Chapter II
-
Upload
devita-amelia -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
description
Transcript of Chapter II
![Page 1: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pendengaran terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga Seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Notoatmodjo, 2003 membagi tingkat pengetahuan di dalam dominan
kognitif yakni :
1. Tahu (know)
Tahu artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recal) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan menyatakan dan sebagainya. Contoh : dapat
menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
2. Memahami (comprehension)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
Universitas Sumatera Utara
![Page 2: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/2.jpg)
harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh: menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya
dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-
perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek. Komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan
sebagainya.
5. Sintetis (synthesis)
Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemapuan untuk menyusun
formulasi dari formulasi-formulasi yang ada. Misalanya, dapat menyusun,
Universitas Sumatera Utara
![Page 3: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/3.jpg)
dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada misalnya, dapat membandingkan antara
anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat
menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-
sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
2.2. Defenisi Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan, dan biasanya merupakan unsur khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan
untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
![Page 4: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/4.jpg)
(langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas
makanan tersebut (Sartono, 2001).
(Cahyadi, 2006) mengemukakan zat-zat tambahan yang terdapat pada
makanan seperti yang diuraikan di bawah ini :
2.2.1. Pewarna
Penyalah gunaan pemakaian zat pewarna yang sembarangan digunakan pada
bahan pangan misalnya zat pewarna untuk tekstil untuk mewarnai bahan
makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena ada residu logam berat
pada zat pewarna tersebut.
Pewarna dicampur dalam makanan untuk menimbulkan warna tertentu yang
diharapkan dapat membangkitkan selera. Namun sayangnya, tidak banyak tersedia
zat pewarna seperti yang diharapkan. Zat pewarna yang tidak dianjurkan untuk
makanan adalah Sunset yellow, azorubine, amaranth, ponceau 4R, erytrosine,
allura red, indigotine, amaranth, tartrazine,brilliant blue, food greens, brilliant
black, brown HT, annatto extract dan masih banyak jenis pewarna lainnya
(Arisman, 2009).
(Cahyadi, 2006) mengemukakan ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
suatu bahan pangan berwana antara lain dengan penambah zat pewarna. Secara
garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk
dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna
sintetis.
Universitas Sumatera Utara
![Page 5: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/5.jpg)
1. Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang di temui pada tanaman dan hewan dapat
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut
menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan
bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya.
Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya
adalah klorofil, mioglobin, dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin,
quinon dan xanthon, dan karoteinoid (Cahyadi, 2006).
2. Pewarna Sintetis
Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur
penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi
pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna
tersebut. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen
atau logam berat lain yang bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap
aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan
timbal balik tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan logam berat lainnya tidak
boleh ada (Cahyadi, 2006).
Tabel 2.1 Pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia:
Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Citrus red (Food N0 2) 12156 Ponceau 3 R (Red G) 16155 Ponceau SX (Food Red N0. 1) 14700 Rhodamine B (Food Red N0. 5) 45170 Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085 Magenta (Basic Violet No.14) 42510 Chrysoidine (Basic Orange No.2) 11270
Universitas Sumatera Utara
![Page 6: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/6.jpg)
Butter yellow (Solveent Yellow No.2) 11020 Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055 Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065 Auramine (Ext. D & C Yellow No.1 41000 Oil Oranges SS (Basic Yellow No.2) 12100 Oil Oranges XO (Solvent Oranes No 7) 12140 Oil Yellow AB (Solvent Oranes No 5) 11380 Oil Yellow OB (Solvent Oranes No 6) 11390
Sumber: (Menkes RI, No. 722/Menkes/Per/IX/88)
Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan mempunyai
dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu
pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan warna dari
bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan manusia.
Efek yang ditimbulkan dalam penggunaan zat pewarna dilarang karena
termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya dalam tubuh adalah
menyebabkan gangguan fungsi hati atau bisa menyebabkan timbulnya kanker hati
(Syah, 2005). Menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi
nekrosis disekitarnya mengalami disintergrasi, kerusakan pada jaringan hati
ditandai dengan adanya sel yang melakukan degenerasi lemak (Anonimus, 2006).
2.2.2. Pengawet
Pengawet adalah zat (biasanya zat kimia) yang digunakan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik,
tidak mempengaruhi warna, tekstur, dan rasa makanan, dan tentu saja tidak mahal
(Arisman, 2009).
Universitas Sumatera Utara
![Page 7: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/7.jpg)
1. Jenis Bahan Pengawet
a. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hydrogen
peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na
atau K sulfit, bisulfi, dan meta bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya
sebagai pengawet adalah asam sulfit. Molekul bisulfit lebih mudah menembus
dinding mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak
dapat difermentasi oleh enzim mikroba. Selain sebagai pengawet, sulfit dapat
berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi ini akan mengingat melanoidin
sehingga mencegah timbulnya warna cokelat. Sulfur dioksida juga berfungsi
sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu. Garam nitrat dan
nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna
yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostidum botulinum,
suatu bakteri yang dapat memproduksi racun mematikan.
Penggunaan Na-nitrat sebagai pengawet untuk mempertahankan warna
daging atau ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrat dapat
berikatan dengan amino atau amida dan bentuk turunan nitrosamine yang bersifat
toksik. Reaksi pembentukan nitrosamine dalam pengolahan atau dalam perut yang
bersuasana asam. Nitrosoamina ini dapat menimbulkan kanker pada hewan.
(Cahyadi, 2006).
b. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena
bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam
Universitas Sumatera Utara
![Page 8: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/8.jpg)
maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan
pengawet adalah asam sorbet, asam propinot, asam benzoat, asam asetat, dan
epoksida (Cahyadi, 2006).
2. Sifat Antimikroba Bahan Pengawet
Bahan pegawet kimia mempunyai pengaruh terhadap aktivitas mikroba.
Fakto-faktor yang mempengaruhi aktifitas mikroba oleh bahan pengawet kimia
meliputi beberapa hal antara lain: jenis bahan kimia dan kosentrasinya, banyaknya
mikroorganisme, komposisi bahan pangan, keasaman bahan pangan, dan suhu
penyimpanan. Beberapa bahan pengawet, aktivitasnya akan naik dalam bahan
pangan yang bersifat asam, misalnya asam benzoate dalam minuman sari buah
jeruk. Dalam aksinya sebagai antimikroba, bahan pengawet ini mempunyai
mekanisme kerja untuk menghambat pertumbuhan mikroba bahkan
mematikannya, diantaranya sebagai berikut :
a. Gangguan sistem genetik
Dalam hal ini bahan kimia masuk kedalam sel. Beberapa bahan kimia dapat
berkombinasi dan menyerang ribosoma.
b. Menghambat dinding sel atau membrane
Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan,
reaksi yang terjadi pada dinding sel atau membrane dapat mengubah
permeabilitas sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi jalan nutrien
masuk kedalam sel. Kerusakan membran sel dapat terjadi karena reaksi antara
bahan pengawet dengan sisi aktif atau larutannya senyawa lipid.
Universitas Sumatera Utara
![Page 9: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/9.jpg)
c. Penghambat enzim
Perubahan pH yang mencolok, pH naik turun, akan menghambat kerja enzim
dan mencegah perkembangbiakan mikroorganisme.
d. Peningkatan nutien esensial
Mikroorganisme mempunyai kebutuhan nutien yang berbeda-beda, oleh
karena itu pengikatan nutrien tertentu akan mempengaruhui organisme yang
berbeda pula. Apabila suatu organisme membutuhkan hanya sedikit nutrien
dan apabila nutrient itu diikat, akan lebih sedikit berpengaruh pada organisme
dibanding dengan organisme lain yang memerlukan nutrisi tersebut dalam
jumlah banyak.
3. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet
Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara senyawa yang
satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau
menghentikan pertumbuhan mikroba. Larutan garam NaCL dan gula yang
digunakan sebagai bahan pengawet seharusnya lebih pekat dari pada sitoplasma
dalam mikro organisme. Oleh sebab itu, air akan keluar dalam sel dan sel menjadi
kering atau mengalami dehidrasi.
Kerja asam sebagai bahan pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap
pertumbuhan mikro organisme seperti bakteri, dan kapang yang tumbuh pada
bahan pangan. Penambahan asam berarti menurunkan pH yang disertai dengan
naiknya konsentrasi ion hidrogen (H+), dan dijumpai bahwa pH rendah lebih
besar penghambatannya pada pertumbuhan organisme. Asam digunakan sebagai
pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme
Universitas Sumatera Utara
![Page 10: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/10.jpg)
dalam bahan pangan. Efektivitas suatu asam dalam menurunkan pH tergantung
pada kekuatan (strength), yaitu derajat ionisasi asam dan kosentrasi yaitu jumlah
asam dalam volume tertentu (Cahyadi, 2006).
4. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling
tua penggunaannya. Pada permulaan peradapan manusia, asap telah digunakan
untuk mengawetkan daging, ikan dan jagung. Demikian pula pengawetan dengan
menggunakan garam, asam, dan gula telah dikenal sejak dulu kala. Kemudiaan
dikenal penggunaan bahan pengawet, untuk mempertahaankan pangan dari
gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula.
Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba
yang penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi titik berbahaya
dan toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba
yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap
kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet
yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrsi bahan
pengawet yang digunakan.
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai
berikut :
a. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat
pathogen maupun yang tidak pathogen.
b. Memperpanjang umur yang tidak patogen.
Universitas Sumatera Utara
![Page 11: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/11.jpg)
c. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna cita rasa, dan bau bahan pangan yang
diawetkan.
d. Tidak untuk membunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
e. Tidak digunakan menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang
tidak memenuhi persyaratan.
f. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
2.2.3. Penyedap Rasa
Penyedap rasa didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat
memberikan menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Penyedap rasa
merupakan gabungan dari semua perasaan yang terdapat dalam mulut, termasuk
mouth feel. Mouth-feel suatu bahan pangan yaitu perasaan kasar-licin, lunak liat,
dan cair kental. Penyedap rasa bukan hanya merupakan suatu zat, melainkan suatu
komponen tertentu yang mempunyai sifat khas. Bahan penyedap mempunyai
beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih
bernilai atau diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap adalah
memberi ciri khas khusus suatu pangan seperti flavor jeruk manis, jeruk nipis,
lemon, dan sebagainya (cahyadi, 2006).
1. Tujuan Penggunaan Penyedap Rasa
Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga
dapat bersifat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau lebih diterima dan lebih
menarik. Sifat utama pada penyedap rasa adalah memberi ciri khusus pada suatu
pangan seperti aroma jeruk manis, jeruk nipis, lemon, kola, coklat, krim, vanili
Universitas Sumatera Utara
![Page 12: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/12.jpg)
dan sebagainya. Tujuan penggunan penyedap rasa dalam pengolahan pangan
adalah sebagai berikut:
a. Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu selama
pengolahan, misalnya keju.
b. Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma. Contoh, penambahan aroma ayam
pada pembuatan sup ayam
c. Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai.
d. Membentuk aroma baru atau menetralisir atau bergabung dengan komponen
dalam bahan pengawet.
2. Jenis Bahan Penyedap
a. Penyedap Alami
- Bumbu, Herba, dan Daun
Bahan penyedap seperti bumbu berfungsi sebagai penyedap, juga
berfungsi sebagai pengawet seperti pada pengolahan daging. Sebagai
contoh merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkih. Herba (sejenis
rumput) dan daun merupakan tanaman yang dapat digunakan selain
sebagai sebagai penyedap juga sebagai obat dan pewarna. Contoh
sereh dan daun pandan, daun salam.
- Minyak Esensial
Minyak esensial dapat didefenisikan sebagai zat aroma yang berbentuk
minyak cair, padat, atau setengah padat yang terdapat pada tanaman.
Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman seperti bunga
Universitas Sumatera Utara
![Page 13: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/13.jpg)
(minyak neroli), tunas (cengkeh), bji (merica, ketumbar) dan
sebagainya.
- Penyedap Sari Buah
Sari buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen aroma
asam, warna dan bahan padat seperti gula, dan mineral.
- Ekstrak Tanaman atau Hewan
Penyedap dapat juga dihasilkan oleh ekstrak tanaman selain yang
tergolong dalam bumbu atau herba dan hewan tertentu. Contoh,
ekstrak kopi, cokelat, vanili, dan sebagainya.
b. Penyedap Sintetis
Penyedap sintesis atau sering disebut sebagai penyedap artifisial
adalah komponen atau zat yang dibuat menyupai aroma penyedap alami.
Penyedap jenis ini dibuat dari bahan penyedap aroma baik gabungan
dengan bahan alami maupun dari bahan itu sendiri.
3. Efek Penyedap Rasa Terhadap Kesehatan
Beberapa bahan penyedap rasa yang menyebabkan gangguan bagi
kesehatan, yaitu sebagai berikut :
a. Mono sodium glutamate (MSG)
MSG tidak masuk kedalam plasenta dan tidak dapat mencapai janin yang
sedang tumbuh, namun apabila bayi telah disusui, MSG dapat metabolisir.
Chinese Restaurant Syndrome (CRS) mula-mula di ungkapkan pertama
kali oleh dr. Ho Man Kwok (1969) suatu gejala yang timbul kira-kira 20-
30 menit setelah mengonsumsi pangan yang dihidangkan di restoran cina
Universitas Sumatera Utara
![Page 14: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/14.jpg)
mengalami kesemutan pada punggung, leher, rahang bawah, serta leher
bagian bawah, kemudian berasa panas, disamping gejala lain seperti wajah
berkeringat, sesak dada bagian bawah, dan kepala pusing.
b. Potassium hidrogen L-glutamat (mono potassium glutamate)
Kadang-kadang dapat menyebabkan mual, muntah dan kejang perut,
walaupun biasanya toksisitas garam posstasium yang dikonsumsi oleh
orang sehat relatif kecil, karena posstasium akan diekresi dengan cepat
didalam urine. Posstasium berbahaya pada penderita gagal ginjal.
Posstasium tidak boleh diberikan pada bayi yang berumur dibawah 12
minggu.
c. Kalsium dihidrogen di-L- glutamate
Pengarunya terhadap kesehatan belum diketahui, tetapi tidak boleh
diberikan kepada bayi yang berumur di bawah 12 minngu.
Guanosin 5’-di sodium fosfat (sodium glutamate); inosin5’ -disodium
fosfat (sodium 5’-inosat); sodium 5’ –ribonukleotida.
2.2.4. Pemanis
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta, minuman, dan
makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,
memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia
sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman
dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol. Mengontrol program pemeliharaan
Universitas Sumatera Utara
![Page 15: Chapter II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081808/5695d0911a28ab9b0292f911/html5/thumbnails/15.jpg)
dan penurunan berat badan, mengurangi sakit gigi, dan sebagai bahan subsitusi
pemanis utama (Eriawan, 2002).
1. Jenis Pemanis
Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami
dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman.
Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu ( Saccharum officanarum L).
Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula
alam atau sukrosa (Cahyadi, 2006).
Cahyadi, 2006 Mengelompokkan beberapa bahan pemanis alami yang
sering digunakan adalah : Sukrosa, Laktosa, Maltosa, Galaktosa, D-Glukosa, D-
Fruktosa, Sorbit, Manitol, Gliserol, Glisina.
Cahyadi juga mengelompokkan beberapa pemanis sintetis adalah bahan
yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan tetapi tidak memiliki nilai giji
adalah Sakarin, Siklamat, Aspartam, Duslin, Sorbitol, sintetis, Nitro-propoksi-
anilin.
2. Efek Pemanis Sintetis Terhadap Kesehatan
Penggunaan zat pemanis sintetik dapat mengakibatkan defisit intelektual
yang berat sehubungan dengan penggunaan zat pemanis sintetik, bermanifestasi
susah mengingat, sering lupa waktu, kepala pusing, sakit persendian, mual, mati
rasa, kejang otot, kegemukaan, hingga berakhir dengan kematian (Robet, 2008).
Universitas Sumatera Utara