Chapter II

20
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang berarti juga minimnya oksigen ke seluruh tubuh. Apabila oksigen dalam tubuh berkurang maka orang tersebut akan menjadi lemah, lesu dan tidak bergairah. Indikasinya penyakit ini bisa diketahui dengan memeriksa kelopak mata bawah bagian dalam, ujung kuku, tangan dan kaki, jari-jari tangan dan mukosa mulut. 13 Menurut WHO (1997) seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin pada laki-laki dewasa < 13 g/dl, pada anak umur 12-13 dan wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl, pada umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl. Pada anak umur 5-11 tahun dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin < 11.5 g/dl. 14 Anemia dalam kehamilan paling sering dijumpai adalah anemia akibat kekurangan zat besi (Fe). Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang intake unsur zat besi ke dalam tubuh melalui makanan, karena gangguan absorbsi, gangguan penggunaan atau terlalu banyak zat besi yang keluar dari badan, misalnya pada perdarahan. Keperluan zat besi akan bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester II hal ini disebabkan meningkatnya kebutuhan janin yang dikandung oleh ibu. 14 Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah Universitas Sumatera Utara

description

tinjauan pustaka anemi bumil

Transcript of Chapter II

  • BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Definisi Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

    Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh

    seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang berarti juga

    minimnya oksigen ke seluruh tubuh. Apabila oksigen dalam tubuh berkurang maka

    orang tersebut akan menjadi lemah, lesu dan tidak bergairah. Indikasinya penyakit ini

    bisa diketahui dengan memeriksa kelopak mata bawah bagian dalam, ujung kuku,

    tangan dan kaki, jari-jari tangan dan mukosa mulut.13

    Menurut WHO (1997) seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin

    pada laki-laki dewasa < 13 g/dl, pada anak umur 12-13 dan wanita dewasa tidak

    hamil < 12 g/dl, pada umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl. Pada

    anak umur 5-11 tahun dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin < 11.5 g/dl.14

    Anemia dalam kehamilan paling sering dijumpai adalah anemia akibat

    kekurangan zat besi (Fe). Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang intake

    unsur zat besi ke dalam tubuh melalui makanan, karena gangguan absorbsi, gangguan

    penggunaan atau terlalu banyak zat besi yang keluar dari badan, misalnya pada

    perdarahan. Keperluan zat besi akan bertambah dalam kehamilan, terutama dalam

    trimester II hal ini disebabkan meningkatnya kebutuhan janin yang dikandung oleh

    ibu.14

    Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan

    sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah

    Universitas Sumatera Utara

  • satu atau beberapa unsur makanan yang esensial. Anemia gizi disebabkan oleh

    defisiensi zat besi, asam folat, dan/atau vitamin B12.13

    2.2. Klasifikasi Anemia

    Berdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat

    diklasifikasikan sebagai berikut:

    2.2.1. Anemia Defisiensi Besi

    Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan

    besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang yang pada

    akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi dapat

    disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi serta kehilangan besi

    akibat perdarahan menahun. Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering

    terjadi.15

    Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehingga cadangan besi

    makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted

    state. Jika kekurangan besi berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis

    berkurang sehingga dapat menimbulkan anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan

    besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada

    kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.16

    Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan menjadi

    cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika. Selain itu,

    anemia jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin, adanya

    peradangan pada sudut mulut dan nyeri pada saat menelan.16 Selain gejala khas

    Universitas Sumatera Utara

  • tersebut pada anemia defisiensi besi juga terjadi gejala umum anemia seperti lesu,

    cepat lelah serta mata berkunang-kunang.16

    2.2.2. Anemia Hipoplastik

    Anemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu

    membuat sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan

    oleh infeksi berat (sepsis), keracunan dan sinar rontgen atau radiasi. Mekanisme

    terjadinya anemia jenis ini adalah karena kerusakan sel induk dan kerusakan

    mekanisme imunologis.15 Anemia jenis ini biasanya ditandai dengan gejala

    perdarahan seperti petikie dan ekimosis (perdarahan kulit), perdarahan mukosa dapat

    berupa epistaksis, perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena

    dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang

    dijumpai , tetapi jika terjadi perdarahan pada otak sering bersifat fatal. Komplikasi

    yang dapat terjadi adalah gagal jantung akibat anemia berat dan kematian akibat

    infeksi yang disertai perdarahan. 16

    2.2.3. Anemia Megaloblastik

    Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12

    dan asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam

    sumsum tulang belakang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan

    bentuk sel yang besar.16

    Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi

    gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan vitamin B12

    dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan

    Universitas Sumatera Utara

  • secara khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat

    gangguan sintesis DNA pada inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat,

    sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel

    yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin

    yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya

    tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi

    eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada

    terjadinya anemia.15

    Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta

    dan Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa anensefali, spina bifida

    (kelainan tulang belakang yang tidak menutup), meningo-ensefalokel (tidak

    menutupnya tulang kepala). Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya

    tabung saraf tulang belakang untuk tertutup.13

    Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala yang sama

    seperti terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada defisiensi

    vitamin B12 disertai dengan gejala neurologik seperti mati rasa.15

    2.2.4. Anemia Hemolitik

    Anemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah

    penghancuran atau pemecahan sel darah merah sebelum waktunya. Hemolisis

    berbeda dengan proses penuaan yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah

    cukup umurnya.15 Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua

    golongan besar yaitu anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri

    Universitas Sumatera Utara

  • (intrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat herediter dan anemia hemolitik karena

    faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat didapatkan

    seperti malaria dan transfusi darah. 16

    Proses hemolisis akan mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang akan

    mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat

    diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga

    segera menurunkan kadar hemoglobin.15

    Seperti pada anemia lainnya pada penderita anemia hemolitik juga mengalami

    lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang. Pada anemia hemolitik yang

    disebabkan oleh faktor genetik gejala klinik yang timbul berupa ikterus,

    splenomegali, kelainan tulang dan ulkus pada kaki.16

    2.3. Mekanisme terjadinya Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

    Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan

    perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu

    selama kehamilan adalah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg

    untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan

    sekitar 2-3 mg besi/hari.17

    Volume darah ibu bertambah lebih kurang 50% yang menyebabkan konsentrasi

    sel darah merah mengalami penurunan. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi

    turun terlalu rendah yang menyebabkan Hb sampai

  • sel-sel darah merah sebagai kompensasi tubuh untuk menormalkan konsentrasi

    hemoglobin.18

    Pada kehamilan, fetus menggunakan sel darah merah ibu untuk pertumbuhan

    dan perkembangan terutama pada tiga bulan terakhir kehamilan. Bila ibu telah

    mempunyai banyak cadangan zat besi dalam sumsum tulang sebelum hamil maka

    pada waktu kehamilan dapat digunakan untuk kebutuhan bayinya.19

    Akan tetapi bila pembentukan sel-sel darah kurang dibandingkan dengan

    bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah yang menyebabkan

    konsentrasi atau kadar hemoglobin tidak dapat mencapai normal sehingga akan

    terjadi anemia. Keadaan ini dapat terjadi mulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan

    mencapai puncaknya dalam kehamilan umur 32 sampai 36 minggu.19

    2.4. Gejala Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

    Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan menjadi

    cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika. Selain itu,

    anemia jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin, adanya

    peradangan pada sudut mulut dan nyeri pada saat menelan.16 Gejala anemia pada

    kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang,

    malaise, lidah luka, nafsu makan turun, konsentrasi hilang, nafas pendek (pada

    anemia parah).20

    Keluhan anemia yang paling sering dijumpai dimasyarakat adalah yang lebih

    dikenal dengan 5L yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai. Disamping itu penderita

    kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah

    terkena infeksi.21

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5. Dampak Anemia Gizi Pada Ibu Hamil dan Janin

    Anemia selama kehamilan menyebabkan ibu tidak begitu mampu untuk

    menghadapi kehilangan darah dan membuatnya lebih rentan terhadap infeksi. Jika

    terjadi anemia kegagalan jantung cenderung terjadi. Anemia juga dapat menimbulkan

    hipoksia fetal, persalinan premature dan berpengaruh terhadap kematian ibu.22

    Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya ,

    tetapi dengan anemia akan mengurangi metabolisme tubuh sehingga menggangu

    pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.21 Akibatnya bayi dapat lahir

    dengan cacat bawaan, lahir dengan anemia, gangguan/hambatan pada pertumbuhan

    sel tubuh maupun sel otak janin sehingga pada ibu hamil dapat mengalami

    keguguran, lahir sebelum waktunya, BBLR, perdarahan sebelum dan waktu

    melahirkan serta pada anemia berat dapat menimbulkan kematian ibu dan bayi.

    Penderita kekurangan besi akan turun daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terkena

    penyakit infeksi.22

    2.6. Penyebab Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

    Secara umum ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil yaitu:

    2.6.1. Kehilangan Banyak Darah

    Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita

    tidak mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorbsi Fe ke dalam tubuh tidak

    dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi. Perdarahan patologis akibat

    penyakit/infeksi parasit dan saluran pencernaan berhubungan positif terhadap

    terjadinya anemia.22

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6.2. Asupan Fe yang Tidak Memadai

    Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai angka kecukupan gizi

    yaitu 26 mikogram/hari. Secara rata-rata wanita mengonsumsi 6,5g per hari melalui

    diet makanan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan

    sumber Fe (daging sapi, ayam, ikan, telur dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh

    variasi penyerapan Fe. Variasi ini disababkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti

    hamil dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang

    dikonsumsi. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah Fe yang

    dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah dicerna. Non heme

    iron yang membentuk 90% Fe dari makanan non daging tidak mudah diserap oleh

    tubuh.22

    2.6.3. Peningkatan Kebutuhan Fisiologi

    Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang

    lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan

    menyusui.12 Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk memenuhi kebutuhan Fe

    akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan

    untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorps Fe

    selama trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi

    menggambarkan hubungan suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan

    konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi dan

    usia kehamilan.22

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.7. Kebutuhan Zat Gizi Pada Ibu Hamil

    Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi

    dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi

    sebesar 30 sampai 40 mgr. Di samping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi

    untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin

    dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan

    akan makin banyak kehilangan zat besi.13

    Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada wanita hamil jauh lebih besar dari pada

    tidak hamil. Pada saat hamil trimester I kebutuhan zat besi sedikit karena tidak

    terjadinya menstruasi dan pertumbuhan janin lambat. Menginjak kehamilan trimester

    II (dua) sampai trimester III (tiga) terjadi pertambahan sel darah merah sampai 35%

    yang ekuivalen dengan 450 mg besi. Pertambahan ini disebabkan oleh meningkatnya

    kebutuhan oksigen oleh janin yang harus diangkut oleh sel darah merah.23

    Kemudian saat melahirkan akan terjadi kehilangan darah dan diperlukan

    pertambahan besi 300-350 mg. Diperkiakan wanita hamil sampai melahirkan

    memerlukan zat besi kurang lebih 40 mg//hari atau dua kali lipat kebutuhan daripada

    saat kondisi normal (tidak hamil). Tidak mengherankan bila banyak wanita hamil

    akhirnya menderita anemia gizi besi karena kebutuhan meningkat, tetapi konsumsi

    makanannya tidak memenuhi syarat gizi. 23

    Kebutuhan zat besi selama kehamilan akan meningkat, hal ini bertujuan untuk

    memasok tumbuh kembang janin selama dalam kandungan karena pertumbuhan janin

    memerlukan banyak sekali zat besi selain itu untuk pertumbuhan plasenta dan

    Universitas Sumatera Utara

  • peningkatan volume darah ibu, jumlah yang diperlukan sekitar 1000 mg selama

    hamil.13

    Wanita hamil biasanya tidak hanya diberi preparat besi tetapi juga asam folat

    karena anemia pada kehamilan selain disebabkan oleh defisiensi zat besi juga oleh

    kekurangan asam folat. Penelitian di Universitas California menyatakan bahwa

    asupan asam folat sebanyak 0,4 mg sehari dapat mencegah kecacatan.13

    2.8. Epidemiologi Anemia Pada Ibu Hamil

    2.8.1. Distribusi dan Frekuensi

    a. Menurut Orang

    Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan

    usia yang mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan

    kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami

    pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.10

    Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, prevalensi anemia

    pada tahun 1999-2005 di dunia masih tinggi dimana prevalensi pada balita 47,4%,

    anak usia sekolah 25,4%, wanita tidak hamil 30,2%, wanita hamil 41,8%, pada lansia

    23,9% dan terendah pada laki-laki 12,7%.6

    Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan

    tahun 2005 di 4 kabupaten/kota di Sumatera Utara yaitu Medan, Binjai, Deli Serdang

    dan Langkat prevalensi anemia pada pekerja wanita 40,5%.25

    Hal ini di tegaskan kembali oleh Amiruddin dkk pada tahun 2007 di

    Baltimurung Sulawesi Selatan menemukan hubungan umur ibu dengan kejadian

    Universitas Sumatera Utara

  • anemia dan responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden

    dengan umur < 20 tahun dan >35 tahun sebanyak 20 (74,1%) orang dan pada umur

    20-35 tahun sebanyak 51 (50.5%) orang yang menderita anemia.25 Hasil penelitian

    Hendro di Puskesmas Medan Johor Tahun 2005 menemukan bahwa proporsi ibu

    hamil yang mengalami anemia adalah pada kelompok umur 25 tahun yaitu 43,6%. 26

    b. Menurut Tempat

    Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di Negara sedang

    berkembang ketimbang Negara yang sudah maju. Prevalensi anemia ibu hamil pada

    tahun 2005 di beberapa Negara terbelakang sangat tinggi seperti di Kongo adalah

    67,30%, di Nigeria 65,51% dan di Eithopia 62,68%. Prevalensi ini mulai berkurang

    di Negara berkembang seperti di India 44,33% dan Indonesia 44,33%. Sedangkan di

    Negara maju prevalensi anemia pada ibu hamil sangat rendah yaitu 11,46% di Prancis

    dan 5,7% di United States.5

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PT Merck Tbk di Jawa Timur,

    Jawa Barat, dan Sumatera Utara prevalensi anemia cukup tinggi. Di Jawa Timur

    dengan melibatkan 5.959 peserta tes darah di tiga kota, Kediri, Jombang, dan

    Mojokerto, didapat 33% di antaranya anemia. Di Jawa Barat dengan peserta tes darah

    sebanyak 7.439 di tiga kota, Garut, Tasikmalaya, dan Cirebon, 41% di antaranya

    anemia. Sedangkan di Sumatera Utara dengan peserta tes darah sebanyak 9.377 orang

    di tiga kota, Medan, Pematang Siantar, dan Kisaran, didapati 33% di antaranya

    anemia.9

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Menurut Waktu

    Pada suatu penelitian yang diadakan di beberapa praktek bidan swasta dalam

    kotamadya Medan, ditemukan bahwa terjadi peningkatan penderita anemia dengan

    makin tuanya usia kehamilan. Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada

    trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar

    70%.4 Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang

    dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih

    lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita

    akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk

    memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih

    banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 350 mg

    akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar

    40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.8

    Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1986

    proporsi ibu hamil yang menderita anemia adalah 73,3% menurun pada tahun 1992

    menjadi 63,5%, pada tahun 1995 menurun menjadi 50,9%, tahun 2001 menurun lagi

    menjadi 40,1%. Hasil Riskesdas 2007 proporsi ibu hamil yang anemia adalah 24,5% .

    Hal ini menunjukkan keberhasilan program pemerintah dalam hal penanggulangan

    anemia pada ibu hamil.27

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.8.2. Determinan

    Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil adalah:

    a. Usia

    Umur ideal untuk kehamilan yang risikonya rendah adalah pada kelompok

    umur 20-35 tahun. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

    2010, perempuan yang mengalami kehamilan pada usia berisiko tinggi (35 tahun ke

    atas) 4,6% tidak pernah memeriksakan kehamilan, dan yang berusia < 20 tahun 5,1%

    memeriksakan kehamilan pada dukun. 28

    Kehamilan pada remaja putri sangat berisiko terhadap dirinya karena

    pertumbuhan linier (tinggi badan) pada umumnya baru selasai pada usia 16-18 tahun,

    dan dilanjutkan dengan pematangan rongga panggul beberapa tahun setelah

    pertumbuhan linier selesai. 23

    b. Umur Kehamilan

    Kebutuhan akan berbagai zat gizi termasuk zat besi pada trimester I meningkat

    secara minimal. Setelah itu sepanjang trimester II dan III, kebutuhan akan terus

    membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II

    diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah,

    pertumbuhan uterus dan payudara.13

    Menurut Doloksaribu (2006) persentase responden yang menderita anemia

    tertinggi dijumpai pada umur kehamilan triwulan II (50%) dan triwulan ke III

    (37,50%). Hal ini disebabkan karena kebutuhan zat besi pada triwulan II dan III

    meningkat dengan pesat untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah ibu.9

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Jarak Kelahiran

    Jarak kelahiran dapat menyebabkan hasil kehamilan yang kurang baik. Jarak

    dua kehamilan yang terlalu pendek akan mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu yang

    selanjutnya akan mempengaruhi hasil produksi. Menurut Depkes RI (2004) jumlah

    kelahiran yang baik agar terwujudnya keluarga sejahtera dan sehat adalah berjumlah

    2 anak saja dengan jarak kelahiran sama dengan atau lebih dari 3 tahun.6 Menurut

    penelitian yang dilakukan oleh Hendro di medan (2006) ibu hamil yang jarak

    kelahiran anaknya < 2 tahun sebagian besar menderita anemia. Seorang wanita yang

    melahirkan berturut-turut dalam jangka waktu pendek tidak sempat memulihkan

    kesehatannya serta harus membagi perhatian kepada kedua anak dalam waktu yang

    sama. 26

    d. Konsumsi Tablet Fe

    Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi zat besi dengan cara yang benar akan

    memnuhi kebutuhan zat besi dalam tubuh yang bisa meningkatkan kualitas

    kehamilan. Banyak hal yang membuat ibu hamil tidak patuh mengkonsumsi zat besi

    yang terdapat dalam tablet tambah darah yang diprogramkan pemerintah. Salah

    satunya adalah gangguan pencernaan dapat berupa mual dan muntah. Sehingga hal

    ini perlu mendapat perhatian khusus terutama dari pemberian pelayanan kesehatan

    misalnya bidan dan dokter. Jumlah tablet zat besi yang dikonsumsi ibu hamil adalah

    minimal 90 tablet dan dianjurkan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet

    tambah darah dengan dosis satu kali sehari selama masa kehamilan dan 40 hari

    setelah melahirkan.20

    Universitas Sumatera Utara

  • e. Penghasilan

    Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah

    status ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk

    membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan

    keluarga dan harga bahan makanan itu sendiri. Keluarga dengan pendapaan terbatas

    kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, terutama

    memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya. 23

    Sementara dari hasil penelitian Hendro (2006) menyatakan bahwa keluarga

    yang pendapatnya di atas UMR dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarganya

    terutama ibu hamil sehingga diasumsikan dapat mencegah terjadinya anemia

    sedangkan keluarga dengan pendapatan di bawah UMR dapat diasumsikan belum

    memenuhi kebutuhan hidup keluarganya termasuk gizi ibu hamil.26

    f. Pendidikan

    Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku

    untuk hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang

    untuk menyerap informasi-informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku

    dan gaya hidup sehari-hari, khusunya tingkat pendidikan wanita sangat

    mempengaruhi kesehatannya.6

    Dari hasil penelitian Hendro (2006), menyatakan ada hubungan yang signifikan

    antara pendidikan dengan status anemia, karena dengan tingkat pendidikan ibu yang

    rendah diasumsikan pengetahuannya tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk

    terjadinya anemia sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi maka kemungkinan

    Universitas Sumatera Utara

  • besar pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan kecil peluang

    terjadinya anemia.26

    g. Pelayanan Antenatal

    Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan terhadap ibu hamil oleh

    petugas kesehatan untuk memelihara kehamilannya yang dilaksanakan sesuai standar

    pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan. Tujuan

    pelayanan antenatal adalah mengantarkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat

    dan memperoleh bayi yang sehat, mendeteksi dan mengantisipasi dini kelainan

    kehamilan dan deteksi serta antisipasi dini kelainan janin.3

    Pelayanan antenatal meliputi lima hal yang dikenal dengan istilah 5T yaitu

    timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, nilai status

    imunisasi TT dan pemberian tablet tambah darah.3 Konsumsi zat besi sangat

    diperlukan oleh Ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah ibu dan janin dari anemia,

    dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi tablet Fe lebih

    dari 90 tablet selama kehamilan. Berdasarkan laporan Riskesdas (2010) 80,7% ibu

    hamil tablet/membeli tablet Fe, dengan jumlah hari minum 0-30 hari (36,3%), 90 hari

    atau lebih (18%), 60-89 hari (8,3%), dan 31-59 hari (2,8%). Dijumpai 38% ibu hamil

    di Sumatera Utara dan 3,6% di DI Yogyakarta yang tidak pernah minum tablet Fe. 28

    K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk

    mendapat pelayanan antenatal yang dilakukan pada trimester pertama kehamilan.

    Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan ante natal

    minimal 4 kali yaitu 1 kali pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada trimester

    kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.3

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.9. Pencegahan

    2.9.1. Pencegahan Primer

    Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian

    suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Promosi kesehatan, pendidikan

    kesehatan dan perlindungan kesehatan adalah tiga aspek utama di dalam pencegahan

    primer.29 Dalam hal ini pencegahan primer ditujukan kepada ibu hamil yang belum

    anemia. Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru

    penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor

    risiko.30

    Pencegahan primer meliputi:

    a. Edukasi (Penyuluhan)

    Petugas kesehatan dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan

    nutrition education berupa dorongan agar ibu hamil mengkonsumsi bahan

    makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah darah

    minimal selama 90 hari. Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu hamil,

    tetapi ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum

    peristiwa melahirkan. Selain itu, petugas kesehatan juga dapat berperan

    sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai

    cara mencegah anemia pada kehamilan.31

    Suplementasi Fe adalah salah satu strategi untuk meningkatkan intake Fe yang

    berhasil hanya jika individu mematuhi aturan konsumsinya. Banyak faktor

    yang mendukung rendahnya tingkat kepatuhan tersebut, salah satunya adalah

    efek samping yang tidak nyaman dari mengkonsumsi Fe adalah melalui

    Universitas Sumatera Utara

  • pendidikan tentang pentingnya suplementasi Fe dan efek samping akibat

    minum Fe.24

    b. Suplementasi Fe (Tablet Besi)

    Anemia defisiensi besi dicegah dengan memelihara keseimbangan antara

    asupan Fe dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara

    keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan yang lainnya

    tergantung pada riwayat reproduksi. Jika kebutuhan Fe tidak cukup terpenuhi

    dari diet makanan, dapat ditambah dengan suplemen Fe terutama bagi wanita

    hamil dan masa nifas.24 Suplemen besi dosis rendah (30mg/hari) sudah mulai

    diberikan sejak kunjungan pertama ibu hamil.31

    c. Fortifikasi Makanan dengan Zat Besi

    Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara

    terpusat merupakan inti pengawasan anemia di berbagai Negara. Fortifikasi

    makanan merupakan cara terampuh dalam pencegahan defisiensi besi. Produk

    makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum serta roti makanan

    yang terbuat dari jagung dan bubur jagung serta beberapa produk susu.13

    2.9.2. Pencegahan Sekunder

    Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan

    deteksi untuk menenmukan status patogenik setiap individu di dalam populasi.

    Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit menuju

    suatu perkembangan kearah kerusakan atau ketidakmampuan.29 Dalam hal ini

    pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada ibu hamil yang

    sudah mengalami gejala-gejala anemia atau tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase

    Universitas Sumatera Utara

  • asimtomatis sampai fase klinis atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan

    kesehatan.30

    Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan

    diantaranya adalah :

    a. Skrining diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus

    diobati dalam mengurangi morbiditas anemia. Bagi wanita hamil harus

    dilakukan skrining pada kunjungan I dan rutin pada setiap trimester.24

    Skrining dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi

    apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk

    dalam anemia ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan

    pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan

    darah, nadi dan melakukan anamnesa berkaitan dengan hal tersebut.

    Sehingga, tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan yang sesuai dengan

    hasil tersebut. Jika anemia berat ( Hb < 9 g/dl) dan Hct

  • 2.9.3. Pencegahan Tersier

    Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan

    dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah

    terjadi dan menimbulkan kerusakan.29 Dalam hal ini pencegahan tersier ditujukan

    kepada ibu hamil yang mengalami anemia yang cukup parah dilakukan untuk

    mencegah perkembangan penyakit ke arah yang lebih buruk untuk memperbaiki

    kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan

    jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan

    memperpanjang hidup. Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya

    yaitu :

    a. memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin

    b. mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat pada

    ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap

    mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan.30

    Universitas Sumatera Utara