Chapter I.pdf
-
Upload
suhartini-khalik -
Category
Documents
-
view
6 -
download
3
Transcript of Chapter I.pdf
-
39
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian tentang konvergensi dan divergensi berkaitan erat dengan
proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan
sejumlah pemahaman terhadap berbagai teori. Kajian yang selalu menyoroti
tentang variasi bahasa adalah kajian dialektologi dan sosiolinguistik.
Dialektologi1) mendeskripsikan variasi bahasa dengan memperlakukannya
secara utuh. Variasi bahasa dalam kajian dialek dibedakan berdasarkan waktu,
tempat, dan sosial penutur. Artinya, ada dialek temporal, seperti Melayu Kuno;
dialek regional, seperti Melayu Ambon, Melayu Jakarta; dialek sosial, seperti
bahasa Indonesia yang digunakan oleh etnis yang berbeda. Dialek regional yang
dalam kajiannya disebut dialek geografi/geografi dialek2) mendeskripsikan variasi
bahasa berdasarkan variabel geografi atau daerah pengamatan, sedangkan dialek
sosial yang merupakan bagian dari kajian sosiolinguistik mendeskripsikan variasi
bahasa berdasarkan variabel sosial. Dialek temporal mendeskripsikan variasi
1) Dialektologi didefinisikan sebagai ilmu tentang dialek. Sebagian ahli menyebutkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang dari dialektologi. Cabang lainnya adalah linguistik geografi atau disebut juga dialek geografi. 2) Sekarang ini banyak juga para peneliti mengindentikkan kajian dialek geografi sama dengan kajian dialektologi. Peneliti di sini tetap sepaham dengan pendapat Dubois, dkk. Dubois, dkk (1973: 230 dalam Ayatrohaedi 2003: 7) menjelaskan bahwa geografi dialek adalah cabang dialektologi yang mengkaji hubungan yang ada dalam ragam-ragam bahasa, bertumpu pada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam itu.
Universitas Sumatera Utara
-
40
bahasa berdasarkan kurun waktu. Dialek temporal dalam kajian ini diidentikkan
dengan variasi bahasa berdasarkan perbedaan latar belakang historis.
Kajian dialek geografi mendeskripsikan sejumlah variasi bahasa
berdasarkan wilayah, membandingkannya antara satu wilayah dan wilayah yang
lain, dan mengelompokkan variasi yang sama dalam sebuah wilayah tertentu, baik
itu secara sinkronis maupun diakronis. Variasi bahasa tersebut diabstraksikan
dalam sebuah peta bahasa dengan bantuan lambang-lambang atau sistem tertentu
dan garis isoglos yang menyatukan persamaan, serta heteroglos yang memisahkan
perbedaan variasi bahasa tersebut.
Kajian sosiolinguistik mendeskripsikan sejumlah variasi bahasa
berdasarkan perbedaan variabel sosial, misalnya variabel daerah, status, ragam
(style), usia, gender, dan keetnisan (lihat Wolfram 1974). Adanya perbedaan
tuturan yang dilatarbelakangi perbedaan variabel sosial tersebut, terbentuklah
variasi bahasa. Tambahan pula, adanya upaya menyamakan tuturan atau
membedakan tuturan dengan mitra tuturnya dan berlangsung secara terus menerus
terjadilah apa yang dinamakan konvergensi dan divergensi bahasa. Penutur yang
berkonvergensi dan berdivergensi itu dilatarbelakangi oleh perbedaan sosial dan
geografis ketika berinteraksi.
Dilihat dari sudut kepentingan kajian didapati bahwa kajian dialektologi
umumnya lebih mementingkan keadaan variasi bahasa yang ada daripada
mengkaji proses munculnya perbedaan bahasa tersebut, sedangkan kajian
Universitas Sumatera Utara
-
41
sosiolinguistik mengkaji proses munculnya variasi bahasa. Karena itu, kajian
yang mengamati proses terjadinya variasi bahasa hendaknya perlu diperhitungkan
untuk memperoleh kajian dialek secara komprehensif (lihat Dhanawaty 2004).
Dengan kata lain, ada upaya pengombinasian teori dialektologi dan
sosiolinguistik dan juga teori akomodasi. Selain itu, kajian variasi dialek ini juga
mengamati bentuk konservatif dan inovatif dari sudut pandang historis, yaitu
membandingkannya dengan bahasa Proto Melayu. Tujuannya adalah untuk
mengamati bagaimana konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek di Asahan
secara diakronis. Jadi, teori linguistik historis komparatif atau linguistik diakronis
juga diterapkan. Intinya, kajian ini bertemakan kajian dialektososiolinguistik
secara sinkronis dan diakronis. Namun, perlu pula digarisbawahi bahwa kajian
yang berjudul Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu
Asahan ini dikaji dalam sudut pandang dialektologi bukan sosiolinguistik.
Penelitian ini diharapkan memberi warna baru dalam kajian dialektologi dan
sosiolinguistik.
Penelitian sejenis ini pernah dilakukan oleh Dhanawaty (2002). Dia
meneliti penggunaan bahasa Bali oleh penutur bahasa Bali yang berada di daerah
transmigrasi Lampung Tengah. Kalau Dhanawaty memfokuskan pada bahasa Bali
yang digunakan penuturnya yang berada di daerah transmigran secara sinkronis,
penelitian ini justru sebaliknya, yaitu memfokuskan pada penutur yang berbeda
etnik yang berusaha menggunakan bahasa Melayu Asahan (selanjutnya disebut
Universitas Sumatera Utara
-
42
BMA) karena mereka berada di Asahan. Selanjutnya, variasi yang muncul
dianalisis secara sinkronis dan diakronis. Yang menarik dari penelitian ini adalah
situasi kebahasaan di Asahan, yaitu para penutur tiap-tiap etnis berusaha agar
tuturannya dapat dipahami oleh mitra tutur dialek setempat saat berinteraksi.
Artinya, ada upaya akomodasi ke arah bahasa Melayu.
Kajian dialektologi ini melibatkan teori sosisolinguistik karena yang dikaji
adalah variasi-variasi dialek yang muncul dari usaha penutur mengakomodasikan
dialeknya saat bertutur. Hasil variasi dialek yang ditemukan digambarkan dalam
sebuah peta untuk melihat tempat keberadaan variasi dialek tersebut secara
umum. Dikatakan secara umum karena kajian ini bukan geografi dialek yang
menempatkan semua gejala kebahasaan yang ditemukan selama penelitian dalam
peta bahasa3).
Variasi bahasa dapat terjadi karena perbedaan geografis penutur,
perbedaan sejarah/waktu, dan perbedaan sosial penutur (misalnya daerah, status,
ragam (style), usia, gender, dan keetnisan, agama, lingkungan, dan sebagainya.
Ketiga perbedaan ini dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama, perbedaan
geografis dan sejarah. Kajian ini dikelompokkan menjadi satu karena berkaitan
dengan keadaan bahasa. Penutur yang dipisahkan oleh wilayah yang berbeda
cenderung memiliki perbedaan dalam kosa katanya, baik perbedaan wicara,
perbedaan subdialek, perbedaan dialek, maupun perbedaan bahasa. Lebih-lebih
lagi yang dipisahkan oleh batas alam (seperti, sungai/laut, gunung, dan hutan) 3 )Peta bahasa berperan penting dalam kajian geografi dialek.
Universitas Sumatera Utara
-
43
atau batas buatan (seperti jalan tol dan lapangan terbang). Demikian pula halnya
penutur yang memiliki latar belakang sejarah yang berbeda juga cenderung
berbeda bahasa atau dialeknya. Misalnya, bahasa Melayu dialek Batubara yang
dipengaruhi bahasa Minangkabau dan dialek Tanjungbalai yang dipengaruhi oleh
bahasa Batak (periksa Widayati 1997 dan 2001a). Yang kedua, perbedaan sosial.
Penutur ketika berinteraksi dengan mitra tuturnya biasanya memperhatikan
dalil sosiolinguistik, yaitu siapa yang berbicara, kepada siapa ia berbicara, di
mana, kapan, untuk apa, bagaimana, dan tentang topik apa. Dalam istilah
Fishmann (1966) disebutkan sebagai ranah yang secara universal digolongkannya
sebagai partisipan, topik, dan lokal. Dalil atau ranah ini biasanya dipergunakan
bila meneliti pemakaian bahasa dan di sinilah proses variasi bahasa itu timbul. Di
sini penutur mengakomodasikan tuturannya menjadi sama atau mirip, atau
berbeda dengan mitra tuturnya. Kalau tuturannya sama berarti telah terjadi
konvergensi, tetapi kalau tuturannya menjadi tidak sama berarti telah terjadi
divergensi.
Asahan yang saat ini terdiri atas tiga wilayah administratif, yaitu
Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, dan Kota Tanjungbalai merupakan
daerah yang multietnis. Selain etnis Melayu, di Asahan terdapat juga etnis Batak,
Jawa, Cina, Minangkabau, Banjar, dan beberapa etnis lainnya. Etnis Melayu pada
umumnya berdomisili di wilayah timur Asahan dan mereka masih tetap
menggunakan bahasanya dalam berinteraksi. Hasil penelitian terdahulu (lihat
Universitas Sumatera Utara
-
44
Widayati 1997) menyebutkan bahwa di wilayah timur Asahan terdapat dua
dialek, yaitu dialek Batubara di sebelah utara Asahan (sekarang wilayah dialek itu
menjadi wilayah Kabupaten Batubara) dan dialek Tanjungbalai di sebelah selatan
(wilayah ini tetap sebagai wilayah Kabupaten Asahan dan Kotamadya
Tanjungbalai). Situasi multietnis itu secara tidak langsung membentuk
masyarakat yang multilingual atau multidialek pula. Karena masyarakat yang
multilingual/multidialek berada dalam wilayah yang penuturnya mayoritas
berbahasa Melayu, kondisi ini memacu masyarakat yang bukan penutur Melayu
untuk menguasai bahasa Melayu Asahan. Demikian pula sebaliknya, masyarakat
Melayu pun berusaha untuk memahami bahasa lain yang ada di sekitarnya. Ini
sejalan dengan yang dikatakan Lauder (1993: 3) bahwa pada daerah-daerah yang
multilingual masalah sentuh bahasa tidak dapat dihindarkan. Dapat diduga bahwa
di daerah yang multilingual masalah kebahasaan akan lebih kompleks
dibandingkan dengan daerah yang monolingual.
Etnis Batak dan Jawa merupakan etnis pendatang yang mayoritas
menetap di Asahan. Kedua etnis tersebut menjadi sorotan dalam kajian ini selain
etnis Melayu Asahan itu sendiri. Menetapnya etnis Batak dan Jawa dalam jangka
waktu yang cukup panjang di Asahan menyebabkan terjadinya kontak adat,
kontak budaya, dan kontak bahasa, baik antarkedua etnis tersebut maupun dengan
etnis Melayu di Asahan. Di antara ketiga kontak tersebut yang paling mudah
terjadi penyesuaian adalah kontak bahasa karena adanya pergaulan antaretnis
Universitas Sumatera Utara
-
45
dalam frekuensi yang cukup tinggi (band. Dhanawaty 2002: 2). Selain adanya
upaya penyesuaian bahasa antarketiga kelompok penutur bahasa itu (Batak, Jawa,
dan Melayu), etnis Batak dan Jawa tetap menggunakan bahasanya dalam
pergaulan intraetnis. Selain itu, bahasa Indonesia tetap dipergunakan dalam
pergaulan sosial antaretnis. Ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu di Asahan
dipakai secara berdampingan dengan bahasa Indonesia dan juga dengan bahasa
etnis lain.
Fenomena di atas mengindikasikan bahwa masyarakat penutur bahasa
Batak dan bahasa Jawa di Asahan berusaha menyesuaikan tuturannya dengan
penutur Melayu di daerah tersebut. Artinya, telah terjadi akomodasi bahasa/dialek
di Asahan. Adanya usaha penutur menyesuaikan tuturannya saat berinteraksi
memberi dampak munculnya variasi bahasa/dialek di Asahan. Variasi yang
muncul saat mereka berinteraksi diduga akan mendorong munculnya dialek baru
di Asahan. Sejauhmana hubungan variasi bahasa yang muncul dibandingkan
dengan dialek Melayu yang ada di Asahan tersebut akan dideskripsikan dalam
penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Masyarakat di Asahan yang terdiri atas berbagai etnis dan latar belakang
sejarah yang berbeda sangat memungkinkan mendorong terjadinya variasi dialek
Melayu di Asahan. Selain itu, kecenderungan seseorang yang berbeda dialek
Universitas Sumatera Utara
-
46
mengakomodasikan tuturannya ketika berinteraksi akan terjadi konvergensi
tuturan atau divergensi tuturan. Kenyataan ini diidentifikasikan untuk
merumuskan variasi dialek yang muncul selain dialek Melayu yang ada di
Asahan. Konvergensi dan divergensi dalam interaksi antardialek di Asahan akan
menghasilkan berbagai wujud yang memungkinkan, misalnya wujud fonologis
atau leksikon. Wujud-wujud ini ada yang disesuaikan dengan mitra tuturnya dan
ada pula yang tetap dipertahankan, bahkan ada pula yang dimodifikasi antara
tuturannya dengan tuturan mitra tuturnya. Dalam hal ini yang disoroti adalah
tuturan yang dihasilkan oleh para penutur yang berbeda etnis yang datang
menetap di Asahan, yaitu etnis Batak dan Jawayang merupakan etnis mayoritas
di Asahan selain entik Melayuketika berinteraksi. Tuturan-tuturan yang
merupakan modifikasi antara dua bahasa/dialek akan menimbulkan variasi dialek
baru di Asahan. Adanya bentuk baru ini dianalisis sejauhmana kemiripannya
dengan dialek-dialek yang ada di Asahan. Dalam upaya ini penelusuran dokumen
diperhitungkan pula tertutama kajian yang bersifat diakronis.
Dari fenomena di atas masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem segmental dialek-dialek di Asahan?
2. Bagaimana variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya konvergensi
dan divergensi?
3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi
dalam dialek-dialek Melayu di Asahan?
Universitas Sumatera Utara
-
47
4. Variasi mana yang merupakan bentuk yang inovatif dan mana yang
konservatif bila dikaitkan dengan bahasa Proto Melayu?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan sistem segmental dialek-dialek di Asahan.
2. Mendeskripsikan variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya
konvergensi dan divergensi.
3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan
divergensi dalam dialek-dialek Melayu di Asahan.
4. Mendeskripsikan bentuk inovatif dan konservatif dalam dialek-dialek Melayu
Asahan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
1.4.1 Pengembangan Ilmu Pengetahuan
1. Mengembangkan kajian dialektologi dengan melibatkan dialek sosial karena
selama ini kajian dialektologi berfokus pada dialek geografis.
2. Memperkaya model penelitian dialektososiolinguistik dengan menerapkan
teori akomodasi.
Universitas Sumatera Utara
-
48
3. Memperkaya khazanah kajian dialektososiolinguistik dalam upaya
penelusuran munculnya perubahan bahasa dalam lintas temporal.
4. Pembahasan konvergensi dan divergensi dengan teori akomodasi dapat
bermanfaat bagi kajian psikologi sosial dan kajian antropolinguistik
khususnya yang mempelajari bahasa dengan perilaku sosial.
5. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data bagi penelitian lebih lanjut.
6. Memberikan gambaran lengkap tentang dialek-dialek di Asahan.
1.4.2 Penunjang Pembangunan
1. Menunjang pelaksanaan program pemerintah dalam upaya melestarikan
bahasa daerah sebagai salah satu sumber pengembangan korpus bahasa:
bahasa Indonesia.
2. Membantu pemerintah dalam penyebarluasan informasi pembangunan ke
daerah yang masyarakatnya multietnis.
3. Membantu pemerintah dalam upaya peredaan konflik yang mungkin terjadi
akibat ketidaksamaan pemahaman dan setidak-tidaknya mengetahui cara
penyampaian informasi yang berhasil dan berdaya guna.
4. Memberi masukan bagi penentuan kebijakan dalam pembinaan masyarakat
yang multietnis melalui kebijakan pembinaan bahasa.
5. Melestarikan dan mendokumentasikan dialek-dialek Melayu di Asahan dari
kepunahannya dalam usaha pengembangan BMA itu sendiri sebagai bahasa
Universitas Sumatera Utara
-
49
pergaulan dan ilmu pengetahuan, baik dalam situasi formal maupun tidak
formal.
6. Menggalakkan penelitian bahasa Melayu Asahan agar bahasa ini dapat
dikenal sebagai salah satu variasi bahasa Melayu yang ada.
1.4.3 Pengembangan Kelembagaan
1. Mengembangkan minat para linguis untuk mengkaji linguistik lintas teori.
2. Membantu para dosen dalam memahami kajian dialektologi diakronis dan
sosiolinguistik.
3. Membantu para dosen dalam mengajarkan dialektologi sinkronis dan
diakronis dan sosiolinguistik.
1.5 Batasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dialektologi. Kajian ini memfokuskan
pada bidang fonologi dan leksikon dan sedikit menyinggung morfofonemik dan
pola kalimat, dengan anggapan bahwa kajian fonologi merupakan kajian yang
mendasar terhadap kajian di atasnya. Perbedaan-perbedaan fonologi akan
mendorong pada terbentuknya variasi bahasa. Selanjutnya, dapat membentuk
variasi pada tataran yang lebih tinggi, misalnya leksikon, morfologi, dan bahkan
sintaksis. Karena itu, konsep yang berkenaan dengan fonologi digunakan di sini,
yaitu konsep ciri pembeda (distinctive feature).
Universitas Sumatera Utara
-
50
Daerah Asahan dipilih sebagai lokasi penelitian karena penutur di daerah
tersebut multietnis. Di daerah ini bahasa Melayu digunakan secara berdampingan
dengan bahasa Batak dan Jawa. Kajian dialek sosial dalam penelitian ini hanya
dibatasi pada variabel keetnisan. Wolfram (1974: 73 dalam Dhanawaty 2002: 8)
mengajukan enam variabel utama dalam sosial, yaitu variabel daerah, status,
ragam (style), usia, gender, dan keetnisan.
Variabel keetnisan dipilih dengan pertimbangan bahwa etnis lain yang
menetap di daerah Melayu (di Asahan) akan berusaha mengakomodasikan
tuturannya dengan etnis setempat ketika berinteraksi. Variabel usia tidak dipilih
karena tidak menjadi sorotan dalam pemunculan dialek. Usia hanya diperlukan
saat penetapan narasumber. Variabel daerah tidak dipilih dalam kajian ini karena
dikhawatirkan akan bias dengan variabel dialek geografi. Lebih-lebih lagi dalam
kajian ini tidak berupaya memetakan semua gejala kebahasaan yang ditemukan
selama penelitian pada wilayah tertentu. Penggambaran daerah penelitian di sini
hanya sekadar penetapan secara umum tempat kantong-kantong penutur dialek
yang bervariasi akan muncul. Variabel status sosial juga tidak dipilih dalam
kajian dialek ini karena penetapan status sosial harus melibatkan dua prosedur
stratifikasi sosial, yakni penilaian status sosial secara objektif dan subjektif (band.
Dhanawaty 2002: 8). Demikian pula halnya dengan variabel ragam tidak
digunakan karena penetapan ragam memerlukan data yang bervariasi dan metode
yang berbeda dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Karena
Universitas Sumatera Utara
-
51
penelitian ini tidak memandang perbedaan gender, variabel gender tidak
diterapkan. Lebih-lebih lagi belum ditemukan adanya perbedaan gender dalam
bertutur dalam masyarakat Melayu Asahan.
1.6 Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah bahwa konvergensi dan
divergensi terjadi karena adanya kecenderungan penutur untuk
mengakomodasikan tuturannya pada saat hadirnya penutur lain. Bertolak dari
anggapan dasar di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut.
a. Penutur-penutur dialek di Asahan berkonvergensi dan berdivergensi karena
adanya perbedaan dialek dan keetnisan. Sejumlah konvergensi/divergensi
diduga akan muncul sebagai hasil interaksi (lihat gambar 1)
b. Hasil dari konvergensi dan divergensi tuturan tersebut berakibat munculnya
variasi dialek pada BMA. Sejumlah variasi dialek diduga akan muncul. (lihat
tabel 1 dan 2)
Tabel 1 Matriks Interaksi Antaretnis/Intraetnis di Asahan
Interaksi BMA Dialek Tanjungbalai
(A)
BMA Dialek Batubara
(B)
Bahasa Batak (C)
Bahasa Jawa (D)
BMA Dialek Tnj Balai (A)
-- AB AC AD
BMA Dialek Batubara (B)
AB -- BC BD
Bahasa Batak C) AC BC --- CD Bahasa Jawa (D) AD BD CD --
Universitas Sumatera Utara
-
52
Tabel 2 Variasi Dialek di Asahan
No. Interaksi Penutur Antaretnis/Intraetnis Konvergensi/ Divergensi
Variasi Dialek
1. BMA Dialek Tanjungbalai --- BMA Dialek Batubara AB
2. BMA Dialek Tanjungbalai --- Bahasa Batak AC 3. BMA Dialek Batubara --- Bahasa Batak BC 4. BMA Dialek Tanjungbalai --- Bahasa Jawa AD 5. BMA Dialek Batubara --- Bahasa Jawa BD 6. Bahasa Batak --- Bahasa Jawa CD
Gambar 1 Bagan Interaksi antaretnis/Intraetnis di Asahan
1.7 Penjelasan Istilah
Dalam penelitian konvergensi dan divergensi ini digunakan sejumlah
istilah. Istilah-istilah yang akan dijelaskan berikut ini diharapkan dapat juga
memberi gambaran lingkup kajian yang akan dikerjakan.
DI ASAHAN
BAHASA MELAYU ASAHAN
(BMA)
BAHASA BATAK (C)
BAHASA JAWA (D)
BMA DIALEK TANJUNGBALAI
(A)
BMA DIALEK BATUBARA
(B)
AC2 BD
5
BC 3
AD4
CD 6
AB 1
Universitas Sumatera Utara
-
53
Sesuai dengan topik kajian ini, yang pertama perlu dijelaskan adalah
tentang konvergensi dan divergensi. Konvergensi dan divergensi yang dimaksud
dalam kajian ini dikaitkan dengan teori akomodasi. Akomodasi adalah cara yang
dilakukan penutur dalam berinteraksi untuk menyamakan atau membedakan
tuturannya dengan mitra tuturnya. Konvergensi dijelaskan sebagai proses dan
hasil penyesuaian ke arah penyamaan antara penutur dengan mitra tuturnya saat
terjadi interaksi. Penutur di sini berusaha menyamakan dialeknya dengan dialek
mitra tuturnya. Sebaliknya, divergensi adalah apabila tidak ada penyamaan
tuturan dengan mitra tuturnya. Di sini penutur tetap mempertahankan dialeknya
ketika berinteraksi.
Wujud konvergensi dan divergensi adalah variasi bahasa. Dalam
penelitian ini wujud konvergensi dan divergensi adalah variasi dialek bahasa
Melayu di Asahan. Variasi bahasa secara umum dijelaskan sebagai perbedaan-
perbedaan yang terdapat dalam bahasa. Istilah variasi bahasa yang dimaksudkan
di sini adalah variasi dialek yang muncul karena peristiwa konvergensi dan
divergensi dalam berinteraksi antarpenutur dengan latar belakang etnis yang
berbeda.
Selanjutnya, istilah dialek dalam penelitian ini dibedakan antara dialek
regional dan dialek sosial. Dialek diartikan sebagai variasi bahasa yang berbeda-
beda menurut pemakaiannya. Apabila pemakaian dialek yang berbeda itu
dilatarbelakangi oleh perbedaan geografis disebut sebagai dialek geografi/dialek
Universitas Sumatera Utara
-
54
regional, sedangkan dialek sosial diartikan sebagai variasi bahasa yang dipakai
oleh penutur berdasarkan perbedaan daerah, status, ragam (style), usia, gender,
dan keetnisan.
1.8 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian
Mula-mula akan dipaparkan gambaran umum daerah penelitian dalam bab
IV yang memuat wilayah daerah penelitian, yakni Kabupaten Asahan, Kabupaten
Batubara, dan Kotamadya Tanjungbalai; sejarah daerah penelitian, yakni
keberadaan etnik Melayu di Asahan, sejarah pemerintahan administratif
Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, dan Kotamadya Tanjungbalai;
hubungan etnik Melayu dengan etnik yang datang ke wilayah Asahan dan situasi
kebahasaan, keadaan penduduk, dan keadaan bahasa. Uraian ini dipandang
sebagai gambaran situasi kedaerahan yang multietnik, situasi kebahasaan, dan
kesejarahan. Ketiganya dapat menunjang penentuan etnis yang diteliti dan
pemahaman dalam kajian diakronis.
Sistem segmental dua dialek Melayu di Asahan, yaitu dialek Tanjungbalai
(DTB) dan dialek Batubara (DBB), dan juga dua bahasa daerah yang menjadi
objek penelitian, yaitu bahasa Batak (BBT) dan bahasa Jawa (BJW) diuraikan
terlebih dahulu dengan ancangan generatif karena dipandang sebagai dasar
tumpuan bagi inti pokok yang akan dipaparkan dalam bab-bab analisis
selanjutnya. Dengan berpijak pada pola dan sistem segmental yang ditetapkan,
Universitas Sumatera Utara
-
55
bunyi-bunyi bahasa yang akan muncul dari tuturan akan dibandingkan dengan
pembandingnya, yaitu DTB, DBB, BBT, dan BJW apakah berbeda atau sama.
Bagian inti, yaitu bab VI sampai VIII, berturut-turut memaparkan analisis
variasi dialek Melayu di Asahan akibat konvergensi dan divergensi. Analisis ini
memuat proses terjadinya variasi bahasa; akomodasi dalam percakapan
antarpenutur; variasi dialek-dialek Melayu di Asahan akibat adanya konvergensi
dan divergensi. Selanjutnya, dipaparkan faktor penyebab konvergensi dan
divergensi, yaitu faktor intralinguistik dan faktor ekstralinguistik. Berbagai
proses fonologis yang merupakan analisis intalinguistik dipaparkan secara rinci,
sehingga ditemukan beberapa proses penting. Faktor eksternal diuraikan beserta
contoh-contohnya. Selanjutnya, analisis konvergensi dan divergensi dipaparkan
dari sudut pandang diakronis, yaitu adanya bentuk inovatif dan konservatif.
Ketiga bab ini, masing-masing diakhiri dengan simpulan. Selanjutnya, setiap
temuan yang diperoleh dalam analisis mulai dari bab V sampai dengan bab VIII
dirumuskan kembali dalam bab penutup. Bab ini berisi temuan dan simpulan (bab
XI).
Sebagai pelengkap uraian, disertakan pula lampiran setelah daftar
kepustakaan. Adapun singkatan-singkatan dan lambang-lambang yang
dipergunakan untuk menuliskan kaidah secara formal didaftarkan sesudah daftar
isi.
Universitas Sumatera Utara