Chapter II

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Kosmetik Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500 tahun Sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur, arang, batubara bahkan api, air, embun, pasir atau sinar matahari. Penggunaan susu, akar, daun, kulit pohon, rempah, minyak bumi, minyak hewan, madu dan lainnya sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat saat itu. Hal ini dapat diketahui melalui naskah-naskah kuno yang ditulis dalam papirus atau dipahat pada dinding piramida. Pengetahuan kosmetik tersebut kemudian menyebar keseluruh penjuru dunia melalui jalur komunikasi yang terjadi dalam kegitan perdagangan, agama, buadaya, politik dan militer. Di Indonesia sendiri sejarah tentang kosmetologi telah dimulai jauh sebelum zaman penjajahan Belanda, namun sayang tidak ada catatan yang jelas mengenai hal tersebut yang dapat dijadikan pegangan. Namun dari cerita dan legenda Ken Dedes, Dewi Ratih dan roro Jongrang, dapat diperkiarakan adanya usaha dan cara untuk meningkatkan kecantikan dengan kosmetik tradisional. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami saja tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmaja, S.M, 1997).

description

sddffffdsdsds

Transcript of Chapter II

Page 1: Chapter II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kosmetik

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”.

Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500 tahun

Sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur, arang,

batubara bahkan api, air, embun, pasir atau sinar matahari.

Penggunaan susu, akar, daun, kulit pohon, rempah, minyak bumi, minyak

hewan, madu dan lainnya sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat

saat itu. Hal ini dapat diketahui melalui naskah-naskah kuno yang ditulis dalam

papirus atau dipahat pada dinding piramida.

Pengetahuan kosmetik tersebut kemudian menyebar keseluruh penjuru dunia

melalui jalur komunikasi yang terjadi dalam kegitan perdagangan, agama, buadaya,

politik dan militer. Di Indonesia sendiri sejarah tentang kosmetologi telah dimulai

jauh sebelum zaman penjajahan Belanda, namun sayang tidak ada catatan yang jelas

mengenai hal tersebut yang dapat dijadikan pegangan.

Namun dari cerita dan legenda Ken Dedes, Dewi Ratih dan roro Jongrang,

dapat diperkiarakan adanya usaha dan cara untuk meningkatkan kecantikan dengan

kosmetik tradisional. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan

alami saja tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan

(Wasitaatmaja, S.M, 1997).

Page 2: Chapter II

2.2. Defenisi Kosmetika

Menurut Wall dan Jellinek, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak berabad-

abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian,

yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik

serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20 (Tranggono,

2007).

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosok, dilekatkan,

dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada badan atau bagian badan manusia

dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menembah daya tarik atau

mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat. Defeisi tersebut jelas

menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis,

pengobatan maupun pencegahan penyakit (Wasitaatmadja,1997).

Sejak semula kosmetik merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau ilmu

kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan; seperti

para tabib, dukun, bahkan penasehat keluarga istana. Dalam perkembangannya

kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik dalam hal jenis, efek,

efek samping dan lainnya

Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi”, yaitu ilmu yang

berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek dan efek

samping kosmetika. Dalam kosmetologi berperan berbagai disiplin ilmu terkait yaitu:

teknik kimia, farmakologi, farmasi, biokimia, mikrobiologi, ahli kecantikan dan

dermatologi. Dalam disiplin ilmu dermatologi yang menangani khusus peranan

kosmetika disebut “dermatologi kosmetik“ (cosmetic dermatology) (Wasitaatmadja,

1997).

Page 3: Chapter II

2.2.1. Penggolongan Kosmetik

Adapun penggolongan kosmetik terbagi atas beberapa golongan, diantaranya:

a. Menurut Jellinek (1959) dalam Formulation and Function of Cosmetics membuat

penggolongan kosmetika menjadi :

1. Preparat pembersih

2. Preparat deodorant da antiperspirasi

3. Preparat protektif

4. Preparat dengan efek dalam

5. Emolien

6. Preparat dekoratif/superficial

7. Preparat dekoratif/dalam

8. Preparat buat kesenangan

b. Menurut Wells FV dan Lubowe-II (Cosmetics and The Skin, 1964),

mengelompokkan kosmetik menjadi:

1. Preparat untuk kulit muka

2. Preparat untuk higienis mulut

3. Preparat untuk tangan dan kaki

4. Kosmetik badan

5. Preparat untuk rambut

6. Kosmetika untuk pria dan toilet

c. Menurut Brauer EW dan Principles of Cosmetics for The Dermatologist membuat

klasifikasi sebagai berikut :

1. Toiletries : sabun, shampo, pengkilap rambut, kondisioner rambut, piñata,

pewarna, pengeriting, pelurus rambut, deodorant, antipespiran,dan tabir surya.

Page 4: Chapter II

2. Skin care : pencukur, pembersih, astringen, toner, pelembab, masker, krem

malam, dan bahan untuk mandi.

3. Make up : foundation, eye make up, lipstick, rouges, blushers, enamel kuku.

4. Fragrance : perfumes, colognes, toilet waters, body silk, bath powders.

d. Penggolongan kosmetik menurut cara pembuatan (Tranggono, 2004) sebagai

berikut:

1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern

(termasuk di antaranya adalah cosmedic).

2. Kosmetik tradisional:

a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam

dan diolah menurut resep dan cara yang turun-temurun.

b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar

tahan lama.

c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar

tradisional dan diberi warna yang menyerupai bahan tradisional.

e. Menurut Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI membagi kosmetik

menjadi :

1. Preparat untuk bayi

2. Preparat untuk mandi

3. Preparat untuk mata

4. Preparat wangi-wangian

5. Preparat untuk rambut

6. Preparat untuk rias (make up)

Page 5: Chapter II

7. Preparat untuk pewarna rambut

8. Preparat untuk kebersihan mulut

9. Preparat untuk kebersihan badan

10. Preparat untuk kuku

11. Preparat untuk cukur

12. Preparat untuk perawatan kulit

13. Preparat untuk proteksi sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).

2.2.2. Persyaratan Kosmetik

Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta

persyaratan lain yang ditetapkan.

b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik.

c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan

RI (BPOM RI) (Wasitaatmadja, 1997).

2.2.3. Komposisi Kosmetika

Pada umumnya kosmetika terdiri atas berbagai macam bahan, yang

mempunyai tugas tertentu didalam campuran tersebut. Adapun pembagian isi atau

komposisi kosmetika berdasarkan tugas bahan kosmetika adalah sebagai berikut:

1. Bahan Dasar (Vehikulum)

Bahan dasar sebagai pelarut atau merupakan tempat dasar bahan lain sehingga

umumnya menempati volume yang jauh lebh besar dari bahan yang lainnya. Bahan

dasar kosmetika terdiri dari:

Page 6: Chapter II

a. Air atau campurannya dengan bahan dasar lain seperti alcohol, aseton, minyak,

bedak

b. Alkohol atau campurannya dengan air atau minyak

c. Vaselin atau campurannya dengan lanonin, gliserin atau talk

d. Minyak atau garam minyak dengan campurannya dengan air atau alcohol

e. Talkum atau cmpurannya dengan minyak atau vaselin.

2 Bahan aktif (Active Ingredients)

Merupakan bahan kosmetika terpenting dan mempunyai daya kerja

diunggulkan dalam kosmetika tersebut sehingga memberikan nama daya kerjanya

pada seluruh campuran bahan tersebut. Konsentrasi bahan aktif kosmetik pada

umumnya kecil, namun dapat pula tinggi apabila bahan aktif kosmetika tersebut

sekaligus berperan sebagai bahan dasarnya,misalnya bahan aktif dalam preparat

pembersih muka.

3. Bahan yang menstabilkan campuran (Stabilizer)

Bahan-bahan yang menstabilkan campuran (Stabilizer) sehingga kosmetik

tersebut dapat lebih lama lestari baik dalam warna, baud an bentuk fisik. Bahan-bahan

tersebut adalah:

a. Emulgator, yaitu bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan-

bahan secara merata (homogen). Misalnya lanonin,gliserin, alcohol,

monostearat.

b. Pengawet, yaitu bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka

waktu yang panjang agar dapat digunakan lebih lama. Misalnya asam

benzoate, formaldehid, dan lain sebagainya.

Page 7: Chapter II

c. Pelekat, yaitu yang dapat melekatkan kosmetika ke kulit terutama pada

kosmetika yang tidak lengket ke kulit semacam bedak. Misalnya seng,

magnesium stearat.

4. Bahan pelengkap kosmetika

Sebagai bahan pelengkap kosmetika yang berupa pengawet (perfumery),

maksudnya agar kosmetika segar baunya bila dipakai, dan pewarna (coloring), agar

kosmetika enak dipandang mata sebelum dan sewaktu dipakai. Pada kosmetika yang

tujuannya untuk mewangikan kulit atau mewarnai kulit (dekoratif), maka bhan

pelengkap ini menjadi bahan aktif dari kosmetika. (Wasitaatmadja, 1997).

2.3. Kosmetika Dekoratif

Kekhasan kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan semata-mata

untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda atau kelainan

pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik

ini dianggap memadai jika tidak merusak kulit (Tranggono, 2007).

2.3.1. Pembagian Kosmetik Dekoratif

Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :

1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan

pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow, dan

lain-lain.

2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama

baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, dan pengeriting

rambut. (Tranggono,2007)

Page 8: Chapter II

2.3.2. Persyaratan Kosmetik Dekoratif

Persyaratat untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah :

a. Warna yang menarik.

b. Bau harum yang menyenangkan.

c. Tidak lengket.

d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau.

e. Tidak merusak atau mengganggu kulit.. (Tranggono, 2007):

2.4. Kosmetika Rias Bibir

Bagi bibir yang begitu sempit ternyata tersedia berbagai macam kosmetika

rias. Kosmetika rias bibir selain untuk merias bibir ternyata disertai juga dengan bahan

untuk meminyaki dan melindungi bibir dari lingkungan yang merusak, misalnya sinar

ultraviolet. Ada beberapa macam kosmetika rias bibir, yaitu:

a. Lipstik dan lip crayon

b. Krim bibir (lip cream) dan pengkilat bibir (lip gloss)

c. Penggaris bibir (lip liner) dan lip sealers. (Tranggono, 2007)

2.4.1. Lipstik

Tak ada wanita yang tak pernah memakainya. Bahkan ada sementara wanita

yang memandangnya sebagai sebuah kebutuhan. Tak akan merasa nyaman kalau tidak

memakainya. Lipstik digunakan terutama oleh para wanita untuk menambah warna

pada wajah sehingga tampak lebih segar, membentuk bibir, serta memberi ilusi bibir

lebih kecil atau besar tergantung warna yang digunakan.

Page 9: Chapter II

Lipstik adalah pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (roll up)

yang dibentuk dari minyak, lilin dan lemak. Bila pengemasan dilakukan dalam bentuk

batang lepas disebut lip crayon yang memerlukan bantuan pensil warna untuk

memperjelas hasil usapan pada bibir. Sebenarnya lipstik adalah juga lip crayon yang

diberi pengungkit roll up untuk memudahkan pemakaian dan hanya sedikit lebih

lembut dan mudah dipakai. Lip crayon biasanya menggunakan lebih banyak lilin dan

terasa lebih padat dan kompak. (Wasitaatmadja, 1997)

Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat

dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga

dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikehendaki. Suhu lebur lipstik

yang ideal yang sesungguhnya diatur suhunya hingga mendekati suhu bibir, bervariasi

antara 36-38ºC. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap suhu

cuaca disekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, maka suhu lebur lipstik dibuat

lebih tinggi yang dianggap lebih sesuai dan diatur pada suhu lebih kurang 62ºC, atau

bisanya berkisar antara 55º-75ºC. (Depkes RI, 1985)

2.4.2. Komposisi lipstik

Adapun bahan-bahan utama pada lipstik adalah sebagai berikut :

a. Lilin

Misalnya carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beewax, candellila wax,

spermaceti, ceeresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik

b. Minyak

Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan kemampuannya

melarutkan zat-zat eosin. Misalnya minyak castrol, tetrahydrofurfuril alcohol, fatty

Page 10: Chapter II

acid alkylolamides, dihydric alcohol, beserta monoethers dan monofatty acid

esternya, isopropyl myristate, isopropyl palmitate, butyl stearate, paraffin oil.

c. Lemak

Misalnya, krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya

hydrogenated castrol oil), cetyl alcohol, oleyil alcohol, lanolin.

d. Acetoglycerides

Direkomendasikan untuk memperbaiki sifat thoxotropik batang lipstik meskipun

tempertur berfluktuasi, kepadatan lipstik tetap konstan.

e. Zat-zat pewarna

Zat pewarna yang dipakai secara universal didalam lipstick adalah zat warna eosin

yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan

pada kulit dan kelarutan dalam minyak. Pelarut terbaik didalam eosin adalah

castrol oil. Tetapi furfuryl alcohol beserta ester-esternya terutama stearat dan

ricinoleat memiliki daya melarutkan eosin yang lebih besar. Fatty acid

alkylolamides jika dipasang sebagai pelarut eosin, akan memberikan warna yang

intensif pada bibir.

f. Surfaktan

Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk

memudahkan pembasahan disperse partikel-partikel pigmen warna yang padat.

g. Antioksidan

h. Bahan pengawet

Bahan pengawet (fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring)

harus mampu menutupi rasa bau dan rasa kurang sedap dari lemak-lemak dalam

lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan.

(Trenggono,2004)

Page 11: Chapter II

2.4.3. Persyaratan Lipstik

Persyaratan untuk lipstik yang diinginkan atau dituntut oleh masyarakat, antara

lain :

1. Melapisi bibir secara mencukupi

2. Dapat bertahan di bibir dalam waktu yang lama

3. Cukup melekat pada bibir tetapi tidak sampai lengket

4. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya

5. Memberikn warna yang merata pada bibir

6. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya

7. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-

bintik, atau memperlihatkan hal lain yang tidak menarik. (Trenggono,2004)

2.5. Zat Pewarna Kosmetik

Salah satu penentuan mutu suatu bahan dapat diamati dengan warna. Warna hasil

produksi suatu bahan sangat berpengaruh bagi pemakainya, sebagai contoh, warna suatu

kosmetika sangat berperan secara psikologis bagi pemakainya terhadap pembentuk

kecantikan. Adapun maksud dan tujuan pemberian zat warna pada suatu bahan, baik obat,

kosmetika dan makanan sebagai berikut :

1. Supaya bahan atau hasil produksi itu menarik bagi pemakainya,

2. Menghindari adanya pemalsuan terhadap hasil suatu pabrik,

3. Menjaga keseragaman hasil suatu pabrik.

Yang lebih penting adalah keamanan bagi para pemakai zat warna, sebab

pemakaian yang keliru dapat menyebabkan hal-hal yang tidak dikehendaki seperti

misalnya memberikan efek karsinogenik, teratogenik, alergi, dan lain-lain.

Pewarna yang digunakan dalam kosmetika umumnya terdiri atas 2 jenis yaitu:

Page 12: Chapter II

a. Pewarna yang dapat larut dalam cairan (solube), air, alkohol dan minyak. Contoh

warna kosmetika ialah pewarna asam (acid dyes) yang merupakan golongan

terbesar pewarna pakaian, makanan dan kosmetika. Unsur terpenting dari

pewarna ialah gugus azo; solvent dyes yang larut dalam air atau alkohol, misal

merah DC, merah hijau No.17, violet, kuning, xanthenes dyes yang dipakai dalam

lipstick, misalnya DC orange, merah dan kuning.

b. Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan (insoluble), yang terdiri atas bahan

organik dan inorganik, misalnya lakes, besi oksida.

Tidak semua zat warna dapat digunakan untuk kosmetika. Zat warna yang

sudah sejak lama dikenal dan digunakan salah satunya adalah daun pandan dan daun

suji untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning. Kini dengan berkembangnya

ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena

penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah. Ada beberapa hal yang dapat

menyebabkan suatu bahan pewarna, antara lain dengan penambahan zat pewarna.

Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang

termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna

sintetis.

1. Zat warna alam yang larut.

Zat ini sekarang sudah jarang dipakai dalam kosmetik. Sebetulnya dampak zat

alam ini pada kulit lebih baik dari pada zat warna sintetis, tetapi kekuatan

pewarnaanya relatif lemah, tak tahan cahaya, dan relatif mahal. Misalnya carmine zat

warna merah yang diperoleh dari dari tubuh serangga coccus cacti yang dikeringkan ,

klorofil daun-daun hijau, henna yang diekstraksi dari daun Lawsonia inermis,

carotene zat warna kuning.

Page 13: Chapter II

2. Zat warna sintetis yang larut.

Zat warna sintetis pertama kali disintetis dari anilin, sekarang benzena, toluena,

anthracene yang berfungsi sebagai produk awal bagi kebanyakan zat warna. Sifat-sifat

zat warna sintetis yang perlu diperhatikan antara lain :

a. Intensitas harus kuat sehingga jumlah sedikit pun sudah memberi warna.

b. Harus bisa larut dalam air, alkohol, minyak, atau salah satunya. Yang larut air

untuk emulsi O/W dan larut minyak untuk emulsi W/O. Yang larut air hampir

selalu juga larut dalam alkohol encer, gliserol, dan glikol. Yang larut minyak juga

larut dalam benzena, karbon tetraklorida, dan pelarut organik lainnya, kadang-

kadang juga dalam alkohol tinggi. Tidak pernah ada zat warna yang sekaligus

larut dalam air dan minyak.

c. Sifat yang berhubungan dengan pH. Beberapa zat warna hanya larut dalam pH

asam, lainnya hanya dalam pH alkalis.

d. Kelekatan pada kulit atau rambut. Daya lekat berbagai zat warna pada kulit dan

rambut barbeda-beda. Terkadang kita memerlukan daya lekat besar seperti cat

rambut, namun terkadang kita menghindarinya misalnya untuk pemerah pipi.

e. Toksisitas. Yang toksis harus dihindari, tetapi ada derajat keamanannya.

3. Pigmen alam.

Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat secara

alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya tergantung pada kandungan

besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning, coklat, merah bata, coklat

tua). Zat warna ini murni, sama sekali tidak berbahaya, penting untuk mewarnai

bedak-krim dan make-up sticks. Warnanya tidak seragam, tergantung asalnya,

dan pada pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna baru.

Page 14: Chapter II

4. Pigmen sintetis.

Dewasa ini besi oksida sintetis sering menggantikan zat warna alam. Warnanya

lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain kuning, coklat sampai

merah, dan macam-macam violet. Pigmen sintetis putih seperti zinc oxida dan

titanium oxida termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang terpenting.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

Nomor 00386/C/SK/II/90 bahwa zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan

berbahaya dalam obat, makanan, dan kosmetika adalah seperti yang disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1 zat warna sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan, dan makanan

No Nama Nomor Indeks Warna

1 Jingga K1 (C.I. Pigment Orange 5, D&C Orange No.17) 12075 2 Merah K3 (C.I. Pigment Red 53, D&C Red No.8) 15585 3 Merah K4 (C.I. Pigment Red 53 : 1, D&C Red No.9) 15585 : 1 4 Merah K10 (Rhodamin B, C.I. Food Red 15, D&C Red

No.19) 45170

5 Merah K11. 45170 : 1 Sumber: Skep Dirjen POM No.00386/C/SK/II/90

2.6. Rhodamin B

2.6.1. Defenisi Rhodamin B

Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes. Rhodamin adalah

bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah pada industri tekstil dan plastik.

Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat dan dipanel alanin

yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam

bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada

konsentrasi rendah. Rhodamin B sering disalah gunakan untuk pewarna pangan

Page 15: Chapter II

(kerupuk,makanan ringan,es-es dan minuman yang sering dijual di sekolahan) serta

kosmetik dengan tujuan menarik perhatian konsumen. Rhodamine B

(C28N31N2O3Cl) adalah bahan kimia sebagai pewarna dasar untuk berbagai

kegunaan, semula zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang

berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya yang

berfluorensi dalam sinar matahari (Budavari, 1996).

Berikut ini adalah nama-nama lain dari Rhodamin B, diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Acid Bruliant Pink B

b. ADC Rhodamine B

c. Aizen Rhodamine BH

d. Aizen Rhodamine BHC

e. Akiriku Rhodamine B

f. Briliant Pink B

g. Calcozine Rhodamine BL

h. Calcozine Rhodamine BX

i. Calcozine Rhodamine BXP

j. Cerise Toner

k. [9-(orto-Karboksifenil)-6-(dietilamino)-3H-xantin-3-ylidene] dietil ammonium

klorida

Page 16: Chapter II

l. Cerise Toner X127

m. Certiqual Rhodamine

n. Cogilor Red 321.10

o. Cosmetic Briliant Pink Bluish D conc

p. Edicol Supra Rose B

q. Elcozine rhodamine B

r. Geranium Lake N

s. Hexacol Rhodamine B Extra

t. Rheonine B

u. Symulex Magenta

v. Takaoka Rhodmine B

w. Tetraetilrhodamine

2.6.2. Struktur Rhodamin B

Gambar. Rumus bangun Rhodamin B (Tetraethyl Rhodamine)

Page 17: Chapter II

Nama umum : Rumus Bangun Rhodamin B

Nama Kimia : N-[9-(carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3-ylidene]-N-

ethylethanaminium chlorida

Nama Lazim : Tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; Rhodamine B chlorida; C.I.

Basic Violet 10; C.I. 45170

Rumus Kimia : C28H31ClN2O3

BM : 479

Pemerian : Hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah kebiruan

dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam

alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Larutan

dalam asam kuat membentuk senyawa dengan kompleks antimon

berwarna merah muda yang larut dalam isopropil eter (Budavari,

1996).

Penggunaan : Sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, kertas, tinta, sabun,

pewarna kayu, bulu, dan pewarna untuk keramik China. Jug digunakan

sebagai pewarna obat dan kosmetik dalam bentuk larutan obat yang

encer, tablet, kapsul, pasta gigi, sabun, larutan pengering rambut,

garam mandi, lipstick, pemerah pipi (Budavari, 1996).

Penggunaan rhodamin B pada makanan dan kosmetik dalam waktu lama akan

mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Namun demikian, bila terpapar

rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut

keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk melalui makanan akan

mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan

Page 18: Chapter II

dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan

ataupun kosmetik, rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika

terhidup terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena rhodamin B juga

akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan

atau udem pada mata. Jika terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir akan pecah-

pecah, kering, dan gatal. Bahkan, kulit bibir terkelupas (Yulianti, 2007).

2.6.3. Tanda-tanda Terpapar Rhodamin B

Tanda-tanda dan gejala Akut bila terpapar Rhodamin B, adalah sebagai

berikut:

1. Jika tertelan, dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan

menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda.

2. Jika terkena kulit, dapat menimbulkan iritasi pada kulit.

3. Jika terkena mata, dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan,

oedema pada kelopak mata.

4. Jika terhirup, dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.

5. Jika tertelan, dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernakan dan

menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna atau merah muda

(Yulianti, 2007).

2.7. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dan Kromatografi Cair (KKt) adalah metode

kromatografi cair yang paling sederhana diantara kromatografi lainnya. Dengan

memakai kromtografi lapis tipis, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti

senyawa organic alam dan senyawa organic sintetik, kompleks anorganik-organik, dan

Page 19: Chapter II

bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang

harganya tidak terlalu mahal. Kelebihan kromatografi lapis tipis ialah pemakaian

pelarutan cuplikan (sampel) yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan

berganda (saling membandingkan langsung cuplikan praktis), dan tersedianya

berbagai metode (seperti KG, KCC, dan kromatografi ekslusif) (Gritter,1991).

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa

senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri di antara fase gerak dan fase

diam dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap

senyawa yang lain (Hardjono, 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis

yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu :

1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan.

2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.

Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan

mengeringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari

penyerap.

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.

Meskipun dalam prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tapi

perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran

pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.

4. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak.

Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase gerak pada kromatografi

lapis tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut diguanakan maka

perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.

5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.

Page 20: Chapter II

6. Teknik percobaan.

7. Jumlah cuplikan yang digunakan.

Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan tendensi

penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak

seimbang lainnya sehingga mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga

Rf.

8. Suhu.

Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama

untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan

oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.

9. Kesetimbangan.

Kesetimbangan dalam lapisan tipis sangat penting, hingga perlu mengusahakan

atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer

dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran,

akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung

dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dari pada di bagian tengah

(Hardjono, 1985).

2.8. Spektrofotometri UV Visibel

Radiasi elektromagnetik, yang mana sinar ultraviolet dan sinar tampak

merupakan salah satunya, dapat dianggap sebagai energy yang merambat dalam

bentuk gelombang. Beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan

gelombang ini. Panjang gelombang merupakan jarak linier dari suatu titik pada satu

gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang bersebelahan. Dimensi

Page 21: Chapter II

panjang gelombang adalah panjang (L) yang dapat dinyatakan dalam centimeter (cm)

(Rohman, 2007).

Sepektrum ultraviolet adalah suatu gambaran antara panjang gelombang atau

frekuensi serapan lawan intensitas serapan (transmitasi atau absorbansi). Sering juga

data ditunjukkan sebagai gambar grafik atau table yang menyatakan panjang

gelombang lawan serapan molar atau log dari serapan molar Emax atau log Emax .

Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi

elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut “Spektrometer” atau

spektrofotometer. Komponen –komponen pokok dari spektrofotometer meliputi :

1. Sumber tenaga radiasi yang stabil

Sumber radiasi ultra violet yang kebanykan digunakan adalah lampu hidrogen

dan lampu deuterium. Yang terdiri dari sepasang elektroda yang terselubung

dalamtabung gas dan disi dengan gas hidrogen dan deuterium yang bertekanan rendah.

Sumber radiasi ultraviolet lain adalah lampu xenon, tetapi tidak se stabil lampu

hidrogen. Sumber radiasi terlihat dan radiasi inframerah dekan dengan biasa

digunakan adalah lampu filamen tungsten. Filament dipanaskan oleh sumber arus

searah (DC), atau oleh baterai. Filamen tungsten menghasilkan radiasi kontinu dalam

daerah antara 350 dan 2500 nm.

2. Monokromator

Dalam spektrometer, radiasi yang polikromatik yang harus diubah menjadi

radiasi monokromatik. Ada dua jenis alat yang digunakan untuk mengurai radiasi

polikromatik menjadi monokromatik yaitu penyaring dan monokromator. Penyaring

dibuat dari benda khusus yang hanya meneruskan radiasi pada daerah panjang

gelombang tertentu dan penyerap radiasi dari panjang gelombang yang lain.

Page 22: Chapter II

Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang mengurai radiasi polikromatik

menjadi jalur-jalur yang efektif/panjang gelombang-gelombang tunggalnya dan

memisahkan panjang gelombang-gelombang tersebut menjadi jalur-jalur yang sangat

sempit.

3. Tempat Cuplikan

Cuplikan pada daerah ultraviolet atau terlihat yang biasnya berupa gas atau

larutan ditempatkan dalam sel atau kuvet. Untuk daerah violet biasanya digunakan

Quartz atau sel dari silica yang dilebur, sedangkan untuk daerah terlihat digunkan

gelas biasa atau quartz. Sel yang digunakan untuk cuplikan yang berupa gas

mempunyai panjang lintasan dari 0,1 – 100 nm, sedangkan sel untuk larutan

mempunyai panjang lintasan tertentu dari 1 hingga 10 cm. Sebelum sel dipakai harus

dibersihkan dengan air, atau jika dikehendaki dapat dicuci dengan larutan detergen

atau asam nitrat panas.

4. Detektor

Setiap detektor penyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah tenaga

tersebut untuk dapat di ukur secara kuantitatif seperti sebagai arus listrik atau

perubahan-perubahan panas. Kebanyakan detektor menghasilkan sinyal listrik yang

dapat mengaktifkan meter atau pencatat. Setiap pencatat harus menghasilkan sinyal

yang secara kuantitatif berkaitan dengan tenaga cahaya yang mengenainya

(Sastrohamidjodjo.H,2001).