Chapter II

27
BAB II SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) 2.1 Umum SDH merupakan suatu standar transmisi optik sinkron yang dapat digunakan sebagai interface untuk berbagai jenis sinyal dengan kecepatan tinggi secara efisien, termasuk sinyal kecepatan rendah yang telah ada. Pada level hirarki SDH dikenal dengan nama STMN. SDH dikembangkan dengan tujuan utamanya untuk menciptakan standarisasi bit rate secara internasional sehingga bit rate (2 Mbps untuk Eropa dan 1,5 Mbps untuk Amerika Utara dan Jepang). Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan teknologi terbaru dalam telekomunikasi dengan media kabel serat optik. Pada prinsipnya DWDM dapat dipandang sebagai sekumpulan kanal-kanal optis yang masing-masing menggunakan panjang gelombang (wavelength) cahaya berbeda- beda, tetapi semuanya menggunakan satu serat optik yang sama. Solusi teknologi tersebut mampu meningkatkan kemampuan kapasitas jaringan eksisting tanpa perlu mengeluarkan biaya penanaman kabel kembali, dan secara signifikan mampu mengurangi biaya peningkatan jaringan. 2.2 Synchronous Digital Hierarchy (SDH) SDH merupakan hirarki multiplexing yang berbasis pada transmisi sinkron yang telah ditetapkan oleh ITU-T Grid. Dalam dunia telekomunikasi, sejumlah multiplexing sinyal-sinyal dalam transmisi menimbulkan masalah dalam hal pencabangan dan penyisipan (add/drop) yang tidak mudah serta keterbatasan untuk memonitor dan mengendalikan jaringan transmisinya. Hirarki multiplexing SDH dapat dilihat pada Gambar 2.1. SDH (Synchronous Digital Hierarchy), adalah multiplex digital yang berfungsi menggabungkan: 1. Sinyal digital 2 Mbit/s, 34 Mbit/s, 140 Mbit/s menjadi : a. Sinyal STM-1 (155,52 Mbit/s) atau b. Sinyal STM-4 (622,08 Mbit/s). Universitas Sumatera Utara

description

kontrol

Transcript of Chapter II

BAB II

SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE

WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

2.1 Umum

SDH merupakan suatu standar transmisi optik sinkron yang dapat

digunakan sebagai interface untuk berbagai jenis sinyal dengan kecepatan tinggi

secara efisien, termasuk sinyal kecepatan rendah yang telah ada.

Pada level hirarki SDH dikenal dengan nama STMN. SDH dikembangkan

dengan tujuan utamanya untuk menciptakan standarisasi bit rate secara

internasional sehingga bit rate (2 Mbps untuk Eropa dan 1,5 Mbps untuk Amerika

Utara dan Jepang).

Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan

teknologi terbaru dalam telekomunikasi dengan media kabel serat optik. Pada

prinsipnya DWDM dapat dipandang sebagai sekumpulan kanal-kanal optis yang

masing-masing menggunakan panjang gelombang (wavelength) cahaya berbeda-

beda, tetapi semuanya menggunakan satu serat optik yang sama. Solusi teknologi

tersebut mampu meningkatkan kemampuan kapasitas jaringan eksisting tanpa

perlu mengeluarkan biaya penanaman kabel kembali, dan secara signifikan

mampu mengurangi biaya peningkatan jaringan.

2.2 Synchronous Digital Hierarchy (SDH)

SDH merupakan hirarki multiplexing yang berbasis pada transmisi sinkron

yang telah ditetapkan oleh ITU-T Grid. Dalam dunia telekomunikasi, sejumlah

multiplexing sinyal-sinyal dalam transmisi menimbulkan masalah dalam hal

pencabangan dan penyisipan (add/drop) yang tidak mudah serta keterbatasan

untuk memonitor dan mengendalikan jaringan transmisinya. Hirarki multiplexing

SDH dapat dilihat pada Gambar 2.1. SDH (Synchronous Digital Hierarchy),

adalah multiplex digital yang berfungsi menggabungkan:

1. Sinyal digital 2 Mbit/s, 34 Mbit/s, 140 Mbit/s menjadi :

a. Sinyal STM-1 (155,52 Mbit/s) atau

b. Sinyal STM-4 (622,08 Mbit/s).

Universitas Sumatera Utara

2. Sinyal STM-1 menjadi :

a. Sinyal STM-4, atau

b. Sinyal STM-16 (2,48832 Gbit/s).

3. Sinyal STM-4 menjadi :

a. Sinyal STM-16,

b. Sinyal STM-64 (9,95328 Gbit/s)

4. Sinyal-sinyal PDH dan STM-n menjadi sinyal SDH dengan level yang lebih

tinggi.

Gambar 2.1 Multiplexing SDH

SDH memiliki dua keuntungan pokok yaitu fleksibilitas yang demikian

tinggi dalam hal konfigurasi kanal pada simpul-simpul jaringan dan meningkatkan

kemampuan manajemen jaringan baik untuk payload traffic-nya maupun elemen-

elemen jaringan. Secara bersama-sama, kondisi ini akan memungkinkan

jaringannya untuk dikembangkan dari struktur transport yang bersifat pasif pada

PDH ke dalam jaringan lain yang secara aktif mentransportasikan dan mengatur

informasi [1].

Struktur frame SDH terendah yang didefinisikan dalam standar SDH

adalah STM-1 (Synchronous Transport Module level 1) dengan laju bit 155,520

Mbit/s (155 Mbps). Ini berarti STM-1 terdiri dari 2430 byte dengan durasi frame

125μ s. Bit rate atau kecepatan transmisi untuk level STM-N yang lebih tinggi

juga telah distandarisasi sebagai kelipatan bulat (1, 4, 16 dan 64) dari N x 155,520

Mbps, seperti yang terdapat pada Tabel 2.1 [1].

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Standar Frame dan Kecepatan SDH

Adapun fungsi SDH (Synchronous Digital Hierarchy) yaitu:

1. Mengubah sinyal bipolar PDH input menjadi sinyal unipolar NRZ.

2. Menempatkan sinyal unipolar NRZ pada containernya masing-masing :

a. C-12 untuk sinyal 2048 Kbps

b. C-3 untuk sinyal 34368 Kbps

c. C-4 untuk sinyal 139264 Kbps

3. Melengkapi sinyal-sinyal C-12, C-3 dan C-4 dengan byte-byte :

a. Over Head (POH)

b. Pointer

4. Menggabungkan sinyal-sinyal yang sudah dilengkapi dengan byte-byte

Over Head dan Pointer menjadi satu deretan sinyal serial.

5. Mengubah sinyal hasil multiplexing menjadi :

a. Sinyal Bipolar CMI untuk STM-1 yang dikirimkan melalui Radio

Gelombang Mikro Digital SDH atau melalui level SDH yang lebih

tinggi.

b. Sinyal dengan daya optik untuk STM-1 yang dikirimkan melalui kabel

optik.

Fungsi Networking utama SDH adalah sebagai berikut:

1. SDH Crossconnect – SDH Crossconnect adalah versi SDH dari suatu Time-

Space-Time crosspoint switch. Ini meng-connect berbagai channel dari

berbagai inputnya ke berbagai channel pada berbagai outputnya. Crossconnect

Universitas Sumatera Utara

SDH digunakan dalam Transit Exchanges, dimana semua input dan output

adalah terhubung ke exchanges yang lain.

2. SDH Add-Drop Multiplexer – SDH Add-Drop Multiplexer ( ADM ) dapat

menambahkan atau mengurangi setiap frame yang dimultiplexkan sehingga

menjadi 1.544Mb. Di bawah level ini, standard TDM dapat dibentuk . SDH

ADMs juga dapat berfungsi untuk SDH Crossconnect dan juga digunakan

pada End Exchanges dimana channel-channel dari subscriber-subscriber

dihubungkan ke core PSTN network [1].

2.2.1 Topologi Jaringan Transmisi SDH

Ada 2 level penggunaan elemen-elemen jaringan SDH dalam jaringan

transmisi:

1. Jaringan Akses (Access Network) untuk mengkombinasikan dan

mendistribusikan layanan-layanan yang menggunakan semua jenis bit rate

(64 kbps, VC-12, VC-3, VC-4) dan dengan bit rate transmisi STM-1,

STM-4, STM-16 dan STM-64.

2. Level Transport untuk transmisi sinyal-sinyal STM-1 STM-4, STM-16

dan STM-64 serta node-node jaringan dengan sistem Cross-Connect yang

menggunakan semua jenis bit rate (VC-12, VC-3 dan VC-4).

Elemen jaringan SDH terdiri perangkat terminal Multiplexer, ADD/Drop

Multiplxer, Digital Cross Connect, sejumlah regenerator, dan sepasang core serat

optik (TX dan RX). Topologi jaringan SDH dapat dilihat pada Gambar 2.2 [1].

Gambar 2.2 Topologi Jaringan SDH

Universitas Sumatera Utara

Berbagai macam aplikasi yang digunakan dalam SDH yaitu:

1. Aplikasi terminal point to point (end)

Gambar 2.3 berikut merupakan Topologi point-to-point yang hanya cocok

untuk trafik rendah dan pelanggan yang terkonsentrasi atau tidak menyebar.

Kelemahan dari topologi ini adalah tidak adanya proteksi yang cukup.

Gambar 2.3 Topologi Point to point tanpa Proteksi

Untuk meningkatkan keamanan jaringan bisa dilakukan peningkatan

kehandalan sistem yaitu dengan menggunakan 1 + 1 MSP Protected point-to-

point seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. Jika jarak antar terminal cukup jauh

sehingga daya optik turun sampai di bawah sensistifitas detektor optik, maka perlu

ditambahkan Optical Amplifier (atau regenerator optik) [1].

Gambar 2.4 Konfigurasi Jaringan 1+1 MSP Protected Point-to-Point

2. Aplikasi Linear Add/Drop

Linear Add/ drop ini digunakan apabila sebuah jaringan terdapat lebih dari

2 terminal. Sinyal dari perangkat terminal asal selain diturunkan di terminal

Universitas Sumatera Utara

berikutnya oleh terminal ini pula diteruskan ke terminal selanjutnya. Konfigurasi

jaringan Linear Add/Drop dapat dilihat pada Gambar 2.5 [1].

Gambar 2.5 Konfigurasi Jaringan Linear Add/Drop

3. Aplikasi Jaringan Ring Tipuan (Folded)

Apabila terminal akhir dalam suatu jaringan dihubungkan kembali dengan

serat optik (pada kabel yang sama) ke stasiun awal, maka seolah-olah membentuk

jaringan Ring atau Ring tipu-tipuan (Folded Ring). Berikut Gambar 2.6

Konfigurasi Jaringan Folded Ring [1].

Gambar 2.6 Konfigurasi Jaringan Folded Ring

4. Aplikasi Ring

Perangkat ADM 16/1 ini mampu memberikan Jaringan Ring dengan

jumlah nodes 2 sampai dengan 16. Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Ring [1].

Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Ring

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Sistem Proteksi 2-Fiber MS-SP Ring

Topologi Jaringan dengan menggunakan system proteksi 2-fiber MS-SP

Ring (Multiplex Section-Shared Protection Ring) dimana setiap saluran akan

proteksi dengan satu saluran yang lain pada arah berlawanan. Dalam hal ini

bandwidth akan berkurang menjadi setengahnya. Pada Gambar 2.8 dilukiskan

kapasitas trafik yang tersedia pada satu system STM-64 dengan menggunakan

Topologi MS-SP Ring [2].

Gambar 2.8 Trafik Normal pada Topologi 2-Fiber MS-SPRing

Jika hubungan B-C putus maka komunikasi akan berlangsung seperti

Gambar 2.9 [2].

Gambar 2.9 Loopback Protection pada Topologi 2-Fiber MS-SPRing

Universitas Sumatera Utara

2.3 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan teknik

multiplexing dimana sejumlah sinyal optik dengan panjang gelombang yang

berbeda-beda ditransmisikan secara simultan melalui sebuah serat optik tunggal.

Tiap panjang gelombang merepresentasikan sebuah kanal informasi. Pada

dasarnya, konfigurasi sistem DWDM terdiri dari sekumpulan transmitter sebagai

sumber optik yang memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang

berbeda-beda. Sinyal cahaya tersebut kemudian mengalami proses multiplexing

dan ditransmisikan secara simultan melalui medium serat optik yang sama. Di sisi

receiver, sinyal tersebut kemudian didemultiplikasi kembali dan dipisahkan

berdasarkan panjang gelombangnya masing-masing. Konfigurasi sistem DWDM

secara umum dapat diperlihatkan pada Gambar 2.10 [3].

Beberapa Channel Wavelength Independent

Beberapa Channel Wavelength Independent

Multiplex DWDM(Coupler)

Demultiplex DWDM(Splitter)Kabel Fiber Optic,

membawa beberapa channel Wavelength

Optical Transmitter (Laser) Optical Receiver (Detector)

T1T1

T2

Tn

λ1

λΝ

λ2

λ3

R1

R2

Rn

λ1

λ2

λΝ

λ3

λΝ λ3 λ2 λ1λΝ λ3 λ2 λ1

Optical Amplifier

λΝ λ3 λ2 λ1λΝ λ3 λ2 λ1

Gambar 2.10 Konfigurasi Sistem DWDM

Yang menjadi fungsi dari masing-masing bagian di atas adalah sebagai

berikut:

1. Optical Transmitter (Laser)

Sistem DWDM menggunakan resolusi yang tinggi atau band yang sempit

dan laser mengirimkan pada band panjang gelombang 1550 nm dengan 2

keuntungan

a. Memperkecil kehilangan daya optik, selama perjalanan sinyal pada kabel

serat optik dari pengirim ke penerima

Universitas Sumatera Utara

b. Memungkinkan digunakannya penguat optic untuk memperbesar daya

optik pada jarak tempuh yang lebih jauh lagi.

Laser dikirimkan dengan band yang sempit ini penting, untuk

memungkinkan spasi antar kanal menjadi dekat, dan sekaligus untuk memperkecil

efek-efek lain dari sinyal, misalnya dispersi chromatic.

2. DWDM Multiplexer

DWDM Multiplexer berfungsi untuk menggabungkan sinyal-sinyal

transmit yang mempunyai panjang gelombang berbeda-beda menjadi satu, untuk

kemudian diteruskan ke satu satu optical fiber. Untuk keperluan multiplexing ini

beberapa teknologi digunakan, termasuk filter-filter dielektrik thin-film dan

beberapa tipe optical grating. Beberapa multiplex dibuat dari completely passive

devices artinya tidak memerlukan catuan listrik [3].

Multiplex optical pasif bekerja sebagaimana prisma dengan presisi yang

sangat tinggi untuk menggabungkan beberapa sinyal individual. Multiplex ada

yang mempunyai kemampuan untuk transmit dan receive pada satu single fiber,

yang dikenal dengan be-directional transmission.

3. Optical Cable

Berfungsi untuk menyalurkan sinyal gabungan beberapa panjang

gelombang, yang datang dari DWDM Multiplexer.

4. Optical Amplifier

Berfungsi untuk menguatkan sinyal optik yang sudah mulai melemah

karena redaman sepanjang dalam perjalanan di dalam kabel serat optik. Satu

optical amplifier dapat menguatkan beberapa sinyal optik secara bersamaan.

2.3.1 Topologi Jarigan DWDM

Ada tiga topologi jaringan umum yang dapat digunakan pada sistem

DWDM yaitu:

1. Jaringan Point-to-point

2. Jaringan Star

3. Jaringan Ring

Gambar-gambar berikut memperlihatkan sistem DWDM yang

dikonfigurasi pada jaringan point-to-point, star dan jaringan ring. Pada jaringan

Universitas Sumatera Utara

star, setiap node mempunyai pemancar dan penerima dimana satu transmitter

dihubungkan ke satu input passive star dan receiver dihubungkan ke satu output

star. Jaringan DWDM juga dapat dikonfigurasikan pada bermacam-macam

jaringan ring yang berbeda. Jaringan ring ini mejadi terkenal, karena banyak

jaringan elektrik menggunakan topologi ini disebabkan pada jaringan ring mudah

mengimplementasikan konfigurasi jaringan sesuai dengan geografi yang ada.

Pada contoh berikut, setiap node dapat me-recovery setiap signal wavelength node

yang lainnya, yaitu dengan cara menggunakan wavelength-tunable receiver[3].

Gambar 2.11 berikut memperlihatkan hubungan point-to-point sistem

DWDM, dimana pada salah satu node digabungkan beberapa wavelength untuk

kemudian ditransmisikan melalui fiber optic ke beberapa lokasi dan pada node

tujuan gabungan wavelength tersebut akan di-demultiplex. Hal ini dapat

dilakukan, apabila fiber optic yang digunakan mempunyai bandwidth tinggi (high-

bandwidth) [3].

Gambar 2.11 Sistem sederhana transmisi DWDM Point-to-point

Sistem sederhana transmisi WDM point-to-point dimana WDM MUX

menggabungkan multi wavelength paralel menjadi satu wavelength serial,

diteruskan melalui label serat optik dan regenerator (jika diperlukan) ke arah

penerima. Oleh WDM DEMUX multi wavelength serial diubah menjadi multi

wavelength paralel.

Gambar 2.12 menunjukkan bentuk umum jaringan multi user dimana link

komunikasi dan routing path ditentukan oleh wavelength yang digunakan antar

switching optik. User Node-1 terhubung ke User Node-3 dengan λ3 dan User

Node-2 terhubung ke User Node-4 dengan λ4. Routing bandwidth tinggi (high-

Universitas Sumatera Utara

bandwidth routing) dapat diterapkan pada sistem DWDM, di dalam jaringan

multi-user. Tiap-tiap Wavelength harus mempunyai address, agar dapat dibedakan

antara wavelength yang satu dengan yang lainnya di dalam jaringan optikal.

Sebab setiap NODE akan mengadakan komunikasi dengan NODE lainnya, setiap

transmitter atau receiver harus mempunyai wavelength yang tunable. Pada

Gambar 2.12, dipilih transmitter yang tunable [3].

Gambar 2.12 Jaringan Generik Multi-User

Gambar 2.13 menunjukkan block diagram jaringan bintang yang

sederhana dimana:

1. Tx1 transmit λ1, Tx2 transmit λ2, …….. Txn tran smit λn k e WDM N x N

STAR, yang kemudian akan diteruskan ke penerima.

2. Semua wavelength diterima pada perangkat penerima dalam hal ini pertama –

tama multi wavelength akan diterima oleh Tunable Optical Fiber.

3. Tunable Optical Fiber akan memilih dan meneruskan wavelength yang

dikehendaki dan menekan (meredam) panjang gelombang yang tidak

dikehendaki [3].

Gambar 2.13 Block diagram jaringan bintang sederhana, dimana DWDM

digunakan untuk routing dan multiplexing

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.14 menunjukkan jaringan ring sistem WDM unidirectional,

dimana User Node-2 transmit ke User Node-N dengan λ2 dan User Node-3

transmit ke User Node-1 dengan λ3 [3].

Gambar 2.14 Jaringan Ring Unidirectional sistem DWDM

Gambar 2.15 memperlihatkan suatu jaringan Transmisi WDM Ring terdiri

dari OADM (Optical Add Drop Multiplexer) yang dapat add dan drop sinyal

optik. Sinyal IP dan STM digabungkan menjadi satu dan diteruskan ke E/O

converter untuk di add-kan ke OADM. Atau sebaliknya dari OADM sinyal di-

drop, diteruskan ke O/E converter untuk diteruskan ke DEMUX, dan dipecah

menjadi IP dan STM. HUB mengubah sinyal IP dan STM dari elektrik menjadi

optik dan digabungkan dengan wavelength yang lainnya, atau memisahkan sinyal

dengan wavelength tertentu untuk didrop dan diubah menjadi IP dan STM [3].

Gambar 2.15 Sistem Transmisi DWDM Ring

Universitas Sumatera Utara

Pada gambar kedua jaringan diatas, jaringan star dan jaringan ring setiap

node mempunyai panjang gelombang yang berbeda dan setiap 2 node dapat saling

berkomunikasi dengan menggunakan panjang gelombang tersebut. Hal ini berarti,

untuk menghubungkan N node, dibutuhkan N panjang gelombang. Keuntungan

dari topologi ini, transmisi data dari pengirim hingga penerima tidak akan

mengalami interupsi sistem seperti ini dikenal dengan istilah jaringan hop tunggal.

Karena data optik mulai dari node pengirim (originating) dan berakhir pada node

penerima (destination) tanpa berhenti di suatu node perantara [3].

Kerugian dari jaringan DWDM single hope sebagai berikut:

a. Jaringan dan semua komponen harus sebanyak N panjang gelombang dan hal

ini dapat menimbulkan kesulitan (bahkan tidak mungkin) untuk diterapkan

pada jaringan yang besar.

b. Sampai saat ini teknologi pabrik belum dapat menyediakan dan

mentransmisikan sebanyak 1000 panjang gelombang untuk 1000 jaringan

pemakai.

c. Sebagai alternatif untuk mengatasi kebutuhan N panjang gelombang untuk

mengakomodasikan N node adalah dengan diterapkannya suatu jaringan

multihop dimana setiap 2 node dapat saling berkomunikasi dengan

mengirimkan sinyalnya melalui node ke-3 dengan dimungkinkan terdapat

beberapa node perantara diantara kedua node yang bersangkutan.

Gambar 2.16 memperlihatkan suatu bus ganda multihop pada jaringan

WDM 8 node, dimana setiap node dapat mentransmisikan 2 panjang gelombang,

dan dapat menerima 2 Panjang gelombang yang lainnya. Jika Node-1 ingin

berhubungan dengan Node-5 maka Node-1 akan mentransmisikan panjang

gelombangnya sendiri, yaitu λ1. Dan dalam hal ini hanya dibutuhkan single hop.

Dan jika Node-1 ingin berhubungan dengan Node-2, maka pertama-tama Node-1

harus mengirimkan sinyalnya ke Node-5, baru kemudian ke Node-2 jadi dalam

hal ini dibutuhkan 2 hop [3].

Suatu hop tambahan akan dihapus, apabila:

1. Waktu transmit antara 2 node yang saling berhubungan meningkat,

sehingga pada umumnya hop membutuhkan suatu bentuk pendeteksian

dan pengiriman kembali.

Universitas Sumatera Utara

2. Keluaran (throughput) antara 2 node yang saling berhubungan menurun

sehingga node pengulang (relaying node) dapat mengirimkan datanya

sendiri, sementara node pengulang sedang memproses pengulangan

(relaying) data dari node-node yang lainnya.

Walaupun demikian suatu jaringan multihop dapat memperkecil jumlah

panjang gelombang dan komponen pengatur panjang gelombang (wavelength

tunable range).

Gambar 2.16 Logika Koneksi Jaringan Multihop 8 node

dengan dual-rail DWDM bus

Gambar 2.16 menunjukkan koneksi jaringan Multihop yang terdiri dari 8

node, dengan dual-rail WDM bus dimana masing-masing node dapat

mengirimkan/menerima 2 wavelength [3]:

a. Node-1 berhubungan dengan Node-5 menggunakan λ1, dan dengan Node -6

menggunakan λ2.

b. Node-2 berhubungan dengan Node-7 menggunakan λ3, dan dengan Node -8

menggunakan λ4.

c. Node-3 berhubungan dengan Node-5 menggunakan λ5, dan dengan Node -6

menggunakan λ6.

d. Node-4 berhubungan dengan Node-7 menggunakan λ7, dan dengan Node -8

menggunakan λ8.

Universitas Sumatera Utara

e. Node-5 berhubungan dengan Node-1 menggunakan λ9, dan dengan Node -2

menggunakan λ10.

f. Node-6 berhubungan dengan Node-3 menggunakan λ11, dan dengan Node -4

menggunakan λ12.

g. Node-7 berhubungan dengan Node-1 menggunakan λ13, dan dengan Node -2

menggunakan λ14.

h. Node-8 berhubungan dengan Node-3 menggunakan λ15, dan dengan Node -4

menggunakan λ16.

2.3.2 Routing Wavelength Passive

Dalam hal jumlah wavelength available yang kita miliki terbatas maka

jaringan dapat menggunakan routing passive untuk melalukan suatu sinyal pada

jaringan yang hanya berbasis pada panjang gelombangnya sendiri. Routing

didesain dengan jalan menggunakan kembali wavelength pada link-link lainnya

(non-shared links). Dapat dilihat pada Gambar 2.17, dimana user I dapat

menggunakan panjang gelombang λ1 untuk berhubungan dengan user II dan

secara bersamaan user V dapat menggunakan kembali panjang gelombang yang

sama, λ1, untuk komunikasi dengan user III. Fungsi ini sesuai dengan prinsip

cross-connect, dimana route sinyal input pada suatu wavelength menentukan

output sinyal. Operasi cross-connect DWDM passive dapat dilihat pada Gambar

2.18 [3].

Cross-connect terdiri dari:

a. Demultiplex Wavelength untuk arah sinyal masuk

b. Multiplexer Wavelength untuk sinyal arah keluar

c. Fiber yang menghubungkan tingkat input dan output

Walaupun hanya ada 2 wavelength namun terdapat 4 kemungkinan path

routing tanpa saling mengganggu yang berdasar kepada wavelength dan

transmitternya (origin). Pada umumnya, N wavelength untuk N kemungkinan

koneksi path tetapi sekarang N wavelength untuk N2 koneksi path. Panjang

gelombang yang sama dapat digunakan kembali oleh setiap port input untuk akses

ke port output yang sama sekali berbeda dan menentukan penambahan koneksi.

Teknik ini mengingkatkan kapasitas dari jaringan DWDM.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.17 Jaringan yang dilengkapi dengan wavelength reuse dengan

routing wavelength passive

Gambar 2.17 menunjukkan suatu jaringan yang dilengkapi dengan

wavelength reuse dengan routing wavelength passive yaitu routing tanpa terjadi

perubahan wavelength [3].

a. User Node-1 berhubungan dengan User Node-2 menggunakan λ1 dan dengan

User Node -5 menggunakan λ3.

b. User Node-2 berhubungan dengan User Node-1 menggunakan λ1 dan dengan

User Node -4 menggunakan λ2.

c. User Node-3 berhubungan dengan User Node-5 menggunakan λ1.

d. User Node-4 berhubungan dengan User Node-2 menggunakan λ2.

e. User Node-5 berhubungan dengan User Node-1 menggunakan λ3 dan dengan

User Node -3 menggunakan λ1.

Gambar 2.18 Cross-Connect Wavelength 2x2

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.18 menunjukkan contoh jaringan Cross Coonnect Wavelength 2

x 2 dimana routing port outputnya ditentukan oleh Input wavelength tertentu dan

input port tertentu pula. Dua buah Wavelength DEMUX masing-masing

menerima input 2 wavelength λA dan λB. Masing-masing wavelength

ditransmisikan ke dua wavelength Mux yang berbeda [3].

2.3.3 Shifting Wavelength Active

Berbeda dengan routing passive yang dibatasi pada kondisi jaringan statis,

pada shifting wavelength active sifatnya dinamis dapat menyesuaikan dengan

perubahan yang terjadi pada kondisi jaringan. Hal ini berarti bahwa perubahan

routing tergantung pada wavelength dan link yang ada. Konsep jaringan ini

memerlukan shifting wavelength active. Pada Gambar 2.20 diperlihatkan 2 LAN

kecil dihubungkan ke suatu WAN yang lebih besar dimana setiap LAN hanya

dapat mentransmisikan melalui Node-II ke Node-I, yaitu aλ dan bλ . Node-I

ingin berhubungan dengan Node-II. Apabila Node-I ingin mentransmit, maka

wavelength yang dapat digunakan hanya aλ . Karenanya, jika sinyal muncul pada

LAN kanan, hal ini akan revealed bahwa aλ sudah digunakan oleh LAN kanan.

Berarti, hanya ada satu cara bagi sinyal yang akan muncul di Node-II, yaitu

dengan mengaktifkan switch ke bλ yang dapat digunakan [3].

Gambar 2.19 Active Wavelength Switching di dalam satu WAN dinamis, 2

jaringan LAN yang lebih dapat saling berhubungan hanya dengan menggunakan

sepasang wavelength yang terbatas yaitu λa dan λb [3].

a. Pada Ring A : untuk komunikasi digunakan λb.

b. Pada Ring B : untuk komunikasi digunakan λa.

Gambar 2.19 Active Wavelength Switching di dalam suatu WAN dinamis

Universitas Sumatera Utara

Untuk komunikasi antara Ring A dan Ring B, dari Ring A sampai

Wavelength Router menggunakan λa. Pada Wavelength Router panjang

gelombang dihubungkan dari λa ke λb. λb dari Wavelength Router diteruskan ke

Ring B. LAN lainnya yang membutuhkan switching wavelength aktif adalah suatu

kondisi dimana satu set wavelength yang digunakan secara eklusif oleh antar

LAN. Wavelength yang digunakan di dalam suatu LAN dapat digunakan lagi oleh

suatu LAN yang lainnya, selama diantara wavelength tersebut tidak saling

mengganggu (interference) [3].

Gambar 2.20 Jaringan Wide Area Network (WAN)

Gambar 2.20 menunjukkan jaringan Wide Area Network (WAN) dimana

beberapa jaringan LAN (A –B –C –D) saling dihubungkan. Satu set Wavelength

Lokal yang dapat digunakan lagi oleh tiap-tiap LAN dan satu set Wavelength

Global yang digunakan untuk menghubungkan antar LAN. Penggeseran satu

panjang gelombang ke panjang gelombang yang lainnya merupakan pekerjaan

yang sangat sulit di dalam suatu jaringan. Satu metode untuk membentuk

switching panjang gelombang aktif adalah dengan menggunakan optoelectronic

penggeser panjang gelombang. Metode ini membutuhkan pengubah

optoelectronic dan akan menyebabkan suatu kejadian dimana kecepatan

optoelectronic menjadi leher botol. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan

jalan digunakannya all-optical active wavelength shifting yang bekerja pada

kecepatan tinggi. All-optical disini berarti bahwa semua penggeser panjang

gelombang (shifter) harus optical murni misalnya tidak menggunakan pengubah

optoelectronic data optik. Dalam hal ini ada beberapa metode untuk all-optical

Universitas Sumatera Utara

wavelength shifting dimana setiap methode mempunyai keuntungan dan kerugian

[3].

Gambar 2.21 Jaringan Multihop 8 node dengan dual-rail DWDM bus

Gambar 2.21 menunjukkan suatu jaringan multihop dengan 8 node yang

menggunakan bus WDM dual-rail, Node-1 berhubungan dengan Node-5 (λ1) dan

Node-1 berhubungan dengan Node-2 (λ1 dan λ10 melalui Node-5) dimana

masing-masing node dapat bekerja dengan 2 pasang wavelength yang berbeda

kombinasi λ1 s/d λ16. Semua node dapat saling berhubungan. Node-1

berhubungan dengan Node-5 menggunakan λ1. Node-2 melalui Node-5 dengan

menggunakan λ10 [3].

2.4 Sistem Proteksi

Teknologi SDH dan DWDM menggunakan sarana transmisi kabel serat

optik merupakan suatu teknologi yang digunakan untuk jaringan telekomunikasi

pada kondisi trafik tinggi. Proteksi yang digunakan pada sistem ini yaitu:

1. Path Protection

Path Protection atau disebut juga Sub Network Connection Protection

(SNCP), sinyal infomasi input pada sisi kirim ditransmisikan ke dua arah working

path dan protection path pada jaringan yang berbentuk ring. Sedangkan pada sisi

terima, akan menerima memilih/melaksanakan switching sinyal informasi mana

yang akan ditransmisikan dari sisi pengirim [4].

2. 1+1 Multiplex Section Protection

Universitas Sumatera Utara

Pada sistem proteksi ini, sinyal informasi dikirim dari sisi multiplex secara

parallel melalui media serat optik ke sistem serat optik working dan serat optik

protection. Di sisi terima, akan dilaksanakan switching, dipilih sinyal mana yang

mempunyai kualitas baik. Jadi switching terjadi pada sisi terima (proteksi ada

pada sisi terima).

3. 1:1 Multiplex Section Protection

Multiplex Section Protection merupakan sistem proteksi untuk multiplex

dimana sistem switching terjadi pada sisi kirim dan sisi terima secara bersamaan

dipilih kualitas sinyal informasi yang memenuhi tolok ukur Bit error rate (proteksi

terdapat pada sisi kirim dan terima). Sinyal informasi dikirim secara paralel

melalui serat optik working dan serat optik protection [4].

4. Bi-directional Selfhealing Ring (BSHR)

Proteksi ini merupakan kombinasi dari path protection dan line protection.

Pada saat kondisi normal, bagian switching/proteksi tidak akan bekerja. Sinyal

informasi akan ditransmisikan pada sistem working. Jika serat optik terjadi

gangguan (putus), multiplex akan melaksanakan loopback ke sistem proteksi.

5. Card/Module Protection

Card Protection adalah sistem protection yang dilaksanakan pada tingkat

equipment (module). Proteksi modul ini dirancang untuk melaksanakan proteksi

apabila module working terganggu dan akan diswitch ke modul proteksi yang

dikendalikan oleh module switching [4].

Card Protection ada 2 tipe:

a. Tipe 1: N Card Protection. Tipe ini, beberapa module working diproteksi

oleh satu module protection.

b. Tipe 1+1 Card Protection. Tipe ini, satu module working diproteksi oleh

satu module Protection.

6. Power Supply Protection

Power supply protection adalah sistem proteksi untuk perangkat power

supply artinya setiap modul yang terpasang dicatu oleh dua power supply secara

parallel [4].

Universitas Sumatera Utara

2.5 Sistem Amplifikasi

Untuk melengkapi handalnya jaringan beroperasi, perlu adanya amplifier

yang mampu memberikan daya. Ada 3 bagian amplifikasi dalam sistem ini yaitu

Amplifier EDFA, Semiconductor Optical Amplifier (SOA) dan Amplifier Raman.

Sehubungan dengan penguatan yang digunakan dalam proyek ini maka hanya

dibahas 2 amplifikasi saja yaitu Amplifier EDFA dan Amplifier Raman[5].

2.5.1 Amplifier EDFA

Untuk penguatan optical disediakan tehnologi Erbium Doped Fiber

Amplifier (EDFA). SURPASS hiT 7500 dilengkapi dengan broadband EDFA,

yang dapat menguatkan seluruh channels optic secara bersamaan, sehingga

memperpanjang jarak tempuh transmisi lebih dari 3000 km dan dapat

mentransmisikan individual wavelengths dengan bit rates s/d 40 Gbit/s .

Gambar 2.22 Arsitektur EDFA

Module optical EDFA mempunyai 3 tingkat penguat optical dimana

EDFA tingkat pertama akan bekerja menguatkan sinyal dengan power rendah

secara optimal dan menguatkan noise sekecil mungkin. Antara EDFA tingkat

pertama dan tingkat kedua (mid-stage access point pertama), dipasang suatu

Variable Optical Attenuator (VOA) untuk setting agar EDFA dapat menguatkan

sinyal secara optimal [5].

EDFA tingkat kedua menyediakan penguatan optical yang moderat,

sehingga level output signal sesuai dengan kebutuhan dispersion-compensating

module (DCM), yang dipasang pada mid-stage access point kedua. Pada mid-

Universitas Sumatera Utara

stage access point kedua dapat ditambahkan spectral control untuk Hit7500,

misalnya Pre-Tilt compensation filter untuk menekan Raman Tilt.

EDFA tingkat ketiga (terakhir) untuk mengoptimalkan penguatan terhadap

sinyal optik sebelum dikirim saluran. Disini dapat ditambahkan modul External

pump untuk meningkatkan power sinyal output.

Untuk memperkuat EDFA disini ditambahkan pada OLI suatu alat ukur

power Optical Performance Analyzer for Power (OPAP) sehingga dapat

meningkatkan performansi perangkat. OPAP digunakan untuk memonitor

penguatan tilt channel yang dikuatkan dan menyediakan feedback untuk Pre-Tilt

compensation filter untuk memperoleh kompensasi yang lebih akurat sepanjang

link. Skema 3 tingkatan Amplifikasi EDFA diperlihatkan pada Gambar 2.22

berikut [5].

Gambar 2.23 Skema Amplifikasi (tiga tingkatan EDFA Amplifier)

Adapun keuntungan EDFA yaitu:

1. Efficient pumping

2. Sensitifitas polarisasi yang minimal

3. Daya output yang tinggi

4. Rendah noise

5. Rendah distorsi dan minimal crosstalk

6. Mempunyai efisiensi lebih tinggi dari Raman untuk low amplifier pump

powers (aplikasi kanal rendah).

7. Dapat digabung dengan Raman, untuk mendapat hasil yang jauh lebih baik

lagi.

Universitas Sumatera Utara

Kekurangan EDFA :

1. Terbatas untuk band C dan L

2. Pada higher amplifier pump powers (aplikasi kanal lebih tinggi) kurang efisien

dibanding Raman amplifiers

2.5.2 Raman amplification

Untuk lebih memperpanjang jarak antara inline amplifier sites dan total

optical transmission reach, SURPASS hiT7500 dilengkapi dengan Raman

amplification. Dasar dari Raman amplification adalah energy scattering effect

yang disebut Stimulated Raman Scattering (SRS). SRS bekerja dengan cara

mentransfer power dari signal pada higher frequency (lower wavelength) ke satu

lower frequency (higher wavelength) didalam media fiber optic.

Hal ini dapat digunakan untuk menguatkan sinyal optical pada gelombang

lower frequency yang membawa sinyal trafik sebenarnya, selama sinar pada

higher frequency berfungsi sebagai pump source. Proses amplifikasi Raman

terjadi pada ujung akhir dari suatu optical span SURPASS hiT7500. Jika signal

melemah, maka terhadap energi signal tersebut akan diperbarui melalui pump

light yang akan diinsertkan pada ujung akhir dari hop pada arah yang berlawanan.

Seperti pada Gambar 2.24 penguatan Raman yang sebenarnya terjadi

hanya pada span beberapa kilometers terakhir. Peristiwa ini dikenal dengan istilah

contra-directional Raman pumping, dimana Raman pump light berjalan pada

arah yang berlawanan dengan arah signal traffic yang sebenarnya. Raman

amplification mempunyai beberapa implikasi penting untuk sistem DWDM [5]:

1. Memungkinkan spasi antar optical amplifiers ditingkatkan

2. Mengurangi power output per channel EDFA, sehingga meningkatkan

jumlah total dari optical spans. Hal ini menyebabkan sistem SURPASS

hiT7500 dapat dikembangkan menjadi sistem Ultra Long Haul (ULH).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.24 Arsitektur Raman Amplification

Keuntungan Raman yaitu :

1. Bandwidth lebar.

2. Dapat bekerja pada band C, L, dan S.

3. Penguatan Raman dapat muncul di dalam ordinary silica fibers

4. Pada higher amplifier pump powers (aplikasi kanal lebih tinggi) lebih efisien

dari EDFAs.

5. Dapat digabung dengan Raman, untuk mendapat hasil yang jauh lebih baik

lagi.

Kekurangan Raman :

Mempunyai efisiensi lebih rendah dari EDFAs untuk low amplifier pump powers

(aplikasi kanal rendah) [5].

2.6 Dispersion Compensating Fiber

Dispersion Compensating Fiber (DCF) digunakan sebagai

pengkompensasi akumulasi dispersi pulsa akibat pengaruh dispersi kromatik.

DCF merupakan serat optik dengan panjang tertentu yang dibuat dari material

yang memiliki koefisien dispersi kromatik yang khusus pada panjang gelombang

operasinya. Koefisien dispersinya kromatik ini bernilai negatif dan bernilai lebih

besar per unit panjangnya dibandingkan dengan koefisien dispersi dari serat optik

yang digunakan sistem. Dengan karakteristik ini, maka panjang DCF yang cukup

pendek dapat mengkompensasi akumulasi dispersi kromatik pada serat optik yang

digunakan sistem.

Universitas Sumatera Utara

2.7 Regenerator / Optical Amplifier

Adapun yang menjadi bagian dari regenerator/Optical Amplifier dalam

DWDM ini yaitu :

1. Pre-amplifier

Ditempatkan persis sebelum receiver, untuk menaikkan kekuatan signal;

sesuai dengan rentang sensitivitas receiver.

2. Post amplifier

menguatkan sinyal pada sisi pengirim, dipasang persis setelah transmitter.

3. In-Line Amplifier (ILA)

Ditempatkan kira-kira setiap 80 s/d 100 km media optik, untuk menguatkkan

signal yang mengalami redaman selama dalam transmisi untuk mencapai

tempat yang dituju, ILA berikutnya atau sisi terminal. ILA bekerja pada

daerah optik, dan berfungsi sebagai amplifier 1R.

Amplifier dikatagorikan kedalam 1R, 2R, dan 3R:

a. 1R : Re-amplify

b. 2R : Re-amplify dan reshape

c. 3R : Re-amplify, reshape, dan retime

Pengembangan jaringan WDM/DWDM agar mencakup jarak lebih jauh

dan/atau menambah jumlah node memerlukan penyisipan repeater atau amplifier.

Amplifier dapat menyediakan regenerasi 1R hanya untuk menanggulangi redaman

daya optik. Repeater dapat menyediakan regenerasi 3R untuk menanggulangi

redaman dan disperse. Perangkat 1R hanya menguatkan sinyal yang diterima.

Perangkat 2R menyediakan amplification dan reshaping gelombang untuk

menyediakan recovery data. Perangkat 3R melakukan amplifications dan

reshaping serta memerlukan sumber waktu yang digunakan bagi pewaktuan

kembali transponder [5].

2.8 Optical Cross-connect

Tingkat tinggi modularitas jalan, scaling kapasitas, dan fleksibilitas dalam

menambahkan atau menjatuhkan saluran di sebuah situs pengguna dapat dicapai

dengan memperkenalkan konsep arsitektur cross-terhubung optik dalam struktur

jalur fisik (lapisan jalan disebut) dari suatu optik jaringan. Optikal cross-connect

Universitas Sumatera Utara

ini (OXCs) beroperasi tepat di optikal domain dan dapat merutekan kapasitas data

data stream WDM yang sangat tinggi melalui jaringan jalur optik saling

berhubungan [2].

Gambar 2.25 Arsitektur optikal Cross-connect menggunakan switch optic dan

tanpa wavelength conventer

Untuk memvisualisasikan operasi OXC, anggap pertama kali bahwa

arsitektur OXC yang terlihat pada Gambar 2.25 menggunakan switching tanpa

konversi panjang gelombang. Daerah switch dapat dikonstruksikan ke dalam

kaskade elektronik terkontrol elemen pasangan direksional optikal atau gerbang

switching penguat optikal semikonduktor. Tiap input fiber membawa M panjang

gelombang (empat), satu atau semua yang mana dapat ditambahkan atau didrop

pada sebuah node. Pada input, jumlah sinyal panjang gelombang yang tiba

dikuatkan dan dengan pasif dicabangkan ke N jalur oleh penguat splitter.

Pemilihan filter kemudian memilih panjang gelombang individual, yang

diteruskan ke matrix space switching optic. Kemungkinan, gelombang

demultiplexer yang mengganggu dapat digunakan untuk mencabangkan kumpulan

masukan ke dalam kanal gelombang individual. Switch matrix meneruskan kanal

lainnya ke delapan keluran jika sinyal tersebut dilaluinya atau ke bagian penerima

yang berdempet dengan OXC pada output port 9 melalui port 12 jika telah didrop

ke user pada node tersebut. Sinyal akan dibangkitkan di tempat itu oleh user untuk

Universitas Sumatera Utara

menghubungkan elektrik via Digital Cross-connect Matrix (DXC) ke penerima

optikal. Dari sini, masukka n switch matrix, yang membawanya ke output line

yang tepat. M output, tiap gelombang pembawa terpisah, diberikan ke multiplexer

panjang gelombang ke bentuk kumpulan keluaran single. Sebuah penguat optik

menaikkan level sinyal untuk mentransmisikan trunk fiber secara normal yang

mengikutinya [2].

Universitas Sumatera Utara