Chapter II

10
TINJAUAN PUSTAKA Kulit buah Kakao Tanaman Kakao di Sumatera Utara memiliki peran penting sebagai komoditas sosial karena 50% dari luas arealnya merupakan perkebunan rakyat, disamping komoditi ekspor. Sampai tahun 2005 kakao yang telah ditanam di wilayah Indonesia seluas 668.919 Ha dan 57.930,82 Ha (7,25%) berada di Sumatera Utara dengan produksi buah segar 160.015,29 ton/tahun. Dari buah segar akan dihasilkan limbah kulit buah Kakao sebesar 75% (Siregar, 1996). Kulit buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam ada yang merah hijau, merah muda dan merah tua (Poedjiwidodo, 1996). Gambar 1. Kulit buah kakao Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah kerena berserat kasar tinggi. Selain mengandung serat kasar tinggi (40,03%) dan protein yan rendah (9,71%) (Laconi, 1998), kulit Kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95% (Amirroenas, 1990). Lignin yang berikatan dengan selulosa menyebabkan sellosa Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

description

FEFWF VDWEFREWFEFEFG

Transcript of Chapter II

Page 1: Chapter II

TINJAUAN PUSTAKA

Kulit buah Kakao

Tanaman Kakao di Sumatera Utara memiliki peran penting sebagai

komoditas sosial karena 50% dari luas arealnya merupakan perkebunan rakyat,

disamping komoditi ekspor. Sampai tahun 2005 kakao yang telah ditanam di

wilayah Indonesia seluas 668.919 Ha dan 57.930,82 Ha (7,25%) berada di

Sumatera Utara dengan produksi buah segar 160.015,29 ton/tahun. Dari buah

segar akan dihasilkan limbah kulit buah Kakao sebesar 75% (Siregar, 1996).

Kulit buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang

seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam

ada yang merah hijau, merah muda dan merah tua (Poedjiwidodo, 1996).

Gambar 1. Kulit buah kakao

Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai kualitas

yang rendah kerena berserat kasar tinggi. Selain mengandung serat kasar tinggi

(40,03%) dan protein yan rendah (9,71%) (Laconi, 1998), kulit Kakao

mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95%

(Amirroenas, 1990). Lignin yang berikatan dengan selulosa menyebabkan sellosa

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

tidak bias dimanfaatkan oleh ternak. Upaya meningkatkan kualitas dan nilai gizi

ransum serat hasil ikutan perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya

strategis dalam meningkatkan ketersediaan ransum.

Perbandingan kandungan nutrisi kulit buah Kakao tanpa fermentasi dan

kulit buah Kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutris kulit buah Kakao tanpa fermentasi dan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger.

Nutrisi Kulit buah Kakao Kulit buah Kakao fermentasi Bahan kering (%) 89,40 83,70a b

Energy metabolis (Kkal/kg) - 1767,864Protein kasar (%)

c

7,35 12,89b

Lemak kasar (%)

b

1,42 2,96a

Serat kasar (%) b

33,10 21,50a

Abu (%) b

9.89 9,05a b

Sumber: a Siregar(2009) b

Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak FP USU (2011)

c

Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2011)

Fermentasi

Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan

asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang

dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino

dapat difermentasi oleh beberap jenis bakteri tertentu (Friaz, 1992). Menurut

Saono (1974) fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim

dari mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan

reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik

dengan menghasilkan produk tertentu.

Fermentasi adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk dalam

lingkungan dimana beberapa tipe organisme dapat berkembangbiak. Proses

fermentasi mikroorganisme memnperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat nutrien atau mineral bagi

mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin, dan lain-lain (adams and

Moss, 1995). Proses fermentasi dapat dilakukan melalui kultur media padat atau

semi padat dan media cair, sedangkan kultur terendam dilakukan dengan

menggunakan media cair dalam bio-reaktor atau fermentor.

Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu

terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya seluosa dan hemiselulsa

menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang,

selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil

metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983).

Aspergillus niger

Aspergillus niger merupak salah satu strain yang paling umum dan mudah

diidentifikasi dari genus Aspergillus, family Moniliaceae, ordo monoliales, dan

kelas fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya

digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan

pembuatan beberapa enzim seperti amylase, pektinase, amiloglukosidase dan

sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35oc – 37oc (optimum), 6 oc -

8 oc (minimum), 45 oc - 47 o

Apergillus niger termasuk dalam kelmpok jamur (kapang), kapang ini

sangat baik dikembangkan karena tumbuh cepat dan tidak memerlukan zat

pemacu tumbuh (Winarno, 1996).

c (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup

(aerob) (Media Komunikasi Permi Malang, 2007).

Kapang yang sering digunakan dalam teknolgi fermentasi antara lain

Aspergillus niger. Aspergillus niger merupakan salah satu jenis Aspergillus yang

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan (Gray, 1970).

Proses fermentasi menggunakan kapang , selain membentuk miselium selalu

diikuti oleh pembentukan spora yang berguna untuk pembuatan inokulum pada

proses fermentasi. Inokulum yang berupa spora merupakan stater yang baik dalam

fermentasi (Purwadaria, et al., 1995). Keberadaan spora dapat membuat turunnya

daya cerna produk fermentasi dibandingkan dengan sel miselium dan merupakan

bahan pencemar bagi kesehatan manusia, sehingga untuk alasan ini mutan yang

hilang kemampuan berspora pada suhu tertentu akan mempunyai keuntungan.

Itik Raja

Itik Raja merupakan itik jantan hasil persilangan dari itik Mojosari dan itik

Alabio yan telah dilakukan oleh Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU)

Palaihari Kalimantan Selatan maupun Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi,

Bogor. Penamaan itik Raja karena itik ini memiliki keunggulan pertumbuhan

yang lebih cepat dari pada itik jantan lainnya, dagingnya lebih tebal, dan

aromanya tidak terlalu amis seperti itik pada umumnya (Supriyadi, 2009).

Itik Raja memiliki ciri sebagai berikut: 1) warna bulu coklat kehitaman

dengan kombinasi warna putih pada bagian bawah dada dan perut, 2) bagian leher

berbintik putih memanjang dari bawah mulut hingga bawah perut, 3) bagian sayap

terdapat beberapa lembar bulu suri yang mengkilap berwarna biru kehitaman,

4)bagian kepala terdapat garis putih tepatnya diatas mata menyerupai alis, 5)

paruh dan kaki berwarna hitam tetapi ada juga yang berwarna kuning.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

Gambar 2. Itik Raja

Ditinjau dari segi pertumbuhannya, itik Raja mempunyai produktivitas

yang tinggi. Dengan pertambahan bobot badan per minggu diatas 200 gram. Pada

umur 6 minggu, bobot badan sudah mencapai 1,21 Kg dengan FCR 2,14. Pada

umur 7 minggu, bobot badan sudah mencapai 1,36, seperti ditunjukkan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan bobot badan, jumlah pakan, dan FCR itik Raja berdasarkan umur dari berbagai tempat dan berbagai macam ransum.

Umur (minggu)

Bobot badan (gram/ekor)

Jumlah pakan (gram/ekor)

FCR

1 148,4 91 0,61 2 354,4 280 1,05 3 606,3 420 1,30 4 774,5 469 1,63 5 998,9 616 1,88 6 1.211,8 714 2,14 7 1.359,3 819 2,50 8 1.466 879 2,92

Sumber: Supriyadi (2009). Kebutuhan Nutrisi dan Ransum Itik

Kebutuhan gizi itik Raja sebagai itik pedaging ditunjukkan pada Tabel 3.

Table 3. Kebutuhan gizi itik pedaging Zat Unit 0-4 Minggu 4-6 Minggu Protein % 20-21 19-20 Energy Kkal/kg 2.800-2.900 2.900-3.000 Sumber: Supriyadi (2009).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

Pada umumnya sumber utama zat-zat makanan dalam ransum unggas

adalah buti-butiran, bungkil-bungkilan, tepung ikan dan hasil ikutan jagung,

gandum dan beras. Sebagai tambahan terhadap bahan-bahan makanan tersebut,

sudah tentu hasil-hasil lain dalam jumlah yang lebih sedikit adalah berguna

(Anggorodi, 1985).

Dedak Padi

Dedak padi adalah bahan ransum yang diperoleh dari pemisahan beras

dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingab padi dari pengayakan hasil

ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupaan hasil ikutan dalam proses

pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal,

tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau

rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi, 1995).

Kandungan nilai gizi dari dedak padi dapat kita lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi nutrisi dedak padi Nutrisi Kandungan Energy metabolis (Kkal/kg) 1630a

Protein kasar (%) 13Lemak kasar (%)

a

13Serat kasar (%)

a

13Abu (%)

a

11,7b

Sumber: a

Siregar (2009), b

Jagung Hartadi (2005).

Jagung sampai saat ini merupakan butiran yang paling banyak digunakan

dalam ransum unggas di Indonesia. Jagung merupakan salah satu bahan makanan

terbaik bagi unggas yang digemukkan karena jagung memiliki energi netto yang

tinggi (Anggorodi, 1985).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

Komposisi nutrisi jagung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi nutrisi jagung Nutrisi Kandungan Energy metabolis (Kkal/kg) 3370a

Protein kasar (%) 8,6Lemak kasar (%)

a

3,9Serat kasar (%)

a

2Abu (%)

a

11,7b

Sumber: a

Siregar (2009) b

Hartadi (2005).

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa merupakan salah satu sumber protein yang penting di

Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan lisin

sehingga bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi unggas

(Anggorodi, 1985).

Komposisi nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi nutrisi bungkil kelapa Nutrisi Kandungan Energy metabolis (Kkal/kg) 1540a

Protein kasar (%) 18,56Lemak kasar (%)

a

1,8Serat kasar (%)

a

15Abu (%)

a

11,7b

Sumber: a

Siregar (2009) b

Hartadi (2005)

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan proses ekstraksi inti sawit.

Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik

(Davendra, 1997).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

Komposisi nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 7.

Table 7. Komposisi nutrisi Bungkil inti sawit Nutrisi Kandungan Energy metabolis (Kkal/kg) 2810a

Protein kasar (%) 15,40Lemak kasar (%)

b 6,49

Serat kasar (%) a

9Abu (%)

b

5,18a

Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak program studi Peternakan fakultas Pertanaian USU (2000),

b. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas, karena bahan

ransum tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam

jumlah cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik.

Penggunann tepung ikan dalam ransum unggas sering kali harus dibatasi untuk

mencegah bau ikan yang meresap kedalam daging atau telur (Anggorodi, 1985).

Komposisi nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi nutirisi tepung ikan Nutrisi Kandungan Energy metabolis (Kkal/kg) 2565a

Protein kasar (%) 55Lemak kasar (%)

a

8Serat kasar (%)

a

1Abu (%)

a

11,7b

Sumber: a

Siregar (2009) b

Minyak Hartadi (2005).

Sumber energi paling tinggi untuk digunakan dalam ransum unggas

adalah lemak dan minyak yang diperoleh dari industri pengolahan daging, hasil

ikutan pembuatan sabun, pemurnian minyak nabati atau minyak nabati itu sendiri.

Minyak nabati memiliki nilai energi metabolis yang lebih tinggi dibandingkan

dengan lemak hewan dan lebih mudah dicerna (Anggorodi, 1985).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi

yang ada dalam ransum tersebut (Wahyu, 1985). Pertumbuhan yang cepat ada

kalanya didukung oleh konsumsi ransum yang lebih banyak pula (Rasyaf, 1997).

Konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

penyakit, defisiensi zat nutrisi, kondisi berdebu, terlalu padat, kotor, kondisi

lingkungan yang tidak baik, vaksinasi, pengobatan, ribut yang tidak biasa,

pemindahan, penangkapan, memasukkan kedalam peti yang semuanya itu

menciptakan ancaman stres (Wahyu, 1992).

Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk memperoleh

energi sehingga jumlah ransum yang dikonsumsi tiap harinya cenderung

berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila persentase protein yang tetap

terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang mempunyai konsentrasi ME

tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena

rendahnya jumlah makanan yang dikonsumsi dalam tubuh unggas. Sebaliknya,

bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi makanan untuk

mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi

protein yang berlebihan (Tillman dkk, 1991).

Pertambahan Bobot Badan

Laju pertumbuhan seekor ternak dipengarhi oleh banyaknya konsumsi

ransum dan energy yang diperoleh. Energi merupakan perintis pada produksi

ternak dan hal tersebut terjadi secara alami. Variasi energi yang disuplai pada

ternak dapat digambarkan dengan laju pertumbuhan (Donald et al., 1995). Bobot

tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum, makin tinggi

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

bobot tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap ransum

(Kartadisastra, 1997).

Menurut Tillman et al. (1986) pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan

pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan

penimbangan berulang dan ditampilkan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap

minggu, atau tiap waktu lainnya.

Konversi Ransum

Konversi ransum (feed covertion ratio) adalah perbandingan jumlah

konsumsi ransum pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang

dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan itik

memuaskan atau itik makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar badan

dan bangsa itik, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperature

lingkungan (Rasyaf, 2000).

Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi dalam jangka

waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu

tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995).

Menurut Tillman et al. (1986), semakin banyak ransum yang dikonsumsi ntuk

menghasilkan satu satuan produksi maka makin jelek konversi ransum. Konversi

ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : Umur ternak, bangsa, kandungan

gizi ransum, suhu tempat/lokasi, dan kesehatan ternak tersebut (Anggorodi, 1995).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara