Chapter II

download Chapter II

of 30

Transcript of Chapter II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pencemaran Udara Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Selain itu, pencemaran udara dapat pula diartikan adanya bahan-bahan atau zat asing di dalam udara yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara dari susunan atau keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing tersebut di dalam udara dalam jumlah dan jangka waktu tertentu akan dapat menimbulkan gangguan pada kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.2. Sumber Pencemaran Udara Menurut Harssema dalam Mulia (2005), pencemaran udara diawali oleh adanya emisi. Emisi merupakan jumlah polutan atau pencemar yang dikeluarkan ke udara dalam satuan waktu. Emisi dapat disebabkan oleh proses alam maupun kegiatan manusia. Emisi akibat proses alam disebut biogenic emissions, contohnya yaitu dekomposisi bahan organic oleh bakteri pengurai yang menghasilkan gas metan (CH4). Emisi yang disebabkan kegiatan manusia disebut anthropogenic emissions. Contoh anthropogenic emissions yaitu hasil pembakaran bahan bakar fosil, pemakaian zat kimia yang disemprotkan ke udara, dan sebagainya. Nugroho (2005) menyebutkan sumber pencemaran udara dengan istilah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terjadi secara alamiah. Sedangkan faktor eksternal merupakan pencemaran udara yang diakibatkan ulah manusia. Sumber pencemaran udara dapat pula dibagi atas: 1. 2. Sumber bergerak, seperti: kendaraan bermotor Sumber tidak bergerak, seperti: a. Sumber titik, contoh: cerobong asap b. Sumber area, contoh: pembakaran terbuka di wilayah pemukiman (Soemirat, 2002) 2.3. Jenis-Jenis Pencemaran Udara Ada beberapa jenis pencemaran udara, yaitu (Sunu, 2001): 1. Berdasarkan bentuk a. Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan atau menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx.

Universitas Sumatera Utara

b. Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarahzarah kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan secara bersama-sama. Contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain. 2. Berdasarkan tempat a. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga udara tidak bebas seperti di rumah, pabrik, bioskop, sekolah, rumah sakit, dan bangunan lainnya. Biasanya zat pencemarnya adalah asap rokok, asap yang terjadi di dapur tradisional ketika memasak, dan lain-lain. b. Pencemaran udara luar ruang (outdoor air pollution) yang disebut juga udara bebas seperti asap asap dari industri maupun kendaraan bermotor. 3. Berdasarkan gangguan atau efeknya terhadap kesehatan a. Irritansia, adalah zat pencemar yang dapat menimbulkan iritasi jaringan tubuh, seperti SO2, Ozon, dan Nitrogen Oksida. b. Aspeksia, adalah keadaan dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu melepas Karbon Dioksida. Gas penyebab tersebut seperti CO, H2S, NH3, dan CH4. c. Anestesia, adalah zat yang mempunyai efek membius dan biasanya merupakan pencemaran udara dalam ruang. Contohnya; Formaldehide dan Alkohol. d. Toksis, adalah zat pencemar yang menyebabkan keracunan. Zat

penyebabnya seperti Timbal, Cadmium, Fluor, dan Insektisida.

Universitas Sumatera Utara

4.

Berdasarkan susunan kimia a. Anorganik, adalah zat pencemar yang tidak mengandung karbon seperti asbestos, ammonia, asam sulfat, dan lain-lain. b. Organik, adalah zat pencemar yang mengandung karbon seperti pestisida, herbisida, beberapa jenis alkohol, dan lain-lain.

5.

Berdasarkan asalnya a. Primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan. Contohnya: CO2, yang meningkat diatas konsentrasi normal. b. Skunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang timbul dari hasil reaksi anatara zat polutan primer dengan komponen alamiah. Contohnya: Peroxy Acetil Nitrat (PAN).

2.4.

Komponen Pencemar Udara dari Kendaraan Bermotor Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bertambah rata-rata 12% per tahun

dalam kurun waktu 2000-2003. Sementara itu, pertumbuhan kendaraan penumpang dan komersial diproyeksikan mencapai berturut-turut 10% dan 15% per tahun antara tahun 2004-2006. Pada tahun 2004, total penjualan kendaraan penumpang adalah 312.865 unit, sedangkan kendaraan komersial (bus dan truk) mencapai 170.283 unit. Pada akhir tahun 2005 dan selama tahun 2006 jumlah penjualan kendaraan penumpang dan komersial diperkirakan mencapai 550.000 dan 600.000 unit. Perkiraan persentase pencemar udara di Indonesia dari sumber transportasi dapat dilihat dilihat pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Perkiraan Persentase Pencemar Udara dari Sumber Pencemar Transportasi di Indonesia No Komponen Pencemar Persentase (%) 1 CO 70,50 2 NOx 8,89 3 Sox 0,88 4 HC 18,34 5 Partikel 1,33 Total 100 Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan 2.4.1. Karbon Monoksida (CO) CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -1920C. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Selain itu, gas CO dapat pula terbentuk karena aktivitas industri. Sedangkan secara alamiah, gas CO terbentuk sebagai hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain walaupun dalam jumlah yang sedikit (Wardhana, 2004). CO yang terdapat di alam terbentuk melalui salah satu reaksi berikut: a. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon. b. Reaksi antara CO2 dengan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi. c. Penguraian CO2 menjadi CO dan O. Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO, misalnya aktivitas vulkanik, pancaran listrik dari kilat, emisi gas alami, dan lain-lain. Sumber CO lainnya yaitu dari proses pembakaran dan industri (Fardiaz, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Kurniawan, sebagian besar gas CO yang ada diperkotaan berasal dari kendaraan bermotor (80%) dan ini menunjukkan korelasi yang positif dengan kepadatan lalu lintas dan kegiatan lain yang ikut sebagai penyumbang gas CO di atmosfer (Sugiarta, 2008). Hasil penelitian tersebut ditegaskan oleh penelitian yang dilakukan Sastranegara yang menyatakan hal serupa dan menekankan bahwa semakin lama rotasi atau putaran roda kendaraan per menit, semakin besar kadar CO yang diemisikan. 2.4.2. Nitrogen Oksida (NOx) Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai dua bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO (Wardhana, 2004). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara. Nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Reaksi pembentukan NO2 dari NO dan O2 terjadi dalam jumlah relatif kecil, meskipun dengan adanya udara berlebih. Kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi NO. Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan reaksi pembentukan NO2 akan berjalan lebih lambat. Selain itu, kecepatan reaksi pembentukan NO2 juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan kuadrat dari konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO bertambah menjadi dua kalinya, maka kecepatan reaksi akan naik empat kali. Namun, jika konsentrasi NO berkurang setengah, maka kecepatan reaksi akan turun menjadi seperempat (Fardiaz, 1992). Nitrogen monoksida (NO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak terbakar, dan sedikit larut di dalam air (Sunu, 2001). NO terdapat di udara dalam jumlah lebih

Universitas Sumatera Utara

besar daripada NO2. Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2 (Depkes). Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan karena berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang pembentukan NOx, misalnya transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah, dan lain-lain. Namun, pencemar utama NOx berasal dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004). Selain itu, kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari intensitas sinar matahari dan aktivitas kendaraan bermotor. Dari perhitungan kecepatan emisi NOx diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata NO2 di atmosfer kira-kira 3 hari, sedangkan waktu tinggal NO adalah 4 hari dan gas ini bersifat akumulasi di udara yang bila tercampur dengan air akan menyebabkan terjadinya hujan asam (Sugiarta, 2008). 2.4.3. Belerang Oksida (SOx) Ada dua macam gas belerang oksida (SOx), yaitu SO2 dan SO3. Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 sangat reaktif. Konsentrasi SO2 di udara mulai terdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika konsentrasinya berkisar antara 0,3-1 ppm. Gas hasil pembakaran umumnya mengandung lebih banyak SO2 daripada SO3. Pencemaran SOx di udara terutama berasal dari pemakaian batubara pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya (Wardhana, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO2 dan hanya 1-2% saja sebagai SO3. Pencemaran SO2 di udara berasal dari sumber alamiah maupun sumber buatan. Sumber alamiah adalah gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan berubah menjadi SO2. Sedangkan sumber SO2 buatan yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan terutama batubara yang mengandung sulfur tinggi (Mulia, 2005). Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga (CUFeS2 dan CU2S), zink (ZnS), merkuri (HgS) dan timbal (PbS). Kebanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu, SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Depkes). 2.4.4. Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon terdiri dari elemen hidrogen dan karbon. HC dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon pembentuk HC, maka molekul HC cenderung berbentuk padatan. HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu (Depkes).

Universitas Sumatera Utara

Sumber HC antara lain transportasi, sumber tidak bergerak, proses industri dan limbah padat. HC merupakan sumber polutan primer karena dilepaskan ke udara secara langsung. Molekul ini merupakan sumber fotokimia dari ozon. Bila pencemaran udara oleh HC disertai dengan pencemaran oleh nitrogen oksida (NOx), maka akan terbentuk Peroxy Acetyl Nitrat dengan bantuan oksigen (Sunu, 2001). 2.4.5. Partikel Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005). Partikel merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Partikel pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya (Depkes). Berbagai proses alami yang menyebabkan penyebaran partikel di atmosfer, misalnya letusan vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikelpartikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber

Universitas Sumatera Utara

partikel yang utama adalah dari pembakaran bahan bakar dari sumbernya diikuti oleh proses-proses industri (Fardiaz, 1992). 2.5. Dampak Emisi Kendaraan Bermotor Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat pencemar udara yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia, serta lingkungan hidup. Sumber pencemar ini juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan atmosfer yang lebih besar seperti hujan asam, kerusakan lapisan ozon stratosfer, dan perubahan iklim global. Zat-zat yang diemisikan dari knalpot kendaraan bermotor adalah CO2, CO, NOx, HC, SOx, PM10, dan Pb (dari bahan bakar yang mengandung timah hitam/timbal). Hasil kajian terdahulu seperti the Study on the Integrated Air Quality Management for Jakarta Area (JICA, 1997) dan Integrated Vehicle Emission Reduction Strategy for Greater Jakarta (ADB, 2002) menyimpulkan bahwa sektor transportasi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencemaran udara perkotaan (Suhadi, 2005). Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh sektor transportasi berdasarkan zat pencemar antara lain: 2.5.1. Karbon Monoksida (CO) Keracunan gas monoksida (CO) dapat ditandai dari keadaan ringan, berupa pusing, sakit kepala, dan mual. Keadaan yang lebih berat berupa menurunnya kemampuan gerak tubuh, gangguan pada sistem kardiovaskuler, serangan jantung hingga kematian. Hubungan antara konsentrasi CO, lama terpapar, dan efek yang timbul adalah sebagai berikut (Wardhana, 2004):

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Hubungan antara konsentrasi CO, lama terpapar, dan efek yang timbul No Konsentrasi CO Lama Efek (ppm) Terpapar 1 100 Sebentar Tidak ada 2 30 8 jam Pusing dan mual 3 1000 1 jam Pusing, kulit berubah kemerah-merahan Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampak keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah (Depkes). Namun, dampak dari CO juga bervasiasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada saat terpajan. Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 510%. CO juga bisa mempengaruhi janin. Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan

Universitas Sumatera Utara

oksigen pada ibu hamil yang konsekuensinya akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan lebih rendah dibandingkan keadaan normal (Tugaswati). 2.5.2. Nitrogen Oksida (NOx) Kedua bentuk nitrogen oksida, NO dan NO2, sangat berbahaya bagi manusia. Namun, penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih berbahaya dibanding NO (Fardiaz, 1992). NO2 merupakan gas yang toksik bagi manusia dan pada umumnya gas ini dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan. NO2 dapat masuk ke paru-paru dan membentuk Asam Nitrit (HNO2) dan Asam Nitrat (HNO3) yang merusak jaringan mukosa (Mulia, 2005). NO2 dapat meracuni paru-paru. Jika terpapar NO2 pada kadar 5 ppm setelah 5 menit dapat menimbulkan sesak nafas dan pada kadar 100 ppm dapat menimbulkan kematian (Chahaya, 2003). Gangguan sistem pernapasan yang terjadi dapat menjadi empisema. Bila kondisinya kronis dapat berpotensi menjadi bronkitis serta akan terjadi penimbunan nitrogen oksida (NOx) dan dapat menjadi sumber karsinogenik atau penyebab timbulnya kanker (Sunu, 2001). 2.5.3. Belerang Oksida (SOx) Gas SO2 yang ada di udara dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan kenaikan sekresi mukosa. Dengan konsentrasi 500 ppm SO2 dapat menyebabkan kematian pada manusia. Pencemaran SO2 yang cukup tinggi telah menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

malapetaka yang cukup serius seperti yang terjadi di lembah sungai Nerse Belgia pada tahun 1930. Pada saat itu, kandungan SO2 di udara mencapai 38 ppm dan menyebabkan toksisitas akut. Kasus yang paling mengerikan terjadi di London. Selama lima hari terjadi perubahan temperatur dan pembentukan kabut yang menyebabkan kematian 35004000 penduduk. Peristiwa ini dikenal dengan nama London Smog (Mulia, 2005). Kadar SO2 yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan adalah sebagai berikut (Depkes): Tabel 2.3. Pengaruh Konsentrasi SO2 terhadap Kesehatan Konsentrasi No Efek (ppm) 1 35 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi 2 8 12 tenggorokan - Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata dan batuk 3 20 - Jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu lama Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak singkat (30 4 50 100 menit) 5 400 -500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat

Sumber: www.depkes.go.id Selain berpengaruh terhadap kesehatan manusia, SO2 juga berpengaruh terhadap tanaman dan hewan. Pengaruh SO2 terhadap hewan hampir menyerupai pengaruh SO2 terhadap manusia. Sedangkan pada tumbuhan, SO2 dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada daun dari hijau menjadi kuning atau terjadinya bercak-bercak putih pada daun tanaman (Sugiarta, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.5.4. Hidrokarbon (HC) Hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa HC pada konsentrasi udara ambien memberikan pengaruh langsung yang merugikan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap hewan dan manusia diketahui bahwa hidrokarbon alifatik dan alisiklis memberikan pengaruh yang tidak diinginkan kepada manusia hanya pada konsentrasi beberapa ratus sampai beberapa ribu kali lebih tinggi daripada konsentrasi yang terdapat di atmosfer (Fardiaz, 1992). Adapun pengaruh hidrokarbon terhadap kesehatan manusia dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Ebenezer, 2006) : Tabel 2.4. JenisJenis Hidrokarbon Aromatik dan Pengaruhnya pada Kesehatan Manusia Jenis Konsentrasi Dampak Kesehatan Hidrokarbon (ppm) 100 Iritasi membran mukosa 3.000 Lemas setelah - 1 jam Benzene (C 6H6) Pengaruh sangat berbahaya setelah pemaparan 1 7.500 jam 20.000 Kematian setelah pemaparan 5-10 menit Pusing, lemah, dan berkunang-kunang setelah 200 pemaparan 8 jam Toluena (C7H8) Kehilangan koordinasi, bola mata terbalik 600 setelah pemaparan 8 jam Sumber: Ebenezer, dkk (2006). Pengaruh Bahan Bakar Transportasi terhadap Pencemaran Udara dan Solusinya. 2.5.5. Partikel Pengaruh partikel debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umumnya ukuran partikel debu sekitar 5 mikron merupakan partikel udara yang dapat langsung

Universitas Sumatera Utara

masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Namun, bukan berarti bahwa ukuran partikel yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya karena partikel yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara (Depkes). Partikel udara dalam wujud padat yang berdiameter kurang dari 10 m yang biasanya disebut dengan PM10 (particulate matter) diyakini oleh para pakar lingkungan dan kesehatan masyarakat sebagai pemicu timbulnya infeksi saluran pernafasan, karena partikel padat PM10 dapat mengendap pada saluran pernafasan daerah bronki dan alveoli. PM10 sangat memprihatinkan karena memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menembus ke dalam paru. Sedangkan rambut di dalam hidung hanya dapat menyaring debu yang berukuran lebih besar dari 10 m (Agusgindo, 2007). 2.6. Uji Emisi Kendaraan Bermotor

2.6.1. Pengertian Uji Emisi Kendaraan Bermotor Pasal 1 ayat 2 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak menyatakan bahwa emisi adalah makluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari kegiatan yang masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambient. Pengertian uji emisi kendaraan bermotor berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang

Universitas Sumatera Utara

Kendaraan Bermotor Lama adalah uji emisi gas buang yang wajib dilakukan untuk kendaraan bermotor secara berkala. Di dalam peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa pelaksanaan uji emisi di suatu daerah dievaluasi oleh Bupati atau Walikota minimal 6 bulan sekali. 2.6.2. Kriteria Kendaraan Wajib Uji Emisi Uji emisi kendaraan bermotor ini bersifat wajib. Hal ini ditegaskan dalam UU nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 13 ayat (1) yang berbunyi: Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di jalan wajib diuji dan ayat (2) yang berbunyi: Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi uji tipe dan/atau uji berkala. Kewajiban ini juga ditegaskan pasal 50 ayat (1) yang berbunyi: Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Kewajiban tersebut harus dilakukan oleh setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan/atau pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 50 ayat (2) UU nomor 14 tahun 1992. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama, pengujian emisi ini wajib dilakukan di tempat pengujian milik pemerintah atau swasta yang telah mendapat sertifikasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Adapun kriteria kendaraan bermotor yang wajib uji emisi, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1.

Kendaraan bermotor tipe baru Sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 4 tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru, kendaraan bermotor tipe baru adalah kendaraan bermotor yang menggunakan mesin dan/atau transmisi tipe baru yang siap diproduksi dan akan dipasarkan, atau kendaraan bermotor yang sudah beroperasi di jalan tetapi akan diproduksi dengan perubahan desain mesin dan/atau sistem transmisinya, atau kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan utuh (completely built-up) tetapi belum beroperasi di jalan wilayah Republik Indonesia. Kategori kendaraannya yaitu: a. Kategori L, yakni sepeda motor. b. Kategori M, yakni kendaraan bermotor roda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. c. Kategori N, yakni kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk angkutan barang berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. d. Kategori O, yakni kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi.

2.

Kendaraan bermotor tipe lama Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama, kendaraan bermotor lama adalah kendaraan yang sudah diproduksi, dirakit

Universitas Sumatera Utara

atau diimpor dan sudah beroperasi di wilayah Republik Indonesia. Kategori kendaraannya yaitu: a. Kategori L, yakni sepeda motor. b. Kategori M, yakni kendaraan bermotor roda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. c. Kategori N, yakni kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk angkutan barang berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. d. Kategori O, yakni kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. 2.6.3. Manfaat Uji Emisi Kendaraan Bermotor Uji emisi kendaraan bermotor memang belum terlalu populer di Indonesia. Namun, ternyata banyak manfaat yang bisa diambil dari pelaksanaan uji emisi kendaraan bermotor ini yaitu: 1. Dapat mengetahui boros tidaknya bahan bakar yang digunakan. Jika pada hasil uji emisi, nilai lambda kurang jauh dari 1, maka berarti kendaraan boros bensin. Nilai lambda berkaitan dengan perbandingan antara campuran udara dan bahan bakar yang terbuang lewat asap knalpot. Semakin kecil nilai lambda, semakin boros bensin. 2. Gas CO2 dan HC bisa menjadi indikator kondisi mesin. Nilai CO2 bisa turun jika kondisi mesin kurang bagus. Sedangkan jika nilai HC tinggi, berarti pembakaran mesin kurang sempurna (Anonim, 2005).

Universitas Sumatera Utara

3.

Dapat mengetahui kebocoran pada mesin kendaraan. Jika pada hasil uji emisi, nilai O2 diatas 2,5%, maka kemungkinan terdapat kebocoran pada saluran intake kendaraan atau knalpot.

4.

Menyebabkan usia pakai kendaraan lebih lama. Dengan melakukan uji emisi kendaraan secara berkala, maka dapat mendeteksi kerusakan atau masalah yang terdapat pada mesin kendaraan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan perbaikan mesin kendaraan sebelum kondisi tersebut menjadi lebih parah.

5.

Dapat memantau emisi kendaraan sehingga dapat mencegah terjadinya polusi udara (Setiawan, 2008).

2.6.4. Prosedur Uji Emisi Kendaraan Bermotor 1. Prosedur Uji Emisi Kendaraan Bermotor Berbahan Bakar Bensin Uji emisi kendaraan bermotor ini dilakukan untuk mengukur kadar gas karbon monoksida dan hidrokarbon dengan menggunakan gas analyzer pada kondisi idle (kondisi tanpa beban). Pengujian idle dilakukan dengan cara menghisap gas buang kendaraan bermotor ke dalam alat uji gas analyzer kemudian diukur kandungan gas monoksida dan hidrokarbon. Adapun prosedur uji emisi kendaraan bermotor berbahan bakar bensin adalah sebagai berikut: a. Persiapkan kendaraan yang akan diuji - Kendaraan yang akan diukur komposisi gas buangnya harus diparkir pada tempat yang datar - Pipa gas buang (knalpot) tidak bocor

Universitas Sumatera Utara

- Temperatur mesin normal 600C sampai dengan 700C atau sesuai rekomendasi manufaktur - Sistem asesoris (lampu, AC) dalam kondisi mati - Kondisi temperatur tempat kerja pada 200C sampai dengan 35 0C b. Persiapkan peralatan uji - Pastikan bahwa alat telah dalam keadaan terkalibrasi - Hidupkan sesuai prosedur pengoperasian (sesuai dengan rekomendasi manufaktur alat uji) c. Naikkan putaran mesin hingga mencapai 2.900 rpm sampai dengan 3.100 rpm. Kemudian tahan selama 60 detik dan selanjutnya kembalikan kepada kondisi idle d. Lakukan pengukuran pada kondisi idle dengan putaran mesin 600 rpm sampai dengan 1000 rpm atau sesuai rekomendasi manufaktur e. Masukkan probe alat uji ke dalam pipa gas buang sedalam 30 cm, bila kedalaman pipa gas buang kurang dari 30 cm, maka pasang pipa tambahan. f. Tunggu 20 detik dan lakukan pengambilan data kadar konsentrasi CO dalam satuan persen (%) dan HC dalam satuan ppm yang terukur pada alat uji (SNI 09-7118.1-2005) 2. Prosedur Uji Emisi Kendaraan Bermotor Berbahan Bakar Diesel Cara uji ini dilakukan untuk mengukur opasitas asap dengan menggunakan smoke opacimeter pada kondisi akselerasi bebas untuk kendaraan bermotor tipe M, N dan O yang berbahan bakar diesel. Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Persiapkan kendaraan yang akan diuji - Kendaraan yang akan diukur komposisi gas buangnya harus diparkir pada tempat yang datar - Pipa gas buang (knalpot) tidak bocor - Temperatur oli normal 600C sampai dengan 700C atau sesuai rekomendasi manufaktur - Sistem asesoris (lampu, AC) dalam kondisi mati - Kondisi temperatur tempat kerja pada 200C sampai dengan 35 0C b. Persiapkan peralatan uji - Pastikan bahwa alat telah dalam keadaan terkalibrasi - Hidupkan sesuai prosedur pengoperasian (sesuai dengan rekomendasi manufaktur alat uji) c. Naikkan putaran mesin hingga mencapai 2.900 rpm sampai dengan 3.100 rpm. Kemudian tahan selama 60 detik dan selanjutnya kembalikan kepada kondisi idle d. Masukkan probe alat uji ke dalam pipa gas buang sedalam 30 cm, bila kedalaman pipa gas buang kurang dari 30 cm, maka pasang pipa tambahan. e. Injak pedal gas maksimum (full throttle) secepatnya hingga mencapai putaran mesin maksimum, selanjutnya tahan 1 hingga 4 detik. Lepas pedal gas dan tunggu hingga putaran mesin kembali stasioner. Catat nilai opasitas asap. f. Ulangi proses butir (e) minimal 3 kali. g. Catat nilai persentase nilai rata-rata opasitas asap dari langkah (f) dalam satuan persen (%) yang terukur dalam alat uji (SNI 09-7118.2-2005).

Universitas Sumatera Utara

Nilai ambang batas emisi kendaraan bermotor untuk mobil penumpang yaitu sebagai berikut: Tabel 2.5. Nilai Ambang Batas Emisi Kendaraan Bermotor Untuk Mobil Penumpang No Kategori Tahun Parameter Metode uji pembua CO (%) HC Opasitas tan (ppm) (% HSU) 1 Berpenggerak < 2007 4,5 1200 Idle bensin 2007 1,5 200 2` Berpenggerak diesel - GVW 3,5 < 2010 70 Percepatan ton 2010 40 bebas - GVW > 3,5 < 2010 70 ton 2010 50 Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama Nilai opasitas merupakan perbandingan tingkat penyerapan cahaya oleh asap yang dinyatakan dalam satuan persen. Sedangkan kondisi idle merupakan kondisi dimana mesin kendaraan pada putaran dengan: a) sistem kontrol bahan bakar (misal: choke, akselerator) tidak bekerja.

b) posisi transmisi netral untuk kendaraan manual atau semi otomatis. c) posisi transmisi netral atau parkir untuk kendaraan otomatis. d) perlengkapan atau asesoris kendaraan yang dapat mempengaruhi putaran tidak dioperasikan atau dapat dijalankan atas rekomendasi manufaktur (SNI 197118.1-2005). 2.7. Pengendalian Emisi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 35 tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor adalah batas

Universitas Sumatera Utara

maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor. Jika nilai emisi kendaraan bermotor melebihi ambang batas yang telah ditetapkan, maka akan diberlakukan sanksi kepada pemilik kendaraan bermotor tersebut. Sanksi pelanggaran emisi sesuai dengan UU nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 67, yakni Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi tingkat emisi kendaraan bermotor, yaitu (Kusuma, 2002): 1. Mengembangkan substitusi bahan bakar dengan tujuan untuk mengurangi polutan (substitusi ini bisa berupa bahan bakar tanpa timbal ataupun gas). 2. Mengembangkan sumber tenaga alternatif yang rendah polusi (sumber tenaga bisa berupa tenaga listrik, tenaga surya, ataupun tenaga angin). 3. Memodifikasi mesin untuk mengurangi jumlah polutan yang terbentuk (modifikasi mesin bisa dilakukan baik dengan menggunakan turbo cyclone, memperbaiki sistem pencampuran bahan bakar, maupun dengan mengatur pendinginan di dalam ruang bakar). 4. Mengembangkan sistem pembuangan yang lebih sempurna (sistem pembuangan dari gas buang bisa disempurnakan dengan menggunakan semacam reheater,

Universitas Sumatera Utara

ataupun dengan menggunakan catalytic converter yang biasanya dipasang pada kendaraan mewah). 5. Memperbaiki sistem pengapian (sistem pengapian kendaraan dapat diperbaiki dengan mengatur ignition time dan delay period dari motor bakar, salah satunya adalah dengan menggunakan power ignition, EFI (Electronic Full Injection). 6. Menghindari cara pemakaian yang justru menghasilkan polutan yang tinggi (beberapa cara pemakaian yang salah adalah dengan mengerem mendadak, melakukan balapan di jalan raya, menambahkan pelumas pada knalpot kendaraan sehabis diservis, dan beban angkut yang melebihi kapasitas daya angkut motor). Bila emisi yang dikeluarkan oleh suatu aktivitas tidak sesuai dengan baku mutu emisi yang telah ditetapkan, maka perlu dibuat suatu cara pengendalian terhadap emisi tersebut. Beberapa jenis alat pengendali emisi antara lain: 1. Filter udara Filter udara dimaksudkan untuk menyaring partikel yang ikut keluar pada cerobong agar tidak ikut keluar ke lingkungan dan tidak mencemari lingkungan. Pemilihan jenis filter tergantung pada jenis dan ukuran filter yang terdapat pada sumber emisi (Mulia, 2005). 2. Pengendap siklon Pengendap siklon adalah pengendap debu atau abu yang ikut dalam gas buangan. Prinsip kerjanya yaitu dengan memanfaatkan gaya sentrifugal dari gas buangan yang dihembuskan melalui tepi dinding tabung silikon sehingga partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah (Wardhana, 2004).

Universitas Sumatera Utara

3.

Pengendap sistem gravitasi Alat pengendap ini berupa ruang panjang yang dialiri udara kotor yang mengandung partikel secara perlahan sehingga memungkinkan jatuhnya partikel ke bawah akibat gaya beratnya sendiri (Mulia, 2005).

4.

Pengendap elektrostatik Pemisahan partikel dengan diameter dibawah 5 m lebih efektif jika dilakukan dengan menggunakan pengendap elektrostatik dibandingkan dengan pengendap siklon dan pengendap sistem gravitasi. Alat pengendap ini berupa tabung silinder yang ditengahnya dipasangi kawat yang dialiri arus listrik. Perbedaan tegangan akan menimbulkan corona discharge di daerah seputar silinder yang akan menyebabkan kotoran udara mengalami ionisasi. Kotoran udara akan menjadi ion negatif dan ditarik oleh dinding tabung. Sedangkan udara bersih akan tertarik ke tengah silinder dan dihembuskan keluar tabung (Sunu, 2001).

5.

Filter basah Nama lain filter basah yaitu Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerjanya yaitu membersihkan udara kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat sedangkan udara yang kotor masuk dari bagian bawah alat. Saat udara yang kotor kontak dengan air, maka kotoran akan ikut semprotan air turun ke bawah. Gas yang bersih akan keluar dari bagian atas tabung (Wardhana, 2004).

6.

Exhause Gas Recirculation (EGR) Merupakan suatu teknik untuk mengatur konsentrasi NO dalam gas buang kendaraan bermotor dengan cara menurunkan konsentrasi NO atau dengan menurunkan temperatur siklus puncaknya (Chahaya, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.8.

Komponen Perilaku Antara lingkungan dan perilaku masyarakat memang saling terkait. Perilaku

masyarakat akan membentuk kualitas lingkungan, namun juga sebaliknya juga bisa terjadi kualitas lingkungan mampu membentuk perilaku masyarakat (Amsyari, 1996). Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang atau stimulus dengan tanggapan atau respon. Ia membedakan adanya dua respon yakni: 1. Respondent response Disebut juga reflexive response. Respon ini merupakan respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respon yang cenderung tetap. Respondent respon ini juga mencakup emosi respon atau emotional behavior, misalnya menangis karena sedih, muka merah karena marah, tertawa, dan sebagainya. 2. Operants response Disebut juga instrumental response. Respon ini merupakan respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang seperti ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena perangsangan itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Benyamin Bloom (1908), dalam Notoatmodjo (2003), seorang ahli pendidikan psikologi pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan, yakni:

Universitas Sumatera Utara

2.8.1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Amsyari (1996) dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perubahan perilaku seseorang memang sangat bergantung pada tata nilai yang dimiliki dan pengetahuan yang dipunyainya. Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi suatu perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari atau mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2. Interest, yakni orang tertarik kepada stimulus 3. Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus itu bagi dirinya. 4. Trial, orang telah mencoba memulai perilaku baru. 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai kesadaran, pengetahuan dan sikapnya terhadap stimulus tersebut. Dari penelitian selanjutnya Rogers menyatakan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Namun, apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku itu tidak akan bertahan lama. 2.8.2. Sikap (Attitude) Kimball Young (1945) dalam Dayakisni (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan suatu predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan.

Universitas Sumatera Utara

Gerungan (2004) menyatakan bahwa sikap atau attitude dapat diterjemahkan sebagai sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek tersebut. Dengan kata lain, attitude merupakan sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Allport (1945) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Bimo Walgito (1980) dalam Dayakisni (2003) menyatakan bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor yakni : 1. Faktor internal (individu itu sendiri), merupakan cara individu menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak. 2. Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada diluar individu merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Sedangkan Mednick, Higgins, dan Kirschenbaum (1975) dalam Dayakisni (2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor yakni: 1. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan. 2. Karakter kepribadian individu. 3. Informasi yang selama ini diterima individu.

Universitas Sumatera Utara

2.8.3. Tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Tindakan mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2003): 1. Persepsi Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkatan pertama. 2. Respon terpimpin Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah tindakan tingkatan kedua. 3. Mekanisme Jika seseorang sudah bisa melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan, maka ia sudah memasuki tingkat ketiga tindakan. 4. Adopsi Tindakan yang dilakukan sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikan tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2.9.

Kerangka Konsep

A. Karakteristik Responden - Umur - Pendidikan - Masa kerja - Pendapatan B. Sumber Informasi - Televisi - Radio - Koran - Majalah - Teman/kerabat - Petugas kesehatan C. Perilaku Supir Angkutan Kota Medan Trayek Martubung-Amplas Tentang Uji Emisi Kendaraan Bermotor - Pengetahuan - Sikap - Tindakan

Universitas Sumatera Utara