Chapter II
-
Upload
melz-melz-mutz -
Category
Documents
-
view
217 -
download
1
Transcript of Chapter II
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Terapi Alternatif
1.1 Defenisi Terapi Alternatif
Terapi alternatif adalah setiap bentuk praktik pengobatan yang berada di
luar bidang dan praktik pengobatan kedokteran modern (Hadibroto, 2006).
Mursito (2003) menyatakan bahwa terapi alternatif digunakan diluar cara modern
yang biasa dilakukan di rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan lainnya.
Sedangkan menurut Mangoenprasadjo (2005), terapi alternatif merupakan bentuk
pelayanan kesehatan yang menggunakan cara, alat, atau bahan yang tidak
termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran
standar) dan dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan
kedokteran modern. Terapi alternatif menggunakan secara luas falsafah
penyembuhan, pendekatan, dan berbagai jenis dan teknik terapi (Hadibroto,
2006).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi alternatif adalah
praktik pengobatan, dan pelayanan kesehatan di luar praktik kedokteran yang
mencakup luas falsafah penyembuhan, pendekatan dan berbagai jenis dan teknik
terapi.
6
Universitas Sumatera Utara
1.2 Jenis dan Pemilihan Tepat Terapi Alternatif
Menurut Charthy (1994 dalam Taruna, 2003) menyebutkan beberapa jenis
terapi alternatif yaitu : akupresue, akupuntur, teknik alexander, kinesiology,
aromaterapi, autogenic therapy, chiropractice, terapi warna, homeopati, osteopati,
hipnoterapi, iridology, naturopathy, terapi nutrisi, terapi polaritas, psikoterapi,
refleksiologi, pemijatan, dan pengobata.Cina.
Dalam ensiklopedia terapi alternatif, Shealy (1998) menyebutkan jenis
terapi ini dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu: pertama, terapi energi yang
meliputi akupuntur, akupresur, shiatsu, do-in, shaoilin, qiqong. T’ai chi ch’uan,
yoga, meditasi, terapi polaritas, refleksiologi, metamorphic technique, reiki,
metode bowen, ayurveda, terapi tumpangan tangan. Kedua, terapi fisik yang
meliputi masase, aromaterapi, osteopati, chiropractic, kinesiology, rolfing,
hellwork, feldenkrais methode, teknik alexander, trager work, zero balancing,
teknik relaksasi, hidroterapi, flotation therapy, metode bates. Ketiga, terapi
pikiran dan spiritual yang meliputi psikoterapi, psikoanalitik, terapi kognitif,
terapi humanistik, terapi keluarga, terapi kelompok, terapi autogenik, biofeedback,
visualisasi, hipnoterapi, dreamwork, terapi cahaya, biorhythms, terapi warna.
Sedangkan menurut Hadibroto (2006), untuk memudahkan pemahaman mengenai
cara-cara terapi alternatif yang beragam, NCCAM (National Centre for
Complementary and Alternatif Medicine), yang menjadi sub-bagian dari NIH
(National Institutes of Health), Bethesda, Maryland USA mengelompokkan terapi
alternatif menjadi lima kategori, sesuai bidang cakupannya, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Alternative Medical Systems
Alternative medical systems ini adalah pengganti dengan sistem
pengobatan lengkap (healing systems) yang tidak diberikan oleh dokter biasanya.
Sistem ini berkembang sebelum ditemukan metode pengobatan konvensional.
Misalnya : pengobatan ala oriental (Oriental medicine), Ayurveda dan Naturopati.
2. Mind-Body Interventions (Intervensi pikiran-tubuh)
Memperkuat fungsi dan reaksi tubuh dengan pendayagunaan kekuatan pikiran,
misalnya : meditasi, hipnotis, berdoa dan mental healing.
3. Biological-based Therapy
Menggunakan bahan alami, misalnya herbal product (China, Barat dan obat
tradisional lainnya), diet khusus dan orthomolrcular remedies.
4. Manipulative and Body-based methods
Merangsang atau menggerakan anggota tubuh untuk mengembalikan fungsinya
yang normal, misalnya chiropractic, osteopathic manipulation, dan pijat
(massage). Juga termasuk gerak dan latihan pernafasan seperti yoga, Alexander
technique, pilates, teknik buteyko, eucapanic breathing.
5. Energy Therapy
Mendayagunakan sumber energi untuk memperbaiki fungsi sistem tubuh yang
menggunakan tenaga yang berasal dari dalam atau luar tubuh untuk mengobati
penyakit, yaitu : biofield therapies (misalnya acupuncture, acupressure, qi gong,
reiki, refleksilogi, therapeutic touch) dan bioelectromagnetic-based therapies
(adalah terapi alternatif misalnya electromagnetic field therapy).
Universitas Sumatera Utara
Menurut penelitian Supradi (1996), seseorang yang sakit akan mengambil
keputusan untuk berobat dengan mempertimbangkan 3 hal, yakni : (a). alternatif
apa saja yang dilihat masyarakat agar mampu menyelesaikan masalahnya, (b).
kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa alternatif yang
ada, dan (c). bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih pengobatan
alternatif tersebut. Cyberindo (CBN, 2004) menambahkan, perlu adanya cara
memilih terapi alternatif yang tepat dan manfaatnya dengan cerdas.
Menurut Hadibroto (2006), sebelum menggunakan terapi alternatif terlebih
dahulu harus mempelajari manfaat dan kerugiannya dan jangan mudah percaya
oleh iklan atau promosi dari penyedia jasa, terapi alternatif sering melebih-
lebihkan kehebatan produk kesehatan mereka. Badan Pengawas Obat dan
Makanan atau FDA (food and drug administration) memperingatkan untuk
berhati-hati dengan pernyataan iklan yang berlebihan, seperti :
1. Kata-kata yang menantang (red flag word)
Misalnya kata-kata : jaminan memuaskan (satisfaction guaranteed),
keajaiban pengobatan (miracle cure), atau penemuan baru (new discovery).
2. Semboyan pengobatan yang menyesatkan (pseudo-medical jargon)
Banyak istilah-istilah yang terdengar meyakinkan, tetapi tidak
didukung dengan pembuktian medis yang dapat dipercaya, misalnya, kata-kata
meremajakan, membersihkan (purify), penetral racun (detoxify), membangkitkan
tenaga baru (energiza), yang tidak begitu jelas apa maksud dengan semua itu.
Universitas Sumatera Utara
3. Menyembuhkan segalanya (cure-alls)
Jangan percaya bila ada produk atau cara penyembuhan yang dapat
menyembuhkan berbagai penyakit hanya dengan satu cara. Pada dasarnya
manusia itu unik, sehingga ada obat yang cocok bagi seseorang, tetapi tidak cocok
untuk orang lain. Walaupun gejala penyakitnya sama, tetapi penyebabnya bisa
saja berbeda.
4. Fakta anekdot (anecdotal evidence)
Pernyataan yang tidak mengandung data ilmiah tetapi cerita singkat
yang menarik karena lucu dan mengesankan, misalnya khasiat susu kuda liar yang
dipercaya ampuh menyembuhkan penyakit tertentu.
Berdasarkan uraian diatas, banyaknya terapi alternatif membuat pasien
bingung untuk memilihnya. Namun dari kriteria yang ada, terapi alternatif pijat
refleksi adalah pilihan yang cocok. Hal ini dilihat dari masuknya terapi pijat
refleksi ke dalam terapi energi. Menurut Pamungkas (2009) bahwa pemijatan
refleksi merupakan pemberian energi yang dimasukan ke dalam tubuh untuk
memperlancar peredaran darah, sehingga dapat terhindar dari penyakit dan dapat
mengobati penyakit. Terapi alternatif pijat refleksi ini langsung memberikan
sentuhan penekanan pijat pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai
pada zona terapi yang berfungsi untuk menerangkan suatu batas dan letak reflek-
reflek yang berhubungan langsung dengan organ tubuh manusia.
Hadibroto (2006) juga mengatakan, para peneliti menemukan adanya
aliran energi di dalam tubuh yang berhubungan dengan zat kimia yang berfungsi
sebagai penghantar rangsangan untuk mengontrol pusat-pusat yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi organ tubuh manusia. Oxenford (1998) menambahkan, ketika
sebuah rangsangan berjalan di sepanjang garis, rangsangan itu juga akan
merangsang segala sesuatu yang berada di garis saluran tersebut. Organ-organ dan
bagian-bagian tubuh manusia yang berfungsi dengan baik akan membiarkan
energi mengalir dengan bebas melaluinya, dengan hampir tidak mengubahnya.
Tetapi, ketika rangsangan bertemu dengan area tubuh yang rusak maka efek dari
penambahan aliran energi akan merangsang bagian tersebut untuk menyembuhkan
diri sendiri.
Selain itu, pijat refleksi mudah untuk dilakukan karena tidak harus
dilakukan oleh terapis namun dapat dilakukan sendiri dimanapun dan kapanpun
jika sudah tahu titik-titik saraf mana yang akan disentuh untuk mengobati
penyakitnya. Biaya yang dikeluarkan juga relatif murah dan terjangkau serta
manfaat yang dirasakan setelah pijat refleksi juga langsung terasa oleh klien.
2. Pijat Refleksi
2.1 Defenisi Refleksi
Menurut Soewito (1995), Refleksologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang titik-titik tekan tertentu pada kaki dan tangan manusia, untuk suatu
penyembuhan. Hadibroto (2006) menambahkan bahwa refleksologi adalah cara
pengobatan dengan merangsang berbagai daerah refleks (zona) di kaki, tangan,
dan telinga yang ada hubungannya dengan berbagai organ tubuh.
Selain itu, Pamungkas (2009) juga mendefenisikan bahwa pijat
refleksologi adalah jenis pengobatan yang mengadopsi kekuatan dan ketahanan
Universitas Sumatera Utara
tubuh sendiri, dengan cara memberikan sentuhan pijatan pada lokasi dan tempat
yang sudah dipetakan sesuai zona terapi. Zona terapi adalah wilayah/daerah yang
dibentuk oleh garis khayal (abstrak) yang berfungsi untuk menerangkan suatu
batas dan reflek-reflek yang berhubungan langung dengan organ-organ tubuh.
Sedangkan menurut Nirmala (2004), pijat refleksi temasuk suatu terapi pelengkap
atau alternatif berupa pemijatan daerah atau titik refleks pada telapak kaki atau
tangan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pijat
refleksi merupakan salah satu pengobatan pelengkap alternatif yang mengadopsi
kekuatan dan ketahanan tubuh sendiri, dimana memberikan suatu sentuhan pijatan
atau rangsangan pada telapak kaki atau tangan yang dapat menyembuhkan
penyakit serta memberikan kebugaran pada tubuh.
2.2 Sejarah Refleksi
Bukti yang paling nyata dari sudah adanya praktik refleksologi pada
kebudayaan kuno adalah ditemukan lukisan praktik refleksologi tangan dan kaki
pada lukisan dinding di makam Ankhmahor (bangsawan tertinggi di bawah
Firaun) di Saqqara, yang dikenal juga sebagai makam tabib. Lukisan dinding
Mesir ini diperkirakan berasal dari tahun 2330 SM. Sebelum penemuan ini,
anggapan umum mengenai refleksologi adalah bahwa sistem pengobataan ini
berasal dan selalu dihubungkan dengan praktik penyembuhan oriental kuno
seperti Shiatsu dan Akupunktur. Padahal di bagian dunia yang lain, suku Indian
dari Amerika Utara juga diyakini sejak zaman purba telah mengetahui cara
Universitas Sumatera Utara
memanipulasi dan menstimulasi kaki orang sakit sebagai bagian dari praktik
penyembuhan mereka. Dari semakin banyaknya informasi yang terkumpul
akhirnya menyimpulkan, bahwa berbagai ragam praktik modern refleksologi telah
ada di semua kultur pengobatan kuno (Hadibroto, 2006).
Dalam peradaban Barat, salah satu buku yang paling awal yang berisikan
tulisan mengenai refleksologi diterbitkan pada tahun 1582 oleh dua dokter Eropa
yang paling menonjol pada zamannya, yakni Adamus dan A tatis. Selanjutnya
adalah William H. Fritzgerald yang mengembangkan dan mempromosikan praktik
refleksologi (Hadibroto, 2006).
Pada tahun 1913, Fritzgerald menemukan bahwa tekanan yang
diaplikasikan pada titik-titik tertentu di tubuh bisa mengusir rasa nyeri dan
memperbaiki fungsi dari organ-organ tubuh manusia tertentu. Berdasarkan
risetnya Friztgerald mengembangkan suatu sistim baru yang terdiri dari sepuluh
zona dan menjangkau mulai ubun-ubun hingga ujung jari kaki. Bersama Edwin
Bowers C, menulis buku berjudul Zone Therapy yang kemudian dikenal sebagai
refleksologi pada awal tahun 1960-an (Hadibroto, 2006).
Pada tahun 1961, atas desakan ikatan profesi fisioterapis, nama zone
therapy diubah menjadi reflexology (refleksologi). Nama-nama lain untuk
refleksologi yang popular di Amerika adalah Pressure Point Massage,
Compression Massage, Pointed Pressure Massage dan Vita-Flex. Sedangkan di
Eropa dan bagian dunia lain tetap banyak dipakai istilah zone therapy, di samping
Reflex Zone Therapy dan Reflexotherapy (Hadibroto, 2006)
.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Fisiologi Pemijatan Refleksi
Pamungkas (2009) menyatakan bahwa terapi pijat refleksi adalah cara
pengobatan yang memberikan sentuhan pijatan pada lokasi dan tempat yang sudah
dipetakan sesuai pada zona terapi. Pada zona-zona ini, ada suatu batas atau letak
reflek-reflek yang berhubungan dengan organ tubuh manusia, dimana setiap organ
atau bagian tubuh terletak dalam jalur yang sama berdasarkan fungsi system saraf.
Soewito (1995) menambahkan pada telapak kaki terdapat gambaran tubuh,
dimana kaki kanan mewakili tubuh bagian kanan dan kaki kiri mewakili tubuh
bagian kiri. Potter & Perry (1997) menegaskan bahwa pemberian sentuhan
terapeutik dengan menggunakan tangan akan memberikan aliran energi yang
menciptakan tubuh menjadi relaksasi, nyaman, nyeri berkurang, aktif dan
membantu tubuh untuk segar kembali.
Apabila titik tekan dipijat atau disentuh dan diberi aliran energi maka
system cerebral akan menekan besarnya sinyal nyeri yang masuk kedalam sistem
saraf yaitu dengan mengaktifkan sistem nyeri yang disebut analgesia (Guyton &
Hall, 2007). Ketika pemijatan menimbulkan sinyal nyeri, maka tubuh akan
mengeluarkan morfin yang disekresikan oleh sistem serebral sehingga
menghilangkan nyeri dan menimbulkan perasaan yang nyaman (euphoria). Reaksi
pijat refleksi terhadap tubuh tersebut akan mengeluarkan neurotransmitter yang
terlibat dalam sistem analgesia khususnya enkafalin dan endorphin yang berperan
menghambat impuls nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam system
serebral dan medulla spinalis (Guyton & Hall, 2007; Potter & Perry, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Rasa sakit yang dirasakan oleh tubuh di atur oleh dua sistem serabut saraf
yaitu serabut A-Delta bermielin dan cepat dan serabut C tidak bermeilin
berukuran sangat kecil dan lambat mengolah sinyal sebelum dikirim ke sistem
saraf pusat atau sistem serebral. Rangsangan yang masuk ke sistem saraf serabut
A-Delta mempunyai efek menghambat rasa sakit yang menuju ke serabut saraf C,
serabut saraf C bekerja untuk melawan hambatan. Sementara itu, signal dari otak
juga mempengaruhi intensitas rasa sakit yang dihasilkan. Seseorang yang merasa
sakit bila rangsangannya yang datang melebihi ambang rasa sakitnya, secara
reflek orang akan mengusap bagian yang cedera atau organ tubuh manusia yang
berkaitan dengan daerah titik tekan tersebut. Usaha tubuh untuk merangsang
serabut saraf A-Delta menghambat jalannya sinyal rasa sakit yang menuju ke
serabut C menuju ke otak, dampaknya rasa sakit yang diterima otak bisa
berkurang bahkan tidak terasa sama sekali (Guyton & Hall, 2007)
.
2.4 Metode Refleksi
Menurut Pamungkas (2009), metode pijat refleksi yang berkembang di
tanah air berasal dari dua sumber, yaitu metode dari Taiwan dan metode yang
diperkenalkan oleh Benjamin Gramm. Pada metode yang berasal dari Taiwan ini
dilakukan pemijatan dengan menekan buku jari telunjuk yang ditekuk pada zona
refleksi. Sedangkan metode kedua adalah metode yang diperkenalkan oleh
Benjamin Gramm, dimana metode ini mempergunakan alat bantu berupa stik kecil
untuk menekan zona refleksi.
Universitas Sumatera Utara
Penekanan pada saat awal dilakukan dengan lembut, kemudian secara
bertahap kekuatan penekanan ditambah sampai terasa sensasi yang ringan, tetapi
tidak sakit. Pada individu seperti bayi, maupun orang tua maka tekanan dapat
dibuat lebih lembut. Penekanan dapat dilakukan 30 detik sampai 2 menit
(Harapan, 2009). Nirmala (2004) mengatakan, jika menggunakan alat bantu stik
maka titik yang dipijat lebih terasa sakit, pijatan yang dilakukan bisa lebih kuat,
tepat sasaran, dan tidak melelahkan. Apabila dengan menggunakan tangan, saat
memijat akan terasa ada semacam butiran-butiran pasir bila organ yang dipijat ada
gangguan. Kalau pasir tersebut tidak terasa lagi saat dipijat, maka tubuh sudah
mulai membaik. Kedua metode tersebut telah berkembang di Eropa dan Amerika,
dimana keduanya sama-sama bermanfaat untuk mencegah dan menyembuhkan
penyakit.
2.5 Hal-Hal yang Perlu diperhatikan Sebelum Pijat Refleksi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pijat refleksi
menurut Nirmala (2004) dan Pamungkas (2009), yakni sebelum pemijatan, kaki
terlebih dahulu direndam air hangat yang diberi minyak essensial sejenis garam
tapi wangi. Gunanya untuk menghilangkan kotoran dan kuman yang ada di kaki,
Setelah itu, kaki dikeringkan kemudian memakai minyak khusus untuk pemijatan
supaya kulit tidak lecet ketika dipijat. Pemijatan sebaiknya dilakukan dua hari
sekali atau tiga kali dalam seminggu dan pimijatan tidak dianjurkan untuk
dilakukan setiap hari atau setiap saat karena akan merusak saraf refleks. Setiap
titik refleksi biasanya dipijat 5 menit, jika terasa sakit sekali boleh dipijat 10
Universitas Sumatera Utara
menit. Jika pemijatan terlalu keras dan klien merasa kesakitan, maka tekanan
pijatan dikurangi dan memindahkan pijat ke bagian lainnya. Jangan memijat pada
waktu klien menderita penyakit menular dan ada bagian tubuh yang luka ataupun
bengkak.
Sesudah pemijatan maka akan menimbulkan reaksi yakni pada klien yang
sakit ginjal, kadang-kadang akan mengeluarkan urine berwarna coklat atau merah
dan hal ini merupakan gejala yang normal, terasa sakit pinggang setelah pemijatan
selama hari ketiga dan keempatnya dan ini merupakan tanda bahwa peredaran
darah sudah mulai kembali normal. Selain itu, reaksi yang ditimbulkan adalah
suhu badan naik, ini merupakan reaksi yang nomal sebagai reaksi kelenjar
refleksi. Kemudian timbul adanya luka/ulkus di paha, ini merupakan bahwa
kotoran yang ada di dalam darah tidak dibuang secara normal sehingga dibuang
melalui luka/ulkus. Timbul adanya vena yang menonjol, ini merupakan sirkulasi
darah kembali normal. Tumit kaki bengkak, ini merupakan bahwa ada kelenjarnya
yang masih terhambat. Dan apabila ada salah satu bagian tubuh yang sakit, ini
disebabkan karena ada peredaran darah tersebut berhasil kembali berjalan dengan
normal.
2.6 Hal-hal yang Perlu diperhatikan Dalam Pijat Refleksi
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pijat refleksi menurut Nirmala
(2004) dan Pamungkas (2009) adalah seseorang yang hanya sekali atau dua kali
pijat belum tentu dapat sembuh dari penyakitnya, namun diperlukan waktu yang
cukup. Biasanya sakit dapat berangsur-angsur sembuh atau berkurang dengan
Universitas Sumatera Utara
rajin dipijat. Untuk penyakit yang berat biasanya diperlukan 20-30 kali pijat atau
sepuluh minggu.Bagi klien yang menderita penyakit jantung, diabetes melitus,
lever dan kanker, pemijatan atau pemberian tekanan tidak boleh kuat. Tiap
refleksi hanya boleh dipijat selama 2 menit. Pemijatan tidak boleh dilakukan
apabila klien dalam keadaan sehabis makan. Setelah selesai pemijatan dianjurkan
untuk minum air putih, agar kotoran dalam tubuh mudah terbuang bersama urine.
Bagi penderita penyakit ginjal kronis tidak dianjurkan minum lebih dari 1 gelas.
Tidak dianjurkan melakukan pemijatan jika dalam kondisi badan kurang baik
karena akan mengeluarkan tenaga keras. Dan yang terakhir tidak dianjurkan
pemijatan pada ibu hamil, karena akan terjadi peningkatan hormon dan badan
terlihat bengkak dan terasa sakit apabila ditekan begitu juga tidak dianjurkan
pada penderita rheumatoid arthtritis.
2.7 Titik-Titik Refleksi Pada Kaki dan Manfaatnya
Gambaran tubuh dengan segala isinya dapat ditemukan pada telapak kaki,
dan ini disebut titik tekan, titik tekan ini yang akan dimanfaatkan untuk suatu
penyembuhan. Bila titik-titik tekan tertentu ditekan, maka akan menimbulkan
suatu aliran energi yang mengalir sepanjang jalur zone pada zone yang ditekan
tersebut (Soewito, 1995)
.
Universitas Sumatera Utara
Berikut gambar organ tubuh manusia yang di temukan pada telapak kaki
sebagai berikut :
Gambar 1. Organ Tubuh Manusia pada Telapak Kaki
Berikut gambar titik tekan atau zona peta wilayah refleks di kaki adalah
sebagai berikut :
Telapak Kaki kanan Telapak Kaki kiri
Gambar 2. Titik Tekan atau Zona Peta Wilayah Refleks Kaki
Universitas Sumatera Utara
Kaki samping dalam Tungkai kaki Kaki samping luar
Gambar 3. Titik Tekan pada Kaki Samping Dalam, Tungkai Kaki
dan Kaki Samping Luar
Sumber : Pamungkas, Refalino. (2009). Jari Refleksi Pijat Refleksi Dengan Jari.
Yogyakarta : Lafal Indonesia
Keterangan gambar pada sistem tubuh adalah :
2.7.1 Sistem persarafan pusat
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
1. otak (brain)
2. dahi
3. otak kecil (cerebellum)
4. N. V (trigeminus)
b. Pada kaki samping luar
5. N. V (trigeminus)
2.7.2 Penglihatan
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
8. mata (eye)
Universitas Sumatera Utara
2.7.3 Pendengaran
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
9. telinga (ear)
2.7.4 Sistem pernafasan
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
7. hidung (nose)
11. otot trapezius
14. paru-paru dan bronkus (lung/broncos)
b. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki
6. hidung (nose)
10. bahu (shoulder)
43. rongga dada (chest)
44. diafragma
48. esophagus
61. iga
2.7.5 Sistem kardiovaskuler
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
29. jantung
2.7.6 Sistem pencernaan
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
16. lambung
17. duodenum
18. pankreas
Universitas Sumatera Utara
19. serabut saraf lambung
23. yeyenum
24. colon transverses
25. apendiks
26. colon desendens
27. rectum
28. anus
29. limfa
2.7.7 Sistem perkemihan
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
21. ginjal
22. ureter
23. bladder
51. uretra
2.7.8 Sistem muskuluskletal
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
28. lutut (knee)
b. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki
35. lutut (knee)
38. sendi panggul
46. rahang atas/gigi/graham (upper jaw/teeth/gums)
47. rahang bawah/gigi/graham (lower jaw/teeth/gums)
49. kunci paha (groin)
Universitas Sumatera Utara
54. tulang punggung (spine)
55. tulang pinggang (lumbar spine)
56. tulang kemaluan
57. tulang ekor (coccyx)
58. pinggul (hip)
2.7.9 Sistem reproduksi
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
29. kelenjer reproduksi (indung telur/testis)
31. kelenjer reproduksi (indung telur/testis)
b. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki
49. rahim (uterus) dan kelenjer prostat
50. penis dan vagina
2.7.10 Sistem endokrin
a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri
7. leher
12. tiroid
13. paratiroid
19. adrenal
36. kelenjer reproduksi
53. tulang leher (cervical spine)
2.7.11 Sistem kelenjer limfe
a. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki
39. kelenjer getah bening (bagian atas tubuh)
Universitas Sumatera Utara
40. kelenjer getah bening (bagian perut)
41. kelenjer getah bening (bagian dada)
45. amandel
Adapun manfaat pijat refleksi itu sendiri menurut Pamungkas (2009)
yaitu: Melancarkan sirkulasi darah di dalam seluruh tubuh, menjaga kesehatan
agar tetap prima, membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan, merangsang
produksi endorphin yang berfungsi untuk relaksasi tubuh, mengurangi beban yang
ditimbulkan akibat stress, membuang toksin, memperkuat fungsi sistem limfatik
yang menghilangkan racun dan zat bahaya lain dari tubuh, memperbaiki
keseimbangan kimiawi tubuh dan meningkatkan imunitas, memperbaiki
keseimbangan potensi elektrikal dari berbagai bagian tubuh dengan memperbaiki
kondisi zona yang berhubungan, menyehatkan dan menyeimbangkan kerja organ-
organ tubuh manusia.
2.8 Teknik-Teknik Pemijatan Refleksi
Adapun teknik-teknik pemijatan refleksi menurut Oxenford (1998) adalah
sebagai berikut :
a. Gerakan mengelus (Effleu-rage)
1) Geserkan tangan secara beruntun ke arah bawah dari puncak kaki
(bagian punggng kaki), yaitu dari puncak siku kaki (mata kaki) ke
ujung-ujung jari kaki
2) Geserkan ujung-ujung jari mengelilingi tulang siku kaki (mata
kaki), gerakan ini akan sekaligus melembutkan kulit dan jaringan
Universitas Sumatera Utara
3) Geserkan jari-jari kebawah di sisi-sisi kaki dari puncak siku kaki
(mata kaki) ke arah jari, satu tangan pada masing-masing sisi ini
akan terasa seperti air mengalir pada kaki
4) Pegang kaki, gunakan telapak dan jari-jari tangan satu lagi untuk
memijat berputar-putar dibagian punggung kaki yang terletak antara
jari kelingking dan mata kaki
b. Gerakan menyebar
1) Pegang kaki dengan kedua tangan dimana jempol tangan saling
bertemu di punggung kaki dan jari-jari lain menggenggam kaki.
Tariklah jempol dari tengah kearah sampng. Ulangi gerakan ini
secara menyeluruh sampai ke jari kaki
2) Pegang kaki dengan kedua tangan diman jempol tangan saling
bertemu ditelapak kaki dan jari-jar lain menggenggam kaki. Tarik
jempol dari tengah kearah samping. Ulangi gerakan ini secara
menyeluruh sampai ke jari kaki.
c. Siku kaki
1) Rotasi siku kaki
Pengang tumit dengan telapak tangan, tangan yang satu lagi diletakan dijari-jari
kaki dengan menggunakan empat jari tangan kemudian jempol
tangan diletakan di samping jempol kaki. Putarlah kaki searah jarum
jam. Lakukan beberapa putaran, kemudian ulangi dengan arah
sebaiknya.
Universitas Sumatera Utara
2) Peregangan siku kaki
Pegang kaki dengan cara yang sama seperti posisi rotasi sik kaki.
Regangkan kaki kearah bawah sedemikian rupa sehingga jari-jari
kaki menunjukkan kearah bawah, sejauh mungkin selama masih
terasa nyaman. Selanjutnya, dorong kaki kembali kearah tungkai
sehingga jari-jari kaki menunjuk kearah atas, sejauh mungkin selama
masih terasa nyaman.
d. Gerakan meremas/Mengaduk adonanroti
Peganglah kuat-kuat satu kaki dengan satu tangan, pijatlah telapaknya dengan
tangan lainya. Tangan yang memijat berada dalam posisi mengepal,
gunakan bagian depan (bagian bawah dari jari-jari, bukan bagian
tulang yang menonjol) dari kepalan tangan untuk memijat seluruh
telapak kaki, dengan gerakan seakan-akan meremas/mengaduk
adonan roti. Ini merupakan gerakan yang lambat, dalam dan
berirama. Terutama berguna ketika mengerjakan tumit yang keras,
disini boleh menggunakan bagian tulang yang menonjol dari sendi
kedua jari-jari untuk mengendurkan jauh ke dalam jaringan tumit,
dimana terletak refleks skiatik dan refleks pinggul.
e. Gerakan-gerakan stimulasi (Perangsangan)
1) Gerakan naik turun dan dari sisi ke sisi
Pegang kaki di antara kedua tangan, gerakan tangan-tangan dengan keras
keatas dan bawah pada sisi-sisi kaki, dari tumit ke jari-jari kaki
Universitas Sumatera Utara
sebaliknya. Dalam posisi yang sama, sekarang gulungkan kaki
diantara tangan-tangan sehingga berguling dari sisi ke sisi
2) Melonggarkan siku kaki
Setelah melakukan gerakan diatas, kerjakan bagian belakang dari n tulang siku
kaki dengan sisi-sisi tangan, dengan telapak menghadap keatas.
Berikan rangsangan dan pengenduran pada sisi-sisi tumit. Ini juga
merupakan gerakan yang cepat. Jangan menabrak bagian mata kaki
f. Rotasi jari-jari kaki
Pegang/dukung kaki dengan kuat dengan satu tangan yang memegangi
kaki pada bagian tumit dalam posisi standar. Tangan lain digunakan untuk
menggenggam jari-jari dengan kuat, tetapi tidak menekannya terlalu keras.
Putarlah jari-jari kaki, tindakan ini akan melonggarkan jari-jari kaki dan
meningkatkan kelenturan sekaligus mengendurkan otot-otot leher jari kaki.
g. Putaran spinal
Letakkan tangan dibagian punggung kaki secara berdampingan
dengan jari-jari telunjuk saling bersentuhan dan jempol-jempol tangan
berada dibawah telapak kaki. Dengan perlahan lakukan gerakan maju
mundur dibagiann punggung kaki dan sekeliling bagian dalam telapak
kaki. Selanjutnya pindahkan kedua tangan sedikit lebih depan (ke arah
jari-jari kaki) dan ulangi seluruh gerakan
Universitas Sumatera Utara
h. Diafragma
1) Pegang kaki, kemudian letakkan tangan untuk memijat dengan
jempol berada pada alas bagian bola kaki dan jari-jari tangan
terletak pada punggung kaki. Tekan ke arah bawah dimana jempol
geserkan ke samping dan ulangi penekanan. Gerakan ini seperti
mengangkat dan menurunkan botol bir dengan sebuah pegangan
besar
2) Dapat juga mengendurkan diafragma dengan memegangi kaki
dengan cara yang sama dan mengerjakan bagian diafragma dengan
memutar jempol jari tangan pemijat dengan kuat.
i. Pleksus solar
Pleksus solar terletak di garis diafragma yaitu, letakkan tangan pada
punggung kaki (jempol tangan dibagian telapak kaki) dan menekan
perlahan-perlahan bagian tengah bantalan ditelapak kaki, refleks pleksus
solar terletak di cekungan tengah-tengah bantalan. Pleksus solar adalah
tempat bersilangnya saraf-saraf bagian perut. Tempat ini merupakan pusat
utama untuk mengumpulkan stress dan semua perasaan gugup lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Berikut gambar beberapa teknik pemijatan refleksi adalah sebagai berikut :
Gambar 4. Teknik Pemijatan Refleksi
Sumber : Oxenford. (1998). Penyembuhan Dengan Refleksologi. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
3. Faktor-faktor Penyebab Klien Memilih Terapi Alternatif
Pengobatan dalam masyarakat sebagai perilaku kesehatan masyarakat
adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan
(Notoatmodjo, 2007). Terapi alternatif semakin beragam disamping pelayanan
medis yang semakin meningkat mutu dan kecanggihan teknologinya.
Ada beberapa faktor atau alasan penyebab seorang klien memilih terapi
alternatif, diantaranya : (1). Faktor sosial masyarakat, (2). Faktor ekonomi, (3).
Faktor budaya yang diadopsi klien kebanyakan, (4). Faktor psikologi, (5). Faktor
kejenuhan terhadap pelayanan medis yang tidak memberikan kesembuhan, (6).
Faktor manfaat dan keberhasilan terapi, (7). Faktor pengetahuan, (8). Persepsi
tentang sakit dan kondisi penyakit yang di derita (Mubarak, 2009; Foster &
Anderson, 1986; Turana, 2003; Varghese, 2004).
Universitas Sumatera Utara
3.1 Faktor Sosial Masyarakat
Proses sosial menurut Mubarak (2009) merupakan cara-cara berhubungan
orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial yang saling bertemu. Varghese
(2004) menyebutkan bahwa pengaruh sosial memang sangat kompleks salah
satunya adalah pengaruh orang lain atau sugesti teman yang memiliki alas an
memilihan terapi alternatif. Menurut Deucth dan Gerard (1955, dalam Maramis,
2006) hal ini disebabkan karena pengaruh informasional yaitu pengaruh agar
informasi yang diperoleh dari orang lain diterima sebagai fakta, sehingga dengan
pengaruh tersebut dapat mempengaruhi prilaku orang-orang yang berada
disekitarnya. Hal ini dapat dilihat pada fenomena sosial di sebagian masyarakat
bahwa prilaku mencari dan memelihara kesehatan pada pengobatan alternatif
tersebut sudah mendapatkan pembenaran bahkan saling merekomendasikan klien
yang sakit pada pengobatan alternatif (foster & Anderson, 1986).
3.2 Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi mepengaruhi masyarakat dalam mempertahankan kondisi
kesehatannya yang baik (Mubarak, 2009). Varghese (2004) menyatakan terapi
alternatif dipilih karena alasannya murah dalam mempertahankan derajat
kesehatan. Marsalina (2008) menambahkan bahwa pergi ke terapi alternatif
biayanya sangat terjangkau bahkan ada yang membuat gratis maka, masyarakat
dapat menikmati fasilitas kesehatan tersebut. Faktor ini diperkuat dengan persepsi
masyarakat bahwa terapi alternatif sedikit membutuhkan tenaga, biaya, dan waktu
(Foster & Anderson, 1986).
Universitas Sumatera Utara
3.3 Faktor Budaya yang Diadopsi Klien Kebanyakan
Manusia pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus
membudayakan dirinya terhadap kebutuhan dasarnya, dimana kebudayaan
merupakan keseleruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, tingkah laku, kebiasaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat (Mubarak, 2009). Salah satu alasan mengapa klien memilih tempat
terapi alternatif karena pengobatan di tempat ini memiliki seseorang yang mampu
mempercepat kesembuhan penyakitnya (Foster & Anderson, 1986).
3.4 Faktor Psikologi
Manusia merupakan makhluk bio-psiko-kultural-spiritual, dan unsur-unsur
ini saling mempengaruhi. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan yang holistic
dalam menghadapi individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan (Maramis,
2006). Termasuk diantaranya melalui pendekatan psikologis yaitu segala sesuatu
berkenaan dengan proses mental baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya
pada prilaku (Depdiknas, 2005). Kebutuhan akan hal ini tersebut menurut Kessler
& Ress L dalam Turana (2003) dapat dipenuhi oleh terapi alternatif sehingga
pasien lebih mengontrol penyakitnya. Dalam hal ini, klien memperoleh
kenyamanan pada saat berobat. Selain juga tidak menggunakan peralatan-
peralatan yang menyakitkan (Zulkifli, 1999). Sedangkan Nirmala (2004)
menambahkan, klien tidak ada keluhan atau rasa sakit selama pengobatan dan
merasa diberi efek penyegaran dan relaksasi.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Faktor Kejenuhan terhadap Pelayanan Medis yang Tidak
Memberikan Kesembuhan
Proses terapi alternatif yang terlalu lama daripada pelayanan medis
meyebabkan si penderita bosan menerima peran sebagai pasien, dan ingin segera
mengakhirinya, oleh karena itu dia berusaha mencari alternatif terapi lain yang
mempercepat penyembuhannya atau hanya memperingan rasa sakitnya (Foster &
Anderson, 1986).
Menurut Turana (2003) dari sudut pandang klien bukan suatu hal yang
penting mengenai dasar ilmiah. Pengguna dari terapi alternatif ini biasanya pula
mencoba pengobatan konvensional yang tidak menyembuhkan penyakitnya.
Kedokteran modern belum mampu secara meyakinkan menangani masalah
penyakit degeneratif seperti masalah penuaan, kanker, diabetes, hipertensi. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat dan minat pencari
pertolongan ke terapi alternatif. Harapan (2009) menambahkan, seseorang yang
sudah didiagnosa seorang dokter menderita penyakit yang parah dan dikatakan
akan bertahan dua tahun lagi, maka seseorang itu mencari pengobatan lain untuk
bertahan hidup dan mengatasi penyakitnya dengan menggunakan terapi alternatif.
3.6 Faktor Manfaat dan Keberhasilan Terapi
Varghese (2004) menyatakan keefektifan dari terapi alternatif menjadi
alasan yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan terapi alternatif. Suatu hal
dikatakan berhasil apabila mendatangkan hasil atau perubahan ke arah yang
diharapkan (Depdiknas, 2005). Pernyataan ini juga di dukung oleh Turana (2003)
Universitas Sumatera Utara
adanya beberapa manfaat umum dari terapi alternatif baik secara psikologis dan
sosial yang dapat terpengaruh akibat ketidakpastian penyakit, biaya yang rendah
dan menyenangkan, penguatan dan keterlibatan langsung klien dalam penanganan
penyakitnya.
Harapan (2009) berpendapat penggunaan terapi alternatif ini bisa langsung
dirasakan manfaat dan keberhasilannya dalam mengatasi berbagai penyakit.
Pamungkas (2009) menambahkan penggunaan terapi alternatif ini selain bisa
menyembuhkan bisa juga untuk kebugaran dan secara tidak langsung dapat
mencegah penyakit.
3.7 Faktor Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, telinga atau kognitif yang
merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang
yang didapat secara formal dan informal. Pengetahuan formal diperoleh dari
pendidikan sekolah sedangkan pengetahuan informal diperoleh dari media
informasi yaitu media cetak seperti buku-buku, majalah, surat kabar, juga media
elektronika seperti televisi, radio dan internet (Purwanto, 1996).
Pengetahuan formal terkait dengan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan
yang berbeda mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan
Universitas Sumatera Utara
bereaksi terhadap kesehatan mereka, hal ini yang juga dapat mempengaruhi dalam
hal pemilihan terhadap pengobatan (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pendidikan
yang masih rendah serta kurangnya informasi kesehatan yang diterima
menyebabkan sebagian besar masyarakat kurang menyadari akan pentingnya
kesehatan. Keadaan seperti ini membuat masyarakat berpedoman bahwa sehat
adalah kondisi fisik/biologisnya masih mampu melakukan aktivitas dan gerakan
yang normal seperti biasanya berarti dalam kondisi sehat, sedangkan konsep sakit
adalah jika kondisi tubuh sudah tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
(Foster & Anderson, 1986).
Menurut Turana (2003), bahwa sudut pandang klien bukan suatu hal yang
penting mengenai dasar ilmiah. Penggunaan terapi alternatif ini biasanya pula
sudah mencoba pengobatan konvensional yang tidak menyembuhkan
penyakitnya. Hal ini membuat pasien tidak percaya akan pelayanan medis, dan
penggunaan terapi alternatif ini mendengar keberhasilan penyembuhan alternatif
dari orang-orang disekitar lingkungan yang sudah mengalami kesembuhan
melalui pengobatan alternatif tersebut.
3.8 Persepsi Tentang Sakit dan Kondisi Penyakit yang Diderita
Pesepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.
Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap
objek yang sama (Notoatmodjo, 2007). Menurut Mubarak (2009) persepsi
terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya, dimana
penyebab penyakit dikatagorikan 2 golongan yaitu pertama personalitik karena
Universitas Sumatera Utara
penyakit timbul karena perbuatan orang lain atau berbau mistik, sedangkan kedua
yaitu naturalistik karena penyakit disebabkan faktor makanan,debu dan alam.
Foster & Anderson (1986) berpendapat Tidak ada satu perilaku
kesehatan individu yang sama dalam mencari alternatif penyembuhan, karena
memang setiap individu memiliki karakteristik perilaku sendiri-sendiri. Perilaku
seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon, baik
secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsikan penyakit dan rasa sakit
yang ada pada dirinya dan di luar dirinya), maupun aktif (tindakan) yang
dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut (Notoatmodjo, 2007).
Becker (1979 dalam Notoatmodjo 2007) mengklasifikasikan perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan yaitu: perilaku sehat dan perilaku sakit.
Perilaku sehat (health behavior) merupakan hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Sedangkan perilaku sakit (the sick role behavior) merupakan segala
tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang merasa sakit, untuk
merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
Universitas Sumatera Utara