yang lebih menarik. d. Setelah sosiodrama itu dalam puncak klimas, maka guru dapat menghentikan jalannya drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum, sehingga penonton (siswa yang mengamati) ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai sosiodrama yang dimainkan. Sosiodrama dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu. e. Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan kesesuaian jalannya sosiodrama dengan materi yang sedang dibicarakan.Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

5

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

f. Guru menerima semua masukan, dari siswa dan memberikan simpulan yang tepat dari pengilustrasian materi melalui metode sosiodrama tersebut. g. Menyelaraskan pemahaman konsep yang dijelaskan dalam pemecahan masalah/soal yang berkaitan dengan materi pembelajaran. h. Setelah kegiatan selesai, guru bisa memberikan contoh soal yang harus diselesaikan dengan menggunakan konsep seperti yang telah diperagakan oleh siswa melalui metode sosiodrama tersebut. i. Untuk selanjutnya bisa dievaluasi apakah metode tersebut berhasil atau belum yang indikasinya bisa dilihat melalui kemampuan pengintegrasian konsep yang diperagakan ke dalam masalah atau soal yang harus diselesaikan. 3. Jenis-jenis Bermain Peran (Role Playing) a. Peran Ganda Dalam jenis ini semua peserta dalam kelompok bermain peran secara bersamaan. Setelah memainkan peran, masing-masing kelompok menganalisis interaksi dan mengidentifikasi poin-poin pembelajaran. b. Peran Bermain tunggal Satu kelompok peserta memainkan peran dan peserta lainnya mengamati, menganalisis interaksi mereka dengan satu sama lain. c. Rotasi Peran Rotasi peran dimulai sebagai bagian dari bermain peran tunggal. Setelah interaksi atau penampilan peserta, pelatih akan menghentikan permainan dan mendiskusikan apa yang terjadi selama permainan. Kemudian para peserta diminta untuk bertukar peran. d. Peran Bermain spontan Dalam bermain spontan, peserta memainkan peran dengan spontan tanpa persiapan terlebih dahulu.

4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) Seperti metode-metode pembelajaran yang lain, metode pembelajaran Bermain Peranan (Role Playing) juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak semua materi bisa menjadi lebih baik bila menggunakan metode ini, akan tetapiBook: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

6

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

harus dipilih dengan teliti oleh guru pengampu, mana yang baik menggunakan metode ini dan mana yang tidak. a. Kelebihan Metode Role Playing 1) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan dan sulit untuk dilupakan. 2) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. 3) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. 4) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri 5) Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan atau membuka kesempatan bagi lapangan kerja.

b. Kelemahan Metode Role Playing Metode bermain peranan memiliki sisi-sisi kelemahan. Namun yang penting disini, kelemahan dalam suatu metode tertentu dapat ditutupi dengan memakai metode yang lain. Kelemahan metode sosiodrama dan bermain peran ini terletak pada : 1) Sosiodrama dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang atau banyak. 2) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun siswa dan ini tidak semua guru memilikinya. 3) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerankan suatu adegan tertentu. 4) Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai dan waktu menjadi sia-sia. 5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini

Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

7

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

BAB II IMPLEMENTASI KASUS

Role playing atau bermain peran adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi oleh peserta didik. Dalam pengimplementasian, penulis memberikan contoh yang sudah diterapkan di dunia pendidikan, yaitu di Program Studi Pendidikan Tata Boga, PKK FPTK UPI. Berikut adalah contoh implementasi kasus yang sudah diterapkan. A. Bermain Peran dalam Mata Kuliah Praktek Usaha Boga Mata kuliah Praktek Usaha Boga adalah matakuliah profesi yang harus di tempuh oleh mahasiswa pada semester 5, sebagai lanjutan dari mata kulian Management Usaha Boga, yaitu sebanyak 2 sks. Mata kuliah Praktek Usaha Boga adalah mata kuliah praktek, dimana mahasiswa dituntut untuk dapat berwirausaha dengan cara mengelola caf Laboga dan terlibat langsung dalam

pengelolaannya. Adapun alur kegiatan mahasiswa didalamnya adalah sebagai berikut:Pembagian kelompok mahasiswa Dosen memberi aturan permainan Pembagian jadwal kelompok Bermain peran

Evaluasi dalam kelas besar

Share antar kelompok

Pembuatan laporan kelompok

Dalam prakteknya, mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok dimana satu kelompoknya terdiri dari 4-5 mahasiswa. Mahasiswa akan diberikan kepercayaan untuk mengelola caf, tentunya tetap berada dibawah pengawasan dosen pengampuh. Dalam satu kelompok, mahasiswa harus ada yang berperan sebagai kasir, waitress, cook, dan help cook. Waktu yang diberikan adalah selama

Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

8

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

satu minggu, dan bergiliran dengan kelompok lain, terus berulang sampai lima bulan lamanya. Sebelum memulai bermain peran, mahasiswa akan dibekali uang sebesar Rp 300.000,-. Uang tersebut harus dikelola oleh mahasiswa dengan membuat produk makanan, dan setiap akhir minggu mahasiswa harus melaporkan laporan keuangannya kepasa dosen pengampuh, serta melakukan evaluasi kelompok secara interen untuk membuat perencanaan penjualan periode berikutnya. Mahasiswa dituntut untuk mendapatkan minimal 50% dari modal awal, selain itu mahasiswa juga dituntut untuk menguasi setiap peran yang diberikan, yaitu sebagai kasir, juru masak atau cook, asisten juru masak atau cook help, atau pramusaji atau waitress. Disinilah mahasiswa dapat memperdalam dan mengaplikasikan pembelajaran yang sudah mereka dapatkan sebelumnya.

B. Bermain Peran dalam Mata Kuliah Bisnis Patiseri Mata kuliah lainnya yang menggunakan metode pembelajaran role playing adalah mata kuliah profesi Bisnis Patiseri, dimana mata kuliah tersebut wajib ditempuh oleh paket program Patiseri di semester 4 dengan bobot 3 sks dan termasuk kedalam mata kuliah profesi praktek. Mata kuliah Bisnis Patiseri merupakan mata kuliah lanjutan dari Management Bisnis Patiseri. Sebelumnya mahasiwa dibekali teori dasar mengenai management, bagaimana management penjualan, sistem dan pengorganisasian usaha dan karyawan, membuat rancangan atau business plan, atau sampai kepada masalah keuangan atau pembukuan. Barulah di mata kuliah Bisnis dan Patiseri mahasiswa ditantang untuk dapat menarapkan teori-teori tersebut. Dalam mata kuliah ini mahasiswa harus membuat usaha cookies. Pemeran adalah seluruh mahasiswa dan tanpa adanya pembagian kelompok. Dalam satu kelas mahasiswa ada yang berperan sebagai general manager, manager pemasaran, manager keuangan, kepala produksi, tim pemasaran, tim produksi (cook dan cook help), kepala gudang, serta tim kreatif. Bermain peran dilakukan selama satu semester, dan setiap anggota bertukar peran setiap dua minggu sekali.

Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

9

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

Dengan adanya role playing, mahasiswa dapat lebih memahami job desctiption, wewenang dan tanggung jawab, serta memahami tujuan pembelajaran dengan sempurna. Pembelajaran akan lebih berarti apabila mahasiswa terlibah didalamnya, dan apabila mahasiswa mempunyai pengalaman belajar darinya. Sehingga akan lebih melekat pemahamannya, dengan bermain peran mahasiswa telah melaksanakan tiga pilar pendidikan, yaitu: learning to do, learning to be, dan learning to live together.

Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

10

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

BAB III KESIMPULAN

Melalui bermain peran (role playing), para peserta didik atau mahasiswa mencoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, daan berbagai strategi pemecahan masalah. Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi, model ini berusaha membantu mahasiswa menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Juga melalui model ini mahasiswa diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok sosial yang beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi sosial, model ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi mahasiswa. Pemecahan masalah dilakukan secara demokratis. Dengan demikian melalui model ini, mahasiswa juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.

Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

11

2012

CHAPTER REPORT:ROLE PLAYING

DAFTAR PUSTAKA

Arjoranta, Jonne. Defining Role-Playing Games as Language-Games (International Journal of Role Playing Issue 2). University of Jyvskyl. Finland. Harviainen, J. Tuomas. Sadomasochist Role-Playing as Live-Action RolePlaying: A Trait-Descriptive Analysis (International Journal of Role Playing Issue 2). University of Tampere. Finland. Joyce, R. Bruce, et.al. Model of Teaching. Bacon Publisher. Palupi, Diyah Retno. PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA.

Book: Model of Teaching, by: Bruce Joyce Reported by: Mauren Gitta

12