Chapter II

16
BAB II GITAIGO DALAM CERITA “BOKU NO OJISAN” 2.1 Onomatope Dalam Bahasa Jepang Onomatope seperti yang telah disebutkan sebelumnya merupakan kata dari tiruan bunyi, keadaan dan tindakan. Beberapa ahli bahasa meyakini bahwa onomatope ini merupakan salah satu asal usul bahasa. Kata onomatope ini mulai diteliti sejak abad ke-4 sebelum masehi oleh Socrates (469-390). Dia mengatakan sebagai berikut : “Tiruan bunyi (onomatope) sebagai bukti bahwa ada hubungan yang normal/physei “alamiah” antara kata dan referensinya.” (Gorys Keraf, 1985:85). Istilah onomatope itu sendiri mulai pada abad ke-19, ahli bahasa yang pertama kali mengemukakan adalah J.G Herder. Teori onomatope ini disebut juga teori ekoik atau teori bow-bow. J.G. Herder dalam (Gorys Keraf, 1990:3) mengatakan sebagai berikut : “Objek-objek diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh obyek-obyek itu sendiri. Obyek-obyek yang dimaksud adalah bunyi-bunyi binatang atau peristiwa alam.” Manusia berusaha meniru suara anjing, suara ayam, desis angin, debur ombak dan sebagainya. D. Whitney (1868) dalam (Gorys Keraf, 1980:3) mengatakan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter II

Page 1: Chapter II

BAB II

GITAIGO DALAM CERITA “BOKU NO OJISAN”

2.1 Onomatope Dalam Bahasa Jepang

Onomatope seperti yang telah disebutkan sebelumnya merupakan

kata dari tiruan bunyi, keadaan dan tindakan. Beberapa ahli bahasa

meyakini bahwa onomatope ini merupakan salah satu asal usul bahasa.

Kata onomatope ini mulai diteliti sejak abad ke-4 sebelum masehi oleh

Socrates (469-390). Dia mengatakan sebagai berikut :

“Tiruan bunyi (onomatope) sebagai bukti bahwa ada hubungan

yang normal/physei “alamiah” antara kata dan referensinya.”

(Gorys Keraf, 1985:85).

Istilah onomatope itu sendiri mulai pada abad ke-19, ahli bahasa

yang pertama kali mengemukakan adalah J.G Herder. Teori onomatope ini

disebut juga teori ekoik atau teori bow-bow.

J.G. Herder dalam (Gorys Keraf, 1990:3) mengatakan sebagai berikut :

“Objek-objek diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi yang

dihasilkan oleh obyek-obyek itu sendiri. Obyek-obyek yang

dimaksud adalah bunyi-bunyi binatang atau peristiwa alam.”

Manusia berusaha meniru suara anjing, suara ayam, desis angin,

debur ombak dan sebagainya. D. Whitney (1868) dalam (Gorys Keraf,

1980:3) mengatakan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

“Di dalam setiap tahap pertumbuhan bahasa, banyak kata baru

yang timbul dengan cara ini. Kata-kata mulai timbul pada anak-

anak yang berusaha meniru bunyi kereta api, bunyi mobil, dan

sebagainya.”

Manusia meniru suara binatang atau meniru peristiwa alam, sama

sekali bukan berarti bahwa manusia lebih rendah dari alam sekitarnya.

Akan tetapi merupakan infestasi kedekatan manusia dengan alam

sekitarnya dan ingin menggambarkan keadaan yang terjadi di alam

sekitarnya dengan sebaik-baiknya.

Stephen Ullman (Gorys Keraf, 1990) dalam penelitiannya tentang

tipologi semantik mengemukakan istilah kata transparan dan kata non

transparan. Adapun yang dimaksud dengan kata transparan adalah kata

yang masih mencerminkan asal usulnya atau kata bermotivasi. Sedangkan

kata non transparan adalah kata yang tidak mencerminkan asal usulnya

atau kata yang tidak bermotivasi.

Onomatope merupakan kosa kata yang berasal dari peniruan

bunyi, suara, keadaan dan tindakan. Dalam masyarakat Indonesia kata-kata

yang termasuk dalam onomatope ini jumlahnya tidak begitu banyak dan

kadang-kadang hanya digunakan dalam bahasa percakapan, terutama

bahasa percakapan anak-anak. Sehingga para ahli bahasa Indonesia merasa

enggan menggali kata-kata yang termasuk dalam onomatope.

Kosa kata onomatope ini banyak ditemukan dan digunakan dalam

bahasa percakapan anak-anak maupun dalam bahasa percakapan orang

dewasa. Kosa kata ini banyak juga ditemukan pada saat membaca komik,

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

majalah, surat kabar dan karya-karya sastra. Selain itu, kamus onomatope

dalam bahasa Jepang pun dapat diperoleh dengan mudahnya.

Hiroko Fukuda dalam Sugeng P. (1995:7) mengatakan sebagai berikut :

“Kata bahasa Jepang yang meniru bunyi ini merupakan bumbu

bahasa, cita rasanya. Dengan kata-kata ini, bahasa Jepang lisan

anda akan lebih wajar dan mengesankan. Tanpa itu semua jalan

hidup ini akan terasa lurus dan menbosankan.”

Berdasarkan pernyataan di atas, maka bagi orang yang mempelajari

bahasa Jepang harus menguasai kosa kata onomatope ini, walaupun

jumlahnya sangat banyak. Sebab, jika tidak menguasainya, maka bahasa

Jepang yang digunakan terasa kaku dan tidak wajar.

Onomatope adalah 擬音語 gion-go yang secara harfiah berarti

“sebuah kata yang meniru bunyi,” dan mimesis adalah 擬態語 gitai-go,

yang secara harfiah berarti “sebuah kata yang meniru tindakan atau

keadaan.” (Hiroko Fukuda, (1997:ix).

Menurut Hamzon Situmorang, onomatope termasuk fukushi joutai, ke

dalamnya termasuk ;

1. Giseigo, bahasa yang merupakan peniruan bunyi binatang.

Contoh : 犬はワンワンとほえる = anjing menggonggong wan-

wan.

猫はニヤニヤと鳴く = kucing berbunyi nya-nya.

鳥はチーチと鳴く = burung berbunyi chi-chi

馬はザブンと鳴く = kuda berbunyi zabun

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

2. Gitaigo, bahasa yang merupakan ungkapan perasaan ketika melihat

benda tersebut.

Contoh : 雷はぴかりっと輝きました = petir berkilau dengan cahaya

窓はさっと開く = jendela tiba-tiba terbuka

てきぱきボールをカチーした = dengan tangkas menangkap

bola

3. Giongo, peniruan bunyi yang ditimbulkan suara alam.

Contoh : 雨がぱらぱら = hujan turun berdebar

風がヒュヒュ = angin berhembus hyu-hyu

Fukushi ialah kata yang berdiri sendiri dan tidak mengalami

perubahan, kebanyakan memberikan keterangan pada yougen (用言),

walaupun demikian ada juga yang memberikan keterangan pada fukushi.

Adapun yang dimaksud dengan yougen adalah kata-kata yang mengalami

perubahan dan dapat menjadi predikat, terdiri dari (dôshi) 動詞,

(keiyôshi) 形容詞, (keiyôdôshi) 形容動詞.

Adapun contoh kalimat yang menggunakan jenis kata fukushi yaitu :

1. ゆっくり話す Bicara perlahan-lahan

2. もっとゆっくり話して下さい

Harap berbicara lebih perlahan-lahan

Terdapat berbagai pendapat tentang jenis-jenis fukushi. Murakami

Motojiro 1986 : 93 – 96) di dalam Shoho no Kokubunpou membagi

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

fukushi menjadi tiga macam yaitu yaitu jootai no fukushi, teido no fukushi

dan tokubetsuna iikata o yookyuu suru fukushi. Begitu juga Hirai Masao

(1989 : 155 – 156) di dalam Shinkokugo Handobukku mengklasifikasikan

fukushi menjadi 3 macam yaitu jootai fukushi, teido o arawasu fukushi dan

nobekata o shuushoku suru fukushi (dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi

2004 : 166).

Uehara Takeshi menyatakan bahwa fukushi adalah kata yang

menerangkan yougen, termasuk jenis kata yang berdiri sendiri (jiritsugo) dan

tidak mengenal konjugasi/deklinasi. Fukushi di dalam kalimat dengan

sendirinya dapat menjadi bunsetsu (klausa) yang menerangkan kata lain

(Takeshi dalam Sudjianto 2004 : 72).

Menurut Hamzon Situmorang, fukushi terbagi atas tiga jenis, yaitu :

a. (状態の副詞) じょうたいのふくし= fukushi tentang keadaan いきな = sekonyong-konyong, tiba-tiba

さっと = mendadak, tiba-tiba

じきに = secepatnya, segera

Jôtai no fukushi dapat dibagi tiga; yang menerangkan keadaan,

yang menerangkan waktu, dan yang menerangkan michibiku

(arahan)

Jôtai no fukushi yang menerangkan keadaan , contoh;

ずっと = terus-menerus ずっと休んでいる Jôtai no fukushi yang menerangkan wktu, contoh; しばらく= sudah lama しばくまちました Jôtai no fukushi yang menerangkan petunjuk, pengarahan,

contoh;

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

そう = begitu そういわれたのです

Ke dalam Jôtai no fukushi ini termasuk juga peniruan bunyi-bunyi

alam atau meniru bunyi binatang. Dalam bahasa Jepang disebut dengan

giongo, giseigo, dan gitaigo (anomatope).

b. 程度の副詞 (ていどのふくし = fukushi yang menerangkan

limit/batas)

Contoh;

いくらぶん = beberapa bagian

あんまり = sangat

まったくない = sama sekali tidak ada, dsb

c. (ちじゅつふくし) = fukushi berpasangan

Contoh;

しか。。。ない(Shika….V….nai) = hanya

もし。。。たら (moshi…..V…..tara) = jikalau

Secara lebih spesifik lagi giongo (kata tiruan bunyi dan suara) dan

gitaigo (kata tiruan keadaan) termasuk ke dalam jôtai no fukushi yaitu

terutama memberikan keterangan pada dôshi (kata kerja) dan

memperlihatkan keadaan. Menurut Kindaichi Haruhiko onomatope dalam

Giongo, Gitaigo Jiten (1990 : 8 – 9), bahasa Jepang terdiri dari :

a. Giongo adalah kata yang menggambarkan bunyi yang keluar,

terbagi atas :

- Giongo yaitu suatu kata yang menyatakan bunyi dari benda

mati.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

- Giseigo yaitu suatu kata yang menyatakan suara dari

makhluk hidup.

b. Gitaigo adalah kata yang menyatakan sesuatu yang tidak

berbunyi tetapi secara simbolis berbunyi, terdiri atas :

- Gitaigo yaitu suatu kata yang menyatakan keadaan dari

benda mati.

- Giyogo yaitu suatu kata yang menyatakan keadaan

(keadaan tingkah laku) makhluk hidup.

- Gijogo yaitu suatu kata yang seolah-olah menyatakan

keadaan hati (perasaan) manusia.

Orang Jepang di dalam kehidupan sehari-hari maupun di dalam

penulisan karya sastra selalu mempergunakan giongo dan gitaigo, ini

bertujuan untuk dapat memberikan keadaan yang lebih jelas sehingga

lawan bicara maupun pembicara benar-benar dapat membayangkan

keadaan topik pembicaraannya.

Adapun onomatope bahasa Jepang itu unik, bisa ditambahi dengan

kata kerja suru. Seperti ふうふうする (meniup makanan yang panas).

Menurut kamus GIONGO, GITAIGO terbitan Kadokawashoten, defenisi

onomatope diklasifikasikan menjadi 4 bagian, yaitu :

1. 擬音語 (GIONGO) adalah bahasa yang meniru/mengambarkan bunyi-

bunyi dari luar. Misalnya : かちゃかちゃ (bunyi sendok alat makan

beradu, disket berputar), ざーざー (bunyi hujan deras), ちりんちりん

(bunyi lonceng angin/風鈴), ぴたぴた (bunyi ketatnya celana, gesekan).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

2. 擬声語 (GISEIGO) adalah bahasa yang meniru suara binatang atau

manusia. Misalnya: あーん(mulut yang manganga mau makan), うふふ

(rasa suka/senang kegirangan), おいおい (seruan atau panggilan, paham),

かーかー (suara burung gagak).

3. 擬態語 (GITAIGO) adalah bahasa yang mengungkapkan bunyi dari

sesuatu yang tidak mengeluarkan bunyi. Misalnya: うとうと (kondisi saat

terkantuk-kantuk)、じろじろ (mata yang sibuk lihat sana-

sini)、ぴょんぴょん (lompat/loncat langkah katak atau kelinci),

ゆっくり(pelan-pelan, perlahan-lahan).

Contoh: ごゆっくりどうぞ!(silahkan selamat beristirahat!)

もっとゆっくり話してください (bicaralah lebih pelan/perlahan-lahan)

4. 擬情語 (GIJOUGO) adalah bahasa yang mengungkapkan kondisi hati

manusia. Misalnya: うきうき(perasaan senang), うっとり(terpesona),

そわそわ (kondisi cemas, tidak tenang, lalu lalang), わくわく(penuh

harap akan dating sesuatu yang mennggembirakan/surprise).

Gitaigo dalam bahasa Jepang ternyata tidak selamanya selalu

mengalami pengulangan seperti : peko-peko, doki-doki, dan lain-lain,

melainkan ada juga yang tidak mengalami pengulangan. Contohnya :

hakkiri, shikkari, dan lain-lain. Gitaigo adalah kata – kata yang

mengungkapkan aktifitas, keadaan dan sebagainya.

Contoh:

Kata ‘shitoshito’ ‘rintik – rintik’ pada kalimat :

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

Ame ga shitoshito furu, yang menyatakan keadaan hujan yang

sedang turun.

ぺらぺら (mahir bicara)、べらべら (sangat mahir)

Ciri-ciri dari onomatope Jepang adalah :

1. Makin keras, besar, atau berat, maka konsonannya berubah.

ぽたぽた→ぼたぼた

2. Ada pengulangan dan variasi selang-seling.

元気溌剌(はつらつ),とっかえひっかえ

3. Pengambilan dari nama benda, kata kerja.

2.2 Gitaigo Dalam Cerita “Boku No Ojisan”

Gitaigo yang terdapat dalam cerita “Boku No Ojisan” ada 12 macam,

yaitu :

1. ぞくぞく(Zokuzoku) yaitu menggigil karena dingin, atau karena

punya harapan/dugaan atau karena senang, gugup, takut, dan lain-

lain.

2. ごろごろ (Gorogoro) yaitu (1) suara atau fakta akan adanya

benda, hewan, atau orang yang besar sekali dan (jatuh) berguling-

guling. Gorogoro juga dapat menunjukkan banyak benda yang

berserakan. (2) bertopang dagu, membuang-buang waktu tanpa

melakukan apapun, termasuk untuk melukiskan orang yang

bermalas-malasan dengan posisi telentang.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

3. いらいら (Iraira) yaitu menjadi jengkel, terganggu, atau tidak

tenang karena segalanya tidak berjalan seperti yang diharapkan.

Juga dapat menunjukkan raut muka, tindakan, atau cara berbicara

seseorang. Kata ini berasal dari kata kuno ira (“duri”). Selama

perang Iran-Irak tahun 1980-an, para penulis tajuk rencana secara

pandai menyebutnya イライラ戦争 iraira sensô, dengan

menyingkat nama kedua Negara itu untuk mengungkapkan

gangguan tentang konflik internasional tersebut.)

4. ぺこぺこ (Pekopeko) yaitu menganggukkan kepala berulang-

ulang dengan cara merendahkan diri, seperti anjing yang mengibas-

ngibaskan ekor di depan tuannnya.

5. どんどん (Dondon) yaitu kata ini melukiskan tindakan yang terus

berlanjut dan kuat dari satu langkah ke langkah berikutnya, tanpa

ditunda-tunda atau tanpa ragu-ragu.

6. にこにこ (Nikoniko) yaitu tertawa, (tersenyum simpul).

7. べらべら (Berabera) yaitu sangat mahir.

8. そわそわ (Sowasowa) yaitu bingung, gugup, tidak dapat tinggal diam.

9. ぶつぶつ(Butsubutsu) yaitu menggerutu.

10. はっきり(Hakkiri) yaitu terang, jelas, tidak samar-samar, tidak salah, tidak keliru.

11. しっかり(Shikkari) yaitu (1) memiliki fondasi, struktur,

hubungan yang kuat, dan lain-lain. (2) dapat dipercaya, dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

diandalkan, kokoh. Sering kali digunakan untuk melukiskan badan,

jiwa, kepribadian, inteligensi, ide, dan lain-lain dari seseorang.

Dapat juga melukiskan perusahaan, sumber informasi, atau banyak

hal lainnya. Shikkari kadang-kadang secara tajam menyindir orang

yang licik dan kikir. (3) menunjukkan perbuatan dan tingkah laku;

sehat, baik, cukup, kuat, rajin. (4) jumlah yang banyak.

12. もじもじ(Mojimoji) yaitu ragu, termangu-mangu, tertegun-tegun,

gugup bergerak-gerik.

2.3 Konsep Makna

2.3.1 Pengertian Makna

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan

selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna

sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan

bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang

membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata

maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82)

mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan

pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure ( dalam Abdul Chaer,

1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau

konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.

Secara umum semantik lazim diartikan sebagai kajian mengeni

makna bahasa. Karena selain makna bahasa, dalam kehidupan kita banyak

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

makna-makna yang tidak berkaitan dengan bahasa., melainkan dengan

tanda-tanda dan lambing-lambang lain, seperti tanda-tanda lalu lintas ,

tanda-tanda kejadian alam, lambing-lambang Negara, simbol-simbol

budaya, simbol-simbol keagamaan dan lambang atau simbol lainnya.

Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :

1. Maksud pembicara;

2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku

manusia atau kelompok manusia;

3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa

atau antara

ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan

4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana,

2001: 132).

Bloomfied (dalam Abdul Wahab, 1995:40) mengemukakan bahwa

makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-

batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Terkait

dengan hal tersebut, Aminuddin (1998:50) mengemukakan bahwa makna

merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati

bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti.

Dari pengertian para ahli bahsa di atas, dapat dikatakan bahwa

batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda

dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.

2.3.2 Aspek-aspek Makna

Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat

hal, yaitu :

1. Pengertian (sense)

Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai

apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan

pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati

bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda, 2001:92) mengatakan bahwa

pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata

lain di dalam kosakata.

2. Nilai rasa (feeling)

Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan

dengan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain,

nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata0kata yang

berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan dorongan

maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang berhubungan

dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan

dengan perasaan.

3. Nada (tone)

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara

terhadap kawan bicara ( dalam Mansoer Pateda, 2001:94). Aspek nada

berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata

lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan

sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.

4. Maksud (intention)

Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95)

merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang

dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif,

narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik.

Aspek-aspek makna tersebut tentunya mempunyai pengaruh

terhadap jenis-jenis makna yang ada dalam semantik. Di bawah ini akan

dijelaskan seperti apa keterkaitan aspek-aspek makna dalam semantik

dengan jenis-jenis makna dalam semantik.

Agar dapat mengerti makna yang terkandung dalam suatu cerita

yang ditulis dalam bahasa yang berbeda dengan bahasa sendiri, tentulah

harus menerjemahkan bahasa tersebut terlebih dahulu. Menurut

Simatupang (1999 : 2), menerjemahkan adalah mengalihkan makna yang

terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan bentuk –

bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam

bahasa sasaran.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

2.3.3 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan

kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat).

Contoh: rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal manusia

Makna leksikal kata-kata tersebut dimuat dalam kamus. Makna

gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya

proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan). Contoh :

berumah : mempunyai rumah.

2.3.4 Defenisi Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics)

berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau

lambang.yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai

padanan kata dari sema itu adalah tanda linguistik. Ferdinand De Saussure

dalam Chaer (1994 : 29) seorang bapak linguistik modern menyebutkan

bahwa setiap tanda linguistik terdiri atas dua unsur, yiatu : (1) yang

diartikan (Perancis : signifie’, Inggris : signified) dan (2) yang mengartikan

(Perancis : signifiant, Inggris : signifier). Yang diartikan (signifie’,

signified) sebenarnya tidak lain daripada konsep atau makna suatu tanda

bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant, signifier) itu adalah tidak

lain daripada bunyi-bunyi itu yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

yang bersangkutan. Jadi, dengan kata lain setiap tanda linguistik terdiri

dari unsur bunyi dan unsur makna.

Kata semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang

digunakan untuk bidang linguistik ysng mempelajari hubungan tanda-

tanda linguistik dengan hal-hal yang menandainya. Atau dengan kata lain

bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam

bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu

tentang makna atau arti.

Semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi.

Karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah tak lain untuk

menyampaikan suatu makna (Sutedi : 2003 : 103). Misalnya seseorang

menyampaikan ide dan fikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicara bisa

memahami apa yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena ia bisa

menyerap makna yang disampaikan dengan baik.

Adapun makna yang akan dibahas dalam semantik adalah makna

kata-kata yang berhubungan dengan benda kongkret, seperti batu, hujan,

rumah, mobil, dan sebagainya. Selain itu semantik juga membahas tentang

makna kata-kata seperti dalam bahasa Indonesia yaitu, dan, pada, ke, dan

dalam bahasa Inggris seperti to, at of, yamh maknanya tidak jelas kalau

tidak dirangkaikan dengan kata-kata lain.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semantik tidak hanya

membahas kata-kata yang bermakna leksikal saja, tetapi juga membahas

makna kata-kata yang tidak bermakna bila tidak dirangkaikan dengan kata

Universitas Sumatera Utara