Chapter II.pdf

35
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Saluran Pernafasan 2.1.1. Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus/rongga di sekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2009). Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan- keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala- gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes, 2009). 2.1.2 Penyebab ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Atas disebabkan oleh beberapa golongan kuman yaitu bakteri, virus, dan ricketsia yang jumlahnya lebih dari 300 macam. Pada ISPA atas 90-95% penyebabnya adalah virus. Di negara berkembang, ISPA bawah terutama pneumonia disebabkan oleh bakteri dari genus streptokokus, haemofilus, Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter II.pdf

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Saluran Pernafasan

2.1.1. Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga

kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus/rongga di sekitar

hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2009).

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-

keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-

gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan

kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan

pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian

mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih

berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam

kegagalan pernafasan (Depkes, 2009).

2.1.2 Penyebab ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Atas disebabkan oleh beberapa golongan kuman

yaitu bakteri, virus, dan ricketsia yang jumlahnya lebih dari 300 macam. Pada ISPA

atas 90-95% penyebabnya adalah virus. Di negara berkembang, ISPA bawah

terutama pneumonia disebabkan oleh bakteri dari genus streptokokus, haemofilus,

Universitas Sumatera Utara

pnemokokus, bordetella dan korinebakterium, sedang di negara maju ISPA bawah

disebabkan oleh virus, miksovirus, adenivirus, koronavirus, pikornavirus dan

herpesvirus (Parker, 1985 dalam Putranto, 2007).

2.1.3 Klasifikasi ISPA

Menurut Depkes 2009, klasifikasi dari ISPA adalah :

1. Ringan ( bukan pneumonia )

Batuk tanpa pernafasan cepat / kurang dari 40 kali / menit, hidung tersumbat /

berair, tenggorokan merah, telinga berair.

2. Sedang ( pneumonia sedang )

Batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar

cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar

limfe yang nyeri tekan ( adentis servikal ).

3. Berat ( pneumonia berat )

Batuk dengan nafas berat, cepat dan stridor, membran keabuan di taring, kejang,

apnea, dehidrasi berat / tidur terus, sianosis dan adanya penarikan yang kuat pada

dinding dada sebelah bawah ke dalam.

2.1.4 Gejala ISPA

Penyakit ISPA adalah penyakit yang timbul karena menurunnya sistem

kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Bakteri dan

virus penyebab ISPA di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran

pernafasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan hidung. Pada stadium awal, gejalanya

berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus

Universitas Sumatera Utara

menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala.

Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Akhirnya terjadi

peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada jaringan tertentu hingga

berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena bakteri dan virus di

daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah semakin besar dan

cepat. Infeksi dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan sesak atau pernafasan

terhambat, oksigen yang dihirup berkurang. Infeksi lebih lanjut membuat sekret

menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi,

gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah

sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga

bronkhitis dan pneumonia (Halim, 2000).

Penyakit pada saluran pernafasan mempunyai gejala yang berbeda yang pada

dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi lendir

yang berlebihan dan penyempitan saluran pernafasan. Tidak semua penelitian dan

kegiatan program memakai gejala gangguan pernafasan yang sama. Misalnya untuk

menentukan infeksi saluran pernafasan, WHO menganjurkan pengamatan terhadap

gejala-gejala, kesulitan bernafas, radang tenggorok, pilek dan penyakit pada telinga

dengan atau tanpa disertai demam. Efek pencemaran terhadap saluran pernafasan

memakai gejala-gejala penyakit pernafasan yang meliputi radang tenggorokan, rinitis,

bunyi mengi dan sesak nafas (Robertson, 1984 dalam Purwana, 1992).

Dalam hal efek debu terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa kadar

debu berasosiasi dengan insidens gejala penyakit pernafasan terutama gejala batuk.

Universitas Sumatera Utara

Di dalam saluran pernafasan, debu yang mengendap menyebabkan oedema mukosa

dinding saluran pernafasan sehingga terjadi penyempitan saluran.

Menurut Putranto (2007), faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit

pernafasan :

1. Batuk

Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan

pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial, sehingga

timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan. Batuk timbul sebagai reaksi

refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran pernafasan dalam

bentuk pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak disertai bunyi khas.

2. Dahak

Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands) dan sel

goblet oleh adanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen dan

mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di samping dahak dalam

saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian jaringan yang

berdegenerasi.

3. Sesak nafas

Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran

pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran

pernafasan menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi arus udara.

Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan dalam satu menit.

Universitas Sumatera Utara

4. Bunyi mengi

Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan yang turut

diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.

2.1.5 Cara Penularan Penyakit ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar,

bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, maka penyakit ISPA

termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara terjadi tanpa kontak

dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan

melalui udara, dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang

penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang

mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab (Halim, 2000).

2.1.6 Diagnosa ISPA

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah

biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA

oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan

cairan pleura (Halim, 2000).

Diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu

frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan

yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pnemonia

berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya

gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan pneumonia maka

Universitas Sumatera Utara

diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis

atau penyakit non pnemonia lainnya (Halim, 2000).

2.1.7 Pengobatan ISPA

ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul

persoalan pada diagnostik dan pengobatannya. Sampai saat ini belum ada obat yang

khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara

rasional. dengan mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan kuman

penyebab. Untuk itu, kuman penyebab ISPA dideteksi terlebih dahulu dengan

mengambil material pemeriksaan yang tepat, kemudian dilakukan pemeriksaan

mikrobiologik, baru setelah itu diberikan antimikroba yang sesuai (Halim, 2000).

Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional karena kesulitan

memperoleh material pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu baru

diketahui dalam waktu yang lama, kuman yang ditemukan adalah kuman komensal,

tidak ditemukan kuman penyebab. Maka sebaiknya pendekatan yang digunakan

adalah pengobatan secara empirik lebih dahulu, setelah diketahui kuman penyebab

beserta anti mikroba yang sesuai, terapi selanjutnya disesuaikan.

2.2 Faktor-Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Gangguan Saluran

Pernafasan Banyak faktor yang memengaruhi gangguan saluran pernafasan khususnya

pada aspek tenaga kerja adalah kebiasan merokok, penggunaan alat pelindung diri

dan faktor lingkungan yaitu ventilasai, suhu, kelembaban, konsentrasi debu.

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Ventilasi

Untuk memungkinkan pergantian udara secara lancar diperlukan ventilasi atau

penghawaan minimal 15% dari luas lantai dengan menerapkan ventilasi silang. Untuk

ruangan yang menggunakan air conditioner secara periodik harus dibersihkan,

dimatikan, dan diupayakan mendapat pergantian udara secara alamiah dengan cara

membuka seluruh pintu dan jendela atau dengan kipas angin. Dalam lingkungan

industri, sistem ventilasi atau penghawaan dibangun berdasarkan kepentingan ruang

yaitu sebagai ruang produksi atau administrasi. Sebagai ruang produksi, sistem

ventilasi umumnya terbuka atau setengah terbuka, dan banyak dilengkapi dengan

exhauster yang berfungsi sebagai penyedot udara sehingga pergantian udara menjadi

lebih lancar (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1405/MENKES/SK/XI/2002).

Ventilasi industri merupakan suatu metode yang digunakan untuk memelihara

dan menciptakan udara suatu ruangan yang sesuai dengan kebutuhan proses produksi

atau kenyamanan pekerja. Di samping itu juga digunakan untuk menurunkan kadar

suatu kontaminan di udara tempat kerja sampai batas yang tidak membahayakan bagi

kesehatan dan keselamatan pekerja.

Prinsip sistem ventilasi yang digunakan dalam suatu industri adalah membuat

prinsip suatu proses pertukaran udara di dalam ruang kerja. Pertukaran udara dan

mengganti udara segar yang dilaksanakan secara bersama-sama. Jika tidak ada sistem

pertukaran udara, kontaminan yang ada akan bergerak perlahan di dalam udara ruang

Universitas Sumatera Utara

kerja. Sehingga kontaminan akan tetap berada di sekitar sumber dan di daerah sekitar

pernafasan pekerja dengan konsentrasi yang tinggi (Khumaidah, 2009).

Pertukaran udara dapat dilakukan baik secara alami maupun dengan bantuan

peralatan mekanik. Pertukaran udara terjadi karena adanya perbedaan tekanan,

dimana udara bergerak dari daerah yang mempunyai tekanan tinggi ke daerah yang

tekanannya rendah.

Pertukaran udara secara alami karena adanya kondisi ruangan panas. Dengan

kondisi panas, udara akan memuai dan naik lalu keluar melalui vena di atap.

Keluarnya udara panas akan diganti dengan udara segar yang masuk melalui lubang-

lubang bangunan, seperti melalui pintu yang terbuka, jendela atau kisi-kisi bangunan.

Pertukaran udara secara mekanik dilakukan dengan cara memasang sistem

pengeluaran udara (exchaust system) dan pemasukan udara (supply system) dengan

menggunakan fan. Exhaust system dipasang untuk mengeluarkan udara beserta

kontaminan yang ada sekitar ruang kerja, biasanya ditempatkan disekitar ruang kerja

atau dekat dengan sumber dimana kontaminan dikeluarkan. Supply system dipasang

untuk memasukkan udara ke dalam ruangan, umumnya digunakan untuk menurunkan

tingkat konsentrasi kontaminan di dalam lingkungan kerja (Khumaidah, 2009).

2.2.2 Suhu

Persyaratan kesehatan untuk ruang kerja industri yang nyaman di tempat kerja

adalah suhu yang tidak dingin dan tidak menimbulkan kepanasan bagi tenaga kerja

yaitu berkisar antara 18 0C sampai 30 0C dengan tinggi langit-langit dari lantai

minimal 2,5 m. Bila suhu udara > 30 0C perlu menggunakan alat penata udara seperti

Universitas Sumatera Utara

air conditioner, kipas angin dan lain-lain. Bila suhu udara luar < 18 0

2.2.3 Kelembaban

C perlu

menggunakan alat pemanas ruangan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002).

Kelembaban udara tergantung berapa banyak uap air (dalam %) yang

terkandung di udara. Saat udara dipenuhi uap air dapat dikatakan bahwa udara berada

dalam kondisi jenuh dalam arti kelembaban tinggi dan segala sesuatu menjadi basah.

Kelembaban lingkungan kerja yang tidak memberikan pengaruh kepada kesehatan

pekerja berkisar antara 65 % - 95 %. Kelembaban sangat erat kaitannya dengan suhu

dan keduanya merupakan pemicu pertumbuhan jamur dan bakteri. Pada umumnya

kondisi optimal perkembangbiakan mikroorganisme adalah pada kondisi kelembaban

tinggi. Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat

menyebabkan kekeringan selaput lendir membran. Sedangkan kelembaban yang

tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan pelepasan formaldehid

dari material bangunan (Suma’mur, 1996).

Persyaratan kesehatan untuk kelembaban di lingkungan industri adalah

berkisar antara 65 % - 95 %. Bila kelembaban udara ruang kerja > 95 % perlu

menggunakan alat dehumidifier dan bila kelembaban udara ruang kerja < 65 % perlu

menggunakan humidifier, misalnya mesin pembentuk aerosol (Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002).

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Konsentrasi Debu di Lingkungan Kerja

Konsentrasi debu pada udara ambien di Indonesia diatur dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Sesuai dengan

Surat Keputusan tersebut, nilai baku mutu konsentrasi debu maksimal ditetapkan 10

mg/m3 untuk waktu pengukuran rata-rata 8 jam. Secara internasional konsentrasi total

suspended solid (TSP) ditetapkan dalam National Ambient Air Quality (NAAQ) EPA

sebesar 260 µg/m3 untuk waktu pengukuran 24 jam dan 75 µg/m3 untuk waktu

pengukuran 1 tahun. Sedangkan PM 10 ditetapkan sebesar 150 µg/m3 untuk waktu

pengukuran 24 jam dan 50 µg/m3

2.2.4.1 Pengertian Debu

untuk waktu pengukuran 1 tahun (US.EPA, 2004

dalam Putranto, 2007).

Debu yaitu partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan

alamiah atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan

yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan, baik organik maupun

anorganik, misalnya batu, kayu, biji logam, arang batu, butir-butir zat dan sebagainya

(Suma’mur, 1996).

Definisi lain mengatakan debu merupakan salah satu polutan yang dapat

mengganggu kenikmatan kerja. Debu juga dapat mengakibatkan gangguan pernafasan

bagi pekerja pada industri-industri yang berhubungan dengan debu pada proses

produksinya. Debu juga sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara

(suspended particulate metter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500

Universitas Sumatera Utara

mikron. Polutan merupakan bahan-bahan yang ada di udara yang dapat

membahayakan kehidupan manusia (Amin, 1996).

Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di luar gedung (indoor

and out door pollution) debu merupakan campuran dari berbagai bahan dengan

ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda dan sering dijadikan salah satu indikator

pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya, baik terhadap

lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (Pudjiastuti, 2002).

2.2.4.2 Pengertian Debu Kayu

Debu kayu adalah partikel-partikel zat padat (kayu) yang dihasilkan oleh

kekuatan-kekuatan alami atau mekanik seperti pada pengolahan, penghancuran,

pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan

organik maupun anorganik misalnya kayu, biji logam dan arang batu (Yunus, 2006).

Debu industri yang terdapat dalam udara terbagi 2 yaitu (Malaka, 1996) :

1. Deposit particulate matter

Partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera

mengendap karena daya tarik bumi.

2. Suspended particulate matter

Partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap.

2.2.4.3 Pencemaran Udara Oleh Debu

Partikel debu menyebar di atmosfer akibat dari berbagai proses alami seperti

letusan gunung, hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktifitas manusia juga

berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikel debu dan asbes

Universitas Sumatera Utara

dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja dan asap dari proses

pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama

adalah pembakaran dari bahan bakar sumbernya diikuti proses-proses industri.

Partikel debu di atmosfer dalam bentuk suspensi, yang terdiri atas partikel

padat dan cair. Ukurannya dari 100 mikron hingga kurang dari 0,01 mikron.Terdapat

hubungan antara partikel, polutan dengan sumbernya (Fardiaz, 1992).

Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam

keadaan melayang-layang di udara, kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui

pernafasan. Menurut Pudjiastuti (2002), selain dapat membahayakan terhadap

kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan aestetik dan fisik seperti terganggunya

pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran.

1. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori-pori

tumbuhan sehingga mengganggu jalannya fotosintesis.

2. Merubah iklim global regional maupun internasional.

3. Mengganggu perhubungan/penerbangan yang akhirnya mengganggu kegiatan

sosial ekonomi di masyarakat.

4. Mengganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi,

gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru.

2.2.4.4 Efek Debu Terhadap Kesehatan

Bahaya debu kayu bagi kesehatan bahwa debu merupakan bahan partikel

apabila masuk ke dalam organ pernafasan manusia maka dapat menimbulkan

penyakit pada tenaga kerja khususnya berupa gangguan sistem pernafasan yang

Universitas Sumatera Utara

ditandai dengan pengeluaran lendir secara berlebihan yang menimbulkan gejala

utama yang sering terjadi adalah batuk, sesak nafas dan kelelahan umum.

Mekanisme penimbunan debu dalam paru dapat dijelaskan sebagai berikut:

debu diinhalasi dalam partikel debu solid, atau suatu campuran dan asap, debu yang

berukuran antara 5-10 μ akan ditahan oleh saluran nafas bagian atas, debu yang

berukuran 3-5 μ akan ditahan oleh saluran nafas bagian tengah, debu yang berukuran

1-3 μ disebut respirabel, merupakan ukuran yang paling bahaya, karena akan tertahan

dan tertimbun mulai dari bronchiolus terminalis sampai hinggap di permukaan

alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru. Sedangkan debu yang

berukuran 0,1 – 1 μ melayang di permukaan alveoli (Pudjiastuti, 2002).

Mekanisme timbulnya debu dalam paru, menurut Putranto (2007) :

1. Kelembaban dari debu yang bergerak (inertia)

Pada waktu udara membelok ketika jalan pernafasan yang tidak lurus, partikel-

partikel debu yang bermasa cukup besar tidak dapat membelok mengikuti aliran

udara, tetapi terus lurus dan akhirnya menumpuk selaput lendir dan hinggap di

paru-paru.

2. Pengendapan (Sedimentasi)

Pada bronchioli kecepatan udara pernafasan sangat kurang, kira-kira 1 cm per

detik sehingga gaya tarik bumi dapat bekerja terhadap partikel debu dan

mengendapnya.

3. Gerak Brown terutama partikel berukuran sekitar 0,1 μ, partikel-partikel tersebut

membentuk permukaan alveoli dan tertimbun di paru-paru.

Universitas Sumatera Utara

Jalan masuk dalam tubuh, menurut Putranto (2007) :

1. Inhalation adalah jalan masuk (rute) yang paling signifikan di mana substansi

yang berbahaya masuk dalam tubuh melalui pernafasan dan dapat menyebabkan

penyakit baik akut maupun kronis.

2. Absorbtion adalah paparan debu masuk ke dalam tubuh melalui absorbsi kulit di

mana ada yang tidak menyebabkan perubahan berat pada kulit, tetapi

menyebabkan kerusakan serius pada kulit.

3. Ingestion adalah jalan masuk yang melalui saluran pencernaan (jarang terjadi).

Tidak semua partikel yang terinhalasi akan mengalami pengendapan di paru.

Faktor pengendapan debu di paru dipengaruhi oleh pertahanan tubuh dan

karakterisrik debu sendiri yang meliputi jenis debu, ukuran partikel debu, konsentrasi

partikel dan lama paparan, pertahanan tubuh.

1. Jenis debu

Jenis debu terkait daya larut sifat kimianya. Adanya perbedaan daya larut dan

sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya juga akan berbeda pula.

Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula.

Suma’mur (1996) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik

dan anorganik.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Jenis Debu yang Dapat Menimbulkan Penyakit Paru pada Manusia No Jenis Debu Contoh (jenis debu) 1 Organik a. Alamiah 1. Fosil Batu bara, karbon hitam, arang, granit 2. Bakteri TBC, antraks, enzim bacillus substilis 3. Jamur Koksidimikosis,histoplasmosis,kriptokokus thermophilic

actinomycosis. 4. Virus Psikatosis, cacar air, Q fever 5. Sayuran Kompos jamur, ampas tebu, tepung padi, gabus, atap

alang-alang, katun, rami, serta nanas 6. Binatang Kotoran burung merpati, kesturi, ayam. b. Sintesis 1. Plastik Politetra fluoretilen diesosianat 2. Reagen Minyak isopropyl, pelarut organik 2 Anorganik a. Silica bebas 1. Crystaline Quarrz, trymite cristobalite 2. Amorphus Diatomaceous earth, silica gel b. Silika 1. Fibrosis Asbestosis, silinamite, talk 2. Lain-lain Mika, kaolin, debu semen c. Metal 1. Inert Besi, barium, titanium, tin, alumunium, seng 2. Lain-lain Berilium 3. Bersifat keganasan Arsen, kobal, nikel hematite, uranium, asbes, khrom

2. Ukuran Partikel

Tidak semua partikel dalam udara yang terinhalasi akan mencapai paru.

Partikel yang berukuran besar pada umumnya telah tersaring di hidung. Partikel

dengan diameter 0,5-0,1 μ yang disebut partikel terhisap yang dapat mencapai alveoli.

Partikel berdiameter 0,5-0,1 μ dapat mengendap di alveoli dan menyebabkan

terjadinya pneumokoniosis (Malaka, 1996).

Partikel debu yang berdiameter > 10 μ yang disebut coarse particle

merupakan indikator yang baik tentang adanya kelainan saluran pernafasan, karena

Universitas Sumatera Utara

adanya hubungan yang kuat antara gejala penyakit saluran pernafasan dengan kadar

partikel debu di udara (pope, 2003).

3. Konsentrasi Pertikel Debu dan Lama Paparan

Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dan semakin lama

paparan berlangsung, jumlah partikel yang mengendap di paru juga semakin banyak.

Setiap inhalasi 500 partikel per millimeter kubik udara, setiap alveoli paling sedikit

menerima 1 partikel dan apabila konsentrasi mencapai 1000 partikel per millimeter

kubik, maka 10% dari jumlah tersebut akan tertimbun di paru. Konsentrasi yang

melebihi 5000 partikel per millimeter kubik sering dihubungkan dengan terjadinya

pneumokoniosis (Mangkunegoro, 2003).

Pneumokoniosis akibat debu akan timbul setelah penderita mengalami kontak

lama dengan debu. Jarang ditemui kelainan bila paparan kurang dari 10 tahun.

Dengan demikian lama paparan mempunyai pengaruh besar terhadap kejadian

gangguan fungsi paru (Yunus, 2006).

4. Pertahanan Tubuh terhadap Paparan Partikel Debu yang Terinhalasi

Beberapa orang yang mengalami paparan debu yang sama baik jenis maupun

ukuran partikel. Konsentrasi maupun lamanya paparan berlangsung, tidak selalu

menunjukkan akibat yang sama. Sebagian ada yang mengalami gangguan paru berat,

namun ada yang ringan bahkan mungkin ada yang tidak mengalami gangguan sama

sekali.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini diperkirakan berhubungan dengan perbedaan kemampuan sistem

pertahanan tubuh terhadap paparan partikel debu terinhalasi. Menurut Murray &

Lopez (2006), dilakukan dengan cara yaitu:

a. Secara mekanik yaitu: pertahanan yang dilakukan dengan menyaring partikel yang

ikut terinhalasi bersama udara dan masuk saluran pernafasan. Penyaringan

berlangsung di hidung, nasofaring dan saluran nafas bagian bawah yaitu bronkus

dan bronkiolus. Di hidung penyaringan dilakukan oleh bulu-bulu cilia yang

terdapat di lubang hidung, sedangkan di bronkus dilakukan reseptor yang terdapat

pada otot polos dapat berkonstraksi apabila ada iritasi. Apabila rangsangan yang

terjadi berlebihan, maka tubuh akan memberikan reaksi berupa bersin atau batuk

yang dapat mengeluarkan benda asing termasuk partikel debu dari saluran nafas

bagian atas maupun bronkus.

b. Secara kimia yaitu cairan dan cilia dalam saluran nafas secara fisik dapat

memindahkan partikel yang melekat di saluran nafas, dengan gerakan cilia yang

mucociliary escalator ke laring. Cairan tersebut bersifat detoksikasi dan bakterisid.

Pada paru bagian perifer terjadi ekskresi cairan secara terus menerus dan perlahan-

lahan dari bronkus ke alveoli melalui limfatik. Selanjutnya makrofag alveolar

menfagosit partikel yang ada di permukaan alveoli.

c. Secara imunitas, melalui proses biokimiawi yaitu humoral dan seluler. Ketiga

sistem tersebut saling berkait dan berkoordinasi dengan baik sehingga partikel

yang terinhalasi disaring berdasarkan pengendapan kemudian terjadi mekanisme

rekasi atau perpindahan partikel.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Riwayat Pekerjaan (Lama Bekerja dan Jam Kerja)

Jenis pekerjaan dalam industri meubel mempengaruhi risiko terjadinya

pemaparan debu kayu. Pekerja yang mempunyai risiko terjadinya pemaparan adalah

pekerja yang berhubungan dengan proses produksi.

Lama kerja diperlukan untuk menilai lamanya pekerja terpajan debu. Semakin

lama seseorang terpajan debu, akan semakin besar risiko terjadinya gangguan fungsi

paru. Pada pekerja yang berada di lingkungan dengan kadar debu tinggi dalam waktu

lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa kerja mempunyai

kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di industri

yang berdebu lebih dari 5 tahun (Khumaidah, 2009).

Pekerja yang terpapar debu kayu secara kontinyu pada usia 15 sampai dengan

25 tahun akan terjadi penurunan kemampuan kerja, usia 25 sampai dengan 35 tahun

timbul batuk produktif, usia 45 sampai dengan 55 tahun terjadi sesak hipoksemia,

usia 55 sampai dengan 65 tahun terjadi cor pulmonal sampai kegagalan pernafasan

dan kematian (Triatmo, 2006).

Lamanya kerja seseorang dapat juga dikaitkan dengan pengalaman yang

didapatkan di suatu tempat kerja. Semakin lama kerja sesorang, maka pengalaman

yang diperolehnya akan bertambah. Umumnya pekerja yang baru belum terbiasa

dengan lingkungan kerjanya dan belum kenal dan memahami risiko pekerjaan,

bahkan kurang berhati-hati dan mengabaikan langkah pengamanan dan pencegahan.

Durasi dan frekuensi pemajanan tunggal atau multiple akan menghasilkan

efek pemajanan baik akut maupun kronis, sehingga berapa lama seseorang

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan pemajanan dan seberapa kerap pemajanan mengenai subyek

dampaknyapun semakin bervariasi (Kusnoputranto, 1991).

Untuk mengantisipasi efek negatif paparan debu kayu di tempat kerja, maka

perlu dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap keselamatan dan

kesehatan tenaga kerja. Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah menetapkan

waktu bekerja sehari-hari yaitu selama tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per

minggu (UU Nomor 13, 2003).

2.4 Kebiasaan Merokok

Definisi kebiasaan merokok adalah seseorang yang pernah merokok 100 atau

lebih rokok selama hidupnya dan dilaporkan sekarang masih terus atau kadang-

kadang merokok. Dalam beberapa penelitian menyimpulkan bahwa rokok

meningkatkan kekerapan kelainan paru, dengan demikian rokok memperburuk efek

debu terhadap paru (Putranto, 2007).

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok terkait dengan kandungan zat

kimia yang terdapat di dalam asap rokok, kandungan zat kimia dalam asap rokok

ditentukan oleh beberapa faktor karakteristik rokok, yaitu jenis tembakau, desain

rokok misalnya, pemakaian filter, kertas yang dipakai dan bahan-bahan penambah

dan pola menghisap rokok. Asap rokok mengandung bermacam-macam jenis

senyawa diantaranya 4000 jenis senyawa yang telah di identifikasikan. Beberapa

senyawa tersebut bersifat sebagai asfiksan kimiawi, iritan, siliastik, karsinogen,

kokarsinogen dan senyawa aktif secara farmakologis (Moeller, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Lebih dari 1200 bahan merupakan campuran kompleks yang terdapat dalam

asap rokok. Sebagian besar terdiri dari zat-zat organik. Partikel-partikel yang

terkandung di dalamnya adalah nikotin dan tar, yang bersifat karsinogenik dan

siliotoksik. Asap rokok juga mengandung oksida–oksida yang dapat mengurangi anti

tripsin Alfa satu, dan juga dapat mengakibatkan kenaikan kadar enzim elastolitien

yang mampu merusak jaringan alveolus (Moeller, 1992).

Rokok mengandung substansi yang bersifat racun terhadap silika mukosa

saluran nafas sehingga dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi jalan nafas

besar berupa hipertropi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada jalan nafas kecil yang

berdiameter 2 mm akan menimbulkan efek akut berupa obstruksi parsial dan

bervariasi, inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena

proses inflamasi, hiperplasi sel goblet dan sekret intraluminar sehingga mempercepat

penurunan faal paru. Perubahan struktur karena merokok dapat dideteksi setelah

merokok 10 – 15 tahun. Komposisi kimia rokok ialah nikotin, tar dan komponen yang

berisi gas. Komponen pada rokok diduga memberikan pengaruh menahun dalam paru

(Putranto, 2007).

Secara normal faal paru akan berkurang dengan bertambahnya umur dan ini

akan lebih cepat terjadi pada seorang perokok. Kebiasaan merokok dapat

menyebabkan bronkhitis kronik sehingga faal paru menahun dan ada hubungannya

dengan penyakit obstruksi. Kebiasaan merokok berhubungan dengan keluhan saluran

nafas yaitu batuk, dahak dan mengi (Jeremy et. al, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Asap rokok juga dapat menyebabkan iritasi persisten pada saluran pernafasan

sehingga menyebabkan kerentanan terhadap berbagai penyakit.

2.5 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Perlindungan tenaga kerja yang utama melalui upaya teknis pengamanan

tempat, peralatan dan lingkungan kerja. Penggunaan alat pelindung diri merupakan

upaya terakhir dalam usaha perlindungan tenaga kerja. Oleh karena itu alat pelindung

diri harus memenuhi persyaratan antara lain enak dipakai, tidak mengganggu kerja

dan memberikan perlindungan yang efektif terhadap jenis bahaya yang ada.

Suatu kegiatan industri, paparan dan risiko yang ada ditempat kerja tidak

selalu dapat dihindari. Upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan penyakit

akibat kerja dan kecelakaan kerja harus senantiasa dilakukan. Ada beberapa alternatif

pengendalian (secara tehnik dan administratif) yang bisa dilaksanakan. Pilihan yang

sering dilakukan adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri dijadikan

suatu kebiasaan dan keharusan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun

1970 tentang keselamatan kerja, pasal 12 mengatur mengenai hak dan kewajiban

tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri. Pada pasal 14 menyebutkan bahwa

pengusaha wajib menyediakan secara cuma-cuma sesuai alat pelindung diri yang

diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan

bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk

yag diperlukan.

Universitas Sumatera Utara

Alat pelindung diri untuk pekerja adalah alat pelindung untuk pekerja agar

aman dari bahaya atau kecelakaan akibat melakukan suatu pekerjaannya. Alat

pelindung diri untuk pekerja di Indonesia sangat banyak sekali permasalahannya dan

masih dirasakan banyak kekurangannya (Husaeri & Yunus, 2003).

Alat pelindung diri (APD) yang baik adalah APD yang memenuhi standar

keamanan dan kenyamanan bagi pekerja (Safety and acceptation), apabila pekerja

memakai APD yang tidak nyaman dan tidak bermanfaat maka pekerja enggan

memakai, hanya berpura-pura sebagai syarat agar masih diperbolehkan untuk bekerja

atau menghindari sanksi perusahaan (Khumaidah, 2009).

Menurut Budiono (2002), APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada

lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah :

1. Masker

Masker untuk melindungi dari debu atau partikel-partikel yang lebih kasar yang

masuk ke dalam saluran pernafasan. Masker terbuat dari kain dengan ukuran pori-

pori tertentu. Terdiri atas beberapa jenis yaitu :

a. Masker penyaring debu

Masker ini berguna untuk melindungi pernafasan dari serbuk-serbuk logam,

penggerindaan atau serbuk kasar lainya.

b. Masker berhidung

Masker ini dapat menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5 mikron, bila

kita sulit bernafas waktu memakai alat ini maka hidungnya harus diganti

karena filternya tersumbat oleh debu.

Universitas Sumatera Utara

c. Masker bertabung

Masker bertabung mempunyai filter yang baik daripada masker berhidung.

Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernafasan dari gas

tertentu. Bermacam-macam tabungnya tertulis untuk macam-macam gas yang

sesuai dengan jenis masker yang digunakan.

d. Masker kertas

Masker ini digunakan untuk menyerap partikel-pertikel berbahaya dari udara

agar tidak masuk ke jalur pernafasan. Pada penggunaan masker kertas, udara

disaring permukaan kertas yang berserat sehingga partikel-partikel halus yang

terkandung dalam udara tidak masuk ke saluran pernafasan.

e. Masker plastik

Masker ini digunakan untuk menyerap partikel-partikel berbahaya dari udara

agar tidak masuk jakur pernafasan.Ukuran masker ini sama dengan masker

kertas.namun ada lubang-lubang kecil dipermukaannya untuk aliran udara,

tetapi tidak bisa menyaring udara,fungsi penyaring udara terletak pada sebuah

tabung kecil yang diletakkan di dekat rongga hidung. Di dalam tabung ini

diisikan semacam obat yang berfungsi sebagai penawar racun.

2. Respirator

Respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap, logam,

asap dan gas. Alat ini dibedakan menjadi :

Universitas Sumatera Utara

a. Respirator pemurni udara

Membersihkan udara dengan cara menyaring atau menyerap kontaminan

dengan toksisitas rendah sebelum memasuki sistem pernafasan. Alat

pembersihnya terdiri dari filter untuk menangkap debu dari udara atau

tabung kimia yang menyerap gas, uap dan kabut (gambar 2.1).

b. Respirator penyalur udara

Membersihkan aliran udara yang terkontaminasi secara terus menerus. Udara

dapat dipompa dari sumber yang jauh (dihubungkan dengan selang tahan

tekanan) atau dari persediaan yang portable (seperti tabung yang berisi udara

bersih atau oksigen). Jenis ini biasa dikenal dengan SCBA (Self Contained

Breathing Apparatus) atau alat pernafasan mandiri. Digunakan untuk tempat

kerja yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen (gambar 2.1).

Gambar 2.1 Alat Pelindung Pernafasan

Sumber : A.M Sugeng Budiono., 2002.Bungai Rampai HIPERKES & KK. Jakarta : Tri Tunggal Tata Fajar.

Universitas Sumatera Utara

Pemakaian masker oleh pekerja industri yang udaranya banyak mengandung

debu, merupakan upaya mengurangi masuknya partikel debu ke dalam saluran

pernafasan. Dengan mengenakan masker, diharapkan pekerja melindungi dari

kemungkinan terjadinya gangguan pernafasan akibat terpapar udara yang kadar

debunya tinggi. Walaupun demikian, tidak ada jaminan bahwa dengan mengenakan

masker, seorang pekerja di industri akan terhindar dari kemungkinan terjadinya

gangguan pernafasan (Khumaidah, 2009).

Banyak faktor yang menentukan tingkat perlindungan dari penggunaan

masker, antara lain adalah jenis dan karakteristik debu, serta kemampuan menyaring

dari masker yang digunakan. Kebiasaan menggunakan masker yang baik merupakan

cara aman bagi pekerja yang berada di lingkungan kerja berdebu untuk melindungi

kesehatan (Budiono, 2002).

Menurut Budiono (2002), cara-cara pemilihan APD harus dilakukan secara

hati-hati dan memenuhi beberapa kriteria yang diperlukan antara lain:

1. APD harus memberikan perlindungan yang baik terhadap bahaya-bahaya yang

dihadapi tenaga kerja

2. APD harus memenuhi standar yang telah ditetapkan

3. APD tidak menimbulkan bahaya tambahan yang lain bagi pemakaiannya yang

dikarenakan bentuk atau bahannya yang tidak tepat atau salah penggunaan

4. APD harus tahan untuk jangka pemakaian yang cukup lama dan bersifat fleksibel.

Universitas Sumatera Utara

2.6 Perajin Meubel Kayu

2.6.1 Pengertian

Perajin meubel kayu adalah pekerja yang menggunakan berbagai jenis kayu

sebagai bahan baku/utama dalam proses produksinya (Depkes RI,2002 ).

2.6.2 Bahan Baku yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan meubel kayu adalah kayu. Ada

2 jenis bentuk kayu yang bisa digunakan : kayu balok dan papan serta kayu lapis.

Kayu balok biasanya terdiri dari kayu keras semata dan digunakan sebagai rangka

utama suatu meubel, sedangkan kayu papan sering merupakan kayu keras dan dipakai

sebagai dinding dan alas dari suatu meubel.

2.6.3 Mesin dan Peralatan

Mesin dan peralatan yang banyak digunakan pada pembuatan meubel kayu

adalah dalam kegiatan penggergajian/pemotongan, pengamatan, pemotongan bentuk,

pelubangan, pengukiran, pengaluran, penyambungan, pengampalasan, dan

pengecatan. Adapun mesin dan peralatan yang banyak digunakan adalah sebagai

berikut: circular sawing machine, mesin ketam, mesin pembentuk kayu (band saw),

drilling machine, screw driver/obeng tangan, compresor, jig saw, hack saw, tatah

kuku/datar, sprayer, palu basi/kayu, kuas dan lain-lain.

2.6.4 Proses Produksi Meubel Kayu

Pada dasarnya, pembuatan meubel dari kayu melalui lima proses utama yaitu

proses penggergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses penyiapan komponen,

proses perakitan dan pembentukan (bending), dan proses akhir (finishing).

Universitas Sumatera Utara

1. Penggergajian kayu

Pada industri besar, bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu

gelondongan sehingga masih perlu mengalami penggergajian agar ukurannya menjadi

lebih kecil seperti balok atau papan. Pada umumnya, penggergajian ini menggunakan

gergaji secara mekanis atau dengan gergaji besar secara manual. Proses ini

menimbulkan debu yang sangat banyak dan juga menimbulkan bising. Proses

Penggergajian kayu dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.2 Proses Penggergajian Kayu

2. Penyiapan bahan baku

Papan dan balok kayu yang sudah ada digergaji dan dipotong menurut ukuran

komponen meubel yang hendak dibuat. Proses ini dilakukan dengan menggunakan

gergaji baik dalam bentuk manual maupun mekanis, kampak, parang, dan lain-lain.

Proses ini juga menghasilkan debu terutama ukuran yang besar karena menggunakan

mata gergaji atau alat yang lainnya yang relatif kasar serta suara bising. Pada proses

ini banyak menghasilkan potongan-potongan kayu kecil yang tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

dimamfaatkan lagi untuk pembuatan meubel. Proses penyiapan bahan baku dapat

dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Proses Penyiapan Bahan Baku

3. Penyiapan komponen

Kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran dasar bagian meubel, kemudian

dibentuk menjadi komponen-komponen meubel sesuai yang diinginkan dengan cara

memotong, meraut, mengaplas, melobang, dan mengukir, sehingga jika dirakit akan

membentuk meubel yang indah dan menarik. Pada tahap ini akan terbentuk banyak

debu dan potongan kayu yang umumnya berukuran lebih kecil dan lebih halus karena

alat yang digunakan juga lebih kecil, halus dan tajam. Proses penyiapan komponen

dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.4 Proses Penyiapan Komponen

Universitas Sumatera Utara

4. Perakitan dan Pembentukan

Komponen meubel yang sudah jadi, dipasang dan dihubungkan satu sama lain

hingga menjadi meubel. Pemasangan ini dilakukan dengan menggunakan baut,

sekrup, lem, paku ataupun pasak kayu yang kecil dan lain-lain untuk merekatkan

hubungan antara komponen. Proses perakitan dan pembentukan dapat dilihat pada

gambar berikut :

Gambar 2.5 Proses Perakitan Dan Pembentukan

5. Penyelesaian akhir

Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi :

a. Pengamplasan /penghalusan permukaan meubel

b. Pendempulan lubang dan sambungan

c. Pemutihan meubel dengan H2O2

d. Pemlituran atau sanding sealer

e. Pengecatan dengan wood stain atau bahan pewarna yang lain

f. Pengkilapan dengan menggunakan melamic clear

Universitas Sumatera Utara

Pada bagian ini menimbulkan debu kayu dan bahan kimia serta pewarna yang

tersedia di udara, seperti H2O2, sanding sealer, melamic clear, dan wood stain yang

banyak menguap dan beterbangan di udara, terutama pada penyemprotan yang

menggunakan sprayer. Proses penyelesaian akhir dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.6 Proses Penyelesaian Akhir

6. Pengepakan

Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi bagian pembuatan meubel karena

sebelum masuk proses ini meubel telah selesai. Tahap ini merupakan langkah

penyiapan meubel untuk dipasarkan.. Proses pengepakan dapat dilihat pada gambar

berikut :

Gambar 2.7 Proses Pengepakan

Universitas Sumatera Utara

2.7 Bahaya Potensial dan Akibatnya

2.7.1 Penggergajian

1. Debu kayu yang terjadi akibat proses penggergajian dapat masuk ke dalam

tubuh melalui saluran pernafasan dan dapat pula menyebabkan alergi terhadap

kulit.

2. Kegiatan penggergajian, pemotongan, pelubangan, dan penyambungan

umumnya akan menimbulkan kebisingan yang dapat menyebabkan gangguan

aktivitas, konsentrasi, dan pendengaran.

3. Posisi kerja yang tidak benar/ tidak ergonomis (seperti jongkok,

membungkuk) akan menimbulkan nyeri otot dan punggung.

2.7.2 Penyiapan Bahan Baku/ Penyiapan Komponen

1. Debu dan partikel kecil kayu banyak terjadi pada proses pemotongan kayu

sebagai persiapan komponen meubel dan proses pembentukan kayu. Debu

kayu ini dapat menyebabkan iritasi dan alergi terhadap saluran pernafasan.

2. Kebisingan menyebabkan gangguan aktivitas, konsentrasi dan pendengaran

baik sementara atau tetap.

3. Sikap dan posisi kerja yang tidak benar/tidak ergonomis akan menimbulkan

nyeri otot dan punggung serta gangguan fungsi dan bentuk otot.

4. Cara kerja yang kurang hati-hati dapat menimbulkan luka terpukul, tesayat

atau tertusuk.

Universitas Sumatera Utara

2.7.3 Penyerutan dan Pengamplasan

1. Debu yang terbentuk dapat menyebabkan iritasi dan alergi saluran pernafasan

dan kulit.

2. Cara kerja yang kurang hati-hati akan menimbulkan luka tersayat, tertusuk,

dan terpukul.

2.7.4 Perakitan

1. Bising berupa ketukan dan suara nyaring dapat mengganggu konsentrasi,

aktivitas, dan pendengaran.

2. Cara kerja yang kurang konsentrsi dapat menyebabkan kecelakaan/ bahaya

seperti tertusuk paku, sekrup dan lain-lainnya.

3. Posisi kerja yang tidak benar/tidak ergonomis dapat menyebabkan nyeri otot

dan punggung.

2.7.5 Pemutihan/Pengecatan

1. Uap cat/zat kimia seperti H2O2

2. Posisi kerja yang tidak benar/tidak ergonomis akan menimbulkan nyeri otot

dan punggung.

, thiner, dapat mengakibatkan peradangan

saluran nafas dengan gejala batuk, pilek, sesak nafas, demam dan iritasi pada

mata dengan gejala mata pedih, kemerahan, berair.

Universitas Sumatera Utara

2.8 Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada konsep simpul determinan

penyakit. Gangguan kesehatan pekerja disebabkan oleh multifaktor dan dalam

manajemen kesehatan lingkungan dikenal dengan teori simpul. Ada empat simpul

terhadap terjadinya suatu gangguan kesehatan terdiri dari simpul satu yang disebut

sumber penyakit, simpul dua yaitu media transmisi penyakit, simpul tiga perilaku

pemajanan dan simpul empat kejadian penyakit. Simpul-simpul dalam penelitian ini

berhubungan dengan manajemen penyakit infeksi saluran pernafasan.

Simpul pertama yaitu sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau

mengemisikan agen penyakit, yaitu komponen lingkungan yang dapat menimbulkan

gangguan melalui kontak langsung atau melalui perantara.

Simpul kedua yaitu media transmisi penyakit adalah komponen-komponen

yang berperan memindahkan agen penyakit ke dalam tubuh manusia. Ada lima media

transmisi agen penyakit yang lazim yaitu udara, air, tanah/pangan, binatang/serangga

dan manusia/langsung.

Simpul ketiga yaitu perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia

dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit dan dalam

konteks status kesehatan pekerja meubel agen penyakit masuk ke dalam tubuh

melalui sistem pernafasan.

Simpul keempat yaitu kejadian penyakit atau gangguan adalah hasil hubungan

interaktif manusia dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan

kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 Landasan Teori

Universitas Sumatera Utara

2.9 Kerangka Konsep

Berbagai tinjauan teori di atas, penulis melakukan modifikasi dengan

menggabungkan beberapa teori untuk membentuk kerangka konsep dalam penelitian

ini.

Variabel Independen (bebas) Variabel Dependen (terikat)

Gambar 2.9 Kerangka Konsep Penelitian

Gejala Gangguan Saluran

Pernafasan

Faktor Lingkungan - Ventilasi - Suhu - Kelembaban - Konsentrasi Debu

- Riwayat Pekerjaan - Kebiasaan Merokok - Penggunaan APD

Universitas Sumatera Utara