Chapter II2

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat Sagu Sagu berasal dari maluku dan Irian,karena itu sagu mempunyai arti khusus sebagai bahan pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada data yang pasti yang mengungkapkan kapan mula sagu dikenal. Diduga budi daya sagu dikawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfaatan kurma dimesopotamia. Tetapi menurut Ong (1977) sagu sudah dikenal sejak tahun 1200 berdasarkan catatan-catatan dalam tulisan-tulisan cina. Misalnya Marcopolo menemukan sagu diSumatera pada tahun 1298 dan pabrik sagu diMalaka sudah tercatat dalam tahun 1416. Teknologi eksploitasi dan budi daya dan pengolahan sagu yang paling maju saat ini adalah Malaysia.Indonesia, khususnya dari daerah Riau sudah melakukan eksport produk sagu dalam bentuk sagu kotor ( Raw ) pada tahun 1879. Ekspor sagu bersih diIndonesia Dimulai pada tahun 1901 dan mulai ekspor dalam bentuk sagu mutiara pada tahun 1917. Sejarah yang layak dicatat dalam perkembangan Industri sagu di Indonesia didirikanya sebuah Industri pengolahan sagu oleh PT. Sagindo Sari Lestari pada pertengahan tahun 1989 diArandai,Bintuna,Manokwari, Irian Jaya. Pengolahan sagu ini adalah yang paling moderen pada saat itu.Hal ini benar-benar memberikan indikasi bahwa sagu, selain sebagai bahan pangan modern, merupakan bahan baku untuk berbagai macam industri. Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter II2

Page 1: Chapter II2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Singkat Sagu

Sagu berasal dari maluku dan Irian,karena itu sagu mempunyai arti khusus

sebagai bahan pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada

data yang pasti yang mengungkapkan kapan mula sagu dikenal. Diduga budi daya

sagu dikawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfaatan

kurma dimesopotamia. Tetapi menurut Ong (1977) sagu sudah dikenal sejak tahun

1200 berdasarkan catatan-catatan dalam tulisan-tulisan cina. Misalnya Marcopolo

menemukan sagu diSumatera pada tahun 1298 dan pabrik sagu diMalaka sudah

tercatat dalam tahun 1416.

Teknologi eksploitasi dan budi daya dan pengolahan sagu yang paling maju

saat ini adalah Malaysia.Indonesia, khususnya dari daerah Riau sudah melakukan

eksport produk sagu dalam bentuk sagu kotor (Raw ) pada tahun 1879. Ekspor sagu

bersih diIndonesia Dimulai pada tahun 1901 dan mulai ekspor dalam bentuk sagu

mutiara pada tahun 1917. Sejarah yang layak dicatat dalam perkembangan Industri

sagu di Indonesia didirikanya sebuah Industri pengolahan sagu oleh PT. Sagindo Sari

Lestari pada pertengahan tahun 1989 diArandai,Bintuna,Manokwari, Irian Jaya.

Pengolahan sagu ini adalah yang paling moderen pada saat itu.Hal ini benar-benar

memberikan indikasi bahwa sagu, selain sebagai bahan pangan modern, merupakan

bahan baku untuk berbagai macam industri.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II2

2.2. Morfologi Sagu

2.2.1. Batang.

Sagu mempunyai tanda-tanda morfologi seperti Aren(Arecha, SP),

perbedaaanya, Aren tidak membentuk rumpun, sedangkan sagu tumbuh dalam bentuk

rumpun.Batang Aren hampir seluruhnya diliputi ijuk hitam,sedangkan sagu hanya

mempunyai ijuk hitam sedikit pada pinggiran pelepah daunya sehingga batang sagu

tampak jelas seperti pohon pinang.

Pada rumpun sagu rata-rata terdapat 1-8 batang, pada setiap pangkal batang

tumbuh 5-7 batang anakan.Pada kondisi liar, rumpun sagu ini akan melebar dengan

jumlah anakan yang sangat banyak dalam berbagai tingkat pertumbuhan.Anakan

tersebut sedikit sekali yang tumbuh menjadi pohon dewasa.Batang sagu merupakan

silinder yang berfungsi untuk mengakumulasi/menunpuk karbohidrat.Tinggi batang

sagu dari permukaan tanah sampai pangkal bunga berkisar antara 10-15 m, dengan

diameter batang pada bagian bawah mencapai 35-50 cm. Pada waktu panen batang

sagu bias mencapai berat sampai 1 ton, dimana 20 persen empulur mengandung

tepung, sehingga 1 pohon sagu mampu menghasilkan 150-300 kg tepung sagu basah.

Berat tersebut masih ditambah berat akar dan mahkota daun 50 Kg.

2.2.2. Bunga dan buah

Bunga sagu berbentuk rangkaian yang keluar pada ujung batang, dengan

diketahuinya adanya tanda pengecilnya daun bendera. Sagu mulai berbunga pada

umur 8-15 tahun, terkantung pada kondisi tanah, tinggi tempat dan varietas.Bunga

sagu tersusun dalam manggar secara rapat, berukuran kecil-kecil.Warnanya putih

berbentuk seperti bunga kelapa jantan dan tidak berbau.Bilamana sagu tidak segera

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II2

ditebang pada saat berbunga, bunga dapat berbentuk buah.Buahnya bulat-bulat kecil

dan tersusun pada tandan mirip buah kelapa.Buahnya bersisik dan berwarna coklat

kekuningan.Sagu merupakan tanaman menahun yang hanya berbunga atau berbuah

sekali pada masa hidupnya.Setelah berbunga dan berbuah sagu akan mati (Budhi H,

1986).

2.2.2. Ciri Sagu Siap Panen dan Cara Panen

Sampai saat ini para petani sagu belum dapat menentukan dengan pasti umur

sagu yang tepat untuk dipanen dengan hasil yang optimum. Pada umumnya petani

sagu kurang perhatian terhadap pertumbuhan sagu sejak anakan sampai siap panen.

Namun demikian para petani sagu didaerah sentral sagu yang biasa menangani sagu,

menggunakan kriteria atau ciri-ciri tertentu yang dapat menandakan bahwa sagu

tersebut siap panen.

Ciri-ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dilihat dari perubahan yang

terjadi pada daun,duri,pucuk,dan batang (Soekarto dan Wijandi, 1983). Umumnya

tanaman sagu siap panen menjelang pembentukan kuncup bunga sudah muncul tetapi

belum mekar. Pada saat tersebut daun-daun terakhir yang keluar mempunyai jarak

yang berbeda dengan daun sebekumnya dan daun terakhir juga sedikit berbeda, yaitu

lebih tegak dan ukuranya kecil. Perubahan lain adalah puncak menjadi agak

menggelembung.Disamping itu duri semakin berkurang dan pelepah daun menjadi

lebih bersih dan licin dibandingkan dengan pohon yang masih muda.

Pada umumnya pemanenan sagu masih dilakukan secara sederhana dan

dengan tenaga manual.Setelah dipilih pohon sagu yang ditebang, biasanya

penebangan dilakukan dengan kampak. Setelah pohon tumbang, pelepahnya

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II2

dibersihkan dan sebagian ujung batang dibuang karena kandungan patinya rendah.

Pohon yang sudah dibersihkan dipotong-potong menjadi bagian yang pendek-pendek

dengan ukuran 1,5- 2 m. Gelondongan tersebut lalu dibawa ke sumber air terdekat

langsung ditokok(diekstraksi).

Untuk mendapatkan pati sagu, maka dari empulur batang sagu dilakukan

ekstraksi pati dengan bantuan air sebagai perantara. Sebelumnya empelur batang

dihancurkan terlebih dahulu dengan cara ditokok atau diparut. Ditinjau dari cara dan

alat yang digunakan, cara ekstrasi pati sagu yang dilakukan didaerah-daerah

penghasil sagu di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan atas cara ekstraksi

tradisional, ekstraksi semi mekanis, dan ekstraksi secara mekanis ( Bambang H dan

philipus P, 1992).

2.3. Pati Sagu

komponen yang paling dominan dalam pati sagu adalah pati

(karbohidraat).Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk

persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam 100 gam pati sagu dapat dilihat

pada table 2.1 sebagai pembanding disajikan pula pati ubi kayu (tapioca) dan garut.

Karbohidrat merupakan polimer alami yang dihasilkan oleh tumbuhan dan

sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Karbohidrat dikenal juga dengan nama

sakarida, yang berarti gula.Karbohitrat dapat digolongkan berdasarkan jumlah

sakarida yang dikandungnya,yaitu monosakarida,oligosakarida,dan polisakarida.

Polisakarida adalah karbohidrat yang terdiri atas banyak monosakarida.

Polisakarida merupakan senyawa polimer alam dengan monosakarida sebagai

monomernya.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II2

Tabel 2.1. Komposisi Bahan Pati Sagu, Tapioka dan Pati garut setiap 100 g

Komponen Tapioka Pati Garut Pati Sagu

Kalori (kal) 362 355 353

Protein ( g ) 0,5 0,7 0,7 Lemak ( g ) 0,3 0,2 0,2

Karbohihrat ( g ) 86,9 85,2 84,7 Air ( g ) 12.0 13,6 14,0

Fosfor (mg ) - 22 13 Kalsium (mg ) - 8 11

Besi (mg ) - 1,5 1,5

Sumber : Direktorat Gizi, Dep kes R.I (1979)

Pati merupakan butiran atau ganula berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak

mempunyai rasa ( Brautlecht, 1953). Ganula pati mempunytai bentuk dan ukuran

yang beranekaragam, tetapi pada umumya berbentuk elips atau bola. Pati sagu

berbentuk elips( prolate ellipsoidal), mirip pati kentang dengan ukuran 5 – 80 mm

dan relatif lebih besar dari pati serealia (Wirakartakusumah, 1986).

Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 glukosa.

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya. Pati

terdapat dalam dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang larut

dalam air disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Struktur

dari amilosa dan amilopektin adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II2

Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin berbeda-beda dalam setiap jenis

pati.Pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen

amilopektin( Wirakartakusumah, 1986) rasio amilosa dan amilopektin akan

mempengaruhi sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan

bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air lebih banyak (higoskopis).

Hidrolisis amilum (Pati) dapat menghasilkan oligosakarida yang dinamakan

dekstri.Jika dekstrin ini dihidrolisis, akan memperoleh maltose (disakarida).

Hidrolisis lebih lanjut disakarida ini akan menghasilkan D – glukosa (monosakarida)

Amilum H2O Dekstrin H2O Maltosa H2O Glukosa

(Polisakarida) (Oligosakarida) (Disakarida) (Monosakarida)

Gambar 2.2. Reaksi hidrolisi pati menjadi glukosa ( Monosakarida)

Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan

terjadi gelatinasi setelah mencapai suhu tertentu(suhu gelatinasi). Hal ini disebabkan

oleh pemanasan energi kinetik molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat dari pada

daya tarik- menarik antara molekul pati dalam ganula, sehingga air dapat masuk

kedalam pati tersebut dan pati akan membengkak(mengembang). Ganula pati dapat

membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula.

Perubahan sifat inilah yang disebut Gelatinasi ( Winarno,1986). Suhu pada saat butir

pati pecah disebut suhu gelatinitasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II2

Gambar 2.3 Bentuk suspensi pati sagu yang dipanaskan (a) pdasa suhu 500C

selama 20 menit, (b) pada suhu 60oC selama 20 menit, (c) pada suhu

700C selama 20 menit

Peningkatan suhu menyebabkan pemutusan ikatan lemah antar rantai

polisakarida, termasuk ikatan glikosida dalam polisakarida serat pangan pun akan

rusak (http://www.fao.org/docrep/W8079E/w8079e0j.htm 2009).Oleh sebab itu

terjadinya peningkatan viskositas selama gelatinitas disebabkan oleh yang

sebelumnya berada diluar ganula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan,

kini sebagian sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak bergerak bebas lagi

karena terikat gugus hidroksil dalam molekul pati. Apabial suhu dinaikkan, maka

viskositas pasta/gel berkurang. Menurut Knight (1986) suhu glatinasi pati sagu

sekitar 60-720C, tetapi menurut Wirakartakusumah (1986) sekitar 72-90

0C.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II2

2.4. Nilai gizi Sagu

Komposisi kimia tepung sagu ( genus Metroxxylen, sp ) menurut muller 1976,

sangat dipengaruhi oleh cara pengolahanya. Analisis kimia terhadap tepung sagu dan

ampas dari batang sagu dapat dilihat pada table 2.2.

Tabel 2.2. Hasil Analisis kimia Tepung dan Ampas dari batang sagu ( genus

Metroxxylen, sp )

Susunan Analis Bahan Kering %

Bahan Uji Penguji Kadar Air Protein Kasar Lemak

Serat Kasar Abu BETN

Tepung sagu LIM, 1967 13,2 1,2 0,4 6,2 4,1 88,2 FAO, 1972 13,1 1,6 0,5 0 0,5 97,7

Ampas dari batang sagu

LIM, 1967 13,3 1,9 0,4 6,0 3,0 88,7

Jalaludin, dkk 1970 12,2 3,3 0,3 14,0 5,0 64,6

Dari tabel diatas terlihat bahwa sagu merupakan bahan makanan dengan kandungan

karbohidrat mudah larut (BETN) yang sangat tinggi, sedangkan kandungan protein,

mineral dan lemak sangat rendah. Dengan kandungan karbohidrat tersebut sagu

merupakan sumber makanan yang cukup penting bagi manusia.Perlu ditambahkan

pula bahwa setiap 100 g tepung sagu juga mengandung Ca: 11,0 mg; P: 13,0 mg : Fe

1,5 mg : Vitamin B: 0,01 mg. Beberapa macam zat gizi yang essensial bagi tubuh

manisia adalah karbohidrat, protein, lemak, beberapa unsur logam dan berbagai

macam vitamin telah tersedia pada sagu ( Bambang H dan Philipus P, 1992)

2.5. Degradasi Polimer

Degradasi polimer merupakan suatu proses kerusakan atau penurunan mutu

yang pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat, karena terputusnya

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II2

ikatan rantai. Selama proses pengolahan menjadi barang setengah jadi atau barang

jadi, bahan polimer ini juga mengalami degradasi secara mekanis dan panas.Pada

pemakaiannya menjadi barang jadi, bahan polimer ini juga mengalami degradasi oleh

pengaruh radiasi ultra violet dalam sinar matahari.Disamping itu kondisi lingkungan

seperti adanya oksigen atau bahan-bahan kimia oksidator turut pula mempengaruhi

kecepatan degradasi.

Jika bahan baku polimer dikenakan terhadap kondisi tertentu maka akan

mengalami degradasi.Perubahan yang diamati selama degradasi dapat dihasilkan dari

perubahan struktur dari bahan polimer,kehilangan atau perubahan dalam setiap bahan

senyawa dan perubahan sifat-sifat mekanis (kudoh,1996).

Valdya,(1994). Menyelidiki biodegradasi campuran polimer yang mempunyai

gugus fungsi dan polimer alam (misalnya: Karbohidrat,protein). Selama

pencampuran, kedua polimer dapat mengalami reaksi kimia dengan polimer yang

dapat terbiodegradasi dan menghasilkan ikatan diantara kedua polimer.

2.6. Degradasi Pati

Pati merupakan biopolimer karbohidrat yang dapat terdegradasi secara mudah

di alam dan bersifat dapat diperbarui. Pati sendiri memiliki batasan bervariasi terkait

dengan kelarutan dalam air.

Peningkatan suhu menyebabkan pemutusan ikatan lemah antar rantai

polisakarida, termasuk ikatan glikosida dalam polisakarida serat pangan pun akan

rusak (http://www.fao.org/docrep/W8079E/w8079e0j.htm 2006). Oleh sebab itu,

selanjutnya dapat dipahami bahwa walaupun kurva peningkatan vanilin dan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II2

glukosa serupa, namun jumlah glukosa yang terbentuk akibat peningkatan suhu

lebih berbeda nyata diantara perlakuan suhu yang digunakan.

Lapisan tipis dari pati dapat dengan mudah rusak. Untuk meningkatkan

karakteristik, biasanya pati dicampur biopolimer serta bahan pengisi sehingga banyak

digunakan untuk kekuatan tarik sehingga tidak mudah rusak

. Salah satu biopolimer hidrokopis yang direkomendasikan adalah gliserol

yang dapat disintesis dari kelapa sawit.Gliserol direkomendasikan sebagai biomaterial

berpotensi tinggi untuk dikompositkan dengan pati atau amilum sebagai bahan utama

pembuatan komposit pati-gliserol. Gliserol merupakan senyawa yang netral,dengan

rasa manis,tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 200C dan memiliki titik

didih yang tinggi, yaitu 2900C.Gliserol dapat larut secara sempurna didalam air dan

alcohol, tetapi tidak dalam minyak.Sebaliknya banyak zat mudah larut dalam gliserol

dibandingkan dalam air maupun alcohol. Oleh karena itu gliserol merupakan suatu

pelarut yang baik (AnonymousI,2006).

Struktur gliserol mempunyai gugus alkohol sekunder dan dua gugus alkohol primer,

maka akan memberikan banyak kemungkinan terjadinya reaksi untuk

mengembangkan senyawa turunan alkohol ini (Finar, 1980). Misalnya dengan

menambahkan gugus asetal pada gugua gliserol akan dihasilkan senyawa surfaktan

yang dapat terdegasi oleh pengaruh bahan kimia atau dalam air dan oleh kegiatan

mikroba(Pissecki,2000).

Penambahan pengisi dalam untuk meningkatkan karakteristik biopolimer

biasanya digunakan bermacam kayu, sehingga biopolimer tersebut tidak mudah

rusak, dan mudah terdegradasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II2

Asam oksalat (oxalic acid (COOH)2) sebagai asam karboksilat sederhana

ditemukan hampir pada seluruh jenis organisme termasuk tumbuhan, hewan dan

jamur (Hodgkinson 1977). Peranan asam oksalat pada berbagai jenis organisme telah

dipejari dari berbagai aspek dari yang menguntungkan organisme itu sendiri seperti

pada jamur, sampai pada efek yang membahayakan bagi kehidupan seperti

pembentukan dan penumpukan kristal kalsium oksalat yang menyebabkan penyakit

ginjal pada manusia. Jamur kelas basidiomycetes sebagai agen utama dalam

degradasi kayu (lignoselulosa) menghasilkan sejumlah besar asam oksalat selama

mengkolonisasi kayu. Asam ini diketahui memiliki peranan yang sangat penting

dalam degradasi komponen-komponen kayu. Asam oksalat yang dihasilkan jamur

berfungsi sebagai sumber proton dalam hidrolisis selulosa kayu baik secara enzimatis

maupun non-enzimatis dengan penurunan pH kayu dan mempercepat tingkat

depolimeraisasi selulosa sehingga menyebabkan hilangnya kekuatan kayu.

Jamur-jamur kelas basidiomycetes. Beberapa askomisetes juga diketahui

sebagai pengahsil asam oksalat yang cukup potensial seperti Aspergillus niger.

Biosintesa asam oksalat telah dipelajari pada berbagai golongan organisme, dan yang

paling banyak dilaporkan dan dipelajari adalah sintesa asam oksalat pada tumbuhan

dan mikroorganisme termasuk protozoa, bakteri dan jamur. Pada jamur oksalat

disintesis oleh dua jenis enzim intraseluler, yaitu glioksilat dehidrogenase

(GLOXDH) dan oksaloasetase (OXA). Enzim-enzim ini menggunakan senyawa-

senyawa perantara yang terlibat dalam siklus asam karboksilat (siklus Krebs) dan

glioksilat (siklur Kornberg). Reaksi yang dikatalisis oleh kedua enzim ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II2

1. Glioksilat

Oksalat

2. Oksaloasetat

Oksalat + Asetat

Reaksi yang pertama adalah reaksi oksidasi, dimana enzim GLOXDH mengoksidasi

glioksilat untuk membentuk oksalat sedangkan reaksi yang kedua adalah reaksi

hidrolisis, dimana enzim OXA menghidrolisis oksaloasetat yang memiliki empat

atom karbon dan menghasilkan oksalat dan asetat yang masing-masingnya memiliki 2

atom karbon. Kedua jenis enzim ini telah banyak dipelajari dan dimurnikan dari

jamur yang menghasilkan asam oksalat termasuk dari kelas basidiomistes

Asam oksalat memiliki peranan yang cukup penting dalam degradasi kayu

(lignoselulosa) oleh jamur pembusuk kayu. Pada tahap awal serangan, enzim-enzim

ekstraseluler yang dikeluarkan oleh jamur seperti enzim kelompok selulase terlalu

besar untuk dapat melewati pori-pori dinding sel yang ukurannya lebih kecil. Kalsium

yang merupakan bahagian yang cukup penting pada lamela tengah dalam bentuk

kalsium pektat, diikat oleh asam oksalat yang dihasilkan jamur, yang selanjutnya

dapat merusak integitas dinding sel dan menyebabkan terbukanya pori-pori dinding

sel untuk memberi kesempatan pada enzim-enzim selulase untuk bereaksi. Disamping

itu penuruan pH akibat penumpukan asam oksalat yang dihasilkan jamur dapat

menyebabkan terjadinya degradasi selulosa secara non-enzimatis melalui

pembentukan radikal-radikal oksigen. Geen et al (1991) Postia placenta menyebabkan

penurunan pH kayu sampai 1.6 hidrolisis kayu secara non-enzimatis mungkin lebih

penting pada pembusukan kayu oleh jamur. Sehingga pada beberapa jamur hubungan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II2

yang erat antara kemampuan menghasilkan asam oksalat dengan kemampuan

menyerang kayu (Micales & Highley 1991). Disamping itu, selama pembusukan

kayu, karbohidrat dirombak menjadi gula sederhana sebagai sumber energi untuk

pertumbuhan dan biosintesa berbagai senyawa termasuk veratril alkohol dan asam

oksalat. Oksalat disintesa dari oksaloasetate dan glioksilat. Enzim oksalat

dekarbosilase memiliki peranan yang sangat penting dalam dekomposisi asam oksalat

menjadi karbon dioksida dan format. Selanjutnya, asam format (HCOOH) yang

terbentuk dioksidasi menjadi karbondioksida dan NADH oleh format dehidrogenase.

Koenzim (NADH) yang terbentuk berperan dalam reduksi senyawa-senyawa quinon

(lignin). (Munir Erman)

Sebagian besar mikroorganisme memindahkan berbagai macam molekul kecil

melewati sel-sel atau membran plasma dan memetabolismenya. Substansi ini

termasuk glukosa, asam amino, peptida kecil, nukleotida dan phosphat serta ion

organik lainnya. Sebagai tambahan, untuk endoenzim yang diproduksi untuk

digunakan sel, banyak bakteri (dan fungi) memproduksi eksoenzim dan

melepaskannya melalui sel atau membran plasma. Enzim (eksoenzim) yang berperan

dalam merubah karbohidrat komplek adalah karbohidrase, amilase, selulase. Pati

merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih

sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk

memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Black, 2005). Secara

umum, amilase dibedakan menjadi tiga berdasarkan hasil pemecahan dan letak ikatan

yang dipecah, yaitu alfa-amilase, beta-amilase, dan glukoamilase. Enzim alfa-amilase

merupakan endoenzim yang memotong ikatan alfa-1,4 amilosa dan amilopektin

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II2

dengan cepat pada larutan pati kental yang telah mengalami gelatinisasi. Produk akhir

yang dihasilkan dari aktivitasnya adalah dekstrin beserta sejumlah kecil glukosa dan

maltosa. Alfa-amilase akan menghidrolisis ikatan alfa-1-4 glikosida pada polisakarida

dengan hasil degradasi secara acak di bagian tengah atau bagian dalam molekul.

Enzim beta-amilase atau disebut juga alfa-l,4-glukanmaltohidrolas E.C. 3.2.1.2.

bekerja pada ikatan alfa-1,4-glikosida dengan menginversi konfigurasi posisi atom

C(l) atau C nomor 1 molekul glukosa dari alfa menjadi beta. Enzim ini memutus

ikatan amilosa maupun amilopektin dari luar molekul dan menghasilkan unit-unit

maltosa dari ujung nonpe-reduksi pada rantai polisakarida. Bila tiba pada ikatan alfa-

1,6 glikosida aktivitas enzim ini akan berhenti. Glukoamilase dikenal dengan nama

lain alfa-1,4- glukan glukohidro-lase atau EC 3.2.1.3. Enzim ini menghidrolisis ikatan

glukosida alfa-1,4, tetapi hasilnya beta-glukosa yang mempunyai konfigurasi

berlawanan dengan hasil hidrolisis oleh enzim a-amilase. Selain itu, enzim ini dapat

pula menghidrolisis ikatan glikosida alfa-1,6 dan alfa-1,3 tetapi dengan laju yang

lebih lambat dibandingkan dengan hidrolisis ikatan glikosida a-1,4 (Biogen, 2008).

2.7. Penyalut (Cauting)

Produk makanan berkemasan semakin popular dikalangan masyarakat

Indonesia dan semakin menjadi sejenis makanan yang dimakan setiap hari..

Secara umumnya, penyalut bertujuan untuk meningkatkan penerimaan

pengguna kepada produk makanan yang tersedia. Dari segi ekonomi, penyalut

menghasilkan produk yang lebih menarik dan lebih berat. Manakala dari segi rasa dan

penampilan, ia dapat mengekalkan bentuk produk dan paling penting ia dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II2

meningkatkan rasa (Fuller & Parry, 1987). Penggunaan makanan kemasan akan

memberikan penampilan, aroma, perisa dan tekstur yang diinginkan (Hunter 1991).

Penyalut juga disebut pembungkus, pewadahan atau pengepakan, dan merupakan

salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat

memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus

yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan

pada bahan yang dikemas/dibungkusnya. Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga

telah menyediakan kemasan untuk bahan pangan, seperti jagung dengan kelobotnya,

buah-buahan dengan kulitnya, buah kelapa dengan sabut dan tempurung,polong-

polongan dengan kulit polong dan lain-lain. Manusia juga menggunakan kemasan

untuk pelindung tubuh dari gangguan cuaca, serta agar tampak anggun dan menarik.

Dalam dunia modern seperti sekarang ini, masalah kemasan menjadi bagian

kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama dalam hubungannya dalam produk

pangan. Ruangan lingkup bidang pengemasan saat ini juga sudah semakin luas, dari

mulai bahan yang bervariasi hingga model atau bentuk dan teknologi pengemasan

yang semakin canggih dan menarik. Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari

bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber, hingga bahan-bahan yang dilaminasi

(ElisaJ. Dan Mimi N,2007).

Fungsi dari pengemasan pada bahan pangan adalah mencegah atau

mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan dari bahaya pencemaran serta

gangguan fisik seperti gesekkan, benturan dan getaran.Disamping itu pengemasan

berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam

penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusian. Menurut Syarief et.al (1988) ada

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II2

lima persyaratan pengemasan yaitu : penampilan, perlindungan, fungsi, harta dan

biaya, serta penanganan limbah kemasan. Dengan adanya persyaratan bahwa

kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan, maka penggunaan coating film

adalah suatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari karbohidrat, lipid,

protein, maupun kombinasi dari ketiganya. Keuntungan coating film adalah dapat

melindungi produk pangan, penampilan asli produk dapat dipertahankan, dan dapat

langsung dimakan dan aman bagi lingkungan.

Edible Packaging dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu yang

berfungsi sebagai pelapis tipis (coating) dan yang berbentuk sebagai lembaran (Film)

sehingga kita kenal istilah edible film dan edible coating. Dewasa ini penggunaan

edible coating telah banyak digunakan sebagai pelapis produk daging

beku,sedangkan penggunaan edible film untuk produk pangan dan penguasaan

teknologinya masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dikembangkan penelitian yang

lebih intensif, karena edible coating sangat potensial digunakan sebagai pembungkus

dan pelapis produk-produk pangan, industri, farmasi, maupun hasil pertanian segar.

Komponen penyusun edible packaging mempengaruhi secara langsung

bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama

penyusun edible coanting dikelompokkan menjadi tiga yaitu hidrokoloid, lipida dan

komposit. Hidrokoloid banyak diperoleh dari selulosa dan turunanaya dan pati.

Kelompok lipida yang sering digunakan adalah asam lemak. Komposit adalah bahan

yang didasarkan pada bahan campuran hidrokoloid dan lipida ( Helmi H 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II2

2.8. Mikrobiologi

Selain harus bergizi dan menarik, pangan juga harus bebas dari bahan-bahan

berbahaya yang dapat berupa cemaran kimia, mikroba dan bahan lainnya. Mikroba

dapat mencemari pangan melalui air, debu, udara, tanah, alat-alat pengolah (selama

proses produksi atau penyiapan) juga sekresi dari usus manusia atau hewan. Penyakit

akibat pangan (food borne diseases) yang terjadi segera setelah mengkonsumsi

pangan, umumnya disebut dengan keracunan( toksisitas). Pangan dapat menjadi

beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat

tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi

toksin yang dapat membahayakan manusia. Selain itu, ada juga makanan yang secara

alami sudah bersifat racun seperti beberapa jamur/tumbuhan dan hewan.Secara

sederhana dan ringkas, toksokologi didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan

mekanisme efek toksik berbagai bahan terhadap mahluk hidup dan sistim biologi

lainya.

Bahkan bila terdapat mikroba patogen, besar kemungkinan akan berbahaya

bagi yang mengkonsumsinya. Dalam pengujian cemaran mikroba digunakan mikroba

indikator, karena selain mudah dideteksi juga dapat memberikan gambaran tentang

kondisi higienis dari produk yang diuji.

Untuk mengetahui bahwa pangan sudah tercemar, dapat dilihat secara fisik

dari tekstur makanan tersebut. Namun banyak makanan terutama yang sudah

melewati suatu proses pengolahan, tetap mempunyai tekstur yang masih baik tetapi

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II2

mengandung suatu cemaran seperti bakteri patogen, yang disebabkan oleh

penanganan yang tidak memadai.

Jenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi bakteri, kapang / jamur

dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak

diinginkan seperti penampilan, tekstur, rasa dan bau dari makanan. Pengelompokan

mikroba dapat berdasarkan atas aktifitas mikroba (proteolitik, lipofilik, dsb) ataupun

atas pertumbuhannya (psikrofilik, mesofilik, halofilik, dsb) Banyak faktor yang

mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya

adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan

dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun

penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter

organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau bahkan merusak

makanan tersebut.

Toksikologi sangat luas cakupanya, untuk menangani penelitian bahan-bahan

kimia yang digunakan (1) dibidang kedokteran untuk tujuan diagnostik, pencegahan,

dan terapeutik, (2) dalam industri makanan sebagai zat tambahan langsung maupun

tidak langsung, (3) dalam pertanian sebagai pestisida, zat pengatur pertumbuhan,

penyerbuk buatan dan zat tambahan makanan hewan dan (4) dalam industri kimia

sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi pelarut serta banyak jenis bahan

kimia lainya. (Frank,1991).

Toksisitas diartikan sebagai racun (molekul) untuk menimbulkan kerusakan

apabila masuk kedalam tubuh dan lokasi organ yang retan terhadapnya ( Soemirat,

2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II2

Bahan antimikrobial yang mampu menghambat atau mematikan berbagai

mikroorganisme disebut antimikrobial yang dapat menghambat atau mematikan

beberapa mikroorganisme disebut antimikrobial kisaran sempit. (narrow spectrum

antimicrobial), (laydan Hastowo,1992).

Syarat untuk menetapkan kualitas atau baik tidaknya makanan, hingga kini

masih berpusat pada pengertian “COLI” yang senantiasa dipandang sebagai indicator

terhadap racun untuk menimbulkan kerusakan.( K. Brahmana, 1998).

2.9. Mikroba Tanah

Menurut Salle (1984), bakteri selulotik tanah dibedakan atas empat kelompok

yaitu: mesofilik aerobik, termofilik aerobok, mesofilik anaerobik dan termofilik

anaerobik. Lebih lanjut Alexander (1997) dan Salle (1984) menjelaskan bahwa

bakteri selulotik yang mesofilik aerobik meliputi anggota-anggota dari genus

celvacicula, celvibrio, cellalomonas, sporocytophage, pseudomonas, cytophaga dan

vibrio.

Kisaran jenis mikroorganisme dalam tanah sangat luas yang terdiri dari

bakteri,virus protozoa, dan fungi, dengan populasi bakteri merupakan populasi

mikroorganisme yang dominan. Jumlahnya dapat mencapai 2,5 juta sel/gam,

sedangkan tingkat pertumbuhannya dalam tanah dipengaruhi oleh berbagai factor,

yaitu : jumlah dan macam zat hara, kelembaban, tingkat aerasi, temperatur, pH, dan

perlakuaan pada tanah. Pada tanah yang berpH asam populasi fungi dominan,

sedangkan pada tanah yang digenangi air mikroba anaerob lebih dominan.

Panas, konsentrasi ion hydrogen (pH), adanya air, oksigen dan cahaya

mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Enzim dapat mempercepat reaksi

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II2

kimiawi, suhu dimana enzim berfungsi dengan sempurna disebut suhu optimum. Bila

suhu ini menyimpang dari suhu optimum, maka aktivitas enzim menurun.

Kisaran suhu untuk aktivitas enzim menentukan sifat pertumbuhan

mikroorganisme. Suhu tertinggi dimana mikroorganisme masih dapat tumbah disebut

suhu maksimum, sedangkan minimum adalah suhu terendah dimana mikroorganisme

masih dapat tumbuh. Kisaran suhu tidak saja mempengaruhi aktivitas enzim, namun

mempengaruhi sifat fisik membaran sel.Permeabilitas membran sel tergantung pada

kandungan dan jenis lipida. Peningkatan 50-10

0C diatas suhu optimum dapat

menyebabkan proses lisis dan kematian sel mikroba.

Lazimnya, mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 7,0, namun ada juga yang

dapat tumbuh pada pH 2,0 dan pH 10,0. Fungi dapat tumbuh pada kisaran pH yang

cukup luas, kelompok ini dapat tumbuh pada pH asam. ( Lay dan Hastowo, 1992)

Universitas Sumatera Utara