Chapter II

26
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Serat Makanan 2.1.1.Definisi Serat Makanan Serat makanan adalah bahan makanan residu sel tanaman yang tidak dapat dihidrolisis (diuraikan) oleh enzim pencernaan manusia dalam suasana asam di lambung, serta hasil-hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh. Serat merupakan bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia. Berbagai jenis tanaman memiliki berbagai jumlah dan jenis serat, termasuk pektin, karet, getah, selulosa, lignin dan hemiselulosa. Adapun substansi terbesar yang diklasifikasikan sebagai serat adalah non-starch polysaccharides (NSP). Tetapi tidak semua karbohidrat yang berserat tersusun oleh non-starch polysaccharides. Beberapa starch/kanji yang telah dimodifikasi, menahan kerja enzim dan mereka disebut dengan resistant starches (zat tepung resisten) (Mahan and Stump, 2003). Tidak seperti karbohidrat, jenis lignin merupakan polimer phenylprophil alcohol dan asam. Disamping itu, lignin adalah sebuah substansi kayu yang berasal dari batang dan bibit buah, sayuran serta sereal (Mahan and Stump, 2003). Biasanya serat ini muncul dalam jumlah yang kecil dalam makanan (misalnya, kurang dari 1% dari zat tepung roti & 3% pada cornflake/sereal jagung), tergantung dari tingkat dan sifat dasar dari metode proses makanan, kadar serat ini bisa meningkat sebanyak 20% dari total starch dalam makanan. Komponen-komponen serat makanan dapat dikategorikan pada dasar sifat-sifat fisik dan peran fisiologis, yaitu soluble fiber dan insoluble fiber (Mahan and Stump, 2003). 2.1.2.Kategori Serat 2.1.2.1.Soluble Fiber Soluble fiber meliput i pectin, gum, mucilage, dan beberapa hemicelluloses. Pectin terutama ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran, seperti apel, jeruk Universitas Sumatera Utara

description

smoga bermanfaat

Transcript of Chapter II

Page 1: Chapter II

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Serat Makanan

2.1.1.Definisi Serat Makanan

Serat makanan adalah bahan makanan residu sel tanaman yang tidak dapat

dihidrolisis (diuraikan) oleh enzim pencernaan manusia dalam suasana asam di

lambung, serta hasil-hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh. Serat

merupakan bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan

kimia. Berbagai jenis tanaman memiliki berbagai jumlah dan jenis serat, termasuk

pektin, karet, getah, selulosa, lignin dan hemiselulosa. Adapun substansi terbesar

yang diklasifikasikan sebagai serat adalah non-starch polysaccharides (NSP).

Tetapi tidak semua karbohidrat yang berserat tersusun oleh non-starch

polysaccharides. Beberapa starch/kanji yang telah dimodifikasi, menahan kerja

enzim dan mereka disebut dengan resistant starches (zat tepung resisten) (Mahan

and Stump, 2003).

Tidak seperti karbohidrat, jenis lignin merupakan polimer phenylprophil

alcohol dan asam. Disamping itu, lignin adalah sebuah substansi kayu yang

berasal dari batang dan bibit buah, sayuran serta sereal (Mahan and Stump, 2003).

Biasanya serat ini muncul dalam jumlah yang kecil dalam makanan

(misalnya, kurang dari 1% dari zat tepung roti & 3% pada cornflake/sereal

jagung), tergantung dari tingkat dan sifat dasar dari metode proses makanan, kadar

serat ini bisa meningkat sebanyak 20% dari total starch dalam makanan.

Komponen-komponen serat makanan dapat dikategorikan pada dasar sifat-sifat

fisik dan peran fisiologis, yaitu soluble fiber dan insoluble fiber (Mahan and

Stump, 2003).

2.1.2.Kategori Serat

2.1.2.1.Soluble Fiber

Soluble fiber meliput i pectin, gum, mucilage, dan beberapa hemicelluloses.

Pectin terutama ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran, seperti apel, jeruk

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

dan wortel. Bentuk lain soluble fiber/serat larut ditemukan pada gandum, padi dan

polong. Pengaruh serat larut dalam saluran cerna berhubungan dengan

kemampuan mereka untuk menahan air dan membentuk gumpalan/gel, serta

berperan sebagai substrat untuk fermentasi oleh bakteri yang berada di usus besar

(Mahan and Stump, 2003).

2.1.2.2.Insoluble Fiber

Insoluble fiber terutama terdiri dari cellulose dan hemicelluloses. Serat

jenis tersebut memberikan struktur pada sel tumbuhan dan ditemukan pada semua

jenis material tumbuhan. Sumber utama serat ini berada dalam padi, sereal dan

biji-bijian. Lignin adalah sebuah material noncarbohydrate juga termasuk dalam

determinan serat, yaitu merupakan komponen utama yang ada di pohon dan

memberikan struktur pada bagian batang tumbuhan. Serat ini memiliki bagian

yang sangat kecil sekali dalam konsumsi makanan keseharian (1g/hari) dan paling

sering ditemukan di kulit buah yang dapat dimakan dan biji-bijian. Serat tidak

larut kurang mampu menahan air. Serat ini penting untuk memperbesar massa

feses (bulky stools). Serat tidak larut umumnya sukar atau lambat difermentasi

(Mahan and Stump, 2003).

Tabel 2.1.Sumber Komponen-Komponen Serat

Insoluble/Tidak larut

Cellulose Hemicellulose

Lignin

Tepung Terigu

Kulit Padi

Sayur-sayuran

Kulit Padi

Biji Padi

Sayuran matang

Tepung

Buah-buahan yang bijinya

dapat dimakan,seperti

strawberi

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

Soluble/Larut

Gums Pectin

Gandum

Polong

Apel

Jeruk

Strawberi

Sumber: Food,Nutrition and Diet Therapy (W.B.Saunders, 2003)

2.1.3.Fungsi Serat Makanan

Serat makanan dari jenis viscous, seperti gums dan zat pectin,

memperlambat pengosongan lambung dan memperlambat penyerapan usus

terhadap glukosa, asam amino dan obat-obatan seperti digoxin dan

acetaminophen. Serat juga berhubungan dengan peningkatan asam empedu pada

usus dan pengeluaran feses. Efek serat pada usus kecil dianggap karena

kemampuannya untuk meningkatkan ketebalan lapisan air dan bertindak sebagai

penghalang untuk difusi nutrisi ke brush border enterocyte. Preparat viscous fiber

akan menstabilkan emulsi lipid. Preparat viscous fiber digunakan dalam

manajemen diabetes, serta mengurangi kadar kolesterol serum hiperlipidemia

(Maurice and Shils, 2005).

Efek-efek fisiologi dari serat makanan antara lain (Mahan and Stump,

2003) :

1. Menstimulasi pengunyahan dan aliran saliva serta sekresi cairan lambung.

2. Menempati perut dan memberikan rasa puas/kenyang,

3. Meningkatkan kepadatan feses,dimana akan menurunkan tekanan intraluminal

usus besar.

4. ”Normalisasi”waktu perlintasan di saluran cerna

5. Menjadi substrat untuk fermentasi di usus besar.

6. Soluble fiber memperlambat pengosongan lambung,pencernaan dan absorpsi

nutrisi.

7. Soluble fiber menurunkan serum kolesterol.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

Manfaat tambahan dalam kesehatan dapat timbul dari konsumsi makanan

tinggi serat. Diet tinggi serat kemungkinan membantu dalam mengendalikan berat

badan dan mengurangi resiko terjadinya obesitas. Penelitian 30 tahun terakhir,

banyak penduduk menunjukkan hubungan antara asupan serat yang meningkat

dan penurunan dalam pengembangan kanker usus besar (Wardlaw, Hampl, and

DiSilvestro, 2004).

Bila dikonsumsi dalam jumlah besar, serat larut memperlambat absorbsi

glukosa dari usus kecil, dan berkontribusi untuk lebih mengatur glukosa darah. Ini

dapat membantu dalam pengobatan diabetes. Faktanya, orang dewasa yang

sumber utama karbohidratnya adalah makanan rendah serat jauh lebih mungkin

untuk berkembang menjadi diabetes daripada mereka yang melakukan diet serat

tinggi (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

Sebuah asupan tinggi serat larut juga menghambat penyerapan kolesterol

dan asam empedu dari kolesterol darah di usus kecil, sehingga mengurangi risiko

kardiovaskular dan batu empedu. Asam lemak rantai pendek yang berasal dari

bakteri yang mendegradasi serat larut (misalnya, asam propionat) juga mungkin

mengurangi sintesis kolesterol dalam hati. Selain itu, penyerapan glukosa lebih

lambat yang terjadi dengan diet tinggi serat larut terkait dengan penurunan insulin,

dapat berkontribusi dengan kemampuan serat larut untuk menurunkan kolesterol

darah (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

Karbohidrat menyediakan glukosa untuk kebutuhan energi sel darah merah

dan bagian-bagian otak dan sistem saraf pusat. Jumlah konsumsi karbohidrat yang

diperlukan oleh orang dewasa adalah 130g/hari. Ini berdasarkan jumlah dari angka

kecukupan glukosa untuk sistem saraf pusat. Food and Nutrition Board

merekomendasikan karbohidrat yang dikonsumsi sebesar 45-65% dari total energi

tubuh (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

2.1.4.Angka Kebutuhan Serat

Angka kecukupan serat pada wanita dewasa adalah 25g/hari dan 38 g/hari

untuk pria dewasa. Di Amerika Utara, konsumsi rata-rata gandum masih kurang

per harinya, rata-rata asupan serat 13g/hari bagi perempuan dan 17g/hari untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

laki-laki. Asupan rendah disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang manfaat

biji-bijian, serta kurangnya kemampuan untuk mengenali produk-produk gandum

di tempat perbelanjaan. Kebanyakan dari kita harus meningkatkan asupan serat.

Setidaknya mengkonsumsi gandum setiap harinya dan memakan sereal berserat

tinggi (≥3 g serat setiap hidangan) untuk sarapan, merupakan cara yang mudah

untuk meningkatkan asupan serat (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

Serat yang berlebihan juga dapat mengganggu penyerapan kalsium dan

seng, terutama pada anak-anak dan orang tua (Mahan and Stump, 2003). Asupan

serat yang sangat tinggi (misalnya, 60g/hari) dapat menimbulkan beberapa risiko

kesehatan dan membutuhkan pengawasan dokter jika digunakan. Asupan serat

tinggi terutama sekali memerlukan asupan cairan yang banyak. Bila tidak cukup

tinggi mengkonsumsi cairan, dapat meninggalkan kotoran yang sangat keras dan

membuatnya sulit serta menyakitkan untuk dikeluarkan (Wardlaw, Hampl, and

DiSilvestro, 2004).

2.1.5.Jenis-Jenis Makanan Berserat

Asupan serat harus terdiri dari jumlah yang sama dari serat larut dan tidak

larut. Asupan ini dapat diperoleh dengan lima atau lebih porsi buah-buahan dan

sayuran dan enam porsi harian roti gandum, sereal dan kacang-kacangan. Tidak

mungkin untuk mendapatkan jumlah serat yang adekuat hanya dengan makan

buah-buahan dan sayuran dalam jumlah yang besar (Mahan and Stump, 2003).

Tidak ada kadar yang dianjurkan untuk diet karbohidrat. Dengan tidak

adanya karbohidrat, asam amino dan gliserol dari lemak dapat dikonversi menjadi

glukosa untuk nutrisi otak dan sistem saraf pusat. Sebagian besar diet karbohidrat

dalam makanan yang berasal dari tumbuhan. Tanaman seperti butir sereal, dimana

sejumlah besar karbohidrat tersimpan untuk energi, merupakan sumber utama dari

pati. Sedangkan buah-buahan dan sayuran mengandung berbagai jumlah

monosakarida dan disakarida (Mahan and Stump, 2003).

Serat makanan hanya ditemukan di produk buah-buahan, sayuran, kacang-

kacangan, dan biji-bijian. Sumber-sumber yang paling terkonsentrasi dari serat

diet adalah biji-bijian, terutama gandum. Karena mereka memiliki kadar air yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

lebih tinggi, buah-buahan dan sayuran memiliki serat yang lebih sedikit

dibandingkan dengan makanan dari biji-bijian kering dan sereal per gram bahan

yang tercerna. Efek proses memasak terhadap serat makanan masih belum jelas.

Reaksi pencoklatan yang terjadi selama memasak makanan yang dapat

menyebabkan peningkatan kandungan serat yang nyata dari makanan, karena

produk pencoklatan ini dianalisis sebagai lignin. Sereal gandum memberikan 6-13

gram serat per porsi dan merupakan sumber serat yang paling terkonsentrasi

(Mahan and Stump, 2003).

Semakin dalam/gelap warna buah-buahan dan sayuran maka semakin

tinggi aktivitas antioksidannya. Sayuran yang kaya akan phytochemical memiliki

aktivitas antikanker dan patogen, tetapi harus dimasak secara ringan terlebih

dahulu karena mengandung senyawa yang beracun bila dimakan mentah (Dunne,

2002).

Tabel 2.2 memberikan kadar serat yang terkandung dalam beberapa

makanan.

Tabel 2.2.Kandungan Serat Makanan dalam Porsi Biasa

Makanan < 1 g 1-1.9 g 2-2.9 g 3-3.9 g 4-4.9 g 5-5.9 g >6 g

Roti

(1 potong)

•Bagel

•Putih

•Perancis

Roti

Gandum

Muffin Tidak ada --- --- ---

Sereal

(1 ons)

•Biskuit

beras

•Cornflake

•Bubur

gandum

•Nutri-

Grain

Gandum Honey bran •Kulit padi

•Bran

flakes

•Raisin

bran

•Corn

bran

•Padi-

padian

•Roti

gandum

•100% Bran

Pasta Tidak ada •Macaroni --- •Spageti

gandum

--- --- ---

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

(1mangkuk) •Spageti

Nasi

(1/2 mangkuk)

Putih Merah --- --- --- --- ---

Legumes

(1/2 mangkuk)

--- --- --- Kacang-

kacangan

•Buncis

•Kacang

polong

--- •Kacang

merah

•Kacang

goreng/

panggang

Sayuran

(1/2 mangkuk)

•Ketimun

•Daun

selada

(1

mangkuk)

•Asparagus

•Kacang

panjang

•Kol

•Kembang

kol

•Kentang

tanpa kulit

•Seledri

•Brokoli

•Tauge

•Wortel

•Jagung

•Kentang

dengan

kulit

•Bayam

Kacang

polong

--- --- ---

Buah-buahan •Anggur

(20 buah)

•Semangka

(1

mangkuk)

•Aprikot

•Peach

•Nenas

(1/2

mangkuk)

•Apel

tanpa

kulit

•Pisang

•Jeruk

•Apel

dengan kulit

•Pir dengan

kulit

•Buah

frambus

--- --- ---

Sumber: Food,Nutrition and Diet Therapy (W.B.Saunders, 2003)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

Tabel 2.3.Kandungan Serat pada Bahan Makanan 100 gram Bahan Kering

Nama Bahan Makanan

Per 100 Gram Total Gram Gram Larut

Biji-Bijian

Bekatul 31.6 5.24

Bekatul jagung 85.19 1.16

Beras 2.80 0.92

Crackers graham 2.47 1.22

Macaroni 3.37 1.81

Roti putih 3.22 1.58

Roti cokelat 9.26 2.03

terigu 3.96 1.70

Kacang-Kacangan

Kacang merah 20.9 5.26

Kacang mete 7.91 -

Kacang polong 33.91 8.13

Kacang putih 18.16 5.29

Kacang tanah 9.3 -

Kucai 8.02 -

Lentil 15.72 1.69

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

Sayuran

Asparagus 32.23 5.8

Bayam 28.75 6.56

Bit merah 24.27 7.5

Brokoli 30.4 13.63

Kubis kecil 26.94 10.86

Daun ubi rambat 2.77 -

Jagung muda 9.43 1.24

Kembang kol 26.7 8.92

Kentang 9.48 4.91

Tabel 2.3.Kandungan Serat pada Bahan Makanan 100 gram Bahan Kering

(lanjutan)

Nama Bahan Makanan

Per 100 Gram Total Gram Gram Larut

Mentimun 1.24 -

Kol 33.48 9.94

Labu 19.79 7.39

Daun selada 21.02 4.7

Lobak 1.64 -

Sawi 23.24 8.68

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

Terong 2.55 -

Tomat 13.13 2.13

wortel 23.76 11.32

Buah-Buahan

Apel 12.73 4.48

Durian 4.41 -

Jambu biji 5.18 -

Jeruk 11.45 6.47

Mangga 2.04 -

Nanas 9.54 -

Nangka 2.78 -

Pepaya 2.5 -

Pisang 7.35 2.14

Rambutan 1.46 -

Sumber: Gizi dan Pola Hidup Sehat (Yrama Widya, 2007)

2.1.6. Diet Serat yang Dimodifikasi

2.1.6.1. Pembatasan Diet Serat

Pembatasan diet/konsumsi serat digunakan ketika diperlukannya

pengurangan dalam pengeluaran kotoran atau bila saluran gastrointestinal

terhambat seperti yang terjadi setelah episode akut penyakit radang usus.

Konsumsi serat berisi karbohidrat yang minimal tercerna atau sekitar 10 sampai

15g/hari serat. Hal ini dicapai dengan menghindari produk gandum, sereal,

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

kacang-kacangan, biji, dan polong-polongan serta membatasi buah-buahan dan

sayuran tanpa kulit atau biji (Mahan and Stump, 2003).

2.1.6.2. High-Fiber Diet/Diet Tinggi Serat

Tujuan mengkonsumsi tinggi-serat adalah untuk mencapai kebutuhan

sekitar 25 sampai 50 gram serat sehari-hari. Konsumsi 8 gelas air per hari

dianjurkan untuk memfasilitasi efektivitas tingkat tinggi serat. Pada inisiasi diet

tinggi-serat mungkin ada efek samping yang tidak menyenangkan, seperti perut

kembung dan borborygmus (usus gemuruh), kram, atau diare. Gangguan

gastrointestinal yang terjadi karena mengkonsumsi serat biasanya mereda dalam

24 sampai 48 jam. Asupan serat sangat besar dapat mengakibatkan obstruksi usus

besar, tetapi ini tidak biasa dan paling sering terjadi pada serat suplemen daripada

dengan efek makanan. Diet tinggi serat antara lain (Mahan and Stump, 2003):

1. Meliputi ¼ sampai ½ cup/mangkuk gandum per hari

2. Meningkatkan konsumsi roti gandum,sereal,tepung dan produk-produk

gandum lainnya

3. Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah-buahan, terutama yang kulit dan

bijinya yang dapat dimakan

4. Meningkatkan konsumsi air sebanyak dua liter per hari.

2.1.6.3. Diet Minimal-Residu

Diet minimal-residu memberikan hanya sekitar 8g/hari serat makanan dan

tidak hanya makanan berserat sedang sampai tinggi saja tetapi juga makanan yang

tidak berserat, susu, produk susu, dan daging yang semuanya diyakini

berkontribusi terhadap residu/sisa tinja. Diet biasanya dilaksanakan selama

eksaserbasi akut Intestinal Bowel Syndrom, deverticulitis, periode obstruksi usus

parsial, atau sebelum atau setelah operasi usus. Mengurangi volume tinja

memungkinkan usus untuk beristirahat. Diet minimal residu antara lain (Mahan

and Stump, 2003):

1. Hindari semua roti gandum, sereal, gandum dan produk-produk yang terbuat

dari bahan ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

2. Hindari biji-bijian, kacang-kacangan, biji jagung, kentang dan kelapa

3. Hindari semua jenis buah-buahan, hanya boleh dalam bentuk jus dari buah-

buahan atau sayuran

4. Hindari daging dan kerang-kerangan

5. Batasi konsumsi susu, produk-produk susu lainnya, dan makanan yang

mengandung susu, sebanyak 2 cangkir atau kurang setiap harinya

Tabel 2.4.Contoh Menu yang Mengandung 1600 kcal dan 25 g Serat,dan

2000 kcal dan 38 g Serat

25g serat 38g serat

Menu Takaran

Penyajian

Kandungan

Karbohidrat

(g)

Kandungan

Serat (g)

Takaran

Penyajian

Kandungan

Karbohidrat

(g)

Kandungan

Serat (g)

Sarapan

Jus jeruk

(dengan

sari jeruk)

1 cup/

cangkir 28 0.5

1 cup/

cangkir 28 0.5

Gandum ¾ cup/

mangkuk 17 2

¾ cup/

mangkuk 17 2

2% susu ½ cup/

cangkir 6 ---

½ cup/

cangkir 6 ---

Roti

gandum

panggang

1 potong 13 2 1 potong 13 2

Margarin 1 sendok

teh --- ---

1 sendok

teh --- ---

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

Kopi 1 --- 1 ---

Makan

Siang

Daging 2 ons --- --- 2 ons --- ---

Roti

gandum 2 potong 26 4 2 potong 26 4

Tabel 2.4.Contoh Menu yang Mengandung 1600 kcal dan 25 g Serat,dan 2000 kcal dan 38 g Serat

(lanjutan)

25g serat 38g serat

Menu Takaran

Penyajian

Kandungan

Karbohidrat

(g)

Kandungan

Serat (g)

Takaran

Penyajian

Kandungan

Karbohidrat

(g)

Kandungan

Serat (g)

Mayones 2 sendok

teh 2 ---

2 sendok

teh 2 ---

Daun

selada

¼ cup/

mangkuk --- 0.2

¼ cup/

mangkuk --- 0.2

Buncis 1/3 cup/

mangkuk 15 4

1 cup/

mangkuk 45 12

Buah pir

(dengan

kulit)

1/2 12 2 1 25 4

1% susu ½ cup/ 6 --- ½ cup/ 6 ---

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

cangkir cangkir

Snack

(makanan

kecil)

Wortel

(dalam

bentuk

batang)

1 8 2 1 8 2

Makan

malam

Ayam

panggang

(tanpa

kulit)

3 ons --- --- 3 ons --- ---

Kentang

bakar

(besar.tanp

a kulit)

1/2 15 1.5 1 30 3

Margarin 1 ½ sendok

teh --- ---

1 ½

sendok teh --- ---

1% susu 1 cup/

cangkir 12 ---

1 cup/

cangkir 12 ---

Apel

(dengan

kulit)

1/2 16 1.8 1 32 3.7

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

Buncis

hijau yang

masak

1 cup/

mangkuk 10 4

1 cup/

mangkuk 10 4

Tabel 2.4.Contoh Menu yang Mengandung 1600 kcal dan 25 g Serat,dan 2000 kcal dan 38 g Serat

(lanjutan)

25g serat 38g serat

Menu Takaran

Penyajian

Kandungan

Karbohidrat

(g)

Kandungan

Serat (g)

Takaran

Penyajian

Kandungan

Karbohidrat

(g)

Kandungan

Serat (g)

Snack

(makanan

kecil)

Kismis 1 39 1.2 1 39 1.2

Total 226 g 25 g 300 g 38 g

Sumber : Perspectives in Nutrition (McGraw-Hill, 2004).

2.1.7. Proses Metabolisme Makanan Berserat

Selama melintasi saluran cerna, serat makanan memiliki banyak

kesempatan untuk berinteraksi dengan substrat-substrat dan produk-produk

pencernaan yang nantinya akan disabsorpsi. Setelah sebagian besar zat gizi

diserap usus halus, residunya dipindah ke usus besar. Saat itu juga terjadi proses

fermentasi dan proliferasi mikroba. Gas yang dihasilkan dari fermentasi

mendorong feses ke bagian distal (organ pengeluaran). Karena itu massa feses

tidak tertahan lama dan tidak cepat menjadi keras. Serat yang tidak difermentasi

membuat massa feses bertambah besar karena partikel serat mampu menahan air.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

Bertambahnya massa feses akibat proliferasi mikroba dan penyerapan air

mempercepat timbulnya refleks pembuangan feses dari rektum. Struktur feses

menjadi lunak dan kontraksi otot rektum tidak berlebihan, sehingga aliran darah

vena tidak mengalami hambatan. Kombinasi serat larut dan tidak larut dapat

memperlancar defakasi karena adanya efek bulk forming laxative. Pada saat

kekurangan serat, massa feses menjadi terlalu sedikit untuk dapat didorong keluar

oleh gerak peristaltik usus. Karena itu, makanan sehari-hari harus mengandung

cukup serat disertai banyak minum. Kecukupan serat yang dianjurkan sekitar 28-

35 gram per hari. Masukan serat dianggap cukup apabila buang air besar dapat

dilakukan dengan mudah, tanpa perlu mengejan kuat. Di samping cukup asupan

serat, olahraga teratur juga sebaiknya dilakukan, terlebih bagi Anda yang

memiliki riwayat wasir dalam keluarga (Maurice and Shils, 2005)

Enzim inhibitor dalam makanan biasanya secara efektif dihancurkan oleh

perlakuan panas dalam proses pemasakan. Enzim inhibitor yang dimurnikan mulai

digunakan dalam memodifikasi penyerapan usus kecil. Penghambat dalam

penyerapan karbohidrat telah dikembangkan secara khusus untuk mengendalikan

laju penyerapan karbohidrat. Anti-amilase terisolasi dari gandum ditunjukkan

untuk mengurangi laju pencernaan starch/pati dan respon glisemik. Walaupun

enzim inhibitor mungkin sedikit relevansinya dalam konteks makanan berserat

yang biasanya dimakan dan manipulasi diet, pengembangan farmakologis dari

golongan ini mungkin memberikan masa depan yang lebih berarti dalam

memodifikasi penyerapan usus kecil (Maurice and Shils, 2005).

2.1.7.1.Efek Serat Makanan pada Absorpsi Nutrisi

Peningkatan serat meningkatkan asupan nutrisi lain untuk flora kolon

karena sifat fisiko-kimia serat berbagai fraksi. Dalam beberapa penelitian,

mengkonsumsi makanan protein tinggi ditambah dengan konsumsi serat

menghasilkan peningkatan besar dalam konsentrasi triptofan di kotoran. Substansi

pektin merupakan polimer berbentuk gel dimana nutrisi lain berada dalam hasil

matrix. Gel ini dapat meningkatkan pengeluran steroid dalam kotoran dan

substansi-substansi lemak lainnya. Lignin dianggap memiliki sifat anion yang

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II

mengikat, sehingga meningkatkan asupan zat asam (asam lemak, asam empedu

dan lainnya) ke flora usus (Birch and Parker, 2000).

Ketika zat yang diserap ke permukaan partikel serat, zat ini memberikan

sebuah rongga di mana suatu potensi substrat untuk degradasi bakteri pada

konsentrasi yang relatif tinggi. Selanjutnya, bakteri lebih cenderung tumbuh pada

permukaan partikel padat, dan permukaan substrat yang memiliki konsentrasi

relatif tinggi dan konsentrasi enzim yang relatif tinggi. Hal ini adalah kondisi yang

mencirikan katalisis. Singkatnya, serat meningkatkan asupan nutrisi lain dan

menyediakan matriks yang mempromosikan pemanfaatannya (Birch and Parker,

2000).

2.1.8. Penyakit-Penyakit yang Berhubungan dengan Kekurangan Serat

2.1.8.1. Penyakit-penyakit di Kolon

Beberapa penyakit yang kebanyakan muncul dipengaruhi oleh peningkatan

kadar serat konsumsi keseharian, dinamakan konstipasi, diare, diverticulitis dan

kanker kolorektal (Mahan and Stump, 2003).

Selulosa diet yang cukup telah lama diakui sebagai faktor dalam mencegah

konstipasi. Baik serat-serat yang larut dan tidak larut bertambah untuk

meningkatkan kepadatan feses sampai absorpsi air dan penambahan bahan yang

tidak tercerna. Gas yang dihasilkan selama fermentasi serat terlarut memberikan

kontribusi untuk menggerakan feses melalui usus besar. Tanpa air yang cukup,

selulosa cenderung menghasilkan feses yang kering. Oleh karena itu,kombinasi

selulosa dan pectin direkomendasikan sebagai bagian terbesar dalam

pembentukan feses dan memperlancar feses karena efek bulk forming laxative

(Mahan and Stump, 2003).

2.1.8.2 Penyakit Kardiovaskuler

Fraksi larut pada serat makanan, jika diberikan dalam jumlah besar dapat

mengurangi kolesterol darah. Bakteri mengurangi serat larut untuk asam lemak

rantai pendek yang muncul untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati

(Mahan and Stump, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II

2.1.8.3. Diabetes

Serat larut air, terutama pektin dan gum, menimbulkan efek hipoglikemik

dengan menunda pengosongan lambung, memperpendek waktu transit usus, dan

mengurangi penyerapan glukosa. Mereka juga dapat memperlambat hidrolisis pati

(Mahan and Stump, 2003).

2.2. Defekasi

2.2.1.Definisi Defekasi

Defekasi adalah proses pengeluaran kotoran atau pengeluaran tinja dari

rektum. Defekasi normalnya muncul 3 kali sehari sampai 3 kali seminggu. Kurang

dari 3 kali seminggu diindikasikan konstipasi dan lebih dari 3 kali sehari

diindikasikan diare (Tresca, 2009). Kolon dalam keadaan normal menyerap

sebagian garam dan H2O. Natrium adalah zat yang paling aktif diserap dan Cl-

mengikuti secara pasif penurunan gradien listrik serta H2O mengikuti secara

osmotis. Bakteri di kolon mensintesis sebagian vitamin yang dapat diserap oleh

kolon, tetapi dalam keadaan normal jumlahnya tidak bermakna, kecuali pada

kasus vitamin K (Sherwood, 2001).

Melalui penyerapan garam dan H2O terbentuk massa feses yang padat.

Dari 500 ml bahan yang masuk ke kolon setiap harinya, kolon dalam keadaan

normal menyerap sekitar 350 ml, meninggalkan 150 g feses untuk dikeluarkan

dari tubuh setiap hari. Bahan feses terdiri dari 100 g H2O dan 50 g bahan padat

yang terdiri dari selulosa, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam. Produk-

produk sisa utama yang diekskresikan di feses adalah bilirubin. Konstituen feses

lainnya adalah residu makanan yang tidak diserap dan bakteri-bakteri yang pada

dasarnya tidak pernah menjadi bagian dari tubuh (Sherwood, 2001).

2.2.2.Proses Defekasi

Pada sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses. Sebagian hal ini

akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional yang lemah sekitar 20

cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rektum. Disini terdapat

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II

juga sebuah sudut tajam yang menambah resistensi terhadap pengisian rektum

(Guyton and Hall, 2007).

Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum, segera

timbul keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum dan relaksasi

sfingter anus (Guyton and Hall, 2007).

Pendorongan massa feses yang terus-menerus melalui anus dicegah oleh

konstriksi tonik dari (1) sfingter ani internus,penebalan otot polos sirkular

sepanjang beberapa sentimeter yang terletak tepat di sebelah dalam anus, dan (2)

sfingter ani eksternus, yang terdiri dari otot lurik volunter yang mengelilingi

sfingter internus dan meluas ke sebelah distal. Sfingter eksternus diatur oleh

serabut-serabut saraf dalam nervus pudensus, yang merupakan bagian dari sistem

saraf somatis dan karena itu di bawah pengaruh volunter, dalam keadaan sadar

atau setidaknya bawah sadar, sfingter eksternal biasanya terus-menerus

mengalami konstriksi kecuali bila ada impuls kesadaran yang menghambat

konstriksi (Guyton and Hall, 2007).

Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleks-

refleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik

setempat di dalam dinding rektum. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila

feses memasuki rektum, distensi dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal

aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan

gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong

feses ke arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani

internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus. Jika

sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar dan berelaksasi secara volunter

pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi (Guyton and Hall, 2007).

2.2.3.Komposisi Feses

Untuk komposisi feses, normalnya feses terdiri atas tiga perempat air dan

seperempat bahan-bahan padat yang tersusun atas 30 persen bakteri mati, 10

sampai 20 persen lemak, 10 sampai 20 persen bahan inorganik, 2 sampai 3 persen

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II

protein,dan 30 persen serat-serat makanan yang tidak dicerna dan unsur-unsur

kering dari getah pencernaan, seperti pigmen empedu dan sel-sel epitel yang

terlepas (Guyton and Hall, 2007).

2.3. Konstipasi

2.3.1.Definisi Konstipasi

Konstipasi adalah frekuensi yang tidak teratur atau susah dalam

pengeluaran buang air besar/kotoran. Satu penilaian objektif mendefinisikan

konstipasi/sembelit sebagai suatu keadaan di mana: (1)Buang air besar kurang

dari tiga kali dalam seminggu, sedangkan orang tersebut telah mengkonsumsi

serat cukup tinggi, (2) Lebih dari tiga hari tanpa ada buang air besar, atau (3)

Buang air besar setiap hari tetapi kurang dari 35 gram (Mahan and Stump, 2003).

2.3.2.Etiologi Konstipasi

Penyebab paling umum dari konstipasi adalah kebiasaan yang jelek,

seperti kurangnya respons berulang terhadap dorongan untuk buang air besar,

kurangnya serat dalam diet, kurang asupan cairan, dan kehilangan nada dalam

otot-otot usus. Terlalu sering menggunakan obat pencahar, ketegangan saraf,

gugup, faktor perilaku dan kepribadian merupakan penyebab paling sering

(Mahan and Stump, 2003).

Kontipasi kronis juga mungkin akibat dari berbagai gangguan metabolik

seperti diuraikan dalam tabel 2.5.

Tabel 2.5. Penyebab-Penyebab Konstipasi

Sistemik

• Efek samping dari tindakan pengobatan

• Abnormalitas metabolik dan endokrin,seperti hipotiroid,uremia,dan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II

hiperkalsemia

• Kurang beraktifitas/olahraga

• Mengabaikan atau menahan keinginan/dorongan buang air besar

• Penyakit vaskular pada usus

• Penyakit neuromuskular sistemik sehingga terjadi defisiensi otot volunter

• Kurang mengkonsumsi atau diet rendah serat

• Hamil

Tabel 2.5. Penyebab-Penyebab Konstipasi (lanjutan)

Gastrointestinal

Penyakit-penyakit yang ada di saluran gastrointestinal atas

• Celiac sprue

• Tukak duodenal (duodenal ulcer)

• Kanker lambung (gastric cancer)

• Cystic fibrosis

Penyakit-penyakit yang ada di usus besar:

• Kegagalan proses pendorongan di sepanjang usus besar (colon inertia)

• Kegagalan proses perlintasan sampai struktur anorektal (outlet

obstruction)

Irritable bowel syndrome

Fisura anal atau Hemoroid

Penyalahgunaan laxative/obat pencahar.

Sumber: Food,Nutrition and Diet Therapy (W.B.Saunders, 2003)

2.3.3.Patofisiologi Konstipasi

Ketika serat cukup dikonsumsi, kotoran/feses akan menjadi besar dan

lunak karena serat-serat tumbuhan dapat menarik air, kemudian akan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II

menstimulasi otot dan pencernaan dan akhirnya tekanan yang digunakan untuk

pengeluaran feses menjadi berkurang (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan

keras. Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang

berlebihan dalam usus besar. Tekanan tinggi ini dapat memaksa bagian dari

dinding usus besar (kolon) keluar dari sekitar otot, membentuk kantong kecil yang

disebut divertikula. Hemoroid juga bisa sebagai akibat dari tekanan yang

berlebihan saat defekasi (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004). Hampir 50%

dari pasien dengan penyakit divertikular atau anorektal, ketika ditanya,

menyangkal mengalami konstipasi/sembelit. Namun, hampir semua pasien ini

memiliki gejala ketegangan atau kejarangan defekasi (Basson, 2010).

Hemoroid adalah dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan

perianus. Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan

peningkatan tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis (Kumar, Cotran, and

Robbin, 2007). Faktor resiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang

air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah, peningkatan tekanan

intraabdomen karena tumor, kehamilan, usia tua, konstipasi kronik, diare kronik

atau akut berlebihan, hubungan seks perianal, kurang minum air, kurang makanan

berserat, kurang olahraga dan imobilisasi (Simadibrata, 2006).

2.3.4.Diagnosis dan Pemeriksaan Fisik Konstipasi

Hal yang mendasar dalam melakukan diagnosa kontipasi adalah identitas

diri atau pasien, dimana semakin tua umur pasien maka semakin beresiko untuk

menderita konstipasi. Tanyakan riwayat pasien sejak kapan ia mengalami

gangguan dalam pengeluaran buang air besar. Tanyakan riwayat konsumsi

makanan sehari-sehari pasien, dimana konsumsi seperti alkohol, kopi, teh dan

produk-produk susu dapat menyebabkan konstipasi pada beberapa individu.

Tanyakan juga riwayat pemakaian obat-obatan dan riwayat penyakit yang diderita

oleh pasien (Basson, 2010).

Untuk pemeriksaan fisik, yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan

abdomen. Lihat apakah ada suatu distensi dinding abdomen yang bias disebabkan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II

oleh tumor atau penumpukan kotoran di dalam kolon, selain itu perut yang besar

juga dapat diindikasikan adanya suatu hernia. Pemeriksaan lainnya yang dapat

dilakukan adalah pemeriksaan pelvik (lebih sering pada wanita) dan pemeriksaan

anorektal (Basson, 2010).

2.3.5.Penatalaksanaan Konstipasi

Konstipasi dapat diatasi dengan mengembangkan kebiasaan keteraturan

melalui program pelatihan dan usus dengan membentuk kebiasaan kesehatan yang

baik seperti makan dengan teratur, diet yang memadai, menyediakan serat yang

cukup, waktu yang cukup untuk eliminasi, istirahat, relaksasi,cukup asupan

cairan, dan olahraga (Mahan and Stump, 2003).

Sebuah bagian penting dari pengobatan untuk pasien dengan konstipasi

adalah penyediaan diet normal yang tinggi serat, baik larut dan tidak larut. Diet

rendah serat menyebabkan waktu transit yang lama melalui usus, memungkinkan

penyerapan air yang berlebihan dan pembentukan kotoran mengeras. Efek utama

serat makanan pada fungsi usus telah dikaitkan dengan kapasitas menahan air,

yang dapat mengakibatkan peningkatan dalam jumlah besar feses dan

menyebabkan efek peregangan pada usus besar, merangsang dorongan untuk

defekasi. Bagaimanapun, hal ini terjadi sebagai efek stimulasi yang berasal dari

asam lemak volatil rantai pendek yang dihasilkan dari serat oleh aksi bakteri di

usus besar. Konsumsi serat setidaknya 25 gram setiap harinya,yang dapat

diperoleh dari sayuran, buah-buahan dan gandum. Gandum efektif dalam proses

pembentukan feses dan mencegah konstipasi. Konsumsi gandum ini harus lebih

ditingkatkan, yaitu dari 1 sendok teh/hari menjadi 4-6 sendok makan/hari, diiringi

dengan masukan air yang juga lebih ditingkatkan (Mahan and Stump, 2003).

2.4. Pengetahuan

2.4.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang /overt behavior (Notoatmodjo, 2007).

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yaitu:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini subjek

sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan

bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses

seperti ini , dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif

maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila

perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung

lama. Sebagai contoh dapat ditemukan disini, mahasiswa mempelajari mata kuliah

gizi dan fisiologis tubuh sehingga mahasiswa mengetahui makna dan tujuan

dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari (Notoatmodjo, 2007).

2.4.2. Domain Kognitif Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,

yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo,

2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II

Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ’tahu’ ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari

(Notoatmodjo, 2007).

Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode

prinsip, dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain (Notoatmodjo, 2007).

Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2007).

Sintesis (syntesis) menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2007).

Evaluasi (Evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-

kiteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara