Chapter ii

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Ilmu dan pengetahuan adalah dua buah kelebihan manusia dibanding dengan makhluk lain ciptaan Allah. Dengan pengetahuan (knowledge) maka manusia dapat mengetahui apa saja tentang alam dan yang lainnya. Manusia dapat mengajukan pertanyaan “Why dan How”, untuk menjawabnya dapat digunakan ilmu (science). Menurut Sigit (1999) fungsi ilmu adalah untuk: Mengerti dan memahami (to understand) suatu masalah yang sedang dihadapi. Menerangkan atau menjelaskan (to explain) masalah atau fenomena yang sedang terjadi. Meramal (to predict) suatu kondisi yang akan terjadi bila masalah tidak dicegah atau diatasi dengan sebaik-baiknya. Menguasai (to control) bidang profesi sehingga dapat berkontribusi untuk kesejahteraan manusia. Keberhasilan (to be success) dalam menjalankan tugas (Suyanto, 2008). Pengetahuan juga merupakan hasil “tahu”, dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Engindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). 5 Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter ii

Page 1: Chapter ii

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Defenisi

Ilmu dan pengetahuan adalah dua buah kelebihan manusia dibanding dengan

makhluk lain ciptaan Allah. Dengan pengetahuan (knowledge) maka manusia dapat

mengetahui apa saja tentang alam dan yang lainnya. Manusia dapat mengajukan

pertanyaan “Why dan How”, untuk menjawabnya dapat digunakan ilmu (science).

Menurut Sigit (1999) fungsi ilmu adalah untuk:

Mengerti dan memahami (to understand) suatu masalah yang sedang dihadapi.

Menerangkan atau menjelaskan (to explain) masalah atau fenomena yang sedang terjadi.

Meramal (to predict) suatu kondisi yang akan terjadi bila masalah tidak dicegah atau

diatasi dengan sebaik-baiknya. Menguasai (to control) bidang profesi sehingga dapat

berkontribusi untuk kesejahteraan manusia. Keberhasilan (to be success) dalam

menjalankan tugas (Suyanto, 2008).

Pengetahuan juga merupakan hasil “tahu”, dan terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Engindraan terjadi melalui panca indra

manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

5

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter ii

6

Pengetahuan merupakab proses belajar dengan menggunakan panca indra yang

dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan

keterampilan (Hidayat, 2005).

Orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan merupakan

tak lain dari hasil tahu. Ada dua macam pengetahuan, yaitu :

a. Pengetahuan khusus yaitu mengenai yang satu saja.

b. Pengetahuan umum yaitu yang berlaku bagi seluruh macam dan masing –

masing macamnya.

Baik pengetahuan umum, maupun pengetahuan khusus, keduanya menjadi milik

manusia berlandaskan pengalaman sendiri ataupun pengalaman orang lain

(Poedjawijatna, 2004).

2. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat,

yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang diterima. Oleh karena itu, “tahu” merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut

secara jelas benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter ii

7

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan

sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (rill).

d. Analisa (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen – kompenen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sam lain.

e. Sentesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suat kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungi bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulassi

baru dari fomulasi – formulasi yang sudah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian ini

berdasarkan suatu kriteria yang tertentu sendiri atau menggunakan kriteria –

kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden

(Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter ii

8

B. Persalinan

1. Defenisi

Persalinan adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar rahim

bagi bayi baru lahir (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005). Persalinan merupakan proses

untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan dari dalam uterus lewat vagina ke

dunia luar. Normalnya, proses ini berlangsung pada suatu saat ketika uterus tidak dapat

tumbuh lebih besar lagi, ketika janin sudah cukup matang untuk dapat hidup lahir rahim

(Farrer, 2001).

Persalinan juga merupakan suatu proses yang terjadi pada beberapa jam terakhir

kehamilan ditandai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan

mendorong janin melalui jalan lahir. Proses ini mempunyai tahap-tahap untuk melahirkan

bayi sampai ibu kembali seperti keadaan semula (Cunningham, 2006).

2. Tanda-tanda Persalinan

Pada primigravida akan terlihat pada kehamilan 36 minggu sementara pada

multipara baru tampak setelah persalinan dimulai, kepala janin terbenam ke dalam rongga

panggul karena berkurangnya tempat di dalam uterus dan sedikit melebarnya simfisis.

Keadaan ini sering meringankan keluhan pernafasan. Akan tetapi akibat tekanan kepala

janin pada kandung kemih menyebabkan sering buang air kecil. Ibu mengeluh nyeri yang

menetap dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan, perasaan terganggu yang dimulai

dari bagian punggung dan kemudian menyebar di sekitar abdomen bawah.. Lendir (sering

kali mengandung bercak darah) keluar dari vagina menunjukkan bahwa serviks sudah

mulai berdilatasi, dan ketuban pecah dengan spontan (Farrer, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter ii

9

3. Persalinan normal

Menurut WHO (World Health Organization) persalinan normal dapat

didefinisikan sebagai awitan spontan, berisiko rendah pada awal persalinan dan tetap

demikian sepanjang persalinan dan pelahiran. Janin lahir spontan dalam posisi verteks

pada usia kehamilan antara 37 sampai 42 minggu. Setelah kelahiran, ibu dan bayi dalam

kondisi yang baik (Burhan, 2003).

a. Tahap-tahap di dalam persalinan adalah sebagai berikut:

Tahap pertama dalam persalinan ditetapkan sebagai tahap yang berlangsung sejak

terjadi kontraksi uterus yang teratur sampai dilatasi serviks lengkap (10 cm). Tahap

kedua persalinan berlangsung sejak dilatasi serviks lengkap sampai janin lahir. Tahap

ketiga persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir. Tahap keempat

persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir (Bobak,

Lowdermilk & Jensen, 2005).

b. Nyeri persalinan

Sebagian besar wanita melahirkan mengalami nyeri persalinan. Rasa sakit terjadi

karena adanya aktivitas besar di dalam tubuh guna mengeluarkan bayi. Otot-otot rahim

berkontraksi mendorong bayi keluar. Otot-otot rahim menegang selama kontraksi,

kandung kemih, rektum, tulang belakang, dan tulang pubic menerima tekanan kuat dari

rahim. Berat kepala bayi ketika bergerak ke bawah menuju jalan lahir juga menyebabkan

tekanan sehingga terasa menyakitkan (Farrer, 2001).

Mungkin ibu yang mengeluhkan perasaan terganggu yang dimulai dari bagian

punggung dan kemudian menyebar di sekitar abdomen bawah. Kontraksi uterus yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter ii

10

terjadi secara teratur yang kadang-kadang disertai nyeri dapat menimbulkan

ketidaknyamanan (Danuatmaja dan Meiliasari, 2004).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rasa nyeri pada persalinan seperti

intensitas dan lamanya kontraksi, besarnya pembukaan mulut rahim, regangan jalan lahir

bagian bawah, umur, banyaknya persalinan, keadaan umum pasien, dan kelelahan. Nyeri

dapat meningkat secara psikologis apabila ibu sendirian, keletihan, haus, lapar, berpikir

tentang nyeri, stres, cemas, takut dan mengasihani diri sendiri. Nyeri juga dapat

berkurang jika ibu ditemani dan didukung oleh orang yang dicintai, cukup istirahat, tetap

makan dan minum pada saat persalinan, menggunakan teknik relaksasi diantara waktu

kontraksi, tidak mengkhawatirkan sesuatu dan berpikir tentang beruntungnya

mendapatkan hadiah dari persalinan yang akan segera muncul (Maulana, 2008)

c. Keadaan emosional ibu di dalam tahap-tahap persalinan:

Pada tahap pertama persalinan secara emosional ibu merasa cemas, tidak pasti,

takut, gembira, lega, atau siap. Ada juga ibu yang merasa tegang menghadapi persalinan.

Pada tahap kedua persalinan secara emosional ibu merasa gelisah, makin sulit tenang dan

santai, makin tegang, tidak dapat berkonsentrasi, makin terpengaruh dengan kondisi yang

sedang terjadi, rasa percaya dirinya mulai goyah, dan merasa sepertinya persalinan tidak

selesai. Tetapi ada juga ibu yang merasa jadi bersemangat karena sudah diperbolehkan

mengejan. Tahap ketiga secara emosi ibu sudah mulai merasakan lega, karena persalinan

sudah hampir selesai, dan pada tahap akhir sudah mulai merasakan haru dan gembira

karena persalinan sudah usai, dan merasa bertambah dekat dengan pasangannya karena

bayi yang baru dilahirkan (Danuatmaja dan meiliasari, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter ii

11

C. Kecemasan

1. Defenisi

Kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam sebagai

tanggapan terhadap sesuatu yang akan dihadapi. Kecemasan untuk perasaan ketakutan

dapat disertai dengan keadaan reaksi kejiwaan (Calhoun dan Acocella, 1990).

Cemas atau takut biasanya merupakan reaksi individu terhadap ancaman

ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya. Kecemasan dan ketakutan

mempunyai fungsi dapat memperingatkan orang akan datangnya bahaya (Suryabrata,

1998).

Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif

dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa

takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas

adalah respons emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas

diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang parah tidak sejalan

dengan kehidupan (Stuart dan sundeen, 1998).

2.Tanda-tanda umum kecemasan

Tanda atau keluhan dan gejala kecemasan yang ditunjukkan dan dikemukakan

oleh seseorang sangat bervariasi, tergantung dari berat atau tidaknya kecemasan. Secara

umum keluhan yang sering dikemukakan seseorang pada saat mengalami kecemasan

antara lain Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut

pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur dan mimpi – mimpi yang

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter ii

12

menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya

rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas,

gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari,

2006).

3. Tingkat kecemasan

Menurut Peplau (1953) kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui

perubahan fisiologis dan perilaku. Intensitas perilaku mengikat sejalan dengan

peningkatan tingkat kecemasan. Berikut adalah tingkat kecemasan :

a. Cemas tingkat ringan: cemas yang normal menjadi bagin dari bagian

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar

dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

b. Cemas tingkat sedang: cemas yang memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.

Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat

melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c. Cemas tingkat berat: cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seorang.

Individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan

spesifik dan tidak dapat berfikir tenteng hal yang lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu ini memerlukan banyak

pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

d. Cemas tingkat panik/berat sekali : tingkat panik dari suatu kecemasan

berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter ii

13

dari proporsinya., karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang

mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik,

terjadi peningkatan sktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk

berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan

kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan

dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama,

dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (stuart dan sundeen,

1998).

D. Kecemasan menghadapi dan pada saat persalinan

1. Respon psikologi ibu dalam kehamilan dan persalinan

Smith (1992) berargumen bahwa banyak penelitian psikologis memandang

kehamilan dari perspektif yang positif. Penelitian ini mengambil pengalaman pribadi

wanita selama masa kehamilan, dan berfokus pada kehamilan sebagai suatu transisi

kehidupan, bukan sebagai peristiwa atau penyakit medis. Wanita yang mengaitkan

kecemasan dan kekhawatiran pada saat hamil dapat berlanjut sampai pascanatal

(Henderson dan Jones, 2006).

Beberapa calon ibu tidak berani membayangkan tentang persalinan karena

khawatir kalau bayinya tidak lahir dalam keadaan sehat. Kurang pengetahuan pada

kebanyakan wanita yang hamil untuk pertama kalinya akan mengakibatkan rasa takut dan

cemas, sehingga masa kehamilan kurang menyenangkan, bahkan dapat mempersulit

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter ii

14

persalinan sehingga ibu dapat takut dan cemas menghadapi persalinan (Nolan, 2004 dan

Sani, 2001).

Wanita dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi persalinan khususnya

wanita nulipara. Para ibu sebaiknya mempelajari apa yang diperlukan untuk mendukung

kesehatannya selama masa kehamilan dan persalinan. Mereka membaca buku,

menghadiri kelas untuk orang tua, dan berkomunikasi dengan wanita lain. Mereka juga

dapat mencari orang terbaik untuk memberi nasehat, arahan dan perawatan (Bobak,

Lowdermilk & Jensen, 2005, Maulana, 2008).

2. Beberapa faktor penyebab kecemasan ibu bersalin

a. Cemas akan keselamatan janin

Pada fase terakhir pertumbuhan janin berlangsung pada periode tiga bulan

terakhir, calon ibu merasa cemas, mudah tersinggung, tertekan dan gelisah kemudian

pada saat-saat menghadapi persalinan. Calon ibu semakin merasa cemas akan

keselamatan janin (Dagun, 2002).

Kebanyakan pada akhir kehamilan atau saat-saat bersalin ibu khususnya

primigravida dilanda kecemasan tentang melahirkan bayi yang tidak normal atau

meninggal dunia. Kehamilan kadangkala juga berakhir dengan suatu tragedi, seperti lahir

mati. (Nolan, 2004).

Semua wanita hamil harus menyadari kemungkinan alternatif selain kelahiran

anak alamiah, tidak boleh takut akan konsekwensinya. Prosedur tersebut bisa

menyelamatkan jiwa bayi anda atau sekurang-kurangnya memberikan awal kehidupan

yang lebih sehat (Curtis, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter ii

15

Hasil penelitian Huliana dalam Dariyo (1997) mengatakan bahwa ibu yang akan

menghadapi persalinan dan yang sedang bersalin mengalami kecemasan pada tingkat

cemas sedang, disebabkan karena khawatir dan cemas tentang keselamatan janin yang

dilahirkan, nyeri persalinan atau kekuatan pada saat mengejan pada masa persalinan.

b. Cemas anak lahir cacat

Hampir setiap calon orang tua, khususnya ibu, dihantui dengan kekhawatiran –

kekhawatiran tentang janinnya, terutama di saat-saat bersalin. Perasaan cemas tentang

apa bayi yang dilahirkan normal atau cacat. Ketakutan akan menghasilkan bayi yang

cacat adalah normal saja, selama ketakutannya tidak berlebihan. Hampir semua janin

yang menunjukkan cacat yang berat, meninggal pada waktu dilahirkan (Hall, 2002).

Dalam beberapa tahun yang silam para ahli berkesimpulan cacat pada bayi dapat

disebabkan oleh faktor keturunan dan kebanyakan cacat ini dapat disebabkan oleh

berbagai keadaan selama sembilan bulan. Misalnya saja, banyak bayi yang dilahirkan

dalam keadaan cacat karena si ibu menderita penyakti campak (rubella), dan cacat yang

diwarisi dari kedua orangtuanya terjadi apabila ada kelainan plasma pembawa sifat, yang

mengatur perkembangan bagian-bagian tubuh (Sani, 2001).

Beberapa calon ibu tidak berani membayangkan dan cemas akan persalinan

karena khawatir kalau bayinya tidak lahir dalam keadaan sehat. Kurang pengetahuan

pada kebanyakan wanita yang hamil dan bersalin untuk pertama kalinya akan

mengakibatkan rasa takut dan cemas, sehingga masa kehamilan kurang menyenangkan,

bahkan dapat mempersulit persalinan sehingga ibu dapat takut dan cemas menghadapi

persalinan (Nolan, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter ii

16

c. Cemas menghadapi nyeri persalinan

Sebagian besar wanita hamil mencemaskan nyeri persalinan, wanita bertanya

akan seperti apa nyerinya, akan seburuk apa keadaannya dan apakah ia dapat

menahannya. Untuk persalinan pertama, timbulnya kecemasan tentang nyeri persalinan

sangat wajar karena sesuatunya adalah pengalaman baru, dan jika rasa nyeri tidak terasa

malah dapat menimbulkan masalah.

Dari sudut pandang evolusi, tampaknya nyeri persalinan bukanlah sesuatu yang

berada di luar kemampuan seorang wanita. Alam menggunakan nyeri untuk beberapa

tujuan yang sangat penting. Nyeri kontraksi yang pertama mengatakan kepada calon ibu

persalinannya sudah dimulai (Nolan, 2004).

3. Efek cemas

Ketakutan, kecemasan, kesendirian, stres atau kemarahan yang berlebihan dapat

menyebabkan pembentukan katekolamin dan menimbulkan kemajuan persalinan

melambat. Wanita yang tidak didukung secara emosional, atau mengalami kesulitan

dalam persalinan yang lalu, dan pengalaman traumatik akan menjumpai persalinan yang

sangat nyeri (Simkin dan Ancheta, 2005).

Cornolly, et al (1978) meneliti hubungan antara kepribadian, kecemasan, dan

nyeri selama persalinan. Nyeri dan tingkat kecemasan dimonitor selama persalinan, tidak

hasilnya tingkat nyeri dan kecemasan meningkat selama persalinan. Ini berarti jika

kecemasan meningkat maka dapat meningkatkan nyeri selama persalinan (Niven, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter ii

17

Menurut Maher (1966) cemas dapat menyebabkan orang merasa amat sangat,

yang membuat ketakutan amat luas, mempengaruhi untuk berpikir jernih dan

memecahkan masalah (Calhoun dan Acocella, 1990).

4. Kecemasan ibu bersalin

Perasaan takut dan cemas menghadapi persalinan tidak saja terdapat pada diri

seorang wanita yang baru pertama melahirkan tetapi juga yang sudah melahirkan. Kedua

unsur ini dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan fisik dan psikis, sehingga

persalinan dapat berjalan tidak lancar (Sani, 2001).

Banyak wanita nullipara secara aktif mempersiapkan diri untuk mengatasi

kekhawatirannya menghadapi persalinan. Rubin (1975) Sedangkan wanita multipara

memiliki pengalaman tersendiri dalam melahirkan dan bersalin, rasa cemas dapat timbul

akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan anaknya. Merilo

(1988) rasa khawatir mungkin juga bisa timbul karena memiliki perasaan yang belum

diselesaikan pada persalinan pertamanya. Wuitchik (1990) mengatakan bahwa rasa cemas

dan khawatir juga dapat timbul pada fase akhir persalinan (Bobak, Lowdermilk dan

Jensen, 2005).

Umur perempuan untuk hamil dan melahirkan memiliki pengaruh yang berbeda

pada kesehatan ibu dan janinnya. Kehamilan dan persalinan di bawah umur 20 tahun

memiliki resiko yang sama tingginya dengan kehamilan umur 35 tahun keatas sehingga

dapat menimbulkan resiko. Usia berkaitan dengan masalah kesehatan, resiko akan

meningkat sejalan dengan usia. Persalinan pada ibu usia tua dapat menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter ii

18

kecemasan yang mengakibatkan persalinan yang lebih sulit dan lama (Kasdu, 2005 dan

Curtis, 2000).

Umumnya ibu bersalin mempunyai pertimbangan, mengapa mereka tidak

mempunyai persiapan menghadapi persalinan, misalnya ibu dengan usia di atas 35 tahun

mempunyai resiko tinggi untuk melahirkan. Kecendrungan memiliki anak berturut-turut

dan kehadiran anak ke dua dan ketiga yang terlalu dekat menyebabkan ibu cemas dan

khawatir tidak siap menghadapi persalinan karena jarak yang terlalu dekat (Musbikin,

2007).

Paritas adalah banyaknya frekuensi ibu melahirkan. Kehamilan atau persalinan

pada ibu dengan paritas lima atau lebih dengan kondisi keadaan umur yang kurang baik,

dimana umur biasanya lebih dari 35 tahun sangat meningkatkan untuk terjadinya resiko,

baik pada saat persalinan atau keadaan dan kondisi anak yang dilahirkan (Tara, 2002).

Menurut Lowe ”Self Cofidence Key” (2001) kecemasan yang disebabkan karena

ketidaktahuan tentang persalinan pada ibu primigravida sering terjadi pada masa

persalinan.

Ibu yang melahirkan untuk kedua kalinya mempunyai kecemasan dan

kekhawatiran yang berbeda. Untuk setiap persalinan tidak ada dua persalinan yang sama,

tidak juga bagi wanita yang sama, karena persalinan berbeda bagi setiap wanita. Tidak

seorang pun dapat memperkirakan akan seperti apa jadinya persalinan (Curtis, 2000).

Kecemasan dapat timbul dan meningkat menjadi lebih berat pada ibu pada masa

persalinan dengan usia <20 tahun dan >35 tahun dan ibu primigravida atau yang belum

pernah melahirkan dapat disebabkan karena ketidaktahuan atau kurangya pengetahuan

tentang persalinan dan belum adanya pengalaman bersalin (Priantono, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter ii

19

Ketakutan, kecemasan, stress atau kemarahan yang berlebihan dapat

menimbulkan kemajuan persalinan yang lambat. Perasaan lelah, takut, dan putus asa

merupakan akibat dari pra persalinan atau fase laten yang memanjang. Wanita yang tidak

didukung secara emosional, atau memiliki kesulitan dalam persalinan yang lalu dapat

merasa cemas dan takut mengahadapi persalinan, sehingga menyebabakan persalinan

tanpa kemajuan yang berarti dan persalinan yang sangat nyeri (Simkin, et.al, 2005).

Cemas yang terus-menerus juga dapat menyebabkan stres sehingga dapat mengganggu

proses persalinan seperti pendapat Jameson (2002).

Universitas Sumatera Utara