Chapter II

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.4. Anak Usia Dini Periode sesudah masa bayi hingga berusia lima tahun disebut periode masa prasekolah. Usia ini merupakan periode berat karena kondisi kesehatan anak masih belum stabil. Usia ini merupakan periode berat karena kondisi kesehatan anak masih belum stabil. Jika makanan yang diberikan tidak memenuhi standar gizi, anak mudah terserang infeksi, terutama diare atau cacingan. Jika terserang, anak akan menjadi kurus, kurang bersemangat, cengeng, cenderung lamban, dan bodoh. Karena itu, kebutuhan gizinya yang semakin besar sejalan dengan perkembangan fisiknya harus diperhatikan (Widjaja, 2002). Otak anak mempunyai satu triliun sel otak dan bertriliun- triliun sambungan antar sel saraf otak. Bila tidak distimulasi sejak dini, sambungan ini akan musnah. Layaknya daun di musim gugur, potensi mereka pun akan berguguran. Usia balita disebut sebagai the golden age (usia keemasan) seorang manusia. Penelitian mengenai otak manusia telah menunjukkan bahwa perkembangan intelektual otak berkembang pesat menjadi 50% potensi otak dewasa pada empat tahun pertama sejak anak dilahirkan. Usia empat hingga delapan tahun bertambah 30%, selanjutnya hingga delapan tahun bertambah 30%, selanjutnya hingga 18 tahun bertambah 20%. Hal ini menunjukkan bahwa stimulus otak yang dilakukan pada empat tahun pertama kehidupan seorang anak akan sangat bermanfaat bagi kehidupannya di masa depan ( Mushoffa, 2009). Universitas Sumatera Utara

description

ga tau juga

Transcript of Chapter II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Anak Usia Dini

Periode sesudah masa bayi hingga berusia lima tahun disebut periode masa

prasekolah. Usia ini merupakan periode berat karena kondisi kesehatan anak masih

belum stabil. Usia ini merupakan periode berat karena kondisi kesehatan anak masih

belum stabil. Jika makanan yang diberikan tidak memenuhi standar gizi, anak mudah

terserang infeksi, terutama diare atau cacingan. Jika terserang, anak akan menjadi

kurus, kurang bersemangat, cengeng, cenderung lamban, dan bodoh. Karena itu,

kebutuhan gizinya yang semakin besar sejalan dengan perkembangan fisiknya harus

diperhatikan (Widjaja, 2002). Otak anak mempunyai satu triliun sel otak dan

bertriliun- triliun sambungan antar sel saraf otak. Bila tidak distimulasi sejak dini,

sambungan ini akan musnah. Layaknya daun di musim gugur, potensi mereka pun

akan berguguran. Usia balita disebut sebagai the golden age (usia keemasan) seorang

manusia.

Penelitian mengenai otak manusia telah menunjukkan bahwa perkembangan

intelektual otak berkembang pesat menjadi 50% potensi otak dewasa pada empat

tahun pertama sejak anak dilahirkan. Usia empat hingga delapan tahun bertambah

30%, selanjutnya hingga delapan tahun bertambah 30%, selanjutnya hingga 18 tahun

bertambah 20%. Hal ini menunjukkan bahwa stimulus otak yang dilakukan pada

empat tahun pertama kehidupan seorang anak akan sangat bermanfaat bagi

kehidupannya di masa depan ( Mushoffa, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Anak usia dini termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada usia ini

pertumbuhan fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata pertahunnya

adalah 2 kg, kelihatan kurus akan tetapi aktivitas motorik tinggi, di mana sistem

tubuh sudah mencapai kematangan. Sedangkan pertumbuhan khususnya ukuran

tinggi badan anak akan bertambah rata-rata 6,75-7,5 centi meter setiap tahunnya

(Hidayat, 2005).

Pada masa ini, anak sering dikenal sebagai “masa keras kepala”. Akibat

pergaulan dengan lingkungannya terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak

mulai senang jajan. Jika hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat mengurangi

asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga anak mengalami kurang gizi.

Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis, kesehatan, dan sosial

anak. Oleh karena itu, keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang

sangat penting dalam pemberian makanan pada anak (Uripi, 2004).

2.4.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini

Menurut Whalley dan Wong (2000) Pertumbuhan merupakan bertambah

jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur,

sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang

dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar. Pertumbuhan dan

perkembangan pada anak terjadi mulai dari pertumbuhan dan perkembangan secara

fisik, intelektual maupun emosional. Peristiwa pertumbuhan dan perkembangan

secara fisik dapat terjadi dalam perubahan ukuran besar kecilnya fungsi organ mulai

dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan

secara intelektual anak dapat dilihat dari kemampuan secara simbol maupun abstrak

Universitas Sumatera Utara

seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca dan lain-lain. Sedangkan

perkembangan secara emosional anak dapat dilihat dari perilaku sosial di lingkungan

anak (Hidayat, 2005).

Masa ini diperlukan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak

agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Kondisi

kesehatan anak yang buruk akan menghambat proses pertumbuhan dan

perkembangan anak. Akibatnya kualitas SDM anak secara otomatis menurun.

Kondisi yang mendukung proses dan perkembangan anak yang baik adalah kondisi

lingkungan fisik yang sehat dan terhindar dari penyebaran kuman dan penyakit.

Selain itu, asupan gizi yang baik pun tentu saja sangat mempengaruhi pertumbuhan

anak, terutama otak yang sedang berkembang pesat pada masa ini (Anonim, 2012).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pertumbuhan dan

perkembangan anak adalah:

a). Faktor Dalam

• Ras/etnik atau bangsa: Anak yang dilahirkan dari bangsa Amerika, maka ia

tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.

• Keluarga: ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi,

pendek, gemuk, atau kurus.

• Umur: Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masa prenatal, tahun

pertama kehidupan dan masa remaja.

Universitas Sumatera Utara

• Jenis kelamin: Fungsi reproduksi anak perempuan berkembang lebih cepat

daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak

laki-laki akan lebih cepat

• Genetik: Bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya, ada

beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak

seperti kerdil

b) Faktor Luar yaitu:

Faktor pranatal:

• Gizi ibu hamil: Terutama dalam trimester akhir kehamilan akan

mempengaruhi pertumbuhan janin.

• Makanan: posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital

• Toksi/zat kimia: Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan kelainan

kongenital.

• Psikologi ibu: kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan

mental pada ibu hamil.

c) Faktor Persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan

kaerusakan otak.

d) Sosio Ekonomi: Kemiskinan selalu berkaitan dengan makanan, kesehatan

lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak.

e) Lingkungan Pengasuhan: Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu anak sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak (Anonim, 2012).

Universitas Sumatera Utara

2.5. Program Pendidikan Anak Usia Dini

Program pendidika Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu program

pendidikan bagi anak sejak lahir sampai berusia 6 tahun, baik laki-laki maupun

perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan

potensi yang dimilikinya, sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka.

PAUD juga merupakan pendidikan persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan

sekolah dasar. Secara lebih spesifik, program ini bertujuan untuk meningkatkan akses

dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti Taman Kanak-Kanak

(TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, serta jalur pendidikan

non-formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau

bentuk lain yang sederajat, dan jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau

pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan (Departemen Pendidikan Nasional

2007).

PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak agar kelak dapat

berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai kultur, budaya, dan falsafah suatu

bangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Ia

belum mengetahui tatakrama, sopan-santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal

tentang dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar

memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal

tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena

alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup

di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan dengan orang lain diperlukan untuk

belajar agar anak mampu mengembangkan kepribadian, watak, dan akhlak yang

Universitas Sumatera Utara

mulia. Usia dini merupakan saat yang amat berharga untuk menanamkan nilai-nilai

nasionalisme, kebangsaan, agama, etika, moral, dan sosial yang berguna untuk

kehidupannya dan strategis bagi pengembangan suatu bangsa (Departemen

Pendidikan Nasional, 2007).

Dalam rangka mendukung kebijakan pembinaan layanan Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD) yang terarah, terpadu dan terkoordinasi pada tahun 2010 Kementerian

Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan

Nasional. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa pembinaan PAUD baik formal,

nonformal maupun informal, berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Pendidikan

Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Ditjen PAUDNI), yang secara teknis

dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Anak Usia Dini (Direktorat Pembinaan

PAUDNI, 2011)

2.6. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh

seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis,

maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomis, identitas

budaya, religi dan magis, komunikasi, lambang status ekonomi serta kekuatan dan

kekuasaan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan

berbeda satu dengan yang lain. Ekspresi tersebut akan membentuk pola perilaku

makan yang disebut kebiasaan makan (Khomsan, 2010). Jumlah dan kualitas

pengetahuan dan budaya masyarakat. Penganekaragaman konsumsi pangan

Universitas Sumatera Utara

merupakan upaya memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang

beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan komposisi yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan gizi yang dapat mendukung hidup sehat, aktif dan produktif.

Mengkonsumsi pangan yang beranekaragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi

secara seimbang (Pangan, 2008).

2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan

1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

Pengetahuan ibu tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka

pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang

hanya dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu

bergizi atau tidak, sehingga kebutuhan gizi energi dan zat gizi masyarakat dan

anggota keluarga tidak tercukupi. Bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan

gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan yang begizi untuk

dikonsumsi ( Ramayulis, 2008).

2. Pendidikan ibu

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya.

Pendidikan ibu sangat menentukan dalam pilihan makanan dan jenis makanan

yang dikonsumsi oleh balita dan anggota keluarga lainnya. Pendidikan gizi ibu

bertujuan meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia.Hal ini

dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan zat gizi pada balita tinggi bila

pendidikan ibu tinggi.

Universitas Sumatera Utara

3. Pendapatan dan anggaran belanja keluarga

Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang-

orang akan mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Rendahnya

pendapatan itu mungkin disebabkan menganggur atau setengah menggangur

karena susahnya memperoleh lapangan kerja tetap sesuai dengan yang

diinginkan. Adapula keluarga-keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan

cukup akan tetapi sebagian anaknya gizi kurang. Hal ini oleh karena cara

mengatur belanja keluarga yang kurang baik. Untuk pangan misalnya disediakan

belanja terlalu sedikit, lebih banyak diperuntukkan bagi pembelian barang-barang

lain karena pengaruh lingkungan atau kebiasaan. Ada Juga keluarga-keluarga

yang membeli bahan pangan dalam jumlah cukup tetapi karena kurang pandai

memilih tiap jenis pangan yang dibeli berakibat kurangnya mutu dan keragaman

pangan yang diperoleh. Diantara keluarga dengan penghasilan cukup atau lebih

masih banyak yang belum terbiasa membuat perencanaan pengeluaran keluarga

sehingga hasilnya lebih acak-acakan (Sajogyo, 1994).

2.4 Kebutuhan Gizi Pada Anak Usia Dini

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan

dan kesejahteraan manusia. Keadaan gizi seseorang dapat dikatakan baik bila terdapat

keseimbangan antara perkembangan fisik dan perkembangan mental anak tersebut.

Berkenaan dengan hal tersebut terdapat kaitan yang erat antara tingkat keadaan gizi

dengan konsumsi makanan, tingkat keadaan gizi optimal akan tercapai apabila

kebutuhan gizinya terpenuhi. Keadaan gizi seseorang banyak ditentukan oleh

Universitas Sumatera Utara

konsumsi pada masa lalu. Ini berarti bahwa konsumsi gizi masa kanak-kanak

memberi andil terhadap status gizi masa dewasa (Anonim, 2012).

Menurut Behrman (1996), Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak

serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang nutrisi dalam tubuh

seperti kekurangan energi dan protein, anemia dan lain-lain. Selain itu kebutuhan

nutrisi dapat membantu dalam aktifitas sehari-hari karena nutrisi merupakan sumber

tenaga yang dibutuhkan berbagai organ dalam tubuh, dan juga sebagai sumber

pembangun dan pengatur dalam tubuh. Sebagai sumber tenaga nutrisi dapat diperoleh

dari karbohidrat sebanyak 50-55%, lemak sebanyak 30-35% dan protein sebanyak

15%. Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak haruslah mengandung zat gizi yang

seimbang (Hidayat, 2005). Prioritas nutrisi adalah energi dan protein, namun tidak

mengabaikan kebutuhan zat gizi lainnya masukan energi dan protein yang kurang

pada masa ini akan berdampak pada perkembangan otak dan susunan syaraf menjadi

terhambat (Mitayani, 2010).

Tabel 2.1. Kebutuhan Konsumsi Energi dan Protein Anak Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari.

No Golongan Umur (Tahun)

Berat Badan (Kg)

Tinggi Badan (cm)

Energi (Kkal)

Protein (gr)

1 1-3 12 90 1.000 25 2 4-6 17 110 1.550 39

Sumber: Widya Karya Nasinal Pangan dan Gizi VIII, 2004

2.4.1. Energi

Energi yang diperlukan tubuh dapat bersumber dari zat gizi karbohidrat,

lemak, dan protein. Setiap 1 gram karbohidrat menghasilkan energi sebesar 4 kalori,1

Universitas Sumatera Utara

gram protein menghasilkan 4 kalori, dan 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori.

Menurut Beck (2000), energi diperlukan untuk berbagai proses metabolisme di dalam

tubuh, yaitu untuk proses pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh agar tetap

stabil, dan gerakan otot untuk aktivitas (Uripi, 2004). Energi atau kalori sangat

berpengaruh terhadap laju pembelahan sel pembentukan struktur organ-organ tubuh.

Apabila energi berkurang maka proses dan pembelahan sel akan terganggu dapat

mengakibatkan organ-organ tubuh dan otak anak mempunyai sel-sel yang lebih

sedikit dari pada pertumbuhan normal (Asydhad, 2006).

2.4.2. Protein

Protein merupakan zat makanan bagian terbesar tubuh sesudah air, seperlima

bagian tubuh adalah protein. Protein bertindak sebagai prekusor sebagian besar

koenzim, hormon, asam nukleat dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan,

membangun serta memelihara sel-sel jaringan tubuh (Mitayani, 2010).

Protein berfungsi sebagai zat pembangun bagi jaringan baru dan

mempertahankan jaringan yang telah ada. Kebutuhan protein menurut FAO/WHO

adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan

memungkinkan produksi protein yang diperlukan pada masa pertumbuhan atau masa

balita. Sumber protein hewani yang baik, terutama dilihat dari segi jumlah maupun

mutu adalah daging sapi, daging ayam, ikan, udang, hidangan laut, susu, telur dan

semua jenis olahannya. Sumber protein nabati, contohnya jamur dan kacang kedelai

dan semua olahannya, seperti tempe, tahu, oncom kecap (Sutomo, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.8. Pola Makan dan Status Gizi

Pola konsumsi pangan yaitu susunan jenis dan jumlah pangan yang

dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Khomsan, 2010).

Pola makanan anak yang dianjurkan berdasarkan bentuk makanan dan banyaknya

makanan dalam ukuran rumah tangga dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2. Pedoman Pola Makan Balita Sumber Tenaga Sumber zat Pembangun Sumber zat Pengatur

3-4 piring nasi @100 gram atau penggantinya (mie, bihun, roti, kentang)

4-5 porsi daging @50 gram atau penggantinya (tempe, tahu, telur, daging ayam). Dianjurkan sekurang-kurangnya 1 porsi berasal dari sumber protein hewani. Susu dianjurkan 2 gelas sehari.

2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan buah-buahan berwarna (1 porsi sayur = 1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar = 100 gram)

Sumber : widjaja, 2002

Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan

kecerdasan anak. Oleh sebab itu, pola makan yang baik dan teratur perlu

diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan pengenalan jam-jam makan dan variasi

makanan. Pada usia balita, anak mulai memiliki daya ingat yang kuat dan tajam,

sehingga apa yang diterimanya akan terus melekat erat sampai usia selanjutnya.

Dengan memperkenalkan anak pada jam-jam makan yang teratur dan variasi jenis

makanan, diharapkan anak akan memiliki disiplin (Marimbi, 2010).

Disamping makan pagi, siang dan malam juga dapat diadakan makanan

selingan. Makanan selingan berguna sebagai penambah zat gizi, terutama kalori

maupun zat gizi lainnya yang kurang diperoleh pada waktu makan yang ada.

Makanan selingan biasanya diberikan antara makan pagi dan siang, sekitar pukul 9

Universitas Sumatera Utara

pukul 10, dan sore hari antara waktu makan siang dan malam sekitar pukul 4 pukul 5.

Bentuk makanan selingan ini adalah disajikan dengan bentuk yang menarik, mudah

dimakan, ukuran porsi tidak terlalu mengenyangkan. Contoh makanan selingan

adalah pisang goreng atau rebus, berbagai bubur seperti bubur kacang hijau, bubur

sumsum, bubur ketan hitam, kue-kue basah seperti getuk lindri, kue lapis, dan

sebagainya (Soegeng, 2004).

Pada anak balita kebutuhan zat gizi diperlukan dalam jumlah yang besar, dimana

pada anak usia ini sedang dalam masa perkembangan. Oleh karena kapasitas perutnya

masih terlalu kecil untuk menampung semua makanan yang dikonsumsi dapat

terpenuhi (Asydhad, 2006). Apa yang dimakan anak lebih penting daripada kapan dan

berapa kali ia makan. Sebaiknya, membiasakan anak makan tiga kali sehari, diselingi

kudapan. Bila anak lebih banyak kudapan daripada makanan utama, usahakanlah agar

anak mendapat nutrisi sebanyak mungkin (Lawson, 2009).

2.9. Masalah Gizi Pada Anak Usia Dini

Tingkat gizi masyarakat dapat menjadi tolok ukur dari kemajuan program

pembangunan suatu negara, karena itu program pemerataan kesehatan dan gizi

merupakan langkah penting yang perlu dilaksanakankan. Masalah gizi di Indonesia

berdasarkan penelitian oleh para ahli gizi adalah masalah Kurang Energi Protein

(KEP). Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan xeropthalmia misalnya buta

senja, kekurangan zat besi yang dapat menyebabkan anemia, serta kekurangan

yodium mengakibatkan penyakit gondok. Dari ketiga permasalahan tersebut KEP

merupakan hal yang terpenting. Salah satu penyebab kekurangan gizi adalah daya

beli yang rendah pada keluarga kurang mampu dan minimnya pengetahuan tentang

Universitas Sumatera Utara

kesehatan dan gizi, serta rendahnya pendapatan keluarga yang menyebabkan

kesehatan dan gizi anak tidak banyak diperhatikan. Berbagai masalah kesehatan dan

gizi lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat yang mengkonsumsi bahan

pangan yang kurang, baik dalam jumlah maupun mutunya. Selain faktor ekonomi,

masalah sosial dan budaya juga mempengaruhi dalam kehidupan sehari-hari terbukti

dengan pembiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak higinies dan tidak

mencukupi kebutuhan gizi anak (Anonim, 2012).

Beberapa masalah gizi yang timbul pada anak usia dini dapat dilihat sebagai

berikut:

- Penolakan terhadap makanan, sulit makan, hanya sedikit jenis makanan yang

dimakan.

- Kebiasaan makan camilan diantara waktu makan utama mengurangi nafsu makan

pada waktu makan.

- Tingginya konsumsi jus buah dan minuman ringan.

- Diet rendah lemak/tinggi serat, yang dianggap sehat oleh orang tua.

- Tingginya konsumsi kudapan kue, biskuit, keripik, kudapan manis, permen

makanan digunakan sebagai hadiah.

Adapun strategi/ anjuran yang dapat dilakukan/ diberikan untuk mengatasi

masalah gizi pada anak usia dini adalah:

- Orang tua/pengasuh perlu memberi contoh, makan bersama keluarga,

memperkenalkan secara bertahap, terus mencoba makanan baru, jangan

menawarkan berbagai macam alternatif untuk makanan yang tidak disukai.

Universitas Sumatera Utara

- Batasi ketersediaan makanan diantara waktu makan utama: Makan adalah suatu

kegiatan dan bukan sekedar pelengkap untuk aktivitas lain.

- Beresiko mempengaruhi nafsu makan dan kesehatan gigi : berikan hanya air, jus

buah yang diencerkan. Minuman ringan hanya sesekali saja.

- Berikan pilihan kudapan yang lain, buah, roti, yogurt, roti bakar yang dioles,

berondong jagung tanpa tambahan rasa, sereal.

- Pastikan anak cukup makan untuk memenuhi kebutuhannya: pola pertumbuhan

sangatlah penting.

- Gunakan hadiah (penghargaan) yang tidak ada hubungannya dengan makanan

(Barasi, 2007).

Menurut Khomsam, (2003) intake gizi yang baik memiliki peranan penting

dalam mencapai pertumbuhan badan yang optimal juga mencakup pertumbuhan otak

yang sangat menentukan kecerdasan seseorang, akibat dari seorang anak menderita

gizi kurang akan terlihat:

1. Berpenampilan lebih pendek dari anak yang lain yang seumuran dengannya

2. Memiliki berat badan lebih rendah menurut umurnya

3. Memiliki daya tahan tubuh yang kurang, dan rentan terhadap penyakit

4. Mengalami gangguan perkembangan otak sehingga mempengaruhi tingkat

kecerdasannya (Mitayani, 2010)

2.10. Pengukuran Status Gizi Anak Usia Dini

Untuk mengetahui, menilai status gizi dapat dilakukan secara langsung

dengan pemeriksaan Antropometri, pemeriksaan tanda tanda klinik, penilaian secara

biokimia dan pemeriksaan biofisik. Untuk penelitian di lapangan lebih sering

Universitas Sumatera Utara

digunakan Antropometri, karena relatif murah dan mudah, objektif dan dapat dengan

cepat dilakukan pengukuran serta dapat dilakukan setiap orang setelah dilatih

(Supariasa, 2002).

2.8. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Supariasa (2002), mendefenisikan antropometri adalah ukuran tubuh. Maka

antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan, akan tetapi untuk berbagai

cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan

keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat

dibagi menjadi dua yaitu :

1. Untuk ukuran massa jaringan : pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah

kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifatnya sensitive, cepat

berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.

2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada.

Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukurannya tetap atau

naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu.

Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai

status gizi anak adalah indikator berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan

menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Yuniastuti,

2008).

Universitas Sumatera Utara

2.8.1 Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan

gambaran tetang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif

terhadap perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit infeksi, menurunnya

nafsu makan atau menurunnya makanan yang dikonsumsi maka berat badan

merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana

keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi

terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya keadaan

abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang

lebih cepat atau berkembang lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan sifat-

sifat ini, maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah

satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BB/U

lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini (current nutritional status)

(Supariasa, 2002).

2.8.2 Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan

pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan

dangan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,

relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh

defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup

lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga

digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat.

menggambarkan status gizi anak. Masalah penggunaan indeks TB/U pada masa

Universitas Sumatera Utara

balita, baik yang berkaitan dengan kesahihan pengukuran tinggi badan maupun

ketelitian data umur (Jahari, 1998).

2.8.3 Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan

normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan

dengan percepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk

menyatakan status gizi masa kini dan masa lalu, terlebih bila data umur yang akurat

sulit diperoleh. Oleh karena itu indeks berat badan menurut tinggi badan disebut pula

sebagai indikator yang independen terhadap umur. Karena BB/TB memiliki

keuntungan dan kelemahan, terutama bila digunakan terhadap anak balita (Jahari,

1998).

2.10. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dicapai dalam penelitian ini,maka

kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar I. Kerangka Konsep Penelitian

Bagan diatas menjelaskan bahwa konsumsi pangan anak usia dini yang terdiri dari

jenis makanan, jumlah zat gizi (energi dan protein), dan frekuensi makan dengan

menggambarkan keadaan status gizi pada anak usia dini.

Konsumsi pangan : - Jenis makanan - Jumlah zat gizi (energi dan protein) - Frekuensi makan

Status Gizi

Universitas Sumatera Utara