Chapter II(Acetogenin)

20
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proliferasi Sel Proliferasi sel menghasilkan dua sel yang berasal dari satu sel. Keadaan ini membutuhkan pertumbuhan sel yang kemudian diikuti oleh pembelahan (divisi) sel. pertumbuhan sel yang tidak terkendali merupakan ciri khas kanker. Sel kanker secara umum berisi biomolekul yang diperlukan untuk bertahan, proliferasi, diferensiasi, kematian sel dan ekspresi tipe sel dengan fungsi khusus (cell-type- spesifics functions). Kegagalan regulasi fungsi inilah yang menghasilkan perubahan fenotip dan kanker. 2,15 Pada jaringan normal, proliferasi sel mengarah kepada penambahan jaringan. Dimana jumlah sel tidak hanya tergantung kepada proliferasi sel tetapi juga oleh kematian sel. kematian sel terprogram (apoptosis) adalah proses dikeluarkannya sel-sel yang rusak. Keseimbangan antara produksi sel baru dan kematian sel itulah yang mempertahankan sel yang tepat pada jaringan (homeostasis). 2 2.1.1. Siklus Sel Divisi sel terdiri dari dua proses yang berurutan, terutama ditandai dengan repikasi DNA dan segregasi kromosom yang berreplikasi menjadi dua sel yang terpisah. Secara umum sel divisi terbagi dua tahap, yaitu : mitosis (M) adalah proses divisi inti dan interfase yaitu fase selingan diantara dua fase M. tahap Universitas Sumatera Utara

description

.

Transcript of Chapter II(Acetogenin)

Page 1: Chapter II(Acetogenin)

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proliferasi Sel

Proliferasi sel menghasilkan dua sel yang berasal dari satu sel. Keadaan ini

membutuhkan pertumbuhan sel yang kemudian diikuti oleh pembelahan (divisi)

sel. pertumbuhan sel yang tidak terkendali merupakan ciri khas kanker. Sel kanker

secara umum berisi biomolekul yang diperlukan untuk bertahan, proliferasi,

diferensiasi, kematian sel dan ekspresi tipe sel dengan fungsi khusus (cell-type-

spesifics functions). Kegagalan regulasi fungsi inilah yang menghasilkan

perubahan fenotip dan kanker.2,15

Pada jaringan normal, proliferasi sel mengarah kepada penambahan

jaringan. Dimana jumlah sel tidak hanya tergantung kepada proliferasi sel tetapi

juga oleh kematian sel. kematian sel terprogram (apoptosis) adalah proses

dikeluarkannya sel-sel yang rusak. Keseimbangan antara produksi sel baru dan

kematian sel itulah yang mempertahankan sel yang tepat pada jaringan

(homeostasis).2

2.1.1. Siklus Sel

Divisi sel terdiri dari dua proses yang berurutan, terutama ditandai dengan

repikasi DNA dan segregasi kromosom yang berreplikasi menjadi dua sel yang

terpisah. Secara umum sel divisi terbagi dua tahap, yaitu : mitosis (M) adalah

proses divisi inti dan interfase yaitu fase selingan diantara dua fase M. tahap

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II(Acetogenin)

8

mitosis dibagi atas profase, metaphase, anaphase dan telofase. Tahap interfase

terdiri dari G1, S dan G2. Replikasi DNA terjadi pada fase S. Fase S didahului

oleh suatu gap disebut G1, masa ini sel bersiap-siap untuk sintesis DNA dan

diikuti dengan gap yang disebut G2, yaitu sel siap untuk mitosis. Sel pada G1,

sebelum berkomitmen repllikasi DNA, akan memasuki fase istirahat disebut G0.

Sel pada G0 berada pada keadaan tidak tumbuh atau sel tidak berproliferasi.16

Gambar 2.1 Siklus sel

(Sumber: Pathologic Basis of Disease 7th ed, 2005. Kumar, Abbas, Fausto)

2.1.2. Pengaturan Siklus Sel

Perpindahan dari satu fase siklus sel ke fase berikutnya mengikuti pola yang

teratur dan diregulasi oleh protein sel yang berbeda. Protein famili siklin

merupakan kunci regulator siklus sel. Siklin berikatan dan mengaktifkan anggota

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II(Acetogenin)

9

cyclin-dependent kinase (Cdk) family yang menyebabkan progresi siklus sel.

Progresi siklus sel diatur oleh level family siklin tertentu. Siklin dibagi atas

beberapa kelas yang berhubungan dengan fase siklus sel yang diaturnya. Anggota

cyclin D family adalah siklin fase G1 yang mengatur sel dari G0 memasuki G1.

Siklin D di up-regulasi oleh faktor pertumbuhan dan signal eksternal melalui ras

GTP-ase signaling pathway. Siklin D berikatan dengan Cdk4 dan Cdk6. Cyclin D-

dependent kinases mendorong untuk memasuki fase S. Cyclin D-Cdk4 membuat

hipofosforilasi protein Retinoblastoma (pRB) dan memfasilitasi ekspresi siklin E.

Siklin E dan Siklin A mampu berikatan dengan Cdk2 dan mempromosikan

progresi siklus sel melalui transisi G1/S. Siklin E-Cdk2 dan Siklin A-Cdk2

membuat hiperfosforilasi dan inaktifasi pRB. Inaktifasi pRB menyebabkan

aktifasi faktor transkripsi E2F. Siklin E menstimulasi gabungan kompleks

replikasi melalui interaksi dengan Cdc6. Siklin A mengaktifasi sintesis DNA

melalui kompleks replikasi yang baru bergabung dan menghambat gabungan

kompleks replikasi yang baru. Siklin E menginisiasi kembali kompleks replikasi

yang diblok oleh siklin A. Siklin B1, B2 dan partner katalitiknya, Cdk1 (cdc2, p34

kinase) adalah komponen fase M/maturing factor (MPF) factors yang meregulasi

proses yang mengarahkan gabungan mitotic spindle dan sister-chromatid pair.17

Kegagalan pemantauan secara memadai terhadap keakuratan replikasi

DNA akan menyebabkannakumulasi mutasi dan transformasi ganas yang

mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebagai contoh, pada saat DNA dirusak

(misalnya, oleh radiasi ultraviolet), protein tumor supresor gen TP53 akan

distabilkan dan menginduksi transkripsi CDKN1A (dulu p21), suatu inhibitor

CDK. Inhibitor ini menahan sel dalam fase G1 dan G2 sampai DNA dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II(Acetogenin)

10

diperbaiki. Pada tahap tersebut kadar TP53 menurun, CDKN1A berkurang, sel

dapat melanjutkan tahapan. Jika kerusakan DNA terlalu luas, TP53 akan memulai

suatu kaskade peristiwa untuk meyakinkan sel agar melakukan bunuh diri

(apoptosis).1

Gambar 2.2. Regulasi siklus sel1

2.1.3. Apoptosis

Apoptosis (berasal dari kata yang berarti “meninggalkan jauh dari”) menyebabkan

kematian sel terprogram. Kegagalan sel untuk mengalami apoptosis fisiologik

dapat menyebabkan perkembangan aberan, proliferasi tumor yang tidak

terkontrol, atau penyakit autoimun.1

Proses apoptosis dikendalikan oleh berbagai tingkat sinyal sel, yang dapat

berasal dari pencetus ekstrinsik dan intrinsik. Yang termasuk pada sinyal

ekstrinsik adalah faktor hormon, faktor pertumbuhan, nitric oxide, dan sitokin.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II(Acetogenin)

11

Semua sinyal tersebut harus dapat menembus membran plasma ataupun

transduksi untuk dapat menimbulkan respon. Sinyal intrinsik adalah respon yang

diinisiasi oleh sel sebagai respon terhadap stress dan akhirnya dapat mengkibatkan

kematian sel. Pengikatan reseptor nukleus oleh glukokortikoid, panas, radiasi,

kekurangan nutrisi, infeksi virus dan hipoksia merupakan keadaan yang dapat

menimbulkan pelepasan sinyal apoptosis intrinsic melalui kerusakan sel.1

Homeostasis antara proliferasi sel dan kematian sel yang terprogram

(apoptosis) secara normal dipertahankan untuk menyediakan integritas jaringan

dan organ.1

2.2. Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan keadaan malignansi yang berasal dari sel-sel yang

terdapat pada payudara. Payudara wanita terdiri dari lobulus, duktus, lemak dan

jaringan konektif, pembuluh darah serta limfe. Pada umumnya karsinoma berasal

dari sel-sel yang terdapat di duktus, beberapa diantaranya berasal dari lobulus dan

jaringan lainnya.13

2.2.1. Epidemiologi Kanker Payudara

Umur merupakan faktor penting yang ikut menentukan insiden atau frekuensi

kanker payudara. American Cancer Society melaporkan selama tahun 2000-2004,

insiden kanker payudara paling tinggi pada wanita yang berumur 75-79 tahun

yaitu 464,8 per 100.000 perempuan. di Indonesia sebanyak 30,35% kanker

payudara ditemukan pada umur 40-49 tahun, demikian juga di jepang sebanyak

40,6% kanker payudara ditemukan pada umur 40-49 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II(Acetogenin)

12

Semua perempuan memiliki risiko terkena kanker payudara, penyakit ini

juga bisa terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 1 : 100 antara laki-laki dan

perempuan. American Cancer Society melaporkan pada tahun 2005 di Amerika

perempuan yang didiagnosis menderita kanker payudara sebanyak 269.730.

Menurut Tjindarbumi yang dikutip oleh Wahyuni (2001), insiden kanker

payudara bervariasi pada setiap negara. Di Amerika insidennya 71,7 per 100.000

penduduk, di Australia insidennya 55,6 per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk

Negara Asia misalnya di Indonesia insidennya 22,2 per 100.000 penduduk dan di

Jepang 16 per 100.000 penduduk.18

2.2.2. Faktor Risiko

Umur

Meningkatnya resiko kanker payudara sejalan dengan bertambahnya umur.

Wanita yang paling sering terkena kanker payudara adalah di atas 40 tahun,

meskipun demikian tidak berarti wanita dibawah usia tersebut tidak mungkin

terkena kanker payudara, hanya kejadiannya lebih rendah dibandingkan

dengan wanita diatas 40 tahun.18,19,20

Riwayat Perkawinan

Riwayat perkawinan dihubungkan dengan paritas, umur melahirkan anak

pertama dan riwayat menyusui anak. Tidak kawin mempunyai risiko 2-4 kali

lebih tinggi daripada wanita yang kawin dan tidak punya anak.18

Wanita yang melahirkan anak pertama setelah usia 35 tahun risikonya 2-4

kali lebih tinggi daripada wanita yang melahirkan anak pertama di bawah usia

35 tahun. Menurut penelitian Lapau, dkk di Jakarta menunjukan wanita yang

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II(Acetogenin)

13

tidak kawin risikonya 2,7 kali lenih tinggi daripada wanita yang kawin dan

mempunyai anak.Wanita yang tidak menyusui anaknya mempunyai risiko

kanker payudara dibandingkan wanita yang menyusui anaknya.19,20

Usia menarche dini

Bila haid pertama datang sebelum usia 12 tahun, maka wanita akan

mengalami sirkulasi hormon estrogen sepanjang hidupnya lebih lama.

Hormon estrogen dapat merangsang pertumbuhan duktus dalam kelenjar

payudara. Keterpajanan lebih lama dari hormon estrogen dapat menimbulkan

perubahan sel-sel duktus dari kelenjar payudara. Menarche kurang dari 12

tahun mempunyai risiko 1,7-3,4 kali lebih tinggi daripada wanita dengan

menarche datang pada usia normal yaitu lebih dari 12 tahun.

Menopause Terlambat

Wanita yang mengalami masa menopausenya terlambat lebih dari 55 tahun,

risikonya 2,5 hingga 5 kali lebih tinggi dari pada wanita yang masa

menopausenya kurang dari 55 tahun.

Menderita Tumor Jinak Payudara

Wanita yang pernah operasi tumor jinak payudara risikonya 2,5 kali lebih

tinggi daripada wanita yang tidak pernah memiliki tumor jinak payudara.

Wanita dengan karsinoma satu payudara mempunyai peningkatan risiko

menderita karsinoma pada payudara sisi yang lain.

Riwayat Keluarga

Gaya hidup (obesitas, konsumsi makanan tinggi lemak, alkohol dan

rokok.18,19,20

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II(Acetogenin)

14

Lingkungan, paparan terhadap senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon

(PAH) sebagai bahan polutan yang dibentuk selama pembakaran (batubara,

minyak, kayu, gas, sampah, rokok, pabrik dinyatakan pada hewan percobaan

dapat beresiko menjadi kanker payudara, begitupun pada manusia masih

belum jelas dan menjadi bahan penelitian yang terus dilakukan.3,4,21

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis

Berkembangnya kanker payudara umumnya berhubungan dengan faktor hormonal

dan genetik (riwayat keluarga). Secara sporadik, kanker payudara berhubungan

dengan paparan hormonal dan secara herediter berhubungan dengan mutasi germ-

line.

Herediter

Ditemukan 13% kanker payudara terjadi secara herediter pada garis pertama

keturunan, hanya sekitar 15% yang diakibatkan oleh multifaktorial dan mutasi

germ-line. Sekitar 23% kanker payudara terjadi secara familial. Hal ini dikaitkan

dengan BRCA1 dan BCRA2. Probabilitas terjadinya kanker payudara

berhubungan dengan mutasi gen ini meningkat jika terjadi pada garis pertama

keturunan, penderita terkena sebelum menopause dan atau dengan kanker

multiple, atau pada pria dengan kanker payudara dan jika ada anggota keluarga

menderita kanker ovarium.

Secara herediter penyebab terjadinya mutasi multifaktorial dan pada umumnya

antar faktor ini saling mempengaruhi. Perubahan terjadi pada salah satu gen dari

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II(Acetogenin)

15

sekian banyak gen yang dapat mencetuskan suatu transformasi maligna didukung

oleh faktor lain.22

Gen BRCA1 dan BCRA2

Pada kanker payudara ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada 2/3 kasus

familial atau 5% secara keseluruhan, yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada

kromosom 17(17q21) dan gen BCRA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-13.

Adanya mutasi dan delesi BCRA1 yang bersifat herediter pada 85% menyebbkan

terjadinya peningkatan resiko terkena kanker payudara, 10% secara nonherediter

dan kanker ovarium. Mutasi dari BCRA1 menunjukkan perubahan ke arah

karsinoma tipe medular, cenderung high grade, mitotik sangat aktif, pola

pertumbuhan sinsitial dan status reseptor estrogen negatif dan mempunyai

Prognosis yang buruk. Gen BCRA2 yang berlokasi pada kromosom 13q

melibatkan 70% untuk terjadinya kanker payudara secara herediter dan bukan

merupakan mutasi sekunder dari BCRA1. Seperti halnya BCRA1 dan BCRA2

juga dapat menyebabkan kanker ovarium dan pada pria dapat meningkatkan

resiko terjadinya kanker payudara.22

Mutasi Germline

Faktor genetik ditunjukkan dengan kecenderungan familial yang kuat. Tidak

adanya pola pewarisan menunjukkan bahwa insiden familial dapat disebabkan

oleh kerja banyak gen atau oleh faktor lingkungan serupa yang bekerja pada

anggota keluarga yang sama. Pada penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi mutasi

dari tumor supressor gen p53. Keadaan ini dapat menyebabkan keganasan pada

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II(Acetogenin)

16

otak dan kelenjar adrenal pada anak-anak dan kanker payudara pada orang

dewasa. Ditemukan sekitar 1% mutasi p53 pada penderita kanker payudara yang

dideteksi pada usia sebelum 40 tahun.22

Mutasi Sporadik

Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan paparan hormon,

jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif, riwayat menyusui

dan estrogen eksogen. Keadaan kanker seperti ini dijumpai pada wanita

postmenopause dan overekspresi estrogen reseptor. Estrogen sendiri mempunyai

dua kemampuan untuk berkembangnya kanker payudara. Metabolit estrogen

dapat menyebabkan mutasi dan menyebabkan perusakan DNA-radikal bebas.

Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan proliferasi lesi

premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini berkaitan dengan

estrogen, progesteron dan reseptor hormon steroid lain di inti sel payudara. Pada

neoplasma yang memiliki resptor ini terapi hormon (antiestrogen) dapat

memperlambat pertumbuhannya dan menyebabkan regresi tumor.22

2.2.4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan

meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi dan yang terbaru

adalah terapi imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan

kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-

gejalanya. Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi dilakukan secara

individual.23

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II(Acetogenin)

17

2.3. Ki-67 Sebagai Petanda Proliferasi

Pertumbuhan tumor ganas sangat bervariasi dan ini mencerminkan keadaaan

klinisnya, begitupun, proliferasi adalah gambaran kunci progresifitas tumor.24

Ki-67 dikenali pertama kali oleh Gerdeset et al tahun 1991 sebagai protein

non histon. Ki-67 adalah antigen inti berhubungan dengan proliferasi yang

diekspresikan pada semua tahap siklus sel, yang diekspresikan pada sel yang

berproliferasi selama pertengahan fase G1, meningkat pada saat memasuki fase S

dan G2, dan mencapai puncak pada fase M pada silus sel, dan dikatabolisme

dengan cepat pada akhir fase M dan tidak terdeteksi pada fase G0 dan awal

G1.24,25,26,27

Pengukuran proliferasi tumor menjadi sangat penting pada penelitian

bidang kanker payudara. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh karena peran

indikator prognostik dari aktivitas proliferasi, tetapi juga pengukuran aktivitas

proliferasi yang berperan dalam angka pertumbuhan tumor dan penilaian respon

terhadap pengobatan. Marker proliferasi tumor dan angka pertumbuhan tumor

dipercaya sebagai parameter prognostik baru dalam kanker payudara. Kanker

payudara mengekspresikan ki67 level tinggi, suatu marker inti proliferasi sel yang

berhubungan dengan outcome yang buruk.28

2.4. Tanaman Sirsak (Anonna muricata)

Sirsak (Anona muricata Linn) berasal dari Amerika Selatan. Tanaman sirsak

dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II(Acetogenin)

18

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Ranales

Family : Annonaceae

Genus : Annona

Spesies : Annona muricata L.

Nama daerah : Sirsak 29

2.4.1. Morfologi Tumbuhan Sirsak

Sirsak (Annona muricata L) berupa tumbuhan atau potion yang berbatang utama

berukuran kecil dan rendah. Daunnya berbentuk bulat telur agak tebal dan pada

permukaan bagian atas yang halus berwarna hijau tua sedang pada bagian

bawahnya mempunyai warna lebih muda. Tumbuhan ini dapat tumbuh di

sembarang tempat. Tetapi untuk memperoleh hasil buah yang banyak dan besar-

besar, maka yang paling balk ditanam di daerah yang tanahnya cukup

mengandung air.30,31,32

Di Indonesia, sirsak tumbuh dengan baik pada daerah

yang mempuyai ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut. Nama

Sirsak itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Belanda Zuurzak yang kurang

lebih berarti kantung yang asam. Buah Sirsak yang sudah masak lebih berasa

asam daripada manis. Pengembangbiakan sirsak yang paling baik adalah melalui

okulasi dan akan menghasilkan buah pada usia 4 tahunan setelah ditanam.30,31,32,33

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II(Acetogenin)

19

Tanaman sirsak tumbuh tersebar di daerah tropis, dan ditemui juga di India

barat, Amerika utara dan selatan, dataran rendah Afrika, pulau Pasifik dan Asia

tenggara.31,32,33,34,35

Gambar 2.3. Pohon sirsak dan buahnya

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II(Acetogenin)

20

Tabel 2.1. Nama-nama sirsak pada berbagai negara

Sumber: Badrie N, Schauss AG in. Soursop (Anonna muricata L.): composition,

Nutritional vakue, medicinal uses and toxicology dalam Bioactive foods in

promoting health: fruit and vegetables. Elsevier;2010:621-42.

2.4.2. Manfaat Tanaman Sirsak

Sirsak mengandung berbagai zat dan senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh

manusia, misalnya kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor dan besi.

Sirsak juga mengandung beberapa vitamin, yaitu vitamin A,B dan C. Sedangakan

batangnya mengandung senyawa tannin, ca-oksalat dan fitosterol. Dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II(Acetogenin)

21

berbagai kandungan senyawa dan zat itulah sirsak bisa dimanfaatkan untuk

mengobati berbagai jenis penyakit oleh masyarakat.

Berbagai bagian tanaman sirsak (bunga, daun, buah, biji, kulit dan akar)

dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Bagian sirsak yang bermanfaat untuk

obat kanker misalnya batang, daun dan buahnya.18

2.4.2.1 Annonaneous acetogenins (ACGs)

Annonaneous acetogenins (ACGs) adalah famili metabolit sekunder yang diisolasi

dari tumbuhan famili annonaceous yang ditandai dengan terminal γ-lactone

subunit, dengan satu sampai tiga cincin tetrahydrofuran (THF) dan regio aliphatic

panjang dengan fungsi yang lain.9,10

Annonaneous acetogenins (ACGs) yang

ditemukan pada tanaman sirsak adalah annocatalin, annohexocin, annomonicin,

annomontacin, annomuricatin A & B, annomuricin A thru E, annomutacin,

annonacin, annonacinone, annopentocin A thru C, cis-annonacin, cis-

corossolone, cohibin A thru D, corepoxylone, coronin, corossolin, corossolone,

donhexocin, epomuricenin A & B, gigantetrocin, gigantetrocin A & B,

gigantetrocinone, gigantetronenin, goniothalamicin, iso-annonacin, javoricin,

montanacin, montecristin, muracin A thru G, muricapentocin, muricatalicin,

muricatalin, muri-catenol, muricatetrocin A & B muricatin D, muricatocin A thru

C muricin H, muricin I, muricoreacin, murihexocin 3, murihexocin A thru C,

murihexol, murisolin, robustocin, rolliniastatin 1 & 2, saba-delin, solamin,

uvariamicin I & IV, xylomaticin.10

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II(Acetogenin)

22

ACGs merupakan zat sitotoksik poten dengan aktivitas antitumor,

insecticidal, antifungi, antiparasit dan antibakteri.9 Target kerja senyawa ini

adalah transport elektron mitokondria dengan kerja spesifik pada NADH-

ubiqiunone oxidireductase (NADH-dehydrogenase atau complex I). Efek inhibisi

ACGs lebih poten dibandingkan dengan inhibitor respiratori klasik seperti

rotenone atau piericidin A.12

Gambar 2.4. Tempat kerja ACGs pada chemiosmosis di mitokondria (tanda panah

merah).12

ACGs dilaporkan bertanggung jawab terhadap konversi NADH menjadi

NAD+ dan membentuk adanya proton gradient pada bagian atas membrane dalam

mitokondria. Hal ini memgakibatkan ketidakmampuan untuk menghasilkan ATP

ACGs

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II(Acetogenin)

23

melalui jalur oksidatif, yang akan mendorong sel memasuki apoptosis atau

nekrosis (gambar 2.3.).12

2.4.2.2. Bukti Penelitian Manfaat Daun Sirsak

Didapati banyak penelitian daun sirsak yang telah dilakukan, beberapa

diantaranya adalah :

Efek Antikanker dan Antitumor

1. Kojima, N. “Systematic synthesis of antitumor Annonaceous acetogenins”

Yakugaku Zasshi. 2004; 124(10): 673-81.

2. Tormo, J. R., et al. “In vitro antitumor structure-activity relationships of

threo/trans/threo mono-tetrahydro-furanic acetogenins: Correlations with their

inhibition of mitochondrial complex I.” Oncol. Res. 2003; 14(3): 147-54.

3. Yuan, S. S., et al. “Annonacin, a mono-tetrahydrofuran acetogenin, arrests

cancer cells at the G1 phase and causes cytotoxicity in a Bax- and caspase-3-

related pathway.” Life Sci. 2003 May: 72(25): 2853-61.

4. Liaw, C. C., et al. “New cytotoxic monotetrahydrofuran Annonaceous

acetogenins from Annona muricata.” J. Nat. Prod. 2002; 65(4): 470-75

Gonzalez-Coloma, A., et al. “Selective action of acetogenin mitochondrial

complex I inhibitors.” Z. Naturforsch. 2002; 57(11-12): 1028-34.

5. Chang, F. R., et al. “Novel cytotoxic Annonaceous acetogenins from Annona

muricata.” J. Nat. Prod. 2001; 64(7): 925-31.8

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II(Acetogenin)

24

Aktifitas Antimikroba

1. Takahashi, J.A., et al. “Antibacterial activity of eight Brazilian Annonaceae

plants.” Nat. Prod. Res. 2006; 20(1): 21-6.

2. Betancur-Galvis, L., et al. “Antitumor and antiviral activity of Colombian

medicinal plant extracts.” Mem. Inst. Oswaldo Cruz 1999; 94(4): 531-35.

Antoun, M. D., et al. "Evaluation of the flora of Puerto Rico for in vitro

cytotoxic and anti-HIV activities." Pharmaceutical Biol. 1999; 37(4): 277-

280.8

Aktifitas Antidepresan dan Antistres

1. Padma, P., et al. “Effect of Annona muricata and Polyalthia cerasoides on

brain neurotransmitters and enzyme monoamine oxidase following cold

immobilization stress.” J. Natural Remedies 2001; 1(2): 144–46.

2. Hasrat, J. A., et al. “Screening of medicinal plants from Suriname for 5-HT 1A

ligands: Bioactive isoquinoline alkaloids from the fruit of Annona muricata.”

Phytomedicine. 1997; 4(20: 133-140.8

Aktifitas Antiparasit, Antimalaria dan Antiinsektisida

1. Luna, J. S., et al. “Acetogenins in Annona muricata L. (Annonaceae) leaves

are potent molluscicides.” Nat. Prod. Res. 2006; 20(3): 253-7.

2. Jaramillo, M. C., et al. “Cytotoxicity and antileishmanial activity of Annona

muricata pericarp.” Fitoterapia. 2000; 71(2): 183–6.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II(Acetogenin)

25

3. Alali, F. Q., et al. “Annonaceous acetogenins as natural pesticides; potent

toxicity against insecticide-susceptible and resistant German cockroaches

(Dictyoptera: Blattellidae).” J. Econ. Entomol. 1998; 91(3): 641-9.8

Aktifitas Antikejang, Antispasme dan Smooth Muscle Relaxant :

1. N’gouemo, P., et al. “Effects of ethanol extract of Annona muricata on

pentylenetetrazol-induced convulsive seizures in mice.” Phytother. Res. 1997;

11(3): 243–45.

2. Feng, P. C., et al. “Pharmacological screening of some West Indian medicinal

plants.” J. Pharm. Pharmacol. 1962; 14: 556–61. 8

Aktifitas kardiodepresan dan Hipotensi

1. Carbajal, D., et al. “Pharmacological screening of plant decoctions commonly

used in Cuban folk medicine.” J. Ethnopharmacol. 1991; 33(1/2): 21–4.

2. Feng, P. C., et al. “Pharmacological screening of some West Indian medicinal

plants.” J. Pharm. Pharmacol. 1962; 14: 556–61.

3. Meyer, T. M. “The alkaloids of Annona muricata.” Ing. Ned. Indie. 1941; 8(6):

64.8

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II(Acetogenin)

26

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.5. Skema kerangka teori penelitian

Benzoalphapyrene Tikus Wistar

Reaksi detoksikasi, epoksidasi &

hidroksilasi DNA, RNA &

protein sel tubuh

Anonna muricata

Aktifitas proliferasi sel

( IHC)

Gambaran histopatologik

(pewarnaan HE)

Progresi

Promosi

Inisiasi

Mutasi DNA

Keterangan :

Pengaruh karsinogen

Pengaruh Anonna muricata

Universitas Sumatera Utara