Chapter II 5

44
BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANGGOTA TNI AL LANTAMAL I BELAWAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI A. Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Istilah ”peristiwa pidana” atau ”tindak pidana” adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda ”strafbaar feit” yaitu suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan, dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. 47 Beberapa sarjana berusaha memberikan perumusan tentang pengertian dari peristiwa pidana, diantaranya: Moeljatno cenderung lebih suka menggunakan kata ”perbuatan pidana” daripada kata ”tindak pidana”. Menurut beliau kata ”tindak pidana” dikenal karena banyak digunakan dalam perundang-undangan untuk menyebut suatu ”perbuatan pidana”. Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. 48 Vos hanya memberikan perumusan yang sangat singkat mengenai tindakan atau perbuatan pidana. Menurut beliau bahwa strafbaar feit ialah kelakuan atau tingkah laku manusia yang oleh peraturan perundang-undangan diberikan pidana. Perumusan peristiwa pidana menurut Profesor Simons adalah Een 47 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), hal. 56. 48 Ibid. Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter II 5

Page 1: Chapter II 5

BAB II

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANGGOTA TNI AL LANTAMAL I BELAWAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI

A. Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana

Istilah ”peristiwa pidana” atau ”tindak pidana” adalah sebagai terjemahan dari

istilah bahasa Belanda ”strafbaar feit” yaitu suatu tindakan pada tempat, waktu dan

keadaan tertentu, yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh

undang-undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan, dilakukan oleh

seseorang yang mampu bertanggung jawab.47

Beberapa sarjana berusaha memberikan perumusan tentang pengertian dari

peristiwa pidana, diantaranya: Moeljatno cenderung lebih suka menggunakan kata

”perbuatan pidana” daripada kata ”tindak pidana”. Menurut beliau kata ”tindak

pidana” dikenal karena banyak digunakan dalam perundang-undangan untuk

menyebut suatu ”perbuatan pidana”. Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana

adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan mana disertai ancaman

(sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

48

Vos hanya memberikan perumusan yang sangat singkat mengenai tindakan

atau perbuatan pidana. Menurut beliau bahwa strafbaar feit ialah kelakuan atau

tingkah laku manusia yang oleh peraturan perundang-undangan diberikan pidana.

Perumusan peristiwa pidana menurut Profesor Simons adalah “Een

47 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), hal. 56. 48 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 5

strafbaargelesetelde, onrechtmatige, met schuld in verband standee handelling van

een teorekeningvatbar person”. Adapun maksud dari perumusan tersebut adalah salah

dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang

mampu bertanggung jawab. Perumusan simons tersebut menunjukkan unsur-unsur

peristiwa pidana diantaranya perbuatan manusia (handeling) dimana perbuatan

manusia tidak hanya perbuatan (een doen) akan tetapi juga melakukan atau tidak

berbuat (een natalen atau niet doen).49

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) merupakan produk hukum Indonesia yang isinya dibuat oleh

Pemerintahan Kolonial Belanda, sehingga KUHP yang ada saat ini tidak lain adalah

hasil alih bahasa yang dilakukan beberapa sarjana Indonesia.

50 Hukum pidana

menggunakan istilah strafbaar feit dalam menyebut tindak pidana.51 Simons

merumuskan strafbaar feit yaitu, ”strafbaar feit adalah suatu handeling

(tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan

dengan hukum dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seorang yang mampu

bertanggung jawab”.52 Profesor van Hattum berpendapat bahwa strafbaar feit adalah

tindakan yang membuat seseorang menjadi dapat dihukum.53

49 C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), hal. 37.

Kedua pendapat

tersebut merujuk kepada penggunaan istilah tindak pidana dalam merumuskan

50 Moeljatno, Kitab Undang Undang Hukum Pidana, cet. 21, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal. 10.

51 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1990), hal. 172.

52 S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni Ahaem Petehaem, 1989), hal. 205.

53 P.A.F. Lamintang, Op. cit., hal. 175.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 5

strafbaar feit. Berbeda dengan Moeljatno yang mengartikan strafbaar feit sebagai

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar

larangannya. Moeljatno merujuk istilah “perbuatan pidana” untuk merumuskan

strafbaar feit.54

Istilah “tindak pidana” telah digunakan oleh masing-masing penerjemah atau

yang menggunakan dan telah memberikan sandaran perumusan dari istilah strafbaar

feit dalam hukum pidana sebagaimana telah dijelaskan di atas. Istilah strabare feit

sendiri telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai perbuatan yang

dapat/boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana, dan tindak pidana.

55

Berdasarkan pendapat beberapa ahli pidana tersebut di atas, dapat dipahami

mengenai tindak pidana itu, sebagaimana S.R. Sianturi mengatakan:

56

1. Suatu perbuatan yang melawan hukum.

2. Orang yang dikenai sanksi harus mempunyai kesalahan (asas tiada pidana tanpa kesalahan). Kesalahan itu sendiri terdiri dari kesalahan yang disebabkan secara sengaja dan yang disebabkan karena kelalaian.

3. Subjek atau pelaku baru dapat dipidana jika ia dapat bertanggung jawab dalam artian berfikiran waras.

Sebagai tindak pidana, harus melekat suatu unsur melawan hukum dalam arti

melawan hukum secara formil dan secara materil.57

54 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidanai, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 54.

Pencantuman unsur melawan

hukum dalam suatu tindak pidana berpengaruh pada proses pembuktian. Misalnya

dalam suatu pasal secara nyata terdapat unsur melawan hukum, maka penuntut umum

55 S.R. Sianturi, Op. cit., hal. 204. 56 Ibid. 57 J.M. van Bemmelen, Hukum Pidana I: Hukum Pidana Material Bagian Umum,

Diterjemahkan oleh Hasan (tanpa tempat: Bina Cipta, 1984), hal. 102-103.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 5

harus membuktikan unsur tersebut, jika unsur tersebut tidak terbukti maka

putusannya vrijspraak atau putusan bebas. Sedangkan, jika unsur melawan hukum

tidak secara tegas merupakan unsur dari suatu tindak pidana maka tidak terbuktinya

unsur tersebut menyebabkan putusannya lepas dari segala tuntutan hukum.58

Unsur kesalahan (schuld) dipersamakan dengan kesengajaan (opzet) atau

kehendak (voornawen). Tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld)

berarti orang yang dihukum harus terbukti bersalah. Kesalahan mengandung dua

pengertian, dalam arti sempit yang berarti kesengajaan (dolus/opzet) yakni berbuat

dengan hendak dan maksud atau dengan menghendaki dan mengetahui atau willen en

wetens, sedangkan dalam arti luas berarti dolus dan culpa.

59 Culpa sendiri berarti

kealpaan, dimana pada diri pelaku terdapat kekurangan pemikiran, kekurangan

pengetahuan, dan unsur yang ketiga yaitu pertanggungjawaban subjek. Sesuatu dapat

dikatakan sebagai tindak pidana apabila ada subjek (pelaku) dari tindak pidana itu

sendiri. Agar dapat dipidana, dalam diri subjek atau pelaku pidana tidak terdapat

dasar penghapus pidana, baik dasar pembenar maupun dasar pemaaf. kekurangan

kebijaksanaan yang diperlukan.60

Tindak pidana dapat dibagi dengan menggunakan kriteria. Pembagian ini

berhubungan erat dengan berat atau ringannya ancaman, sifat, bentuk dan perumusan

suatu tindak pidana. Pembedaan ini erat pula hubungannya dengan ajaran-ajaran

58 Ibid. 59 Jan Remmelink, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab

Undang-undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2003), hal. 173.

60 S.R. Sianturi, Op. cit., hal. 192.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 5

umum hukum pidana.61 Menurut kitab undang-undang hukum pidana yang berlaku

sekarang terdapat dua macam pembagian tindak pidana, yaitu kejahatan (misdrijven)

yang ditempatkan dalam buku ke-II dan pelanggaran (overtredingen) yang

ditempatkan dalam buku ke-III.62

Istilah kejahatan berasal dari kata jahat, yang artinya sangat tidak baik, sangat

buruk, sangat jelek yang ditumpukan terhadap tabiat dan kelakuan orang. Menurut B.

Simandjutak, kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak

pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam

masyarakat. Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah setiap kelakuan yang bersifat

tercela yang merugikan dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam

suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak mencelanya dan

menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja

diberikan karena kelakuan tersebut. Menurut J. E Sahetapy dan Mardjono

Reksodipuro, kategorisasi tentang perbuatan sebagai suatu kejahatan (sesuatu yang

dilekati sifat jahat) sesungguhnya merupakan suatu hal yang bersifat subyektif,

historis dan partikular.

63

Pelanggaran dalam buku III merupakan tindak pidana yang sanksinya lebih

ringan dibandingkan dengan kejahatan. Pelanggaran Hukum adalah perbuatan yang

disadari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang

61 S.R. Siantury, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni AHM PTHM, 1986), hal. 228.

62 Ibid., hal. 230. 63 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipa, 2002), hal. 71-72.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 5

menyebutnya sebagai delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak

melakukan sesuatu yang diperintahkan/diharuskan. Contoh: tidak menghadap sebagai

saksi di pengadilan diatur dalam Pasal 522 KUHP; tidak menolong orang yang

membutuhkan pertolongan diatur dalam Pasal 531 KUHP.

Sebagai subjek tindak pidana pada mulanya hanyalah orang sebagai

natuurlijke persoonen, sedangkan badan hukum atau rechts persoonen tidak dianggap

sebagai subjek,64 pada perkembangannya terjadi perluasan terhadap subjek tindak

pidana. Pembuat undang-undang dalam merumuskan delik sering memperhitungkan

kenyataan manusia melakukan tindakan di dalam atau melalui organisasi yang, dalam

hukum keperdataan maupun di luarnya, muncul sebagai satu kesatuan dan karena dari

itu diakui serta mendapat perlakuan sebagai badan hukum/korporasi.65

Subjek dalam hukum pidana saat tidak lagi terbatas pada manusia sebagai

pribadi kodrati (natuurlijke persoonen) tetapi juga mencakup manusia sebagai badan

hukum (rechts persoonen). Manusia atau orang sebagai subjek hukum pidana

menyebabkan pertanggungjawaban pidana bersifat pribadi. Dalam militer, barang

siapa atau setiap anggota TNI yang melakukan tindak pidana, maka orang itulah yang

harus bertanggung jawab, sepanjang pada diri orang tersebut tidak ditemukan dasar

penghapus pidana. Desersi yang dilakukan oleh anggota TNI adalah tindakan

melanggar hukum dan dapat dipidana meneurut hukum militer.

64 Ibid., hal. 219. 65 Jan Remmelink, Op. cit., hal. 97.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 5

B. Desersi Merupakan Salah Satu Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Militer

Tindak pidana militer adalah tindak pidana yang dilakukan oleh subjek

hukumnya yaitu militer. Tindak pidana semacam ini disebut tindak pidana militer

murni (zuiver militaire delict). Tindak pidana militer murni adalah suatu tindak

pidana yang hanya dilakukan oleh seorang militer, karena sifatnya khusus untuk

militer. Contoh: Tindak pidana desersi sebagaimana diatur Pasal 87 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM); tindak pidana insubordinasi sebagaimana

diatur dalam Pasal 105-109 KUHPM dan lain-lain. Maksudya tindak pidana

insubordinasi ini adalah seorang bawahan dengan tindakan nyata mengancam dengan

kekerasan yang ditujukan kepada atasannya atau komandannya. Tindakan nyata itu

dapat berbentuk perbuatan dan dapat juga dengan suatu mimik atau isyarat. Tindak

pidana meninggalkan pos penjagaan sebagaimana diatur dalam Pasal 118 KUHPM.

Maksudya: Penjaga yang meninggalkan posnya dengan semuanya, tidak

melaksanakan suatu tugas yang merupakan keharusan baginya dimana dia tidak

mampu menjalankan tugasnya sebagai penjaga sebagaimana mestinya diancam

dengan pidana penjara maksimal empat tahun.66

Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI murni militer didasarkan

kepada peraturan terkait dengan militer. Anggota TNI yang melakukan tindak pidana

murni militer sebagaimana disebutkan dalam hukum pidana militer termasuk

kejahatan yakni: kejahatan terhadap keamanan negara; kejahatan dalam pelaksanaan

66 S.R. Siantury, Op. cit., hal. 337.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 5

kewajiban perang, kejahatan menarik diri dari kesatuan dalam pelaksanaan kewajiban

dinas (desersi); kejahatan-kejahatan pengabdian, kejahatan pencurian, penipuan, dan

penadahan, kejahatan merusak, membinasakan atau menghilangkan barang-barang

keperluan angkatan perang.67

Tindak pidana militer campuran (germengde militaire delict) adalah tindak

pidana mengenai perkara koneksitas artinya suatu tindak pidana yang dilakukan

secara bersama-sama antara sipil dan militer yang dalam hal ini dasarnya kepada

undang-undang militer dan KUH Pidana. Contoh: tindak pidana pencurian yang

dilakukan secara bekerja sama antara sipil dan militer; tindak pidana pembunuhan

yang korbannya adalah sipil; dan lain-lain. Tindak pidana campuran ini selalu

melibatkan subjek hukum yakni sipil baik pelaku maupun sebagai korban tindak

pidana.

68

Salah satu jenis tindak pidana yang menjadi fokus pembahasan dalam

penelitian ini adalah tindak pidana desersi. Tindak pidana desersi ini merupakan

contoh tindak pidana murni dilakukan oleh militer. Desersi adalah tidak beradanya

seorang militer tanpa izin atasannya langsung, pada suatu tempat dan waktu yang

sudah ditentukan oleh dinas, dengan lari dari kesatuan dan meninggalkan dinas

kemiliteran, atau keluar dengan dengan cara pergi, melarikan diri tanpa ijin.

Perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan yang tidak boleh terjadi dalam kehidupan

67 SR. Sianturi, Hukum Pidana Militer di Indonesia, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Tentara Nasional Indonesia, 2010), hal. 3-4.

68 Munir, Rachland Nashidik, Fajrul Falaakh, Bambang Widjojanto, Riefqi Muna, Rudy Satriyo, Kusnanto Anggoro, Rizal Sukma, dan Edy Prasetyono, Nasakah Akademik Perubahan HUHAP Mengenai Koneksitas, Loc. cit., hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 5

militer. Istilah desersi terdapat dalam KUHPM pada Bab III tentang ”Kejahatan-

Kejahatan Yang Merupakan Suatu Cara Bagi Seorang Militer Menarik Diri dari

Pelaksanaan Kewajiban-Kewajiban Dinas”.69

Tindak pidana desersi merupakan suatu tindak pidana yang secara khusus

dilakukan oleh seorang militer karena bersifat melawan hukum dan bertentangan

dengan undang-undang khususnya hukum pidana militer. Tindak pidana desersi ini

diatur dalam Pasal 87 KUHPM, yaitu:

1) Diancam karena desersi, militer: Ke-1, yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari

kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, menyebrang ke musuh atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu.

Ke-2, yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari 30 (tiga puluh) hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari.

Ke-3 yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dan karenanya tidak ikut melaksanakan sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diuraikan dalam Pasal 85 ke-2.

2) Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.

3) Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana pencara maksimum delapan tahun enam bulan.

Setelah mencermati substansi rumusan pasal tersebut mengenai ketentuan cara

bagi seorang prajurit untuk menarik diri dari pelaksanaan kewajiban dinas, bahwa

hakikat dari tindak pidana desersi harus dimaknai bahwa pada diri anggota TNI yang

melakukan desersi harus tercermin sikap bahwa ia tidak ada lagi keingginanya untuk

berada dalam dinas militer. Maksudnya bahwa seorang anggota militer yang karena

69 SR. Sianturi, Op. cit., hal. 257.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 5

salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa ijin dan tanpa ada

suatu alasan untuk menghindari bahaya perang dan menyeberang ke wilayah musuh

atau dalam keadaan damai tidak hadir pada tempatnya yang telah ditentukan untuk

melakukan tugas yang dibebankan kepadanya.

Hal tersebut dapat saja terealisasi dalam perbuatan yang bersangkutan pergi

meninggalkan kesatuan dalam batas tenggang waktu minimal 30 hari secara berturut-

turut atau perbuatan menarik diri untuk selama-lamanya. Bahwa dalam kehidupan

sehari-hari, seorang anggota militer dituntut kesiapsiagaannya ditempat dimana

seharusnya berada, tanpa ia sukar dapat diharapkan padanya untuk menjadi militer

yang mampu menjalankan tugasnya.

Tindakan-tindakan ketidakhadiran anggota militer pada suatu tempat untuk

menjalankan tugas dinas ditentukan sebagai suatu kejahatan, karena penghayatan

disiplin merupakan hal yang sangat urgen dari kehidupan militer karena disiplin

merupakan tulang punggung dalam kehidupan militer. Lain halnya dengan kehidupan

organisasi bukan militer, bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu kejahatan,

melainkan sebagai pelanggaran disiplin organisasi.70

Makna dari rumusan perbuatan menarik diri untuk selamanya apabila

dicermati dari kewajiban-kewajiban dinasnya, secara sepintas perbuatan tersebut

menunjukkan bahwa anggota militer yang melakukan desersi (petindak) itu tidak

akan kembali ke tempat tugasnya yang harus ditafsirkan bahwa pada diri anggota

70 Agita Kartika Ayuningtyas, Op. cit., hal. 20.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 5

militer tersebut terkandung kehendak bahwa dirinya tidak ada lagi keingginan untuk

tetap berada dalam dinas militer.

Bentuk-bentuk desersi, disebutkan disebutkan dalam buku Badan Pembinaan

Hukum TNI berdasarkan pada ketentuan Pasal 87 KUHPM ada 3 (tiga) bentuk

desersi yaitu:

1. Bentuk desersi murni, yaitu desersi karena tujuan antara lain:

a. Pergi dengan maksud menarik diri untuk selama-lamanya dari kewajiban

dinas. Arti dari untuk selamanya ialah tidak akan kembali lagi ke tempat

tugasnya. Dari suatu kenyataan bahwa pelaku telah bekerja pada suatu

jawatan atau perusahaan tertentu tanpa suatu perjanjian dengan kepala

perusahaan tersebut bahwa pekerjaan itu bersifat sementara sebelum ia

kembali ke kesatuannya. Bahkan jika si pelaku itu sebelum pergi sudah

mengatakan tekadnya kepada seorang teman dekatnya tentang maksudnya

itu, kemudian tidak lama setelah pergi ia ditangkap oleh petugas, maka

kejadian tersebut sudah termasuk kejahatan desersi. Dari kewajiban-

kewajiban dinasnya, maksudnya jika pelaku itu pergi dari kesatuannya,

dengan maksud untuk selama-lamanya dan tidak menjalankan tugas dan

kewajiban sebagai seorang militer, maka perbuatan itu adalah desersi.

b. Pergi dengan maksud menghindari bahaya perang. Maksudnya seorang

militer yang kepergiannya itu dengan maksud menghindari bahaya dalam

pertempuran dengan cara melarikan diri, dalam waktu yang tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 5

ditentukan, tindakan yang demikian dapat dikatakan sebagai desersi dalam

waktu perang.

c. Pergi dengan maksud menyeberang ke musuh. Untuk menyeberang ke

musuh adalah maksud atau tujuan dari pelaku untuk pergi dan memihak

pada musuh yang tujuannya dapat dibuktikan (misalnya sebelum

kepergianya ia mengungkapkan kepada teman-teman dekatnya untuk pergi

memihak musuh), maka pelaku telah melakukan desersi.

d. Pergi dengan tidak sah memasuki dinas militer asing. Pengertian

memasuki dinas militer apabila tujuan pelaku bermaksud memasuki

kekuasaan lain pasukan, laskar, partisan dan lain sebagainya dari suatu

organisasi pembrontak yang berkaitan dengan persoalan spionase,

tindakan tersebut sudah termasuk melakukan kejahatan desersi.

2. Bentuk desersi karena waktu sebagai peningkatan kejahatan dari

ketidakhadiran tanpa ijin, yaitu:

a. Tidak hadir dengan tidak sah karena kesalahannya, lamanya melebihi 30

(tiga puluh) hari waktu damai, contoh: seorang anggota militer yang

melakukan kejahatan ketidakhadiran yang disengaja atau dengan sengaja

dalam waktu damai selama 30 hari berlanjut.

b. Tidak hadir dengan tidak sah karena kesalahannya, lebih lama dari 4

(empat) hari dalam masa perang, contoh seorang militer yang melakukan

kejahatan ketidakhadiran dengan sengaja disaat Negara dalam keadaan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II 5

sedang perang atau militer tersebut sedang ditugaskan kesatuannya di

daerah konflik.

3. Bentuk desersi karena sebagai akibat. Hal ini sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 87 ayat (1) ke-3, umumnya termasuk dalam pengertian Pasal 85

ke-2 ditambah dengan adanya unsur kesengajaan dari si pelaku.

Sebagaimana dalam daftar nominatif perkara tindak pidana desersi di Pomal

Lantamal I Belawan Periode Triwulan III Tahun 2010 jumlah kasus yang sering

terjadi atau tindak pidana desersi karena melanggar Pasal 87 ayat (1) ke 2 jo ayat (2)

KUHPM dimana menurut daftar tersebut ada 9 (sembilan) kasus yang sudah diputus

oleh hakim Pengadilan Militer dan 4 (empat) kasus sedang dalam proses Otmil I-02

Medan.

Menurut S.R. Sianturi, ada empat macam cara atau keadaan yang dirumuskan

sebagai bentuk desersi murni yaitu:71

1. Anggota militer yang pergi dengan maksud (oogmerk) untuk menarik diri selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya;

2. Anggota militer yang pergi dengan maksud untuk menghindari bahaya perang;

3. Anggota militer yang pergi dengan maksud untuk menyeberang ke musuh; dan

4. Anggota militer yang pergi dengan maksud untuk memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu.

Pengertian pergi ditegaskan dalam Pasal 95 KUHPM yaitu perbuatan

menjauhkan diri dari, ketidakhadiran pada atau membuat diri tertinggal untuk sampai

pada suatu tempat atau tempat-tempat dimana militer itu seharusnya berada untuk

71 SR. Sianturi, Op. cit., hal. 273.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II 5

memenuhi kewajiban-kewajiban dinas yang ditugaskan kepadanya; yang disebut

dengan ketidakhadiran adalah tidak hadir pada tempat atau tempat-tempat tersebut.

Unsur bersifat melawan hukum yang tersirat dalam Pasal 87 KUHPM di atas jika

dikaitkan dengan ketentuan Pasal 95 KUHPM, bahwa yang dimaksud dengan pergi

(verwijderen) adalah perbuatan-perbuatan:72

1. Menjauhkan diri dari (zich verwijderen);

2. Menyembunyikan diri dari; 3. Meneruskan ketidakhadiran pada; atau 4. Membuat diri sendiri tertinggal untuk sampai pada suatu tempat atau tempat-

tempat dimana militer itu seharusnya berada untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dinas yang ditugaskan kepadanya.

Sebagaimana diketahui salah satu unsur dari tiap-tiap kejahatan adalah

bersifat melawan hukum baik secara tersurat maupun secara tersirat.73

Seorang anggota militer yang bermaksud menarik diri untuk selamanya dari

kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, selama maksud tersebut

berada pada hati sanubarinya sendiri, tidak diwujudkan dengan suatu tindakan yang

nyata, maka selama itu maksud tersebut belum dapat dikatakan sebagai perbuatan

yang bersifat melawan hukum. Demikian juga perbuatan ”pergi”, belum tentu sudah

Unsur bersifat

melawan hukum dalam Pasal 87 ayat (1) ke-1 hanya secara tersirat dirumuskan yang

dapat disimpulkan dari salah satu maksud tersebut adalah: Menjauhkan diri dari (zich

verwijderen); Menyembunyikan diri dari; dan Meneruskan ketidakhadiran yang

terkandung bagi pelaku dan harus dikaitkan dengan perbuatan kepergiannya itu.

72 Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2006), hal. 232.

73 Lihat: Putusan Mahkamah Agung Nomor:30/K/Kr/1969 tanggal 6 Juni 1970.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II 5

merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum, jika kepergian itu tanpa ijin,

sudah jelas sifat melawan hukumnya terdapat pada kata-kata ”tanpa ijin”, namun jika

kepergian itu sudah mendapat ijin (misalnya cuti) maka kepergian itu tidak bersifat

melawan hukum. Oleh karena itu, baru setelah maksud tersebut diwujudkan secara

nyata dalam suatu tindakan (dalam hal kepergiannya itu) terdapat sifat melawan

hukum dari tindakan tersebut.74

Berdasarkan hal tersebut, jika seorang anggota militer meninggalkan tempat

dan tugasnya keran sudah mendapatkan ijin cuti, tetapi ternyata kemudian anggota

militer tersebut bermaksud untuk tidak akan kembali lagi untuk selamanya ke tempat

tugasnya, perbuatan tersebut sudah merupakan perbuatan melawan hukum walaupu

kepergiannya itu ”dengan ijin” dan sekaligus tindakan atau perbuatan sedemikian itu

telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana desersi.

Pasal 87 ayat (1) ke-2 menegaskan bahwa yang karena salahnya atau dengan

sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari 30

(tiga puluh) hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari. Berdasarkan pasal

ini dapat dipahami bahwa sebagai batas tindak pidana desersi dari segi waktu adalah

tiga puluh hari. Desersi yang dilakukan sesuai dengan Pasal 87 KUHPM sanksinya

adalah penjara dan pemecatan dari anggota militer, karena terdapat ancaman pidana

dalam pasal tersebut. Jika ketidakhadiran dilakukan kurang dari 30 (tiga puluh) hari

atau setidak-tidaknya satu hari maka belum bisa dikatakan sebagai tindak pidana

desersi tetapi disebut tidak hadir tanpa ijin yang dapat diselesaikan secara hukum

74 Moch. Faisal Salam, Op. cit., hal. 273.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II 5

disiplin militer (misalnya karena keterlambatan hadir dalam kesatuan militer.75 Tidak

hadir tanpa ijin selama satu hari di sini adalah selama 1 x 24 jam. Sebagai patokan

untuk menentukan ketidakhadiran itu dihitung mulai tidak hadir saat apel, atau pada

saat dibutuhkan/penting tidak hadir pada tempatnya yang telah ditentukan untuk

melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.76

Secara administratif, berdasarkan Juklak Kasal disebutkan deseri yang lebih

dari 30 (tiga puluh) hari atau setidak-tidaknya pada hari ke-31 sudah dinyatakan

desersi. Desersi yang dimaksud di sini adalah yang diancam dengan pidana dan

pemecatan bukan penyelesaiannya secara hukum disiplin militer sebab waktunya

sudah lebih dari 30 (tiga puluh) hari atau setidak-tidaknya hari ke-31 sejak dinyatakan

desersi.

77

Terhadap anggota TNI yang akan dijatuhi hukuman disiplin perbuatannya

harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5 UU

No.26 Tahun 1997 tentang Disiplin Militer (selanjutnya disingkat dengan UU

Disiplin Prajurit TNI). Pasal 5 UU Disiplin Prajurit TNI, menegaskan, ”Pelanggaran

disiplin prajurit adalah ketidaktaatan dan ketidakpatuhan yang sungguh-sungguh pada

diri prajurit yang bersendikan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit untuk melaksanakan

tugas dan kewajiban sesuai dengan aturan-aturan atau tata kehidupan prajurit”.

75http://www.detiknews.com/read/2010/09/12/055310/1439334/10/telat-kembali-mudik-anggota-tni-bisa-dianggap-desersi, diakses tanggal 9 Agustus 2011.

76 Ibid., hal. 271. 77 Petunjuk Pelaksanaan Kasal Nomor: Juklak/14/III/2006 tentang Penyelesaian Administrasi

Tindak Pidana Desersi di Lingkungan TNI Angkatan Laut.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II 5

Pelanggaran disiplin anggota TNI sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU

Disiplin Prajurit TNI meliputi pelanggaran hukum disiplin murni dan pelanggaran

hukum disiplin tidak murni. Pelanggaran disiplin murni adalah setiap perbuatan yang

bukan merupakan tindak pidana, tetapi bertentangan dengan perintah kedinasan atau

peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit,

contohnya: terlambat apel, berpakaian kurang rapi/baju tidak dikancingkan atau

kotor, berambut gondrong dan sepatu tidak disemir. Jenis hukuman untuk

pelanggaran ini berupa hukuman disiplin prajurit berupa tindakan fisik atau teguran

lisan untuk menumbuhkan kesadaran dan mencegah terulangnya pelanggaran ini

seperti push up dan lari keliling lapangan. Sedangkan pelanggaran hukum disiplin

tidak murni adalah setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana yang sedemikian

ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin militer. Tindak

pidana ringan sifatnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara

paling lama 3 (tiga) bulan atau kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda

paling tinggi Rp.6.000.000 (enam juta rupiah), perkaranya sederhana dan mudah

pembuktiannya serta tindak pidana yang terjadi tidak akan mengakibatkan

terganggunya kepentingan TNI atau kepentingan umum, contohnya: Penganiayaan

ringan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan

pekerjaan. Jenis hukuman untuk pelanggaran ini berupa hukuman disiplin prajurit

berupa penahanan ringan paling lama selama 14 (empat belas hari) atau penahanan

berat paling lama 21 (dua puluh satu hari). Pihak yang berhak menjatuhkan semua

jenis hukuman disiplin kepada setiap anggota TNI yang berada di bawah wewenang

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II 5

komandonya adalah Komandan atau Atasan yang berhak Menghukum (selanjutnya

disebut Ankum) yang dilaksanakan dalam sidang disiplin.78

Bentuk-bentuk desersi yang dilakukan anggota TNI atau anggota militer

sebagaimana dimaksud di atas, dapat diberlakukan kepada si pelaku ketentuan Pasal

88 KUHPM.

(1) Maksimum diancam pidana yang diterapkan dalam Pasal 86 dan 87

diduakalikan:

1. Apabila ketika melakukan kejahatan itu belum lewat lima tahun, sejak

petindak telah menjalani seluruhnya atau sebahagian dari pidana yang

dijatuhkan kepadanya dengan putusan karena melakukan desersi atau

dengan sengaja melakukan ketidakhadiran dengan tanpa ijin atau sejak

pidana itu seluruhnya dihapuskan baginya, atau apabila ketika melakukan

kejahatan itu hak untuk menjalankan pidana tersebut belum kadaluarsa.

2. Apabila dua orang atau lebih, masing-masing untuk diri sendiri dalam

melakukan salah satu kejahatan-kejahatan tersebut dalam Pasal 86 dan 87,

pergi secara bersama-sama atau sebagai kelanjutan dari pemufakatan

jahat.

3. Apabila petindak adalah militer pemegang komando.

4. Apabila dia melakukan kejahatan itu sedang dalam menjalankan dinas.

5. Apabila dia pergi ke atau di luar negeri.

78 Agita Kartika Ayuningtyas, Op. cit., hal. 23-24.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II 5

6. Apabila dia melakukan kejahatan itu dengan menggunakan suatu perahu

laut, pesawat terbang, atau kenderaan yang termasuk pada angkatan

perang.

7. Apabila dia melakukan kejahatan itu dengan membawa serta suatu

binatang yang digunakan untuk kebutuhan angkatan perang, senjata, atau

amunisi.

(2) Apabila kejahatan tersebut dalam Pasal 86 atau kejahatan desersi dalam

keadaan damai dibarengi dengan dua atau lebih keadaan-keadaan dalam ayat

(1) nomor 1 s/d 7, maka maksimum ancaman pidana yang ditentukan pada

ayat tersebut ditambah dengan setengahnya.

Maksud dari pasal di atas adalah pemberatan. Pemberatan dimaksud Pasal 88

ayat (1) nomor 1 KUHPM lazim disebut perulangan atau recidive yakni si pelaku

sudah pernah dijatuhi hukuman oleh hakim karena melakukan kejahatan yang serupa

dengan kejahatan yang dilakukannya sekarang, maka dalam hal seperti ini, desersi

atau tidak hadir dengan tidak sah dilakukannya dengan sengaja. Perbuatan itu baru

dapat dikatakan pengulangan apabila masa kadaluarsa dari kejahatan itu belum habis.

Tenggang masa kadaluarsa (verjaring) Menurut KUH Pidana untuk semua

pelanggaran sesudah 1 (satu) tahun; untuk kejahatan yang diancam denda, kurungan

atau penjara maksimum 3 (tiga) tahun daluwarsanya sesudah 6 (enam) tahun; untuk

kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 (tiga) tahun daluwarsanya 12

(dua belas) tahun; dan untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup

daluwarsanya sesudah 18 (delapan belas) tahun. Akan tetapi khusus untuk kejahatan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II 5

desersi masa kadaluarsanya 12 (dua belas) tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 41

KUHPM.79

Maksud dari Pasal 88 ayat (1) nomor 2 KUHPM di atas, pemberatan

dikarenakan adanya kerja sama antara para pelaku, baik yang dilakukan secara sadar

atau secara tidak sadar dan tidak perlu terjadinya kejahatan-kejahatan itu pada saat

yang bersamaan. Pemberatan yang dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) nomor 3

KUHPM diberikan apabila yang memerlukan kejahatan dengan sengaja tidak hadir

dengan tidak sah bagi seseorang anggota militer yang memegang pimpinan. Anggota

militer yang memegang komando adalah suatu pasukan yang berdiri sendiri.

80

Pemberatan dimaksud Pasal 88 ayat (1) nomor 4 KUHPM bagi anggota

militer yang sedang melakukan dinas dimana mereka yang secara nyata-nyata sedang

dalam keadaan melakukan tugas dinas. Arti melaksanakan dinas lebih luas daripada

pengertian sedang melaksanakan tugas. Hal yang juga memberatkan bagi pelaku

dalam Pasal 88 ayat (1) nomor 5 KUHPM jika kejahatan desersi itu tidak hadir

dengan tidak sah dilakukan dengan jalan pergi ke laur negeri atau dilakukan di luar

negeri atau melakukan desersi pergi ke laur wilayah NKRI. Memberatkan dimaksud

Pasal 88 ayat (1) nomor 6 apabila kejahatan itu dilakukan dengan membawa perahu

atau kapal, pesawat terbang, atau kendaraan-kendaraan yang termasuk kepunyaan

TNI. Kajahatan ini mungkin suatu perbuatan yang merupakan rangkaian tindak

pidana yaitu selain melakukan desersi, juga melakukan pencurian terhadap

79 Moch. Faisal Salam, Op. cit., hal. 224-225. 80 Ibid., hal. 225.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II 5

perlengkapan militer. Hal yang memberatkan dimaksud Pasal 88 ayat (1) nomor 7

KUHPM di atas ialah kejahatan tersebut dilakukan dengan membawa binatang,

senjata atau mesiu yang seharusnya digunakan untuk kepentingan TNI. Binatang

yang dimaksud di sini yaitu binatang-binatang yang bisa digunakan untuk

kepentingan TNI misalnya kuda, anjing, merpati pos, dan lain-lain yang dianggap

penting untuk membantu peperangan dalam situasi medan yang sulit.81

Sementara maksud pada ketentuan Pasal 88 ayat (2) KUHPM menentukan hal

yang lebih memberatkan lagi hingga ancaman hukumannya ditambah dengan

setengahnya, setelah hukuman dalam Pasal 88 ayat (2) KUHPM ini diduakalikan. Hal

yang memberatkan itu apabila si pelaku melakukan kejahatan yang disertai atau tidak

dengan sah karena disengaja, disertai dengan dua orang atau lebih dari ketentuan-

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) dari nomor 1 s/d 7

KUHPM.

82

Desersi yang dimaksud dalam Pasal 87 KUHPM merupakan suatu tindak

pidana militer murni dan bukan merupakan pelanggaran disiplin sehingga untuk

penyelesaian tidak bisa diselesaikan melalui hukum disiplin militer melainkan harus

diselesaikan melalui sidang pengadilan. Oleh karena itu yang berhak mengadili tindak

pidana desersi adalah Hakim Militer dalam Sistem Peradilan Pidana Militer, dimana

bentuk penjatuhan pidana militernya terdapat di dalam Pasal 6 KUHPM yaitu berupa

pidana pokok (yakni: pidana mati; penjara; kurungan; pidana tutupan) sampai dengan

81 Ibid. 82 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II 5

pidana tambahan (yakni: pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan

haknya untuk memasuki TNI; penurunan pangkat; dan pencabutan hak-hak yang

disebutkan dalam Pasal 35 KUHPM).

Bagi anggota TNI yang terlibat masalah perdata (baik sebagai tergugat

maupun penggugat) maka untuk penyelesaiannya melalui pengadilan di lingkungan

peradilan umum, dan apabila yang dihadapi adalah masalah yang ada hubungan

dengan perceraian maupun waris menurut hukum islam maka penyelesaian melalui

peradilan Agama. Mengenai gugatan tata usaha militer, apabila ada orang atau badan

hukum perdata yang merasa dirugikan atas dikeluarkannya suatu keputusan yang

dikeluarkan badan atau pejabat tata usaha militer maka sesuai dengan hukum acara

tata usaha militer pada Bab V Pasal 265 UU No.31 tahun 1997 tentang Peradilan

Militer, gugatan diajukan, ke Pengadilan Militer Tinggi, namun sampai saat ini

Peradilan Tata Usaha Militer tersebut belum terwujud, karena belum ada Peraturan

Pemerintahnya.

Unsur-unsur tindak pidana desersi dalam ketentuan Pasal 87 ayat (1) ke-2

KUHPM yang ditegaskan berikut: “yang karena salahnya atau dengan sengaja

melakukan ketidakhadiran tanpa ijin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh

hari”. Berdasarkan rumusan Pasal 87 ayat (1) ke-2, maka ada 5 (lima) unsur tindak

pidana desersi, yaitu:

1. Militer;

2. Dengan sengaja;

3. Melakukan ketidakhadiran tanpa ijin;

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II 5

4. Dalam masa damai; dan

5. Lebih lama dari tiga puluh hari.

Terhadap unsur-unsur tersebut di atas terdapat pengertian bahwa unsur:83

1. Militer

a. Menurut Pasal 46 KUHPM ialah mereka yang berkaitan dinas secara

sukarela pada Angkatan Perang yang diwajibkan berada dalam dinas

secara terus menerus dalam tenggang waktu dinas tersebut (disebut

militer) ataupun semua sukarelawan lainnya pada angkatan perang dan

para wajib militer selama mereka berada dalam dinas.

b. Baik militer sukarela maupun militer wajib84

c. Bahwa di Indonesia yang dimaksud dengan militer adalah kekuatan

angkatan perang dari suatu Negara.

adalah merupakan

yustisiabel peradilan militer yang berarti kepada mereka dapat dikenakan

atau diterapkan ketentuan-ketentuan hukum pidana militer di samping

ketentuan-ketentuan hukum pidana umum, termasuk di sini terdakwa

sebagai anggota militer/TNI.

d. Bahwa seorang militer ditandai dengan mempunyai: Pangkat, NRP

(Nomor Registrasi Pusat), Jabatan, Kesatuan didalam melaksanakan

83 Agita Kartika Ayuningtyas, Op. cit., hal. 25-26. 84 Ibid. Militer sukarela adalah militer atau prajurit sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka

16 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa yang dimaksud dengan prajurit wajib adalah warga negara ynag mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan karena diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan militer atau prajurit sukarela ditegaskan dalam Pasal 1 angka 15 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI bahwa prajurit sukarela adalah warga negara yang atas kemauan sendiri mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II 5

tugasnya atau berdinas memakai pakaian seragam sesuai dengan Matranya

lengkap dangan tanda Pangkat, Lokasi Kesatuan dan Atribut lainnya.

2. Dengan sengaja. Bahwa yang dimaksud dengan sengaja (dolus) di dalam

KUH Pidana tidak ada pengertian maupun penafsirannya secara khusus, tetapi

penafsiran “Dengan sengaja atau kesengajaan” disesuaikan dengan

perkembangan dan kesadaran hukum masyarakat oleh karena itu terdapat

banyak ajaran, pendapat dan pembahasan mengenai istilah kesengajaan ini.

3. Melakukan ketidakhadiran tanpa ijin. Bahwa melakukan ketidakhadiran tanpa

ijin berarti tidak hadir di kesatuan sebagaimana lazimnya seorang anggota

TNI antara lain didahului dengan apel pagi, melaksanakan tugas-tugas yang

dibebankan atau yang menjadi tanggung jawabnya, kemudian apel siang.

Sedangkan yang dimaksud tanpa ijin artinya ketidakhadiran tanpa

sepengetahuan atau seijin yang sah dari Komandan atau Kesatuannya atau

kewajibannya sebagai anggota TNI.

4. Dalam waktu damai. Bahwa yang dimaksud dimasa damai berarti bahwa

terdakwa atau seorang anggota TNI melakukan ketidakhadiran tanpa ijin itu

Negara Republik Indonesia dalam keadaan damai atau kesatuannya tidak

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 KUHPM yaitu

perluasan dari keadaan perang.

5. Lebih lama dari tiga puluh hari. Bahwa melakukan ketidakhadiran lebih lama

dari tiga puluh hari berarti terdakwa tidak hadir tanpa ijin secara berturut-turut

lebih dari waktu tiga puluh hari.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II 5

Desersi kepada musuh merupakan pengertian dengan maksud menyebarang

kepada musuh, ancaman pidananya yaitu pidana mati, pidana penjara seumur hidup,

atau pidana maksimum dua puluh tahun. Ketentuannya diatur dalam Pasal 89

KUHPM yaitu:

Diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau sementara maksimum dua puluh tahun: 1. Desersi ke musuh; 2. (Diubah dengan UU No.39 Tahun 1947). Desersi dalam waktu perang, dari

satuan pasukan, perahu laut, atau pesawat terbang yang ditugaskan untuk dinas pengamanan, ataupun dari suatu tempat atau pos yang diserang atau terancam serangan oleh musuh.

Desersi kepada musuh berarti si pelaku sudah berada di daerah atau sudah

berada di pihak musuh atau dengan kalimat lain, si pelaku sudah betul-betul bekerja

pada pihak musuh. Perbuatan ini dapat digolongkan sebagai pengkhianatan militer

sebagaiman dimaksud dalam Pasal 64 KUHPM junto Pasal 124 KUH Pidana.

Maksud Pasal 89 ayat (2) KUHPM di atas adalah desersi khusus yaitu desersi yang

disertai perbuatan-perbuatan khusus karena dilakukan dalam keadaan perang yang

dilakukan oleh pasukan-pasukan, perahu atau kapal, atau pesawat udara yang diserahi

tugas pengamanan. Mengenai pengertian tugas pengamanan tersebut oleh undang-

undang tidak diberikan penjelasan yang rinci namun hal ini dapat dihubungkan

dengan pelajaran taktik penyerangan dalam militer, maka yang dimaksud dengan

tugas pengamanan itu adalah perlindungan ata perlindungan depan, perlindungan

lambung, perlindungan belakang, dan sebagainya.85

85 Moch. Faisal Salam, Op. cit., hal. 227, 229, dan 230.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II 5

Perbuatan dengan sengaja menarik diri dari kewajiban-kewajiban dinas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 KUHPM yaitu: dengan akal bulus atau suatu

rangkaian karangan bohong, menarik diri dari kewajiban untuk sementara waktu;

menarik diri untuk selamanya; dan sengaja membuat dirinya tidak terpakai.

Sedangkan perbuatan pemalsuan surat cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91

KUHPM adalah: perbuatan memalsu surat cuti; perbuatan menyuruh orang lain atau

meminta surat cuti itu dengan nama palsu; dan surat cuti itu dipakai sendiri atau

dipakai oleh orang lain.

Militer yang sengaja menggunakan pas jalan, kartu keamanan, perintah jalan,

surat cuti, dari orang lain, seolah-olah dialah oknum yang disebutkan didalamnya,

diancam dengan pidana pencara maksimum dua tahun. Sehubungan dengan Pasal 91

KUHPM dan Pasal 92 KUHPM ditegaskan kembali dalam Pasal 93 KUHPM bahwa

apabila salah satu kejahatan-kejahatan yang dirumuskan pada Pasal 91 KUHPM

(membuat secara tidak benar atau memalsu surat cuti ataupun meminta diberikan

surat serupa itu dengan nama palsu dengan maksud memakainya atau

memberikannya kepada seorang militer) dan Pasal 92 KUHPM (sengaja

menggunakan pas jalan, kartu keamanan, perintah jalan, atau surat cuti dari seseorang

lain seolah-olah dialah oknum yang disebutkan didalamnya) atau Pasal 267 KUH

Pidana (tabib dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau

tidak adanya penyakit seseorang), Pasal 268 KUH Pidana (memalsukan surat

keterangan dokter), atau Pasal 270 KUH Pidana (memalsukan pas jalan, surat

keselamatan, surat perintah berjalan) KUH Pidana dilakukan oleh militer dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II 5

waktu perang, untuk mempermudah kejahatan desersi, diancam dengan pidana

penjara maksimum tujuh tahun.86

C. Tugas dan Fungsi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Lantamal I Belawan

TNI AL adalah bagian dari TNI yang bertanggung jawab atas operasi laut,

dipimpin oleh Laksamana Soeparno. Kekuatan TNI AL terbagi dalam 2 (dua)

armada, yaitu: Armada Barat yang berpusat di Tanjung Priok, Jakarta dan Armada

Timur yang berpusat di Tanjung Perak, Surabaya, serta satu Komando Lintas Laut

Militer (Kolinlamil). Selain itu juga membawahi Korps Marinir.

Secara struktural TNI AL berada di bawah Markas Besar TNI. Perwira

tersenior TNI AL, Kepala Staf TNI AL, adalah perwira tinggi berbintang empat

dengan pangkat Laksamana mengepalai AL di bawah Panglima TNI. Jabatan

tertinggi di TNI AL adalah Kepala Staf TNI AL yang biasanya dijabat oleh

Laksamana berbintang empat. Kepangkatan di TNI AL terdiri dari Perwira, Bintara

dan Tamtama. Pangkat tertinggi di Angkatan Laut adalah Laksamana Besar dengan

bintang lima. Sampai saat ini belum ada seorangpun perwira TNI Angkatan Laut

yang dianugerahi pangkat dengan bintang lima tersebut.

86 Ibid., hal. 230-231.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II 5

Skema: 1 Struktur Organisasi Pomal87

87 Penyempurnaan Organisasi Pomal Lantamal I Belawan. Lihat juga: http://www.tnial.mil.id/, diakses tanggal 8 Januari 2012.

STRUKTUR ORGANISASI POMAL SAAT INI

Unsur Staf Pelaksana

POMAL

WAKIL

KABAGPERS

DIS LIDKRIPAMFIK

DIS GAKKUM

SUBDIS LIDKRIM

SUBDIS TIBPLIN

SUBDIS RESDAK

SUBDIS PAMFIK

BAGUM BAGPERS

DIS GAKTIB

SUBDIS IDIK

SUBDIS BINPROV

DANSAT POMAL

Unsur Pemimpin

Unsur Pelayanan

Unsur Pembantu Pemimpin

Unsur Pelaksana

BAGRENPROGAR

SATMA

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II 5

Skema: 2 Struktur Organisasi Pomal Lantamal I Belawan88

88 Penyempurnaan Organisasi Pomal Lantamal I Belawan. Lihat juga: http://www.tnial.mil.id/, diakses tanggal 8 Januari 2012.

KOMANDAN

WAKIL

TAUD

SUBDIS LIDKRIM

SUBDIS PAMFIK

SUBDIS IDIK

UNIT SATWA

LAK BINTUN TIBMIL

LAK HARTIB

DISLIDKRIM PAMFIK DISGAKKUM

SUBDIS RESDAK

LAK LIDKRIM PAMFIK

LAK IDIK

SUBDIS LALIN

SUBDIS GAKTIB

DISGAKTIB

SATMA

Unsur Pemimpin

Unsur Pelayanan

Unsur Staf Pelaksana

Unsur Pembantu Pemimpin

Unsur Pelaksana

Ket : Pospom disesuaikan dengan kebutuhan wilayah tugas Lantamal yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II 5

Komando Armada RI Kawasan Barat (disingkat Koarmabar) adalah salah satu

komando utama TNI AL. Koarmabar bermarkas besar di Tanjung Priok. Koarmabar

membawahi empat Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) yang meliputi:

1. Pangkalan Utama I (Lantamal I) Belawan, Sumatera Utara. Lantamal ini

membawahi:

a. Empat Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Sabang, Sibolga, Teluk Bayur,

dan Dumai.

b. Satu Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Sabang, dan

c. Dua fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Sabang dan

Belawan.

2. Pangkalan Utama II (Lantamal II) di Padang. Lantamal ini membawahi dua

Pangkalan Angkatan Laut , meliputi Sibolga dan Bengkulu.

3. Pangkalan Utama III (Lantamal III) di Jakarta, membawahi:

a. Enam Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Palembang, Cirebon, Panjang,

Banten, Bandung, dan Bangka Belitung.

b. Satu fasilitas pemeliharaan dan perbaikan di Pondok Dayung, Jakarta.

Fasharkan Pondok Dayung ini sekarang memiliki kemampuan membuat

kapal patroli jenis KAL ukuran 12 meter hingga KRI 40 meter.

4. Pangkalan Utama IV (Lantamal IV) di Tanjung Pinang membawahi:

a. Enam Pangkalan Angkatan Laut, yaitu Batam, Pontianak, Tarempa, Ranai,

Tanjung Balai Karimun, dan Dabo Singkep.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II 5

b. Satu fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Mentigi yang

memiliki kemampuan membuat kapal patroli (KAL) berukuran 12, 28, dan

35 meter.

c. Dua Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) berada di Matak,

Kepulauan Natuna, dan di Tanjung Pinang/Kijang.

Komando Armada RI Kawasan Timur (disingkat Koarmatim) adalah salah

satu Komando Utama TNI AL. Komando ini bermarkas besar di Surabaya, Jawa

Timur. Koarmatim membawahi tujuh Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal)

yang meliputi: Pangkalan Utama V (Lantamal V) di Surabaya; Pangkalan Utama VI

(Lantamal VI) di Makassar; Pangkalan Utama VII (Lantamal VII) di Kupang;

Pangkalan Utama VIII (Lantamal VIII) di Manado; Pangkalan Utama IX (Lantamal

IX) di Ambon; Pangkalan Utama X (Lantamal X) di Jayapura; dan Pangkalan Utama

XI(Lantamal XI) di Merauke.89

Komando Lintas Laut Militer (disingkat Kolinlamil) adalah salah satu

Komando Utama

TNI AL. Komando ini bermarkas besar di Tanjung Priok, Jakarta

Utara. Kolinlamil adalah Komando Utama (Kotama) Pembinaan dan Operasional.

Dalam bidang pembinaan, Kolinlamil berkedudukan langsung di bawah Kasal,

sedangkan dalam bidang operasional berkedudukan langsung di bawah Panglima

TNI. Kolinlamil dibentuk di Jakarta pada tanggal 1 Juli 1961 dengan nama Djawatan

Angkutan Laut Militer (Dalmil) berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AL

89 http://info.tnial.mil.id/lantamal1/Postur/Organisasi/tabid/230/Default.aspx, diakses tanggal 2 Agustus 2011.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II 5

No.5401.27 tanggal 24 Juli 1961, dan Skep Men/Kasal No. 5401.23 tanggal 11

Agustus 1961. Pembentukan Dalmil ini didasarkan pertimbangan demi kepentingan

logistik TNI AL maupun TNI umumnya, termasuk bagi kepentingan pemerintah di

bidang AL.90

Kolinlamil mempunyai tugas pokok membina kemampuan sistem angkutan

laut militer, membina potensi angkutan laut nasional untuk kepentingan pertahanan

negara, melaksanakan angkutan laut TNI dan Polri yang meliputi personel, peralatan

dan perbekalan, baik yang bersifat administratif maupun taktis strategis serta

melaksanakan bantuan angkutan laut dalam rangka menunjang pembangunan

nasional. Sesuai dengan fungsi dan tugasnya melaksanakan pergeseran kekuatan

militer baik pasukan maupun logistik melalui laut di seluruh perairan Indonesia.

Kegiatan lintas laut oleh unsur-unsur Kolinlamil maupun unsur-unsur yang di Bawah

Kendali Operasi (BKO) Kolinlamil dapat dilaksanakan secara individu maupun

dalam formasi baik pada saat damai maupun masa perang. Pergeseran pasukan

maupun logistik dapat dilakukan dari suatu Pangkalan Angkatan Laut, Pelabuhan

90 http://id.wikipedia.org/wiki/Komando_Lintas_Laut_Militer, diakses tanggal 1 Agustus 2011. Seiring dengan dicanangkannya TRIKORA pembebasan Irian Barat, Dalmil diubah namanya menjadi Komando Angkutan Laut Militer (Koalmil) berdasarkan Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.12/PLM BS tahun 1962 serta berdasarkan Skep Men/Kasal No. 5401.16 tanggal 5 April 1962. Pada tanggal 27 Februari 1970 nama Koalmil diubah lagi menjadi Dinas Angkutan Laut Militer (Disanglamil) berdasarkan Surat Keputusan Direktur Anglamil No.KPTS/ANGLAMIL/2111/1970 dan ketentuan Comanders Call ALRI, tanggal 25 sampai dengan 28 Februari 1970. Pada tanggal 4 Mei 1970, Disanglamil diubah lagi menjadi Komando Lintas Laut Militer Kolinlamil berdasarkan Instruksi Kasal No.28/71 TW. 230204 Z/APR/1971 dan Instruksi Komandan Kolinlamil Nomor: 02/INTR/KOLINLAMIL/V/1971, tanggal 4 Mei 1971. Tanggal 23 Juli 1971 nama Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) ditetapkan berdasarkan Skep Menhankam Pangab, tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur ALRI Nomor: Kep/A/39/VII tahun 1971, tanggal 23 Juli 1971, dan nama Kolinlamil ini digunakan sampai sekarang.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II 5

Umum, Pantai ke Pangkalan Angkatan Laut atau ke Pelabuhan Umum dan pantai

lainnya. Kolinlamil bertugas dalam bidang pembinaan menyusun dan merencanakan

program-program pembinaan kekuatan unsur/KRI, terminal serta sarana dan

prasarana pendukung dalam jajaran Kolinlamil melalui pemeliharaan, pengiriman,

pengembangan taktis dan prosedur angkutan laut militer sesuai dengan tingkat dan

lingkungan kewenangannya.91

TNI AL Lantamal I Belawan sebagai bagian dari TNI sebagaimana ditegaskan

dalam Pasal 4 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI yaitu:

1. TNI terdiri dari atas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI

Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di

bawah pimpinan Panglima.

2. Tiap-tiap angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai

kedudukan yang sama dan sederajat.

Pasal 5 UU No. 34 Tahun 2004 menegaskan bahwa peran TNI sebagai alat

negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan

kebijakan dan keputusan politik negara. Sementara fungsi TNI sebagai alat

pertahanan negara sebagaimana Pasal 6 ayat (1) UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI

ditegaskan sebagai:

91 http://wwww.tnial.mil.id/tabid/418/articleType/ArticleView/articleId/111/CAKRAWALA-nomor-406-tahun-2011.aspx, diakses tanggal 2 Agustus 2011.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II 5

a. Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata

dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan

keselamatan bangsa;

b. Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a; dan

c. Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan

keamanan.

TNI merupakan komponen utama sistem pertahanan negara dalam keadaan

melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) di atas.

Selanjutnya mengenai tugas TNI secara keseluruhan ditegaskan dalam Pasal 7 UU

No.34 Tahun 2004 tentang TNI yaitu:

(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan

keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari

ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. Operasi militer untuk perang.

b. Operasi militer selain perang, yaitu untuk:

1. Mengatasi gerakan separatisme bersenjata;

2. Mengatasi pemberontakan bersenjata;

3. Mengatasi aksi terorisme;

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II 5

4. Mengamankan wilayah perbatasan;

5. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;

6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik

luar negeri;

7. Mengamankan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya;

8. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya

secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;

9. Membantu tugas pemerintahan di daerah;

10. Membantu kepolisian negara republik indonesia dalam rangka tugas

keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-

undang;

11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala dan

perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di indonesia;

12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan

pemberian bantuan kemanusiaan;

13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and

rescue); serta membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan

penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan

kebijakan dan keputusan politik negara.

Tugas pokok anggota TNI dalam menegakkan kedaulatan negara yakni

mempertahankan kekuasaan negara untuk melaksanakan pemerintahan sendiri yang

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter II 5

bebas dari ancaman dan menjaga keutuhan wilayah meliputi mempertahankan

kesatuan wilayah kekuasaan negara dengan segala isinya, di darat, laut, dan udara

yang batas-batasnya ditetapkan dengan undang-undang. Melindungi segenap bangsa

dan seluruh tumpah darah adalah melindungi jiwa, kemerdekaan, dan harta benda

setiap warga negara. Ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara,

antara lain sebagai berikut:92

1. Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap

kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa atau

dalam bentuk dan cara-cara, antara lain:

a. Invasi berupa penggunaan kekuatan bersenjata;

b. Bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya;

c. Blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara, atau seluruh wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

d. Serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut, dan

udara;

e. Keberadaan atau tindakan unsusr kekuatan bersenjata asing dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertentangan dengan ketentuan

atau perjanjian yang telah disepakati;

f. Tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh

negara lain untuk melakukan agresi atau invasi terhadap Negara Kesatuan

Republik Indonesia;

92 Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter II 5

g. Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran untuk melakukan

tindakan kekerasan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

h. Ancaman lain yang ditetapkan oleh Presiden

2. Pelangaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain;

3. Pemberontakan bersenjata, yaitu suatu gerakan bersenjata yang melawan

pemerintah yang sah;

4. Sabotase dari pihak tertentu untuk merusak instalasi penting dan objek vital

nasional;

5. Spionasi yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan mendapatkan

rahasia militer;

6. Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau

bekerjasama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri;

7. Ancaman keamanan di laut atau udara yurisdiksi nasional indonesia, yang

dilakukan pihak-pihak tertentu ,dapat berupa;

a. Pembajakan atau perompakan;

b. Penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak atau bahan lain yang

dapat membahayakan keselamatan bangsa;

c. Penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan laut.

8. konflik komunal yang terjadi antar kelompok masyarakat yang dapat

membahayakan keselamatan bangsa.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter II 5

Sebagai penjabaran maksud Pasal 7 UU No.34 Tahun 2004 TNI dan

Khususnya tugas TNI AL ditegaskan dalam Pasal 9 UU No.34 Tahun 2004 tentang

TNI, TNI AL bertugas:

1. Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan; 2. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi

nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;

3. Melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;

4. Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut;

5. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.

Menegakkan hukum dan menjaga keamanan pada angka 2 di atas adalah

segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan penegakan hukum dilaut sesuai

dengan kewenangan TNI AL (constabulary function) yang berlaku secara unuversal

dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk mengatasi

ancaman tindakan,kekerasan,ancaman navigasi, serta pelanggaran hukum diwilayah

laut yuridiksi nasional. Menegakkan hukum yang dilaksanakan oleh TNI AL di laut,

terbatas dalam lingkup pengejaran, penangkapan, penyelidikan, dan penyidikan

perkara yang selanjutnya diserahkan kepada kejaksaan, TNI AL tidak

menyelenggarakan pengadilan.93

93 Penjelasan Pasal 9 UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Berdasarkan tugas-tugas TNI yang telah disebutkan

di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas pokok TNI AL Lantamal I Belawan adalah

bertugas menyelenggarakan dukungan logistik dan aministrasi bagi unsur-unsur TNI

AL serta kotama TNI AL lainnya dan pembinaan potensi maritim menjadi kekuatan

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter II 5

pertahanan keamanan negara di laut serta tugas-tugas lainnya berdasarkan kebijakan

Kasal.94

D. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anggota TNI AL Lantamal I Belawan Melakukan Tindak Pidana Desersi

Secara umum, anggota militer melakukan tindak pidana desersi disebabkan

karena alasan pergi dengan maksud manarik diri untuk selamanya dari kesatuan

dinasnya, menghindari bahaya perang, menyeberang ke wilayah musuh, dengan

secara tidak sah masuk dinas militer negara asing.

Berdasarkan laporan rekapitulasi tindak pidana di lingkungan TNI AL

Lantamal I Belawan pada tahun 2010, jumlah tindak pidana desersi yang ditangani

oleh Pomal Lantamal I Belawan berjumlah 15 (lima sebelas) kasus yang pada

umumnya melanggar Pasal 87 ayat (1) ke 2 jo ayat (2) KUHPM. Sedangkan sisa

kasus desersi pada tahun sebelumnya yakni tahun 2009 adalah 11 (sebelas) kasus.

Kasus desersi yang berjumlah 15 (lima belas) tersebut, 2 kasus sedang ditangani oleh

Polisi Militer (POM); 9 kasus sedang ditangani oleh Oditur Militer (Otmil) I-02

Medan. Selebihnya adalah kasus desersi yang merupakan tahan titipan atau hukuman

disiplin.95

94 http://info.tnial.mil.id/lantamal11/Postur/TugasPokok/tabid/228/Default.aspx, diakses tanggal 2 Agustus 2011.

Hal demikian menunjukkan bahwa tindak pidana desersi di Lantamal I

Belawan pada tahun 2010 terjadi peningkatan namun peningkatannya tidak tajam.

95 Lampiran P, Rekapitulasi Perkara Kejahatan/Pelanggaran Pidana, Pangkalan Utama TNI AL I Polisi Militer Belawan.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter II 5

Sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 87 KUHPM mengenai tindak

pidana desersi. Tindak pidana desersi berdasarkan Pasal 87 KUHPM adalah suatu

perbuatan yang sengaja dilakukan oleh militer tidak hadir dengan tidak sah lebih dari

30 hari pada waktu damai dan lebih 4 hari pada waktu perang. Desersi yang

dilakukan oleh anggota militer TNI AL Lantamal I Belawan dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Faktor penyebab pada umumnya karena motif yang bersifat pribadi

(internal) dan pengaruh lingkungan (eksternal). Seorang prajurit TNI melakukan

tindak pidana desersi disebabkan oleh faktor eksternal (dari luar) dan Faktor internal

(dari dalam).96

1. Faktor Internal

Faktor internal bersifat pribadi berupa ketidaksiapan mental untuk menjadi

seorang prajurit, seseorang masuk TNI AL karena memenuhi keinginan orang tuanya,

tugas yang terlalu berat dan tidak sesuai, ketidaharmonisan dalam rumah tangga serta

kebiasaan hidup tidak teratur dengan latar belakang tertentu sebelum menjadi prajurit

dapat menjadi faktor penyebab desersi, bisa juga kekeliruan cara pandang awal dalam

memilih profesi menjadi anggota TNI AL yang dalam kenyataannya ternyata tidak

seindah yang dibayangkan sebelumnya.97

Ketidaksiapan mental untuk menjadi prajurit dengan tingkat disiplin militer

yang tinggi terjadi karena kekeliruan cara pandang awal dalam memilih profesi

96 Departemen Pertahanan, Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21, (Jakarta: Dephankam, 2003), hal. 23.

97 Wawancara dengan Mayor Laut (PM) A. Iqbal, Komandan Pomal Lantamal I Belawan, tanggal 6 Juli 2011.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter II 5

prajurit, sehingga dalam kenyataannya ternyata tidak seindah yang dibayangkan

sebelumnya. Disiplin yang tinggi dalam dunia militer menjadi kewajiban para

anggota TNI untuk patuh pada aturan hukum. Hal demikian jika terjadi pada diri

seseorang anggota TNI yang memiliki latar belakang hidup yang kurang disiplin

menjadi suatu yang sangat berat untuk dilaksanakannya.98

Pada usia penerimaan menjadi anggota prajurit TNI umumnya calon prajurit

masih berfikir labil dalam memahami sesuatu hal. Secara psikologis sangat mudah

terperdaya oleh rayuan-rayuan atau keadaan sekelilingnya sehingga menimbulkan

keadaan yang tidak konsisten atau tidak teguh pendirian. Sering terjadi pada usia

remaja terikut arus akibat karena tidak konsisten tersebut.

Kehendak orang tua bisa pula menjadi faktor seseorang menjadi anggota TNI

sementara si anak kurang berkeinginan masuk dalam militer. Utamanya orang tua

yang otoriter yang selalu menghendaki keinginannya untuk dilaksanakan. Mislanya

seorang anak yang memiliki bakat pada dunia musik dipaksa orang tuanya masuk

menjadi anggota TNI tentu akan bertentangan dengan kehendak si anak. Si anak

merasa takut apabila tidak menuruti kehendak orang tuanya sehingga kenyataannya

setelah masuk menjadi anggota TNI nampak ketidakseriusannya dalam mengemban

tugas dinas.

Ketidakharmonisan dalam rumah tangga juga menjadi pemicu menimbulkan

desersi anggota TNI. Antara suami dan istri yang tidak harmonis dalam membina

98 http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak, diakses tanggal 16 Nopember 2011.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter II 5

rumah tangga akan menjadi persoalan pribadi ketika suami atau istri sebagai anggota

TNI menjalankan tugas menjadi tidak nyaman dan tidak tenang. Keadaan demikian

dapat mempengaruhi dirinya untuk pergi meninggalkan urusan dinas dengan maksud

untuk menenangkan diri ke tempat tertentu. Tidak semua orang dapat membedakan

atau memisahkan persoalan rumah tangga dengan persoalan urusan pekerjaan. Jika

seseorang tidak dapat memisahkan kedua urusan ini, maka orang tersebut akan terus

dibayang-bayangi masalah sedangkan seseorang yang dapat mengendalikan dari

persoalan rumah tangga ketika menjalan tugas dinas, desersi pun tidak akan terjadi.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal disebabkan kondisi lingkungan sekitar yang merupakan

gangguan terhadap diri pribadi anggota TNI AL sehingga lingkungan juga

memberikan pengaruh besar, terutama jika ternyata menjadi anggota TNI AL itu

sangat melelahkan sementara imbalan ekonominya terbatas.99 Kadangkala beberapa

anggota TNI yang terlibat dalam tindak pidana desersi, mengatakan karena banyak

hutang sehingga anggota TNI tersebut lebih memilih untuk pergi meninggalkan

kesatuan daripada menyelesaikan masalahnya.100

Kebiasaan hidup di lingkungan perumahan atau komplek atau di kota berbeda

dengan kebiasaan hidup seseorang yang tinggal di pedesaan atau di pinggiran sungai.

Lingkungan di daerah komplek atau yang tinggal di kota dengan kebiasaan hidup

99 Wawancara dengan Letkol Laut D.P.M. Hutahaean, SH, Kepala Oditur Militer (Koatmil I-02 Medan, pada tanggal 4-5 Mei 2011.

100 Wawancara dengan salah seorang narapidana TNI AL pada tanggal 11 Juli 2011. Narapidana TNI AL tersebut sedang menjalani hukuman pidananya di Pemasayarakan Militer Medan terkait dengan desersi Pasal 87 ayat (1) ke 2 jo ayat (2) KUHPM.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Chapter II 5

senang akan merasa asing jika suatu waktu ditempatkan di daerah pelosok atau di

hutan belantara, demikian sebaliknya orang yang biasanya tinggal di pedesaan ketika

pergi ke kota. Lingkungan demikian harus dipahami bagi calon prajurit TNI agar

tidak merasa aneh dan asing ketika sudha menjadi anggota TNI. Lingkungan di

daerah pinggiran umumnya kasar, prmenasime, terlibat narkotika, kurang wawasan,

dan lain-lain. Hal ini sangat berbeda dengan disiplin yang ada dalam dunia militer,

jika kebiasaan tersebut sudah menjadi tabiat seseorang ada kalanya sulit untuk

ditinggalkan sehingga faktor ini dapat dijadikan pemicu anggota TNI untuk

melakukan desersi.

Faktor tersebut dia atas merupakan sesuatu yang patut disesalkan, tetapi

sekaligus tantangan untuk meminimalkannya dan melihat kembali ke belakang faktor

tersebut untuk dikaji. Desersi karena faktor-faktor di atas bukan hanya mencoreng

pribadi, tetapi juga menodai kebanggaan TNI khususnya korps marinir sebab dalam

aturan TNI, sikap tegas selalu dikedepankan oleh komando untuk menjaga martabat

prajurit dengan penegakan hukum yang berdisiplin tinggi.

Kebiasaan hidup tidak teratur dengan latar belakang tertentu sebelum menjadi

prajurit bisa juga menjadi pemicu. Misalnya seseorang yang kebiasaannya tidak

teratur waktu tidur atau istirahat dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas

sebagai anggota, sering terlambat atau bahkan tidak masuk dinas tanpa alasan yang

jelas. Anggota yang dihukum karena tidak disiplin oleh perintah Komandan Kesatuan

memberikan hukuman terkadang anggota TNI yang bersangkutan kurang menerima

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Chapter II 5

atau tidak senang sehingga melawan Komandan dan pada akhirnya desersi dari

kesatuannya.

Lebih jauh diamati secara eksternal meliputi faktor dari ekonomi yang

ditimbulkan atau diakibatkan dari: perbedaan taraf hidup yang mencolok, pendidikan

yang kurang baik, pelacuran dan bentuk-bentuk kemaksiatan lainnya, perang dengan

segala akibatnya, kepincangan-kepincangan sosial lainnya, dan lain-lain. Secara

internal dapat disebabkan oleh faktor kejiwaan atau spiritual karena: kurangnya

pembinaan mental (bintal), krisis kepemimpinan, atau karena pisah keluarga.101

Faktor lainnya adalah kemiskinan. Demi untuk hidup sejahtera dan makmur

dari sisi ekonomi, anggota TNI mencari penghidupan yang layak dan keinginan untuk

berpenghasilan besar sementara menjadi anggota TNI dengan gaji bersumber dari

APBN sebagai pegawai negeri adalah sesuatu yang tidak mungkin berpenghasilan

besar atau kaya khususnya anggota TNI yang masih berpangkat menengah ke bawah.

Situasi perang pun bisa menimbulkan desersi bagi anggota TNI karena takut

mati ketika perang, atau menyeberang ke wilayah musuh (berkhianat). Pasal 87 ayat

(3) KUHPM menegaskan desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam

dengan pidana pencara maksimum 8 (delapan) tahun 6 (enam) bulan. Faktor ini

jarang terjadi karena perang jarang terjadi.

101 Burhan Dahlan, “Pemeriksaan Perkara Desersi Secara In Absensia di Persidangan”, Makalah disampaikan pada Seminar Penegakan Hukum TNI di Jakarta, 2010, hal. 7.

Universitas Sumatera Utara