Chapter II

30
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Terapi Alternatif 1.1 Defenisi Terapi Alternatif Terapi alternatif adalah setiap bentuk praktik pengobatan yang berada di luar bidang dan praktik pengobatan kedokteran modern (Hadibroto, 2006). Mursito (2003) menyatakan bahwa terapi alternatif digunakan diluar cara modern yang biasa dilakukan di rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan lainnya. Sedangkan menurut Mangoenprasadjo (2005), terapi alternatif merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang menggunakan cara, alat, atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran standar) dan dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran modern. Terapi alternatif menggunakan secara luas falsafah penyembuhan, pendekatan, dan berbagai jenis dan teknik terapi (Hadibroto, 2006). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi alternatif adalah praktik pengobatan, dan pelayanan kesehatan di luar praktik kedokteran yang mencakup luas falsafah penyembuhan, pendekatan dan berbagai jenis dan teknik terapi. 6 Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter II

Page 1: Chapter II

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Terapi Alternatif

1.1 Defenisi Terapi Alternatif

Terapi alternatif adalah setiap bentuk praktik pengobatan yang berada di

luar bidang dan praktik pengobatan kedokteran modern (Hadibroto, 2006).

Mursito (2003) menyatakan bahwa terapi alternatif digunakan diluar cara modern

yang biasa dilakukan di rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan lainnya.

Sedangkan menurut Mangoenprasadjo (2005), terapi alternatif merupakan bentuk

pelayanan kesehatan yang menggunakan cara, alat, atau bahan yang tidak

termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran

standar) dan dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan

kedokteran modern. Terapi alternatif menggunakan secara luas falsafah

penyembuhan, pendekatan, dan berbagai jenis dan teknik terapi (Hadibroto,

2006).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi alternatif adalah

praktik pengobatan, dan pelayanan kesehatan di luar praktik kedokteran yang

mencakup luas falsafah penyembuhan, pendekatan dan berbagai jenis dan teknik

terapi.

6

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

1.2 Jenis dan Pemilihan Tepat Terapi Alternatif

Menurut Charthy (1994 dalam Taruna, 2003) menyebutkan beberapa jenis

terapi alternatif yaitu : akupresue, akupuntur, teknik alexander, kinesiology,

aromaterapi, autogenic therapy, chiropractice, terapi warna, homeopati, osteopati,

hipnoterapi, iridology, naturopathy, terapi nutrisi, terapi polaritas, psikoterapi,

refleksiologi, pemijatan, dan pengobata.Cina.

Dalam ensiklopedia terapi alternatif, Shealy (1998) menyebutkan jenis

terapi ini dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu: pertama, terapi energi yang

meliputi akupuntur, akupresur, shiatsu, do-in, shaoilin, qiqong. T’ai chi ch’uan,

yoga, meditasi, terapi polaritas, refleksiologi, metamorphic technique, reiki,

metode bowen, ayurveda, terapi tumpangan tangan. Kedua, terapi fisik yang

meliputi masase, aromaterapi, osteopati, chiropractic, kinesiology, rolfing,

hellwork, feldenkrais methode, teknik alexander, trager work, zero balancing,

teknik relaksasi, hidroterapi, flotation therapy, metode bates. Ketiga, terapi

pikiran dan spiritual yang meliputi psikoterapi, psikoanalitik, terapi kognitif,

terapi humanistik, terapi keluarga, terapi kelompok, terapi autogenik, biofeedback,

visualisasi, hipnoterapi, dreamwork, terapi cahaya, biorhythms, terapi warna.

Sedangkan menurut Hadibroto (2006), untuk memudahkan pemahaman mengenai

cara-cara terapi alternatif yang beragam, NCCAM (National Centre for

Complementary and Alternatif Medicine), yang menjadi sub-bagian dari NIH

(National Institutes of Health), Bethesda, Maryland USA mengelompokkan terapi

alternatif menjadi lima kategori, sesuai bidang cakupannya, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

1. Alternative Medical Systems

Alternative medical systems ini adalah pengganti dengan sistem

pengobatan lengkap (healing systems) yang tidak diberikan oleh dokter biasanya.

Sistem ini berkembang sebelum ditemukan metode pengobatan konvensional.

Misalnya : pengobatan ala oriental (Oriental medicine), Ayurveda dan Naturopati.

2. Mind-Body Interventions (Intervensi pikiran-tubuh)

Memperkuat fungsi dan reaksi tubuh dengan pendayagunaan kekuatan pikiran,

misalnya : meditasi, hipnotis, berdoa dan mental healing.

3. Biological-based Therapy

Menggunakan bahan alami, misalnya herbal product (China, Barat dan obat

tradisional lainnya), diet khusus dan orthomolrcular remedies.

4. Manipulative and Body-based methods

Merangsang atau menggerakan anggota tubuh untuk mengembalikan fungsinya

yang normal, misalnya chiropractic, osteopathic manipulation, dan pijat

(massage). Juga termasuk gerak dan latihan pernafasan seperti yoga, Alexander

technique, pilates, teknik buteyko, eucapanic breathing.

5. Energy Therapy

Mendayagunakan sumber energi untuk memperbaiki fungsi sistem tubuh yang

menggunakan tenaga yang berasal dari dalam atau luar tubuh untuk mengobati

penyakit, yaitu : biofield therapies (misalnya acupuncture, acupressure, qi gong,

reiki, refleksilogi, therapeutic touch) dan bioelectromagnetic-based therapies

(adalah terapi alternatif misalnya electromagnetic field therapy).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

Menurut penelitian Supradi (1996), seseorang yang sakit akan mengambil

keputusan untuk berobat dengan mempertimbangkan 3 hal, yakni : (a). alternatif

apa saja yang dilihat masyarakat agar mampu menyelesaikan masalahnya, (b).

kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa alternatif yang

ada, dan (c). bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih pengobatan

alternatif tersebut. Cyberindo (CBN, 2004) menambahkan, perlu adanya cara

memilih terapi alternatif yang tepat dan manfaatnya dengan cerdas.

Menurut Hadibroto (2006), sebelum menggunakan terapi alternatif terlebih

dahulu harus mempelajari manfaat dan kerugiannya dan jangan mudah percaya

oleh iklan atau promosi dari penyedia jasa, terapi alternatif sering melebih-

lebihkan kehebatan produk kesehatan mereka. Badan Pengawas Obat dan

Makanan atau FDA (food and drug administration) memperingatkan untuk

berhati-hati dengan pernyataan iklan yang berlebihan, seperti :

1. Kata-kata yang menantang (red flag word)

Misalnya kata-kata : jaminan memuaskan (satisfaction guaranteed),

keajaiban pengobatan (miracle cure), atau penemuan baru (new discovery).

2. Semboyan pengobatan yang menyesatkan (pseudo-medical jargon)

Banyak istilah-istilah yang terdengar meyakinkan, tetapi tidak

didukung dengan pembuktian medis yang dapat dipercaya, misalnya, kata-kata

meremajakan, membersihkan (purify), penetral racun (detoxify), membangkitkan

tenaga baru (energiza), yang tidak begitu jelas apa maksud dengan semua itu.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

3. Menyembuhkan segalanya (cure-alls)

Jangan percaya bila ada produk atau cara penyembuhan yang dapat

menyembuhkan berbagai penyakit hanya dengan satu cara. Pada dasarnya

manusia itu unik, sehingga ada obat yang cocok bagi seseorang, tetapi tidak cocok

untuk orang lain. Walaupun gejala penyakitnya sama, tetapi penyebabnya bisa

saja berbeda.

4. Fakta anekdot (anecdotal evidence)

Pernyataan yang tidak mengandung data ilmiah tetapi cerita singkat

yang menarik karena lucu dan mengesankan, misalnya khasiat susu kuda liar yang

dipercaya ampuh menyembuhkan penyakit tertentu.

Berdasarkan uraian diatas, banyaknya terapi alternatif membuat pasien

bingung untuk memilihnya. Namun dari kriteria yang ada, terapi alternatif pijat

refleksi adalah pilihan yang cocok. Hal ini dilihat dari masuknya terapi pijat

refleksi ke dalam terapi energi. Menurut Pamungkas (2009) bahwa pemijatan

refleksi merupakan pemberian energi yang dimasukan ke dalam tubuh untuk

memperlancar peredaran darah, sehingga dapat terhindar dari penyakit dan dapat

mengobati penyakit. Terapi alternatif pijat refleksi ini langsung memberikan

sentuhan penekanan pijat pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai

pada zona terapi yang berfungsi untuk menerangkan suatu batas dan letak reflek-

reflek yang berhubungan langsung dengan organ tubuh manusia.

Hadibroto (2006) juga mengatakan, para peneliti menemukan adanya

aliran energi di dalam tubuh yang berhubungan dengan zat kimia yang berfungsi

sebagai penghantar rangsangan untuk mengontrol pusat-pusat yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

mempengaruhi organ tubuh manusia. Oxenford (1998) menambahkan, ketika

sebuah rangsangan berjalan di sepanjang garis, rangsangan itu juga akan

merangsang segala sesuatu yang berada di garis saluran tersebut. Organ-organ dan

bagian-bagian tubuh manusia yang berfungsi dengan baik akan membiarkan

energi mengalir dengan bebas melaluinya, dengan hampir tidak mengubahnya.

Tetapi, ketika rangsangan bertemu dengan area tubuh yang rusak maka efek dari

penambahan aliran energi akan merangsang bagian tersebut untuk menyembuhkan

diri sendiri.

Selain itu, pijat refleksi mudah untuk dilakukan karena tidak harus

dilakukan oleh terapis namun dapat dilakukan sendiri dimanapun dan kapanpun

jika sudah tahu titik-titik saraf mana yang akan disentuh untuk mengobati

penyakitnya. Biaya yang dikeluarkan juga relatif murah dan terjangkau serta

manfaat yang dirasakan setelah pijat refleksi juga langsung terasa oleh klien.

2. Pijat Refleksi

2.1 Defenisi Refleksi

Menurut Soewito (1995), Refleksologi adalah ilmu yang mempelajari

tentang titik-titik tekan tertentu pada kaki dan tangan manusia, untuk suatu

penyembuhan. Hadibroto (2006) menambahkan bahwa refleksologi adalah cara

pengobatan dengan merangsang berbagai daerah refleks (zona) di kaki, tangan,

dan telinga yang ada hubungannya dengan berbagai organ tubuh.

Selain itu, Pamungkas (2009) juga mendefenisikan bahwa pijat

refleksologi adalah jenis pengobatan yang mengadopsi kekuatan dan ketahanan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

tubuh sendiri, dengan cara memberikan sentuhan pijatan pada lokasi dan tempat

yang sudah dipetakan sesuai zona terapi. Zona terapi adalah wilayah/daerah yang

dibentuk oleh garis khayal (abstrak) yang berfungsi untuk menerangkan suatu

batas dan reflek-reflek yang berhubungan langung dengan organ-organ tubuh.

Sedangkan menurut Nirmala (2004), pijat refleksi temasuk suatu terapi pelengkap

atau alternatif berupa pemijatan daerah atau titik refleks pada telapak kaki atau

tangan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pijat

refleksi merupakan salah satu pengobatan pelengkap alternatif yang mengadopsi

kekuatan dan ketahanan tubuh sendiri, dimana memberikan suatu sentuhan pijatan

atau rangsangan pada telapak kaki atau tangan yang dapat menyembuhkan

penyakit serta memberikan kebugaran pada tubuh.

2.2 Sejarah Refleksi

Bukti yang paling nyata dari sudah adanya praktik refleksologi pada

kebudayaan kuno adalah ditemukan lukisan praktik refleksologi tangan dan kaki

pada lukisan dinding di makam Ankhmahor (bangsawan tertinggi di bawah

Firaun) di Saqqara, yang dikenal juga sebagai makam tabib. Lukisan dinding

Mesir ini diperkirakan berasal dari tahun 2330 SM. Sebelum penemuan ini,

anggapan umum mengenai refleksologi adalah bahwa sistem pengobataan ini

berasal dan selalu dihubungkan dengan praktik penyembuhan oriental kuno

seperti Shiatsu dan Akupunktur. Padahal di bagian dunia yang lain, suku Indian

dari Amerika Utara juga diyakini sejak zaman purba telah mengetahui cara

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

memanipulasi dan menstimulasi kaki orang sakit sebagai bagian dari praktik

penyembuhan mereka. Dari semakin banyaknya informasi yang terkumpul

akhirnya menyimpulkan, bahwa berbagai ragam praktik modern refleksologi telah

ada di semua kultur pengobatan kuno (Hadibroto, 2006).

Dalam peradaban Barat, salah satu buku yang paling awal yang berisikan

tulisan mengenai refleksologi diterbitkan pada tahun 1582 oleh dua dokter Eropa

yang paling menonjol pada zamannya, yakni Adamus dan A tatis. Selanjutnya

adalah William H. Fritzgerald yang mengembangkan dan mempromosikan praktik

refleksologi (Hadibroto, 2006).

Pada tahun 1913, Fritzgerald menemukan bahwa tekanan yang

diaplikasikan pada titik-titik tertentu di tubuh bisa mengusir rasa nyeri dan

memperbaiki fungsi dari organ-organ tubuh manusia tertentu. Berdasarkan

risetnya Friztgerald mengembangkan suatu sistim baru yang terdiri dari sepuluh

zona dan menjangkau mulai ubun-ubun hingga ujung jari kaki. Bersama Edwin

Bowers C, menulis buku berjudul Zone Therapy yang kemudian dikenal sebagai

refleksologi pada awal tahun 1960-an (Hadibroto, 2006).

Pada tahun 1961, atas desakan ikatan profesi fisioterapis, nama zone

therapy diubah menjadi reflexology (refleksologi). Nama-nama lain untuk

refleksologi yang popular di Amerika adalah Pressure Point Massage,

Compression Massage, Pointed Pressure Massage dan Vita-Flex. Sedangkan di

Eropa dan bagian dunia lain tetap banyak dipakai istilah zone therapy, di samping

Reflex Zone Therapy dan Reflexotherapy (Hadibroto, 2006)

.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

2.3 Fisiologi Pemijatan Refleksi

Pamungkas (2009) menyatakan bahwa terapi pijat refleksi adalah cara

pengobatan yang memberikan sentuhan pijatan pada lokasi dan tempat yang sudah

dipetakan sesuai pada zona terapi. Pada zona-zona ini, ada suatu batas atau letak

reflek-reflek yang berhubungan dengan organ tubuh manusia, dimana setiap organ

atau bagian tubuh terletak dalam jalur yang sama berdasarkan fungsi system saraf.

Soewito (1995) menambahkan pada telapak kaki terdapat gambaran tubuh,

dimana kaki kanan mewakili tubuh bagian kanan dan kaki kiri mewakili tubuh

bagian kiri. Potter & Perry (1997) menegaskan bahwa pemberian sentuhan

terapeutik dengan menggunakan tangan akan memberikan aliran energi yang

menciptakan tubuh menjadi relaksasi, nyaman, nyeri berkurang, aktif dan

membantu tubuh untuk segar kembali.

Apabila titik tekan dipijat atau disentuh dan diberi aliran energi maka

system cerebral akan menekan besarnya sinyal nyeri yang masuk kedalam sistem

saraf yaitu dengan mengaktifkan sistem nyeri yang disebut analgesia (Guyton &

Hall, 2007). Ketika pemijatan menimbulkan sinyal nyeri, maka tubuh akan

mengeluarkan morfin yang disekresikan oleh sistem serebral sehingga

menghilangkan nyeri dan menimbulkan perasaan yang nyaman (euphoria). Reaksi

pijat refleksi terhadap tubuh tersebut akan mengeluarkan neurotransmitter yang

terlibat dalam sistem analgesia khususnya enkafalin dan endorphin yang berperan

menghambat impuls nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam system

serebral dan medulla spinalis (Guyton & Hall, 2007; Potter & Perry, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

Rasa sakit yang dirasakan oleh tubuh di atur oleh dua sistem serabut saraf

yaitu serabut A-Delta bermielin dan cepat dan serabut C tidak bermeilin

berukuran sangat kecil dan lambat mengolah sinyal sebelum dikirim ke sistem

saraf pusat atau sistem serebral. Rangsangan yang masuk ke sistem saraf serabut

A-Delta mempunyai efek menghambat rasa sakit yang menuju ke serabut saraf C,

serabut saraf C bekerja untuk melawan hambatan. Sementara itu, signal dari otak

juga mempengaruhi intensitas rasa sakit yang dihasilkan. Seseorang yang merasa

sakit bila rangsangannya yang datang melebihi ambang rasa sakitnya, secara

reflek orang akan mengusap bagian yang cedera atau organ tubuh manusia yang

berkaitan dengan daerah titik tekan tersebut. Usaha tubuh untuk merangsang

serabut saraf A-Delta menghambat jalannya sinyal rasa sakit yang menuju ke

serabut C menuju ke otak, dampaknya rasa sakit yang diterima otak bisa

berkurang bahkan tidak terasa sama sekali (Guyton & Hall, 2007)

.

2.4 Metode Refleksi

Menurut Pamungkas (2009), metode pijat refleksi yang berkembang di

tanah air berasal dari dua sumber, yaitu metode dari Taiwan dan metode yang

diperkenalkan oleh Benjamin Gramm. Pada metode yang berasal dari Taiwan ini

dilakukan pemijatan dengan menekan buku jari telunjuk yang ditekuk pada zona

refleksi. Sedangkan metode kedua adalah metode yang diperkenalkan oleh

Benjamin Gramm, dimana metode ini mempergunakan alat bantu berupa stik kecil

untuk menekan zona refleksi.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

Penekanan pada saat awal dilakukan dengan lembut, kemudian secara

bertahap kekuatan penekanan ditambah sampai terasa sensasi yang ringan, tetapi

tidak sakit. Pada individu seperti bayi, maupun orang tua maka tekanan dapat

dibuat lebih lembut. Penekanan dapat dilakukan 30 detik sampai 2 menit

(Harapan, 2009). Nirmala (2004) mengatakan, jika menggunakan alat bantu stik

maka titik yang dipijat lebih terasa sakit, pijatan yang dilakukan bisa lebih kuat,

tepat sasaran, dan tidak melelahkan. Apabila dengan menggunakan tangan, saat

memijat akan terasa ada semacam butiran-butiran pasir bila organ yang dipijat ada

gangguan. Kalau pasir tersebut tidak terasa lagi saat dipijat, maka tubuh sudah

mulai membaik. Kedua metode tersebut telah berkembang di Eropa dan Amerika,

dimana keduanya sama-sama bermanfaat untuk mencegah dan menyembuhkan

penyakit.

2.5 Hal-Hal yang Perlu diperhatikan Sebelum Pijat Refleksi

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pijat refleksi

menurut Nirmala (2004) dan Pamungkas (2009), yakni sebelum pemijatan, kaki

terlebih dahulu direndam air hangat yang diberi minyak essensial sejenis garam

tapi wangi. Gunanya untuk menghilangkan kotoran dan kuman yang ada di kaki,

Setelah itu, kaki dikeringkan kemudian memakai minyak khusus untuk pemijatan

supaya kulit tidak lecet ketika dipijat. Pemijatan sebaiknya dilakukan dua hari

sekali atau tiga kali dalam seminggu dan pimijatan tidak dianjurkan untuk

dilakukan setiap hari atau setiap saat karena akan merusak saraf refleks. Setiap

titik refleksi biasanya dipijat 5 menit, jika terasa sakit sekali boleh dipijat 10

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

menit. Jika pemijatan terlalu keras dan klien merasa kesakitan, maka tekanan

pijatan dikurangi dan memindahkan pijat ke bagian lainnya. Jangan memijat pada

waktu klien menderita penyakit menular dan ada bagian tubuh yang luka ataupun

bengkak.

Sesudah pemijatan maka akan menimbulkan reaksi yakni pada klien yang

sakit ginjal, kadang-kadang akan mengeluarkan urine berwarna coklat atau merah

dan hal ini merupakan gejala yang normal, terasa sakit pinggang setelah pemijatan

selama hari ketiga dan keempatnya dan ini merupakan tanda bahwa peredaran

darah sudah mulai kembali normal. Selain itu, reaksi yang ditimbulkan adalah

suhu badan naik, ini merupakan reaksi yang nomal sebagai reaksi kelenjar

refleksi. Kemudian timbul adanya luka/ulkus di paha, ini merupakan bahwa

kotoran yang ada di dalam darah tidak dibuang secara normal sehingga dibuang

melalui luka/ulkus. Timbul adanya vena yang menonjol, ini merupakan sirkulasi

darah kembali normal. Tumit kaki bengkak, ini merupakan bahwa ada kelenjarnya

yang masih terhambat. Dan apabila ada salah satu bagian tubuh yang sakit, ini

disebabkan karena ada peredaran darah tersebut berhasil kembali berjalan dengan

normal.

2.6 Hal-hal yang Perlu diperhatikan Dalam Pijat Refleksi

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pijat refleksi menurut Nirmala

(2004) dan Pamungkas (2009) adalah seseorang yang hanya sekali atau dua kali

pijat belum tentu dapat sembuh dari penyakitnya, namun diperlukan waktu yang

cukup. Biasanya sakit dapat berangsur-angsur sembuh atau berkurang dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

rajin dipijat. Untuk penyakit yang berat biasanya diperlukan 20-30 kali pijat atau

sepuluh minggu.Bagi klien yang menderita penyakit jantung, diabetes melitus,

lever dan kanker, pemijatan atau pemberian tekanan tidak boleh kuat. Tiap

refleksi hanya boleh dipijat selama 2 menit. Pemijatan tidak boleh dilakukan

apabila klien dalam keadaan sehabis makan. Setelah selesai pemijatan dianjurkan

untuk minum air putih, agar kotoran dalam tubuh mudah terbuang bersama urine.

Bagi penderita penyakit ginjal kronis tidak dianjurkan minum lebih dari 1 gelas.

Tidak dianjurkan melakukan pemijatan jika dalam kondisi badan kurang baik

karena akan mengeluarkan tenaga keras. Dan yang terakhir tidak dianjurkan

pemijatan pada ibu hamil, karena akan terjadi peningkatan hormon dan badan

terlihat bengkak dan terasa sakit apabila ditekan begitu juga tidak dianjurkan

pada penderita rheumatoid arthtritis.

2.7 Titik-Titik Refleksi Pada Kaki dan Manfaatnya

Gambaran tubuh dengan segala isinya dapat ditemukan pada telapak kaki,

dan ini disebut titik tekan, titik tekan ini yang akan dimanfaatkan untuk suatu

penyembuhan. Bila titik-titik tekan tertentu ditekan, maka akan menimbulkan

suatu aliran energi yang mengalir sepanjang jalur zone pada zone yang ditekan

tersebut (Soewito, 1995)

.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

Berikut gambar organ tubuh manusia yang di temukan pada telapak kaki

sebagai berikut :

Gambar 1. Organ Tubuh Manusia pada Telapak Kaki

Berikut gambar titik tekan atau zona peta wilayah refleks di kaki adalah

sebagai berikut :

Telapak Kaki kanan Telapak Kaki kiri

Gambar 2. Titik Tekan atau Zona Peta Wilayah Refleks Kaki

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

Kaki samping dalam Tungkai kaki Kaki samping luar

Gambar 3. Titik Tekan pada Kaki Samping Dalam, Tungkai Kaki

dan Kaki Samping Luar

Sumber : Pamungkas, Refalino. (2009). Jari Refleksi Pijat Refleksi Dengan Jari.

Yogyakarta : Lafal Indonesia

Keterangan gambar pada sistem tubuh adalah :

2.7.1 Sistem persarafan pusat

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

1. otak (brain)

2. dahi

3. otak kecil (cerebellum)

4. N. V (trigeminus)

b. Pada kaki samping luar

5. N. V (trigeminus)

2.7.2 Penglihatan

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

8. mata (eye)

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

2.7.3 Pendengaran

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

9. telinga (ear)

2.7.4 Sistem pernafasan

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

7. hidung (nose)

11. otot trapezius

14. paru-paru dan bronkus (lung/broncos)

b. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki

6. hidung (nose)

10. bahu (shoulder)

43. rongga dada (chest)

44. diafragma

48. esophagus

61. iga

2.7.5 Sistem kardiovaskuler

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

29. jantung

2.7.6 Sistem pencernaan

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

16. lambung

17. duodenum

18. pankreas

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II

19. serabut saraf lambung

23. yeyenum

24. colon transverses

25. apendiks

26. colon desendens

27. rectum

28. anus

29. limfa

2.7.7 Sistem perkemihan

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

21. ginjal

22. ureter

23. bladder

51. uretra

2.7.8 Sistem muskuluskletal

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

28. lutut (knee)

b. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki

35. lutut (knee)

38. sendi panggul

46. rahang atas/gigi/graham (upper jaw/teeth/gums)

47. rahang bawah/gigi/graham (lower jaw/teeth/gums)

49. kunci paha (groin)

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II

54. tulang punggung (spine)

55. tulang pinggang (lumbar spine)

56. tulang kemaluan

57. tulang ekor (coccyx)

58. pinggul (hip)

2.7.9 Sistem reproduksi

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

29. kelenjer reproduksi (indung telur/testis)

31. kelenjer reproduksi (indung telur/testis)

b. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki

49. rahim (uterus) dan kelenjer prostat

50. penis dan vagina

2.7.10 Sistem endokrin

a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri

7. leher

12. tiroid

13. paratiroid

19. adrenal

36. kelenjer reproduksi

53. tulang leher (cervical spine)

2.7.11 Sistem kelenjer limfe

a. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki

39. kelenjer getah bening (bagian atas tubuh)

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II

40. kelenjer getah bening (bagian perut)

41. kelenjer getah bening (bagian dada)

45. amandel

Adapun manfaat pijat refleksi itu sendiri menurut Pamungkas (2009)

yaitu: Melancarkan sirkulasi darah di dalam seluruh tubuh, menjaga kesehatan

agar tetap prima, membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan, merangsang

produksi endorphin yang berfungsi untuk relaksasi tubuh, mengurangi beban yang

ditimbulkan akibat stress, membuang toksin, memperkuat fungsi sistem limfatik

yang menghilangkan racun dan zat bahaya lain dari tubuh, memperbaiki

keseimbangan kimiawi tubuh dan meningkatkan imunitas, memperbaiki

keseimbangan potensi elektrikal dari berbagai bagian tubuh dengan memperbaiki

kondisi zona yang berhubungan, menyehatkan dan menyeimbangkan kerja organ-

organ tubuh manusia.

2.8 Teknik-Teknik Pemijatan Refleksi

Adapun teknik-teknik pemijatan refleksi menurut Oxenford (1998) adalah

sebagai berikut :

a. Gerakan mengelus (Effleu-rage)

1) Geserkan tangan secara beruntun ke arah bawah dari puncak kaki

(bagian punggng kaki), yaitu dari puncak siku kaki (mata kaki) ke

ujung-ujung jari kaki

2) Geserkan ujung-ujung jari mengelilingi tulang siku kaki (mata

kaki), gerakan ini akan sekaligus melembutkan kulit dan jaringan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II

3) Geserkan jari-jari kebawah di sisi-sisi kaki dari puncak siku kaki

(mata kaki) ke arah jari, satu tangan pada masing-masing sisi ini

akan terasa seperti air mengalir pada kaki

4) Pegang kaki, gunakan telapak dan jari-jari tangan satu lagi untuk

memijat berputar-putar dibagian punggung kaki yang terletak antara

jari kelingking dan mata kaki

b. Gerakan menyebar

1) Pegang kaki dengan kedua tangan dimana jempol tangan saling

bertemu di punggung kaki dan jari-jari lain menggenggam kaki.

Tariklah jempol dari tengah kearah sampng. Ulangi gerakan ini

secara menyeluruh sampai ke jari kaki

2) Pegang kaki dengan kedua tangan diman jempol tangan saling

bertemu ditelapak kaki dan jari-jar lain menggenggam kaki. Tarik

jempol dari tengah kearah samping. Ulangi gerakan ini secara

menyeluruh sampai ke jari kaki.

c. Siku kaki

1) Rotasi siku kaki

Pengang tumit dengan telapak tangan, tangan yang satu lagi diletakan dijari-jari

kaki dengan menggunakan empat jari tangan kemudian jempol

tangan diletakan di samping jempol kaki. Putarlah kaki searah jarum

jam. Lakukan beberapa putaran, kemudian ulangi dengan arah

sebaiknya.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II

2) Peregangan siku kaki

Pegang kaki dengan cara yang sama seperti posisi rotasi sik kaki.

Regangkan kaki kearah bawah sedemikian rupa sehingga jari-jari

kaki menunjukkan kearah bawah, sejauh mungkin selama masih

terasa nyaman. Selanjutnya, dorong kaki kembali kearah tungkai

sehingga jari-jari kaki menunjuk kearah atas, sejauh mungkin selama

masih terasa nyaman.

d. Gerakan meremas/Mengaduk adonanroti

Peganglah kuat-kuat satu kaki dengan satu tangan, pijatlah telapaknya dengan

tangan lainya. Tangan yang memijat berada dalam posisi mengepal,

gunakan bagian depan (bagian bawah dari jari-jari, bukan bagian

tulang yang menonjol) dari kepalan tangan untuk memijat seluruh

telapak kaki, dengan gerakan seakan-akan meremas/mengaduk

adonan roti. Ini merupakan gerakan yang lambat, dalam dan

berirama. Terutama berguna ketika mengerjakan tumit yang keras,

disini boleh menggunakan bagian tulang yang menonjol dari sendi

kedua jari-jari untuk mengendurkan jauh ke dalam jaringan tumit,

dimana terletak refleks skiatik dan refleks pinggul.

e. Gerakan-gerakan stimulasi (Perangsangan)

1) Gerakan naik turun dan dari sisi ke sisi

Pegang kaki di antara kedua tangan, gerakan tangan-tangan dengan keras

keatas dan bawah pada sisi-sisi kaki, dari tumit ke jari-jari kaki

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II

sebaliknya. Dalam posisi yang sama, sekarang gulungkan kaki

diantara tangan-tangan sehingga berguling dari sisi ke sisi

2) Melonggarkan siku kaki

Setelah melakukan gerakan diatas, kerjakan bagian belakang dari n tulang siku

kaki dengan sisi-sisi tangan, dengan telapak menghadap keatas.

Berikan rangsangan dan pengenduran pada sisi-sisi tumit. Ini juga

merupakan gerakan yang cepat. Jangan menabrak bagian mata kaki

f. Rotasi jari-jari kaki

Pegang/dukung kaki dengan kuat dengan satu tangan yang memegangi

kaki pada bagian tumit dalam posisi standar. Tangan lain digunakan untuk

menggenggam jari-jari dengan kuat, tetapi tidak menekannya terlalu keras.

Putarlah jari-jari kaki, tindakan ini akan melonggarkan jari-jari kaki dan

meningkatkan kelenturan sekaligus mengendurkan otot-otot leher jari kaki.

g. Putaran spinal

Letakkan tangan dibagian punggung kaki secara berdampingan

dengan jari-jari telunjuk saling bersentuhan dan jempol-jempol tangan

berada dibawah telapak kaki. Dengan perlahan lakukan gerakan maju

mundur dibagiann punggung kaki dan sekeliling bagian dalam telapak

kaki. Selanjutnya pindahkan kedua tangan sedikit lebih depan (ke arah

jari-jari kaki) dan ulangi seluruh gerakan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II

h. Diafragma

1) Pegang kaki, kemudian letakkan tangan untuk memijat dengan

jempol berada pada alas bagian bola kaki dan jari-jari tangan

terletak pada punggung kaki. Tekan ke arah bawah dimana jempol

geserkan ke samping dan ulangi penekanan. Gerakan ini seperti

mengangkat dan menurunkan botol bir dengan sebuah pegangan

besar

2) Dapat juga mengendurkan diafragma dengan memegangi kaki

dengan cara yang sama dan mengerjakan bagian diafragma dengan

memutar jempol jari tangan pemijat dengan kuat.

i. Pleksus solar

Pleksus solar terletak di garis diafragma yaitu, letakkan tangan pada

punggung kaki (jempol tangan dibagian telapak kaki) dan menekan

perlahan-perlahan bagian tengah bantalan ditelapak kaki, refleks pleksus

solar terletak di cekungan tengah-tengah bantalan. Pleksus solar adalah

tempat bersilangnya saraf-saraf bagian perut. Tempat ini merupakan pusat

utama untuk mengumpulkan stress dan semua perasaan gugup lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II

Berikut gambar beberapa teknik pemijatan refleksi adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Teknik Pemijatan Refleksi

Sumber : Oxenford. (1998). Penyembuhan Dengan Refleksologi. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama

3. Faktor-faktor Penyebab Klien Memilih Terapi Alternatif

Pengobatan dalam masyarakat sebagai perilaku kesehatan masyarakat

adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan

(Notoatmodjo, 2007). Terapi alternatif semakin beragam disamping pelayanan

medis yang semakin meningkat mutu dan kecanggihan teknologinya.

Ada beberapa faktor atau alasan penyebab seorang klien memilih terapi

alternatif, diantaranya : (1). Faktor sosial masyarakat, (2). Faktor ekonomi, (3).

Faktor budaya yang diadopsi klien kebanyakan, (4). Faktor psikologi, (5). Faktor

kejenuhan terhadap pelayanan medis yang tidak memberikan kesembuhan, (6).

Faktor manfaat dan keberhasilan terapi, (7). Faktor pengetahuan, (8). Persepsi

tentang sakit dan kondisi penyakit yang di derita (Mubarak, 2009; Foster &

Anderson, 1986; Turana, 2003; Varghese, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II

3.1 Faktor Sosial Masyarakat

Proses sosial menurut Mubarak (2009) merupakan cara-cara berhubungan

orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial yang saling bertemu. Varghese

(2004) menyebutkan bahwa pengaruh sosial memang sangat kompleks salah

satunya adalah pengaruh orang lain atau sugesti teman yang memiliki alas an

memilihan terapi alternatif. Menurut Deucth dan Gerard (1955, dalam Maramis,

2006) hal ini disebabkan karena pengaruh informasional yaitu pengaruh agar

informasi yang diperoleh dari orang lain diterima sebagai fakta, sehingga dengan

pengaruh tersebut dapat mempengaruhi prilaku orang-orang yang berada

disekitarnya. Hal ini dapat dilihat pada fenomena sosial di sebagian masyarakat

bahwa prilaku mencari dan memelihara kesehatan pada pengobatan alternatif

tersebut sudah mendapatkan pembenaran bahkan saling merekomendasikan klien

yang sakit pada pengobatan alternatif (foster & Anderson, 1986).

3.2 Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi mepengaruhi masyarakat dalam mempertahankan kondisi

kesehatannya yang baik (Mubarak, 2009). Varghese (2004) menyatakan terapi

alternatif dipilih karena alasannya murah dalam mempertahankan derajat

kesehatan. Marsalina (2008) menambahkan bahwa pergi ke terapi alternatif

biayanya sangat terjangkau bahkan ada yang membuat gratis maka, masyarakat

dapat menikmati fasilitas kesehatan tersebut. Faktor ini diperkuat dengan persepsi

masyarakat bahwa terapi alternatif sedikit membutuhkan tenaga, biaya, dan waktu

(Foster & Anderson, 1986).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II

3.3 Faktor Budaya yang Diadopsi Klien Kebanyakan

Manusia pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus

membudayakan dirinya terhadap kebutuhan dasarnya, dimana kebudayaan

merupakan keseleruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung

pengetahuan, kepercayaan, tingkah laku, kebiasaan, kesenian, moral, hukum, adat

istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota

masyarakat (Mubarak, 2009). Salah satu alasan mengapa klien memilih tempat

terapi alternatif karena pengobatan di tempat ini memiliki seseorang yang mampu

mempercepat kesembuhan penyakitnya (Foster & Anderson, 1986).

3.4 Faktor Psikologi

Manusia merupakan makhluk bio-psiko-kultural-spiritual, dan unsur-unsur

ini saling mempengaruhi. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan yang holistic

dalam menghadapi individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan (Maramis,

2006). Termasuk diantaranya melalui pendekatan psikologis yaitu segala sesuatu

berkenaan dengan proses mental baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya

pada prilaku (Depdiknas, 2005). Kebutuhan akan hal ini tersebut menurut Kessler

& Ress L dalam Turana (2003) dapat dipenuhi oleh terapi alternatif sehingga

pasien lebih mengontrol penyakitnya. Dalam hal ini, klien memperoleh

kenyamanan pada saat berobat. Selain juga tidak menggunakan peralatan-

peralatan yang menyakitkan (Zulkifli, 1999). Sedangkan Nirmala (2004)

menambahkan, klien tidak ada keluhan atau rasa sakit selama pengobatan dan

merasa diberi efek penyegaran dan relaksasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II

3.5 Faktor Kejenuhan terhadap Pelayanan Medis yang Tidak

Memberikan Kesembuhan

Proses terapi alternatif yang terlalu lama daripada pelayanan medis

meyebabkan si penderita bosan menerima peran sebagai pasien, dan ingin segera

mengakhirinya, oleh karena itu dia berusaha mencari alternatif terapi lain yang

mempercepat penyembuhannya atau hanya memperingan rasa sakitnya (Foster &

Anderson, 1986).

Menurut Turana (2003) dari sudut pandang klien bukan suatu hal yang

penting mengenai dasar ilmiah. Pengguna dari terapi alternatif ini biasanya pula

mencoba pengobatan konvensional yang tidak menyembuhkan penyakitnya.

Kedokteran modern belum mampu secara meyakinkan menangani masalah

penyakit degeneratif seperti masalah penuaan, kanker, diabetes, hipertensi. Hal ini

mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat dan minat pencari

pertolongan ke terapi alternatif. Harapan (2009) menambahkan, seseorang yang

sudah didiagnosa seorang dokter menderita penyakit yang parah dan dikatakan

akan bertahan dua tahun lagi, maka seseorang itu mencari pengobatan lain untuk

bertahan hidup dan mengatasi penyakitnya dengan menggunakan terapi alternatif.

3.6 Faktor Manfaat dan Keberhasilan Terapi

Varghese (2004) menyatakan keefektifan dari terapi alternatif menjadi

alasan yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan terapi alternatif. Suatu hal

dikatakan berhasil apabila mendatangkan hasil atau perubahan ke arah yang

diharapkan (Depdiknas, 2005). Pernyataan ini juga di dukung oleh Turana (2003)

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II

adanya beberapa manfaat umum dari terapi alternatif baik secara psikologis dan

sosial yang dapat terpengaruh akibat ketidakpastian penyakit, biaya yang rendah

dan menyenangkan, penguatan dan keterlibatan langsung klien dalam penanganan

penyakitnya.

Harapan (2009) berpendapat penggunaan terapi alternatif ini bisa langsung

dirasakan manfaat dan keberhasilannya dalam mengatasi berbagai penyakit.

Pamungkas (2009) menambahkan penggunaan terapi alternatif ini selain bisa

menyembuhkan bisa juga untuk kebugaran dan secara tidak langsung dapat

mencegah penyakit.

3.7 Faktor Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, telinga atau kognitif yang

merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang

yang didapat secara formal dan informal. Pengetahuan formal diperoleh dari

pendidikan sekolah sedangkan pengetahuan informal diperoleh dari media

informasi yaitu media cetak seperti buku-buku, majalah, surat kabar, juga media

elektronika seperti televisi, radio dan internet (Purwanto, 1996).

Pengetahuan formal terkait dengan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan

yang berbeda mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II

bereaksi terhadap kesehatan mereka, hal ini yang juga dapat mempengaruhi dalam

hal pemilihan terhadap pengobatan (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pendidikan

yang masih rendah serta kurangnya informasi kesehatan yang diterima

menyebabkan sebagian besar masyarakat kurang menyadari akan pentingnya

kesehatan. Keadaan seperti ini membuat masyarakat berpedoman bahwa sehat

adalah kondisi fisik/biologisnya masih mampu melakukan aktivitas dan gerakan

yang normal seperti biasanya berarti dalam kondisi sehat, sedangkan konsep sakit

adalah jika kondisi tubuh sudah tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari

(Foster & Anderson, 1986).

Menurut Turana (2003), bahwa sudut pandang klien bukan suatu hal yang

penting mengenai dasar ilmiah. Penggunaan terapi alternatif ini biasanya pula

sudah mencoba pengobatan konvensional yang tidak menyembuhkan

penyakitnya. Hal ini membuat pasien tidak percaya akan pelayanan medis, dan

penggunaan terapi alternatif ini mendengar keberhasilan penyembuhan alternatif

dari orang-orang disekitar lingkungan yang sudah mengalami kesembuhan

melalui pengobatan alternatif tersebut.

3.8 Persepsi Tentang Sakit dan Kondisi Penyakit yang Diderita

Pesepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.

Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap

objek yang sama (Notoatmodjo, 2007). Menurut Mubarak (2009) persepsi

terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya, dimana

penyebab penyakit dikatagorikan 2 golongan yaitu pertama personalitik karena

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II

penyakit timbul karena perbuatan orang lain atau berbau mistik, sedangkan kedua

yaitu naturalistik karena penyakit disebabkan faktor makanan,debu dan alam.

Foster & Anderson (1986) berpendapat Tidak ada satu perilaku

kesehatan individu yang sama dalam mencari alternatif penyembuhan, karena

memang setiap individu memiliki karakteristik perilaku sendiri-sendiri. Perilaku

seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon, baik

secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsikan penyakit dan rasa sakit

yang ada pada dirinya dan di luar dirinya), maupun aktif (tindakan) yang

dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Becker (1979 dalam Notoatmodjo 2007) mengklasifikasikan perilaku

yang berhubungan dengan kesehatan yaitu: perilaku sehat dan perilaku sakit.

Perilaku sehat (health behavior) merupakan hal-hal yang berkaitan dengan

tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatannya. Sedangkan perilaku sakit (the sick role behavior) merupakan segala

tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang merasa sakit, untuk

merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.

Universitas Sumatera Utara