Chapter II

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Sinkronisasi Sinkronisasi adalah hasil kesesuaian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Sinkronisasi bertujuan untuk mengimplementasikan landasan pengaturan tentang mekanisme penyusunan anggaran yang telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, diantaranya adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebelum penyusunan APBD dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang arah dan kebijakan umum (AKU) dan prioritas anggaran, yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan AKU dan prioritas anggaran, yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan daerah (Halim dan Abdullah, 2006). Disamping itu pemerintah daerah dan DPRD juga harus menjaga dan mengawal adanya konsistensi, sinkronisasi dan sigergisitas antara substansi KUA- PPAS, RKA SKPD/RKA PPKD RAPBD . Hal tersebut guna memenuhi ketentuan yan diamanatkan pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Tahun 2005 yang menyatakan bahwa pembahasan RAPBD menitikberatkan pada kesesuaian antara Universitas Sumatera Utara

description

///

Transcript of Chapter II

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Landasan Teori

    2.1.1 Pengertian Sinkronisasi

    Sinkronisasi adalah hasil kesesuaian antara dokumen kebijakan yang satu

    dengan dokumen kebijakan yang lain. Sinkronisasi bertujuan untuk

    mengimplementasikan landasan pengaturan tentang mekanisme penyusunan

    anggaran yang telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan,

    diantaranya adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No.

    58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor

    21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri

    Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebelum

    penyusunan APBD dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif

    dan legislatif tentang arah dan kebijakan umum (AKU) dan prioritas anggaran,

    yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan

    anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan AKU dan

    prioritas anggaran, yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari

    dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan daerah (Halim

    dan Abdullah, 2006).

    Disamping itu pemerintah daerah dan DPRD juga harus menjaga dan

    mengawal adanya konsistensi, sinkronisasi dan sigergisitas antara substansi KUA-

    PPAS, RKA SKPD/RKA PPKD RAPBD . Hal tersebut guna memenuhi ketentuan

    yan diamanatkan pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Tahun 2005 yang

    menyatakan bahwa pembahasan RAPBD menitikberatkan pada kesesuaian antara

    Universitas Sumatera Utara

  • kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan

    program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan peraturan daerah tentang

    APBD.

    2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

    Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang dimaksud dengan

    Kebijakan Umum Anggaran (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan

    bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya

    untuk periode satu (1) tahun. Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya

    kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang

    sifatnya kebijakan umum, seperti: (a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk

    perkembangan indikator ekonomi makro daerah, (b) Asumsi dasar penyusunan

    Rancangan APBD Tahun Anggaran 2012 termasuk laju inflasi, pertumbuhan

    PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah, (c) Kebijakan

    pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran

    pendapatan daerah untuk tahun anggaran 2012 serta strategi pencapaiannya,

    (d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkanprogram dan langkah kebijakan

    dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi dari

    sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi

    pencapaiannya, (e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan

    surplus anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah

    dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi

    pencapaiannya.

    Universitas Sumatera Utara

  • Selanjutnya Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara adalah rancangan

    program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada

    SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD

    sebelum disepakati dengan DPRD. Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas

    pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk

    program prioritas dari SKPD terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran

    sementara dimasing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan prioritas

    dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah

    rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah

    dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut

    ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD. Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana

    keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

    pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

    Proses penyusunan APBD, sejak penyusunan dan penyampaian rancangan

    KUA dan rancangan PPAS oleh pemerintah daerah kepada DPRD untuk dibahas

    dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli 2011. Selanjutnya KUA

    dan PPAS yang telah disepakati bersama tersebut akan menjadi dasar bagi

    pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas RAPBD

    Tahun Anggaran 2012 antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan

    tercapainya persetujuan bersama antara kepala daerah dengan DPRD terhadap

    rancangan peraturan daerah tentang APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember

    2011, sesuai dengan ketentuan Pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri Dalam

    Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,

    Universitas Sumatera Utara

  • sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21

    Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri

    Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dengan

    tahapan penyusunan dan jadwal sebagai berikut:

    Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD Tabel 2.1

    NO URAIAN WAKTU KETERANGAN

    1. Penyusunan RKPD Akhir bulan Mei

    2. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah

    Minggu 1 bulan Juni

    1 minggu

    3. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD

    Pertengahan bulan Juni

    6 minggu

    4. Rancangan KUA dan Rancangan PPAS disepakati antara kepala daerah dan DPRD

    Akhir bulan Juli

    5. Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman RKA-SKPD dan RKA-PPKD

    Awal bulan Agustus

    1 Minggu

    6. Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan Rancangan APBD

    Awal Agustus sampai dengan akhir September

    7 minggu

    7. Penyampaian Rancangan APBD kepada DPRD

    Minggu pertama bulan Oktober

    2 bulan

    8. Pengambilan persetujuan Bersama DPRD dan kepala daerah

    Paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan

    9. Hasil evaluasi Rancangan APBD 15 hari kerja (bulan Desember)

    Universitas Sumatera Utara

  • NO URAIAN WAKTU KETERANGAN

    10. Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi

    Paling Lambat Akhir Desember (31 Desember)

    Proses penyusunan APBD sejak dengan ditetapkannya Perda tentang

    Rancangan APBD (RAPBD) yang berisi penganggaran atas pendapatan, belanja

    dan pembiayaan. RAPBD disampaikan ke Provinsi/Departemen Dalam Negeri

    untuk dievaluasi. Jika ada perbaikan/revisi atas RAPBD tersebut maka akan

    diperbaiki/dikoreksi oleh badan eksekutif pemerintah daerah. Setelah dilakukan

    perbaikan/revisi atas evaluasi oleh Provinsi/Departemen Dalam Negeri terhadap

    RAPBD setiap Pemerintah Daerah maka dokumen disahkan/disetujui oleh DPRD.

    Pengesahan dari DPRD setiap Pemerintah Daerah menandakan bahwa RAPBD

    berubah menjadi dokumen APBD sehingga APBD dapat dicairkan/realisasikan

    sesuai dengan kebutuhan operasional pemerintah daerah maupun pembangunan

    daerah dalam sektor publik.

    2.1.4 Kapasitas Sumber Daya Manusia

    Wiley (1997), menyebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar

    penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan

    visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia (human

    resources) merujuk kepada orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai

    tujuan organisasi (Simamora, 2001). Menurut Irawan (2000), yang dimaksud

    dengan sumber daya manusia adalah semua orang yang tergabung dalam suatu

    organisasi dengan peran dan sumbangannya masing-masing mempengaruhi

    Universitas Sumatera Utara

  • tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Matindas (2002) mengemukakan bahwa

    sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu

    organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan karyawan yang ada. Sebagai

    kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem di mana

    tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya

    dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut

    Amirudin (2009) dalam Arniati dkk (2010), kapasitas sumber daya manusia

    adalah kemampuan dari anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan

    fungsi dan perannya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam

    pengelolaan keuangan daerah. Kualitas dan kemampuan anggota DPRD juga

    diperlukan agar kegiatan-kegiatan yang dituangkan dalam APBD betul-betul

    bermanfaat bagi masyarakat. Masalah yang sering muncul adalah ketika

    penganggaran yang dilakukan selama ini masih dipahami sebagai aktifitas

    pembagian kue pembangunan. Alokasi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat

    belum menjadi jiwa dalam penyusunan APBD. Jadi sumber daya yang dibutuhkan

    bukan hanya anggota yang sekedar memiliki pendidikan yang tinggi tapi juga

    memiliki kapasitas yang baik agar mampu melaksanakan peran dan fungsi-fungsi

    yang mesti dijalankannya dengan baik dan optimal.

    Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki

    sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung dengan latar belakang

    pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai

    pengalaman di bidang keuangan. Sehingga untuk menerapkan sistem akuntansi,

    sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tersebut akan mampu memahami

    logika akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah

    Universitas Sumatera Utara

  • Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada

    kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan

    standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno, 2009).

    Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2010) menemukan bahwa

    walaupun ada pada beberapa SKPD yang mempunyai pegawai tidak berlatar

    belakang pendidikan di bidang ekonomi,tapi dengan banyaknya pelatihan-

    pelatihan yang diperoleh dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.

    Pelatihan-pelatihan dalam bidang akuntansi yang diberikan sangat mendukung

    meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya. Disamping itu kebijakan-

    kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah cukup menunjang, antara lain

    dengan mengadakan pertemuan-pertemuan antar SKPD yang membicarakan

    mengenai persoalan-persoalan tentang keuangan.Penulis juga melihat besarnya

    keinginan dan harapan parapegawai keuangan di Pemda ini untuk mampu

    menyusun laporan keuangan sesuai dengan aturan yang berlaku.

    Sumber Daya Manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting.

    Karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik

    mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya

    pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia diukur berdasarkan latar

    belakang pendidikan, pemahaman tentang tugas, kesiapan dalam memahami

    melakukan perubahan dalam proses penyusunan anggaran. Agar perencanan

    APBD berkualitas, maka setiap SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang

    mampu untuk melaksanakannya dan perlu dilakukannya suatu peremajaan

    kualitas sumber daya manusia dengan jalan melakukan pelatihan-pelatihan

    tentang pengelolaan keuangan daerah.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.5 Perencanaan Anggaran

    Penganggaran pada dasarnya adalah proses menyusun rencana pendapatan

    dan belanja untuk satu jangka waktu tententu. Kebijakan Umum Anggaran (KUA)

    merupakan bagian dari dokumen perencanaan pembangunan daerah yang

    berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan pembangunan dan pengambilan

    kebijakan di daerah. Dokumen ini mempunyai fungsi yang sangat strategis karena

    menyangkut pilihan terhadap program, kegiatan dan kebijakan yang akan

    dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Sopanah, 2010).

    Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran

    organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategik, taktis, dan

    melibatkan aspek operasional. Proses perencanaan juga melibatkan aspek

    perilaku, yaitu partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan

    tujuan, dan pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor perkembangan

    pencapaian tujuan. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya

    underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan

    efektifitas anggaran. Dalam seperti ini menyebabkan banyak layanan publik

    dijalankan secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan

    publik, sementara dana pada anggaran yang pada dasarnya merupakan dana public

    habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang, kondisi seperti ini

    cenderung memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator,fasilitator,

    coordinator, dan entrepreneur dalam pembangunan (Mardiasmo, 2004).

    Secara garis besar proses penyusunan dalam penetapan anggaran

    didasarkan pada rangkaian tahapan (siklus) yang dimulai bulan Januari dan

    berakhir pada bulan Desember dalam tahun anggaran yang sedang berjalan. Bila

    Universitas Sumatera Utara

  • perencanaan pada tahapan awal buruk maka akan berdampak pada buruk

    perencanaan pada tahap berikutnya. Untuk itu pada tahap awal perencanaan

    merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kesinkronan antara dokumen

    APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Pada tahap awal perencanaan, pertama kali

    yang dilakukan adalah melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan

    musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang).

    Musrenbang fokus pada perencanaan sebagai proses perencanaan program

    kerja yang menganut pola perencanaan berbasis masyarakat, artinya bahwa semua

    usulan yang muncul merupakan usulan yang bersumber dari musyawarah

    masyarakat berdasarkan kebutuhan prioritas dan potensi yang dimiliki.

    Penyelenggaran Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan RKPD

    dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan

    seluruh Satuan Kerja Prangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahsannya adalah

    pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

    dan masyarakat.Musrenbang adalah sebuah forum, sinkronisasi adalah pijakan

    musyawarah, dan RKPD adalah pijakan musyawarah. Ketiga hal yang tali-temali

    ini dapat bersinergi bila orang-rang yang terlibat dalam musyawarah telah

    memiliki pengetahuan tentang bagaimana musrenbang diselenggarakan, dan

    bagaimana penyusunan program kerja dan usulan kegiatan seharusnya

    dilakukan (Rudianto,2007).

    2.1.6 Politik Penganggaran

    Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi

    tercapainya tujuan organisasi (Mardiasmo, 2002). Kenis (1979) mengemukakan

    Universitas Sumatera Utara

  • anggaran merupakan pernyataan mengenai apa yang diharap dan direncanakan

    dalam periode tertentu di masa yang akan datang. Proses penganggaran sebagai

    cara memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi, selalu dilalui oleh berbagai

    organisasi tidak terkecuali organisasi sektor publik.

    Penganggaran pada sektor publik merupakan suatu proses yang cukup

    rumit, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sektor publik

    terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan

    aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik

    dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategi telah selesai

    dilakukan.

    Menurut Hague et.al (1998) politik adalah kegiatan yang menyangkut cara

    bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan yang bersifat kolektif dan

    mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara

    anggota-anggota. Dalam suatu pemerintahan, politik berkaitan dengan masalah

    kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi.

    Oleh karena itu untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum yang

    menyangkut pengaturan dan alokasi dari sumber daya perlu dimiliki kekuasaan

    serta kewenangan .

    Anggaran merupakan alat utama pemerintah untuk melaksanakan semua

    kewajiban, janji, dan kebijakannya ke dalam rencana-rencana konkrit dan terintegrasi

    dalam hal tindakan apa yang akan diambil, hasil apa yang akan dicapai, pada biaya

    berapa dan siapa yang akan membayar biaya-biaya tersebut (Dobell & Ulrich, 2002).

    Sementara Freeman & Shoulders (2003) dalam Syukri dan Asmara (2006)

    menyatakan bahwa anggaran yang ditetapkan dapat dipandang sebagai suatu kontrak

    kinerja antara legislatif dan eksekutif. Menurut Rubin (1993) dalam Syukri dan

    Universitas Sumatera Utara

  • Asmara(2006), penganggaran publik adalah pencerminan dari kekuatan relatif dari

    berbagai budget actors yang memiliki kepentingan atau preferensi berbeda terhadap

    outcomes anggaran. Adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi

    alasan mengapa penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian

    sumberdaya. Bagi Hagen et al. (1996), penganggaran di sektor publik merupakan

    suatu bargaining process antara eksekutif dan legislatif.

    Hasil penelitian Syukri dan Asmara (2006) terhadap perilaku anggota

    DPRD dalam proses penganggaran yaitu : (1), legislatif melakukan political

    corruption melalui realisasi discretionary power yang dimilikinya dalam

    penganggaran. Hal ini terjadi karena legislatif memanfaatkan celah yang ada dalam

    UU 22/1999 dan PP 110/2000. (2) DPRD membuat keputusan anggaran melalui

    penggunaan kenaikan anggaran PAD sebagai sumber pembiayaan untuk usulan

    kegiatan baru.(3) perilaku oportunistik legislatif seakan-akan didukung oleh

    perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku. UU 22/1999 dan PP

    110/2000 seolah-olah melegitimasi tindakan legislatif untuk merubah alokasi yang

    diusulkan eksekutif melalui pemberian kewenangan yang sangat besar atas pemilihan

    dan pemberhentian kepala daerah.(4) pengalokasian anggaran yang diusulkan

    legislatif, tidak didasarkan pada prioritas anggaran.(5) Dengan demikian, APBD

    digunakan oleh legislatif sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadinya.

    Penelitian yang dilakukan Handayani (2009) menemukan bahwa otoritas

    yang sangat besar bagi DPRD untuk menyusun APBD dan menyusun anggaran

    untuk DPRD sangat memungkinkan terjadinya korupsi APBD karena tidak ada

    pengawasan yang sistematis kecuali jika rakyat mempunyai kesadaran yang

    tinggi. Dengan demikian kembali pada kenyataan bahwa anggaran adalah power

    Universitas Sumatera Utara

  • relation yang memungkinkan terjadinya suap (bribery) terhadap DPRD untuk

    menyetujui pos tertentu yang tidak dibutuhkan rakrat sangat mungkin terjadi.

    Sedangkan penelitian Amirudin (2009) dalam Arniati dkk, (2010),

    menemukan peran utama legislatif dalam proses politik penyusunan APBD

    terlihat jelas saat pembahasan KUA-PPAS serta dalam penetapan Perda APBD.

    Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan-

    kesepakatan (bargaining) yang dicapai melalui proses politik dengan acuan KUA

    dan PPAS sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Ini terjadi

    karena legislatif mempunyai hak budgeting yang diwujudkan dalam menyusun

    dan menetapkan APBD bersama-sama dengan pemerintah daerah. Keberadaan

    legislatif di dewan sesungguhnya merupakan representasi dari aspirasi

    masyarakat, oleh karena itu memang sudah sepatutnya mendasarkan pada aspirasi

    masyarakat. Namun yang menjadi pertanyaan adalah tipisnya batas antara

    keinginan legislatif dengan keinginan masyarakat sehingga kedua keinginan

    tersebut sulit dibedakan yang pada akhirnya memunculkan moral hazard dari

    anggota dewan tersebut.

    Berdasarkan penjelasan konsep politik dan penganggaran, maka yang

    dimaksud dengan poltik penganggaran adalah cara bagaimana mencapai tujuan

    yang bersifat kolektif dan mengikat melalui kekuasaan, pengambilan keputusan,

    kebijakan publik, alokasi dan distribusi dalam proses rencana aktivitas ke dalam

    rencana keuangan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.7 Transparansi Publik

    Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh

    proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh

    pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai

    agar dapat di mengerti dan dipantau.

    Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan

    tepat waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Informasi

    adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam

    pengelolaan daerah. Dengan ketersediaan informasi, masyarakat dapat ikut

    sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan

    hasil yang optimal bagi masyarakat, serta mencegah terjadinya kecurangan dan

    manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja

    secara tidak proporsional.

    Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan

    Informasi Publik, Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,

    dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan

    dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan

    penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini

    serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Undang-Undang

    ini bertujuan untuk: (a) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana

    pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambila

    keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik,

    (b) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan

    public, (c) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan

    Universitas Sumatera Utara

  • publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik, (d) mewujudkan

    penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,efektif dan efisien,

    akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan, (e) mengetahui alasan kebijakan

    publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, (f) mengembangkan ilmu

    pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau, (g) meningkatkan

    pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk

    menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

    Sopanah dan Mardiasmo (2003) mensyaratkan bahwa anggaran yang

    disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi kriteria

    berikut : 1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, 2) Tersedia dokumen

    anggaran dan mudah diakses, 3) Tersedia laporan pertanggunga jawaban yang

    tepat waktu, 4) Terakomodasinya suara/usulan masyarakat, 5) Terdapat sistem

    pemberian informasi kepada publik.

    Sedangkan Hadi Sumarsono (2003) mendefenisikan transparansi sebagai

    keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan kebijakan keuangan daerah,

    sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi

    pengeloalan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizontal

    accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya, sehingga tercipta

    Pemerintah Daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsip terhadap

    aspirasi dan kepentingan masyarakat.

    Mursyidi (2009) mendefenisikan transparansi sebagai pemberian informasi

    keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan

    bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan

    menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya

    Universitas Sumatera Utara

  • yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang

    undangan. Selanjutnya Handayani (2009) berpendapat bahwa Transparansi Publik

    adalah adanya keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat

    secara cepat.

    2.1.8. Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping)

    Abdullah dan Asmara (2006), membuktikan bahwa: (1) legislatif

    melakukan political corruption melalui realisasi discretionary power yang

    dimilikinya dalam penganggaran, (2) DPRD membuat keputusan anggaran

    melalui penggunaan kenaikan anggaran PAD sebagai sumber pembiayaan untuk

    usulan kegiatan baru, (3) perilaku oportunistik legislatif seakan-akan didukung

    oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku, (4) pengalokasian

    anggaran yang diusulkan legislatif, dengan demikian, tidak didasarkan pada

    prioritas anggaran, (5) APBD digunakan oleh legislatif sebagai alat untuk

    memenuhi kepentingan pribadinya. Halim dan Abdullah (2006), membuktikan

    bahwa: (1) hubungan dan masalah keagenan dalam penganggaran antara eksekutif

    dan legislatif merupakan bagian tak terpisahkan dalam penelitian keuangan

    (termasuk akuntansi) publik, politik penganggaran, dan ekonomika public, (2)

    eksekutif merupakan agen bagi legislatif dan publik (dual accountability) dan

    legislatif agen bagi public, (3) konsep perwakilan (representativeness) dalam

    penganggaran tidak sepenuhnya berjalan ketika kepentingan publik tidak terbela

    seluruhnya oleh karena adanya perilaku oportunistik (moral hazard) legislatif, dan

    (4) eksekutif sebagai agen cenderung menjadi budget maximizer karena

    berperilaku oportunistik (adverse selecation dan moral hazard sekaligus).

    Universitas Sumatera Utara

  • Amirudin melakukan penelitian kembali dimana peneliti hanya

    melakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksinkronan

    dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil penelitian tersebut

    ditemukan empat (4) faktor yang menyebabkan ketidaksinkronan antara dokumen

    APBD dengan dokumen KUA-PPAS, yaitu kapasitas sumber daya manusia,

    politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung Hasil penelitian ini

    menunjukkan bahwa ketidaksinkronan antara dokumen APBD dengan dokumen

    KUA-PPAS yang terjadi di Provinsi DIY disebabkan oleh pertama, faktor

    kapasitas sumber daya manusia, menjelaskan variasi seluruh item yang ada

    sebesar 34,89 persen. Kedua, faktor politik penganggaran, menjelaskan variasi

    seluruh item yang ada sebesar 20,56 persen. Ketiga faktor perencanaan,

    menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 10,92 persen. Keempat,faktor

    informasi pendukung, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 9,53

    persen. Jadi secara kumulatif, variasi dari seluruh item yang ada mampu

    dijelaskan oleh keempat faktor di atas sebesar 75,91 persen. Sisanya sebesar 24,09

    persen dijelaskan oleh item lain di luar dari keempat faktor tersebut (Arniati dkk,

    2010).

    Selanjutnya penelitian Amirudin kembali diteliti oleh Arniati dkk (2010)

    dengan hasil kapasitas sumber daya manusia tidak berpengaruh positif signifikan

    terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Politik

    penganggaran tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen

    APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Perencanaan tidak berpengaruh positif

    signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS

    Informasi pendukung tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi

    dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.

    Universitas Sumatera Utara