Chapter II 2
description
Transcript of Chapter II 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), nama daerah, nama
asing, sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan
kegunaan dari tumbuhan.
2.1.1 Daerah Tumbuh
Tanaman labu tergolong mudah ditanam. Tak heran bila wilayah tanamnya
menyebar di berbagai belahan dunia, dari daerah beriklim tropis sampai subtropis.
Dataran tinggi berhawa dingin maupun dataran rendah berhawa panas cocok
ditanami labu. Labu siam dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 200-1000 m.
(Nazaruddin, 1999)
Adaptasi labu terhadap prilaku optimal cuaca juga sangat baik. Labu tak
hanya mampu berantisipasi terhadap kurangnya air di musim kemarau, melainkan
juga terhadap kelebihan air di musim hujan. Labu akan tumbuh optimal pada
tanah yang kering, berdrainase dan aerasi baik, gembur, serta kaya bahan organik.
Tanah yang cenderung asam dengan pH 5 – 6,5 justru disukainya. (Nazaruddin,
1999)
2.1.2 Nama Daerah
Sumatera (Melayu) : Labu Siem
Jawa Barat (Sunda) : Gambas, Waluh Siam
Jawa Tengah : Labu Jipang, Waluh Jipang
Jawa Timur : Manisah
2.1.3 Nama Asing
Sayuran ini dikenal dengan nama internasional chayote atau chajota
2.1.4 Sistematika Tumbuhan
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cucurbitales
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Sechium
Spesies : Sechium edule Sw. (Depkes RI, 2000)
2.1.5 Morfologi Tumbuhan
Batang : Lunak, beralur, banyak cabang, terdapat pembelit
berbentuk spiral, kasap, berwarna hijau.
Daun : Tunggal, bentuk jantung, tepi bertoreh, ujung meruncing,
pangkal runcing, kasap, panjang 4-25 cm, lebar 3-20 cm,
tangkai panjang, pertulangan menjari, berwarna hijau.
Bunga : Majemuk, di ketiak daun, kelopak bertajuk lima, mahkota
beralur, benang sari lima, kepala sari berwarna jingga,
putik satu berwarna kuning.
Buah : Buni, bulat, menggantung, permukaan berlekuk, berwarna
hijau keputih-putihan.
Biji : Pipih, berkeping dua, berwarna putih.
Akar : Tunggang, putih kecoklatan. (Depkes RI, 2000)
2.1.6 Kandungan Kimia
Buah dan daun Sechium edule Sw. mengandung saponin. Di samping itu
buahnya juga mengandung alkaloid dan tannin, sedangkan daunnya mengandung
flavonoida dan polifenol. (Depkes RI, 2000)
2.1.7 Kegunaan Labu Siam
1. Diuretik. Kandungan air pada labu siam memiliki efek diuretik yang
baik sehingga melancarkan buang air kecil.
2. Menurunkan tekanan darah. Melalui urine yang banyak terbuang
akibat sifat diuretik dari labu siam, kandungan garam di dalam darah
pun ikut berkurang. Berkurangnya kadar garam yang bersifat
menyerap atau menahan air ini akan meringankan kerja jantung dalam
memompa darah sehingga tekanan darah akan menurun. Kandungan
alkoloidnya berfungsi sebagai vasodilator. Oleh sebab itulah, labu siam
bisa menurunkan darah tinggi.
3. Buah tanaman ini baik untuk menyembuhkan gangguan sariawan,
panas dalam, serta menurunkan demam pada anak-anak karena
mengandung banyak air.
4. Gangguan asam urat.
5. Penderita diabetes melitus juga cocok mengonsumsi labu siam yang
telah dikukus. Kandungan patinya mengenyangkan sehingga penderita
diabetes melitus tak lagi mengonsumsi makanan pokok secara
berlebihan. (Anonim, 2008)
Komposisi gizi labu siam dapat dilihat pada tabel. Buah labu siam
memiliki kadar serat yang cukup baik, yaitu 1,7 g per 100 g. Konsumsi serat
dalam jumlah yang cukup sangat baik untuk mengatasi sembelit dan aman untuk
lambung yang sensitif atau radang usus. Serat pangan dapat mengurangi risiko
penyakit kanker yang disebabkan sistem pencernaan yang tidak sempurna.
Komposisi Gizi per 100 gram Labu Siam
Komposisi gizi Kadar
Energi (kkal) 17
Protein (g) 0,82
Lemak (g) 0,13
Karbohidrat (g) 3,9
Serat (g) 1,7
Gula (g) 1,85
Kalsium (mg) 17
Besi (mg) 0,34
Magnesium (mg) 12
Fosfor (mg) 18
Kalium (mg) 125
Natrium (mg) 2
Seng (mg) 0,74
Tembaga (mg) 0,12
Mangan (mg) 0,19
Selenium (mg) 0,2
Vitamin C 7,7
Tiamin (mg) 0,03
Riboflavin (mg) 0,03
Niacin (mg) 0,47
Vitamin B6 (mg) 0,08
Folat (mkg) 93
Vitamin E (mkg) 0,12
Vitamin K (mkg) 4,6
Sumber: Anonim 2010
Kandungan asam folat pada buah labu siam juga cukup baik, yaitu 93 mkg
per 100 g. Konsumsi 100 gram labu siam cukup untuk memenuhi 23,25 persen
kebutuhan tubuh akan asam folat. Asam folat sangat penting bagi ibu hamil
karena dapat mengurangi risiko kelahiran bayi cacat. Konsumsi asam folat yang
rendah pada ibu hamil berhubungan erat dengan berat bayi lahir rendah dan
kejadian neural tube defects (gangguan otak).
Labu siam juga mengandung banyak serat. Selama tinggal di saluran
pencernaan, serat pangan akan mengikat zat-zat karsinogenik (penyebab kanker).
2.2 Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan suatu spesies kimia yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Adanya elektron
yang tidak berpasangan menyebabkan spesies tersebut menjadi sangat reaktif
untuk mencari pasangannya dengan menarik atau menyerang elekron dari
senyawa lain sehingga menyebabkan senyawa tersebut akan menjadi radikal juga.
Salah satu contoh radikal bebas adalah spesies oksigen reaktif atau Reactive
Oxygen Species (ROS), yang terbentuk melalui aktivasi molekul oksigen pada
reaksi oksidasi reduksi. Penambahan elektron pada orbital molekul oksigen pada
keadaan dasar (ground state) menyebabkan oksigen tereduksi, membentuk radikal
bebas. Contoh senyawa oksigen reaktif adalah anion superoksida, oksigen triplet,
radikal perhidroksil, radikal hidroksil, dsb (Kosasih, 2004).
Reaksi oksidasi yang melibatkan spesies oksigen reaktif tidak hanya
berkaitan dengan kerusakan mutu produk pangan, namun reaksi oksidasi yang
terjadi pada berbagai organ dan cairan tubuh juga berkaitan dengan munculnya
penyakit penyakit degeneratif seperti aterosklerosis, kanker dan liver. Target
utama radikal bebas didalam tubuh adalah protein, asam lemak tidak jenuh dan
lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat, terutama membran lipid
bilayer karena muatan asam lemaknya yang tinggi menyebabkan membran sangat
rentan terhadap radikal bebas. Berbagai kemungkinan dapat terjadi sebagai akibat
kerja radikal bebas, misalnya gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel, molekul
termodifikasi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun, dan bahkan mutasi.
Semua gangguan tersebut dapat memicu munculnya berbagai penyakit (Kosasih,
2004).
2.3 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dalam kadar rendah dibanding
bahan yang dapat dioksidasi, sangat memperlambat atau menghambat oksidasi
bahan tersebut. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron
donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu
menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah
terbentuknya radikal atau dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat
reaktif. Atas dasar fungsinya, antioksidan dapat dibedakan menjadi lima:
(Kumalaningsih, 2006)
a. Antioksidan primer, merupakan sistem enzim pada tubuh manusia,
contohnya: enzim superoksida dismutase.
b. Antioksidan sekunder, merupakan antioksidan alami yang dapat diperoleh
dari tanaman atau hewan berupa tokoferol, vitamin C, betakaroten,
flavonoid dan senyawa fenolik yang berfungsi menangkap radikal bebas
serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan
yang lebih besar.
c. Antioksidan tersier (sintetik), dibuat dari bahan-bahan kimia yang
biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya
reaksi autooksidasi. Antioksidan tersier bekerja memperbaiki sel sel dan
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Senyawa antioksidan
sintetik yang secara luas digunakan adalah Butylated Hydroxyanisole
(BHA), Butylated Hydroxytoluen (BHT), propil galat.
d. Oxygen scavenger, yang mampu mengikat oksigen sehingga tidak
mendukung reaksi oksidasi reduksi, misalnya vitamin C.
e. Chelators atau sequestrant, yang dapat mengikat logam yang mengkatalisis
reaksi oksidasi misalnya asam sitrat.
Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi
lemak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan
perlu dijelaskan lebih dahulu mekanisme oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri
dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi
terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam
lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom
hidrogen (reaksi 1). pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak
akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal
peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida
dan radikal asam lemak baru (reaksi 3).
Inisiasi : RH —- R* + H* (1)
Propagasi : R* + O2 —–ROO* (2)
ROO* + RH —–ROOH +R* (3)
Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi
lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti
aldehida dan keton yang bertanggungjawab atas flavor makanan berlemak. Tanpa
adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi melalui
reaksi antar radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal (reaksi 4)
Terminasi : ROO* +ROO* —- non radikal (reaksi 4)
R* + ROO* —- non radikal
R* + R* —– non radikal
Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal asam lemak segera
setelah senyawa tersebut terbentuk. Dari berbagai antioksidan yang ada,
mekanisme kerja serta kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi.
Seringkali, kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang
lebih baik (sinergisme) terhadap oksidasi dibanding dengan satu jenis antioksidan
saja. Sebagai contoh asam askorbat seringkali dicampur dengan antioksidan yang
merupakan senyawa fenolik untuk mencegah reaksi oksidasi lemak. Adanya ion
logam, terutama besi dan tembaga, dapat mendorong terjadinya oksidasi lemak.
Ion-ion logam ini seringkali diinaktivasi dengan penambahan senyawa pengkelat
dapat juga disebut bersifat sinergistik dengan antioksidan karena menaikan
efektivitas antioksidan utamanya. Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai
antioksidan harus mempunyai sifat-sifat: tidak toksik, efektif pada konsentrasi
rendah (0,01-0,02%), dapat terkonsentrasi pada permukaan/lapisan lemak
(bersifat lipofilik) dan harus dapat tahap pada kondisi pengolahan pangan
umumnya.
Beberapa contoh komponen flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan
Komponen Sumber
Vitamin
Vitamin C
Vitamin E
Buah-buahan & sayuran
Padi-padian, kacang-kacangan dan minyak
Anthosianidin
Oenin
Cyanidin
Delphinidin
Anggur (wine)
Buah anggur, raspberri, strawberri
Kulit buah aubergine
Flavo-3-ols
Quercertin
Kaempferol
Bawang, kulit buah apel, buah berri, buah anggur, tea
dan brokoli
Leek, brokoli, buah anggur dan teh
Flavonone
Rutin
Luteolin
Chrysin
Apigenin
Bawang, kulit buah apel, buah berri, buah anggur, tea
dan brokoli
Lemon, olive, cabe merah
Kulit buah
Celery dan parsley
Flavan-3-ols
(Epi)catecin
Red/black grape wine
Tea
Epigallocatecin
Epigallocatecin
gallate
Epicatecin gallate
Tea
Tea
Flavonone
Taxifolin
Narirutin
Naringenin
Hesperidin
Hesperetin
Buah jeruk citrus
Buah jeruk citrus
Buah jeruk citrus
Jus Orange
Jus Orange
Theaflavin
Theaflavin
Theaflavin-3-gallate
Theaflavin-3’-gallate
Theaflavin digallate
Black tea
Black tea
Black tea
Black tea
Dua jenis antioksidan yang digunakan dalam produk pangan adalah
antioksidan alami dan sintetis. Vitamin E adalah antioksidan alami paling terkenal
dan terdapat dalam jumlah yang cukup dalam seluruh minyak nabati. Antioksidan
alami lain yakni sesamol dan gosipol, terdapat dalam minyak wijen dan minyak
biji kapas. Pala dan paprika juga mengandung senyawa dengan aktivitas sebagai
antioksidan. Penambahan rempah-rempah ke dalam masakan secara tidak
disengaja juga menambah antioksidan di dalamnya (Anonim, 2010).
Sedangkan jenis antioksidan sintetis yang pada umumnya digunakan
dalam produk pangan a.l. BHA (butylated hidroxyanisole, BHT (butylated
hydroxytoluen), PG (propil galat) dan TBHQ (tert-butylhydoxynisole). BHA dan
BHT sangat efektif untuk lemak hewan, sedangkan PG selain untuk lemak hewan
juga baik untuk minyak nabati walaupun senyawa ini menimbulkan perubahan
warna jika terdapat besi dan air. Kecenderungan perubahan warna dalam
penggunaan PG tidak dialami pada TBHQ. Senyawa ini mempunyai kelarutan
yang lebih baik serta stabil pada suhu tinggi dan sedikit menguap dibandingkan
dengan BHA dan BHT. Saat ini masih banyak negara yang tidak mengizinkan
penggunaan BHA dan BHT ini. Karena pada percobaan binatang, pemberian
dalam dosis tinggi kedua senyawa menimbulkan efek teratogenik pada tikus
(Anonim, 2010).