Chapter II
-
Upload
tri-wijanarko -
Category
Documents
-
view
16 -
download
0
Transcript of Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Tanaman Industri
Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia dimulai pada tahun
1984. HTI adalah hutan tanaman yang dibudidayakan untuk diambil kayunya dengan
mengindahkan kelestarian lingkungan serta prinsip ekonomi. Melalui program HTI
diharapkan produktivitas dan kualitas lahan, pasokan bahan baku bagi kepentingan
industri serta penyerapan lapangan usaha. HTI dikelola dan diusahakan berdasarkan asas
kelestarian, asas manfaat dan asas perusahaan dalam rangka meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur intensif untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku industri hasil hutan (Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI,
1999).
Atas dasar tujuan pemanfaatan hasilnya, HTI dibagi menjadi HTI pertukangan,
HTI serat (pulp), HTI energi dan HTI hasil hutan non kayu. Sampai dengan bulan Mei
1993 menurut Khaerudin 1993, perusahaan yang telah memperoleh surat keputusan (SK)
dari menteri kehutanan tentang hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) pulp
sebanyak 15 (lima belas) perusahaan, non-pulp 11 (sebelas) perusahaan, HTI –trans 100
(seratus) perusahaan dan pemegang IPP (Ijin Percobaan Penanaman) sebanyak 169
(seratus enam puluh sembilan) perusahaan dengan tanaman yang diusahakan pada lahan
HTI masih terbatas pada tanaman yang pertumbuhannya cepat (fast growing), seperti
Acacia mangium, Eucalyptus Sp., Paraserianthes falcataria (sengon), Ceiba petandra
(kapuk randu), Cassia siamea (johar), Pinus Sp., Peronema canescens (sungkai),
Pterocarpus indicus (kayu merah), Havea (karet), Aleurites molucana (kemiri),
Universitas Sumatera Utara
Anthocephalus cadamba (jabon), Shorea Sp.(meranti), Dyera costulata (jelutung).
Namun sampai pertengahan 2001 jumlah ijin yangtelah diberikan secara defiitif (melalui
Surat Keputusan) sebanyak 104 (seratus empat) unit dimana 21 (dua puluh satu) unit HTI
pulp, 32 (tiga puluh dua) unit HTI pertukangan dan 51 (lima puluh satu) unit HTI –Trans
(Departemen Kehutanan, 2000).
Biomassa Tanaman
Biomassa adalah berat bahan organik per unit area yang ada dalam beberapa
komponen ekosistem pada waktu tertentu, yang dinyatakan secara umum dalam istilah
berat kering (dry weight) atau kadang-kadang ada juga yang memberikan istilah berat
kering bebas abu (ash free dry weight) (Kusmana et. al., 1992, Kusmana, 1993 dalam
Onrizal 2004).
Biomassa dapat dibedakan menjadi 2 kategori. yaitu biomassa di atas permukaan
tanah (aboveground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (belowground
biomass). Lebih lanjut dikatakan bahwa biomassa di atas permukaan tanah adalah berat
bahan unsur organik per unit area di atas permukaan tanah pada suatu waktu tertentu
yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi
organik (Kusmana et. al., 1992, Kusmana, 1993 dalam Onrizal, 2004). Hairiah et. al.,
(2001) menyatakan biomassa di atas permukaan tanah terdiri dari batang, pohon, cabang,
dan daun pada pohon yang masih hidup, tumbuhan menjalar, tumbuhan pemanjat,
tumbuhan bawah serta tumbuhan epifit termasuk juga serasah.
Serasah adalah bahan organik dari bagian pohon yang mati yang jatuh di lantai
(daun, ranting dan alat reproduksi). Sedangkan produksi serasah adalah berat dari seluruh
Universitas Sumatera Utara
bagian material yang mati yang diendapkan di permukaan tanah pada suatu waktu
(Kusmana et. al., 2000 dalam Onrizal, 2004).
Lugo & Snedaker (1974) dalam Onrizal (2004) menyatakan bahwa biomassa
tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi,
komposisi dan struktur tegakan. Lebih lanjut Satoo & Madgwick (1982) dalam Onrizal
(2004) menyatakan kondisi iklim setempat, terutama temperatur dan curah hujan
merupakan faktor iklim yang berpengaruh terhadap biomassa.
Pengukuran Biomassa
Pengukuran biomassa total tanaman akan merupakan parameter yang paling baik
digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman, alasan pokok lain dalam penggunaan
biomassa total tanaman adalah bahwa bahan kering tanaman dipandang sebagai
manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman.
Karena itu parameter ini dapat digunakan sebagai ukuran global pertumbuhan tanaman
dengan segala peristiwa yang dialaminya (Sitompul dan Guritno, 1995).
Menurut Chapman (1976) dalam Onrizal (2004), secara garis besar metode
pendugaan biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan ke dalam dua
golongan, yaitu:
1. Metode Pemanenan
a. Metoda Pemanenan Individu Tanaman
Universitas Sumatera Utara
Metode ini dpat digunakan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan yang cukup
rendah komunitas tumbuhan dengan jeis yang sedikit. Nilai total biomassa dengan
metode ini diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu
unit area contoh.
b. Metode Pemanenan Kuadrat
Metode ini mengharuskan memanen semua individu tumbuhan dalam suatu unit
area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa didapat dengan mengkonversi
berat bahan organic tumbuhan yang dipanen ke dalam suatu unit area tertentu.
c. Metode pemanenan individu yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata
Metode ini cukup baik untuk tegakan dengan ukuran individu yang seragam.
Dengan metode ini pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan rata-rata
diameternya dan ditimbang beratnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan
menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah
individu pohon dalam suatu unit area tertentu atau jumlah berat dari semua pohon
contoh yang digandakan dengan rasio antara luas bidang dasar dari semua unit
pohon dalam suatu unit area dengan jumlah luas bidang dasar dari semua pohon
contoh.
2. Metode Pendugaan Tidak langsung
a. Metode Hubungan Allometrik
Dalam metode ini beberapa pohon contoh dengan diameter yang mewakili kisaran
kelas-kelas diameter pohon dalam suatu tegakan ditebang dan ditimbang beratnya.
Berdasarkan berat berbagai organ dari contoh, maka dibuat persamaan allometrik
antara suatu organ dengan dimensi pohon (tinggi dan diameter). Dalam penggunaan
Universitas Sumatera Utara
persamaan allometrik tersebut semua individu pohon dalam suatu unit area diduga
beratnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat
individu pohon dalam suatu unit areal tertentu.
b. Crop meter
Pendugaan biomassa dengan metode ini menggunakan seperangkat peralatan
elektroda listrik. Secara praktis dua buah elektroda listrik diletakkan di permukaan
tanah pada suatu jarak tertentu kemudian biomassa tumbuhan-tumbuhan yang
terletak antara dua elektroda dapat dipantau dengan memperhatikan electrical
capacitance yang dihasilkan pada alat tersebut.
Model Allometrik Penduga Biomassa
Hubungan allometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang
diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, yang dalam hal ini diwakili oleh karakteristik
yang berbeda dalam pohon. Contohnya adalah hubungan antara volume pohon atau
biomassa pohon dengan diameter dan tinggi total pohon. Dalam hubungan ini, volume
pohon atau biomassa pohon merupakan peubah tak bebas yang besar nilainya diduga oleh
diameter dan tinggi total pohon, yang disebut sebagai peubah bebas. Hubungan ini
biasanya dinyatakan dalam suatu persamaan allometrik (Hairiah et. al., 2001).
Persamaan allometrik dapat disusun dengan cara pengambilan contoh dengan
melakukan penebangan dan perujukan dari berbagai sumber pustaka yang mempunyai
tipe hutan yang dapat diperbandingkan. Persamaan tersebut biasanya menggunakan
diameter pohon yang diukur setinggi dada (Dbh) yang diukur 1,3 m dari permukaan tanah
sebagai dasar. Persamaan empirik untuk biomassa total W berdasarkan diameter (D)
Universitas Sumatera Utara
mempunyai sebuah bentuk polynomial: W = a + bD + cD2 + dD3 atau mengikuti fungsi:
W = aDb. Setelah persamaan allometrik disusun, hanya diperlukan mengukur Dbh (atau
parameter lain yang digunakan sebagai dasar persamaan) untuk menaksir biomassa satu
pohon. Penaksiran biomassa total untuk seluruh pohon dalam transek ukur dapat
dikonversi menjadi biomassa dalam satuan ton per hektar (Hairiah et. al., 2001).
Eucalyptus
Marga (genus) Eucalyptus mempunyai lebih dari 500 jenis pohon dan perdu,
sebahagian besar merupakan jenis asli dari Australia. Hanya ada 2 jenis yang ditemukan
tumbuh di daerah Malaysiana (Papua Nugini, Maluku, Sulawesi, dan Filipina). Beberapa
jenis berasal dari utara Australia sampai timur Malaysiana. Saat ini lebih dari 10 jenis
yang dikenal berasal dari Papua Nugini. Sebahagian besar Eucalyptus berada di wilayah
pesisir New South Wales dan barat dan Australia. Sekarang ini banyak spesies dari
Eucalyptus yang ditanam untuk hutan tanaman seperti di wilayah benua Asia, wilayah
tropis dan subtropis Afrika, selatan Eropa dan Amerika Tengah dan selatan (Prosea,
1994).
Tidak lama setelah pengembangan tanaman Eucalyptus berlangsung, pada tahun
1988 timbul kritik dan protes terhadap tanaman Eucalyptus karena adanya indikasi
pengaruh negatif terhadap lingkungan. Salah satu aspek lingkungan yang dikwatirkan
menjadi buruk adalah aspek hidrologi dari Eucalyptus. Eucalyptus yang tumbuh cepat
akan mengkonsumsi air dari dalam tanah cukup banyak, berpengaruh buruk terhadap
kesuburan tanah, tajuk yang ringan/ tipis tidak dapat melindungi permukaan tanah dari
Universitas Sumatera Utara
tetesan air hujan yang dapat menimbulkan erosi, tidak merupakan habitat yang baik dan
tidak cukup menyediakan bahan pakan bagi kehidupan liar (Pudjiharta, 2001).
Ciri Umum Eucalyptus grandis
Nama botani dari E. grandis adalah Eucalyptus grandis Hill ex Maiden.
Eucalyptus grandis adalah nama lain dari Eucalyptus saligna var pallidivalvis Baker et
Smith. Di dunia perdagangan sering disebut Flooded gum atau rose gum. Taksonomi dari
E. grandis sebagai berikut:
dunia : Spermatophyta
filum : Angiospermae
kelas : Dicotyledonae
ordo : Myrtales
famili : Myrtaceae
genus : Eucalyptus
spesies : Eucalyptus grandis
Tanaman Eucalyptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar, tingginya
60-87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan
pegagan licin, berserat, bercak luka yang mengelupas. Daun muda dan daun dewasa
sifatnya berbeda, daun dewasa umumnya berseling kadang-kadang berhadapan, tunggal,
tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila
diremas. Perbungaan berbentuk paying yang rapat kadang-kadang berupa malai rata di
ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat
atau hitam. Marga Eucalyptus termasuk kelompok yang berbuah kapsul dalam suku
Universitas Sumatera Utara
Myrtaceae dan dibagi menjadi 7-10 anak marga, setiap anak dibagi lagi menjadi beberapa
seksi dan seri (Sutisna et al., 1998 dalam Latifah 2004).
Eucalyptus mempunyai musim berbunga yang berbeda satu dengan yang lainnya.
E. deglupta April- Juli, E. pathyphylla Juli-November, E. alba Oktober, E. salgna
September-Desember, E. grandis Januari-Agustus, E. umbellate Agustus-Oktober. Biji
Eucalyptus tergolong sangat halus, kecil dan lembut (Khaerudin, 1993).
Persyaratan Tempat Tumbuh
Hampir semua jenis Eucalyptus beradaptasi dengan iklim muson. Beberapa jenis
bahkan dapat bertahan hidup di musim yang sangat kering, misalnya jenis-jenis yang
telah dibudidayakan, yaitu E. alba, E. camaldulensis, E. citriodora, E. deglupta adalah
jenis yang beradaptasi pada habitat hutan hujan dataran rendah dan hutan pegunungan
rendah, pada ketinggian 1.800 mdpl, dengan curah hujan tahunan 2.500-5.000 mm, suhu
minimum rata-rata 230C dan maksimum 310C di dataran rendah, serta pada suhu
minimum rata-rata 130C dan maksimum 290C di pegunungan (Sutisna et al., 1998 dalam
Latifah 2004).
Penelitian Model Biomassa Sebelumnya
Tabel 1 di bawah ini memperlihatkan beberapa model persamaan alometrik
biomassa jenis E. grandis yang diduga melalui penelitian sebelumnya di lokasi PT. Toba
Pulp Lestari, Tbk. oleh Mustaqim (2007). Model pendugaan biomassa yang akan diujikan
kehandalannya adalah model penduga biomassa di atas permukaan tanah yang telah
Universitas Sumatera Utara
disusun oleh Mustaqim (2007) untuk tegakan E. grandis pada IUPHHK PT. Toba Pulp
Lestari, Tbk. Sumatera Utara.
Tabel 1. Persamaan allometrik untuk menduga biomassa bagian akar tegakan Eucalyptus grandis Sektor Tele
Allometrik akar
S
R2
(%)
R2
adj
(%)
F hitung
Kriteria
Performansi
Jml
S R2 adj
B = - 7,59 + 1,40 D 3,249 88,8 88,1 126,85 Non Aplicable
B = 0,167 D1,56 0,133 90,1 89,5 146,09 1 3 4
B = 1,498 – 0,1091 D + 0,05097 D2 1,874 96,5 96,0 207,22 3 1 4
B = 0,1729 + D1,81 H- 0,263 0,136 90,3 89,0 69,74 2 4 6
B = 3,82 + 0,00175 D2H 2,087 95,4 95,1 330,24 4 2 6
Sumber: Mustaqim, 2007
Universitas Sumatera Utara