Chapter 1 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care
Chapter 4 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care
-
Upload
nasiatul-salim -
Category
Healthcare
-
view
58 -
download
1
Transcript of Chapter 4 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care
1
BAB 4
MEMAHAMI DAN MENINGKATKAN EFEKTIVITAS TIM DALAM PENINGKATAN
MUTU
Tim memainkan peranan besar dalam segala aspek pelayanan kesehatan.
Dalam lingkup peningkatan mutu, tim adalah wadah primer tempat permasalahan
dianalisis, solusi-solusi dihasilkan dan perubahan dievaluasi. Kerja tim yang efektif
merupakan faktor kunci yang mempengaruhi penyebaran dan implementasi sukses
dari peningkatan mutu berkelanjutan (CQI) dalam pelayanan kesehatan. Tim
terdapat di mana pun dalam pelayanan kesehatan. Tim digunakan oleh setiap
aktivitas yang dilakukan dalam organisasi pelayanan kesehatan, termasuk kegiatan-
kegiatan klinis maupun yang berhubungan dengan manajemen. Seiring dengan
pertumbuhan ilmu pengetahuan medis, penerapan ilmu tersebut pada penyampaian
layanan klinis dibatasi oleh efektivitas dan efisiensi tim dalam melaksanakan
pengetahuan itu dalam bentuk praktek. Sama halnya ketika teknik-teknik
manajemen dan teknologi baru dikembangkan, termasuk metodologi peningkatan
mutu, keberhasilan penggunaan pendekatan-pendekatan ini tergantung pada tim
yang disusun secara tepat dan bekerja dengan baik. Tim juga berperan penting
dalam meningkatkan kinerja sistem pelayanan kesehatan, baik pada praktek
kelompok medis, unit perawatan pasien rumah sakit, fasilitas perawatan jangka
panjang, atau departemen-departemen kesehatan umum lokal. Tim membangun
dinding-dinding organisasi pelayanan kesehatan dan penting dalam pelaksanaan
strategi organisasional, merawat pasien secara perseorangan, merancang dan
menerapkan sistem informasi baru, atau mengenali dan memecahkan masalah-
masalah mutu.
Pada bab ini, kami menggunakan konsep tim secara luas dan meminjam
konsep mikrosistem (Nelson dkk, 2002). Mikrosistem didefinisikan sebagai salah satu
dari beberapa subsistem dari sistem yang lebih besar yang merupakan integral dari
kinerja sistem. Sistem kesehatan tersusun atas sejumlah subsistem. Dalam wilayah
perawatan pasien, subsistem-subsistem ini dapat dikatakan sebagai mikrosistem
2
klinis atau sistem garis depan, yang mengacu pada tim-tim yang ditugasi memenuhi
kebutuhan populasi pasien. Mikrosistem kecil-kecil inilah yang sebenarnya
menyediakan layanan-layanan yang menampakan hasilnya berupa perkembangan
positif pasien, keselamatan pasien dan provider, efisiensi sistem dan kepuasan
pasien. Efektivitas sistem pelayanan kesehatan tidak akan lebih baik tanpa
mikrosistem-mikrosistem yang membentuknya (Nelson dkk, 2002).
Konsep-konsep kunci sehubungan dengan tim dalam pelayanan kesehatan:
- Orang-orang yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu
- Mereka menggunakan banyak proses yang saling berkaitan
- Mereka menciptakan kinerja perkembangan
- Mereka memiliki akses menuju informasi kinerja tim
Selain itu, tim harus dapat menyesuaikan diri pada keadaan-keadaan yang
terus berubah, menjamin kepuasan anggota tim dan mempertahankan serta
meningkatkan kinerjanya seiring berjalannya waktu.
Tim dalam Pelayanan Kesehatan
Seiring dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan medis yang semakin
kompleks dan spesialisasi medis yang terus berkembang di seputar lingkup ilmu
tersebut, organisasi pelayanan kesehatan beresiko kehilangan orientasi mereka yang
berpusat pada pasien. Di satu sisi, peningkatan prosedur diagnostik dan perawatan
tertentu berimplikasi pada penajaman fokus. Ini tentu diharapkan, karena kita
semua mendukung penemuan dan implementasi prosedur untuk meningkatkan
keakuratan dan kespesifikan diagnosis dan pengembangan farmasi, teknologi, dan
prosedur yang mengobati suatu penyakit dengan cara yang paling spesifik terhadap
kondisi perseorangan dan penyakit itu sendiri. Walau begitu, memberi diagnosis,
mengobati dan melakukan studi lanjutan untuk pasien memerlukan informasi dari
banyak sumber, dan sering kali membutuhkan keterlibatan dari banyak orang. Oleh
karena itu, kebutuhan akan tim dari beragam spesialisasi yang mengutamakan
3
pasien menjadi lebih penting ketika pemberi dan organisasi layanan kesehatan
berusaha memberikan perawatan sebaik mungkin.
Kompleksitas sistem pelayanan kesehatan melebihi wilayah pelayanan klinis
dan menghampiri lingkup administratif. Tim mengisi kebutuhan organisasional
dengan membantu mengenali dan menanggapi perubahan seperti itu, saat
organisasi-organisasi pelayanan kesehatan terus beroperasi dalam lingkungan
dengan regulasi dan kelalaian yang meningkat, kontrak pembayar yang lebih rumit
dan tekanan yang memuncak demi pelaksanaan yang efisien dan hemat biaya.
Pada tingkat paling dasar, tim klinis pelayanan kesehatan terdiri atas para
pemberi layanan kesehatan (provider), dan pada kondisi tertentu termasuk pula
personel non-klinik, dari berbagai disiplin ilmu, yang memusatkan diri pada pasien
atau sekelompok pasien dengan kebutuhan perawatan yang sama. Praktek
mengutamakan pasien ini telah meluas di semua aspek organisasi pelayanan
kesehatan. Para anggota tim ini masing-masing memberikan laporan kepada kepala
bagiannya, juga kepada ketua tim yang menyangkut area layanan pasien tertentu.
Menurut literatur manajemen organisasional, format ‘pelaporan ganda’ ini disebut
sebagai struktur matriks (Grove, 1995; Shortell dan Kaluzny, 2006). Tim-tim tersebut
serta dukungan terhadap struktur organisasional tidak dapat dibentuk maupun
dikelola dengan mudah. Terdapat unsur-unsur kunci yang tanpanya, akan timbul
kekurangan komunikasi, ketidakpuasan anggota, ketidakpuasan pasien, perawatan
yang terputus-putus dan operasi-operasi yang tidak efisien dan tidak efektif dalam
tim.
Tim-Tim Berkinerja Tinggi dan Peningkatan Mutu
Dalam pelayanan kesehatan, tim menjadi hal penting untuk keberhasilan
peningkatan mutu, karena:
1. Masalah-masalah kualitas biasanya tidak terlihat bagi orang-orang pada level
manajemen senior, tetapi dampaknya dapat dialami oleh seluruh organisasi.
Bila kita ingin dapat mengenali suatu masalah, kita memerlukan seseorang
4
dalam tim yang dekat dengan persoalan tersebut dan memahami perwujudan
serta nuansanya.
2. Orang-orang yang terlibat dalam proses-proses bermasalah biasanya adalah
mereka yang paling berpengetahuan tentang proses yang bersangkutan dan
konteksnya. Sebagian besar peningkatan mutu mencakup analisis proses dan
pengembangan proses. Untuk memahami suatu proses, diperlukan partisipasi
dari individu-individu yang paling memahami proses selengkap-lengkapnya.
3. Orang-orang yang berada di barisan depan biasanya memiliki gagasan
peningkatan yang paling mudah diwujudkan. Telah lama diketahui bahwa
individu-individu yang berada di tingkat relatif rendah dalam organisasi justru
mempunyai keahlian atau bahkan kuasa yang patut dipertimbangkan.
4. Menunjuk permasalahan mutu memerlukan dukungan dari semua personel
dalam organisasi, tidak hanya dari level senior. Mengidentifikasi dan
memberikan solusi bagi suatu masalah merupakan kunci menuju peningkatan
mutu, tetapi jika orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak benar-benar
mengerti upaya peningkatannya, maka kemungkinan implementasi hanya
dapat berlangsung dalam waktu singkat.
5. Tim yang benar-benar berfungsi akan memberi kesempatan bagi para
anggotanya untuk turut serta dalam mengenali dan memecahkan masalah.
Para partisipan akan merasa berkontribusi secara positif demi kesuksesan
organisasi. Mereka pun akan merasakan komitmen yang lebih besar kepada
organisasi dan membangkitkan rasa memiliki. Dengan demikian, ini akan
menimbulkan kemauan orang-orang untuk mengidentifikasi persoalan
kualitas dan berpartisipasi dalam mengembangkan dan menerapkan
pemecahannya.
Memahami dan Meningkatkan Kinerja Tim Pengembangan Mutu
Tugas
5
Tugas tertentu yang diberikan kepada suatu kelompok mempengaruhi aspek
lainnya dari manajemen tim, seperti ukuran dan komposisi tim, juga gaya dalam
membuat keputusan. Sebagian besar tim pengembangan atau peningkatan mutu
menghadapi tugas berkaitan dengan siklus PDSA. Secara tipikal, mereka juga terlibat
dalam analisis masalah dan sering kali dalam mengenali tindakan-tindakan alternatif.
Kejelasan tugas kewenangan tim untuk melaksanakan siklus PDSA sangatlah penting.
Sehubungan dengan itu, tim harus memiliki pemahaman yang sama mengenai
tujuan mereka.
Karakteristik Tim
Ukuran dan komposisi tim: Ukuran optimal tim tergantung pada sifat tim,
tujuan serta tugas-tugasnya. Ukuran tim saling bertautan dengan komposisi grup.
Tim harus mencakup keberagaman dan keahlian yang memadai untuk
menginformasikan segala aspek penting dari tugas-tugas dan tujuan tim. Namun, tim
juga tidak boleh terlalu besar karena hal itu akan menyebabkan kesulitan dalam
mencapai konsensus atau mengikuti alur secara tepat.
Hubungan tim dan status: Prinsip utama peningkatan mutu adalah partisipasi
dari seluruh anggota tim. Dalam setiap tim, masing-masing personelnya membawa
serta peran dan status dari kehidupan organisasional mereka. Dokter yang bekerja
sama dengan perawat dalam satu tim menyertakan status profesional dan
kewenangannya. Hubungan dokter-perawat ini lah yang ‘diimpor’ ke dalam tim.
Untuk peningkatan mutu, perbedaan status dapat menghambat fungsi tim.
Pemimpin tim harus mampu mencari cara untuk menghilangkan dampak perbedaan
status tersebut.
Para anggota tim juga membawa aspek hubungan mereka dengan pihak-
pihak di luar tim. Masalah-masalah hubungan dan perbedaan status yang
disfungsional dapat mempengaruhi kerja tim. Para pimpinan tim harus menyadari
adanya perbedaan status dan dampaknya terhadap komunikasi dan efektivitas tim.
Salah satu cara untuk menghindari masalah ini adalah dengan memilih pemimpin
yang memiliki kewenangan yang memadai serta dihormati sebagai penengah, dapat
mendorong anggota dari level rendah untuk berpartisipasi, mengawasi anggota-
6
anggota yang tingkatnya lebih tinggi, dan meredakan tekanan yang timbul karena
konflik member.
Keamanan psikologis: Keamanan psikologis tim dijelaskan sebagai
kepercayaan bersama yang dianut bahwa tim aman dari pengambilan resiko antar
personel (Edmonson, 1999). Prinsip utama peningkatan mutu adalah kepercayaan
bahwa orang-orang harus menghadapi dan berterus terang mengenai persoalan
kualitas. Individu-individu yang termasuk dalam upaya peningkatan mutu harus
merasa bahwa usulan mereka akan didengarkan tanpa takut terintimidasi,
direndahkan, atau penyiksaan (Deming, 1986). Apabila mereka memiliki perasaan
aman ini, maka kemungkinan besar mereka akan bersedia berpartisipasi secara
efektif dalam upaya-upaya peningkatan mutu. Apalagi, keamanan psikologis
merupakan persyaratan awal untuk mengimplementasikan perubahan
organisasional. Orang-orang perlu merasa aman secara psikologis agar merasa
terjamin dan mampu menghadapi perubahan (Schein dan Bennis, 1965).
Perbedaan status jelas mempengaruhi keamanan psikologis. Jika perbedaan
status terasa menyesakkan, para anggota tim mungkin tidak terdorong untuk
berpartisipasi dalam diskusi tentang kualitas. Pemimpin tim harus
mempertimbangkan apakah anak buahnya merasa aman dalam memberikan usulan,
berpartisipasi dalam diskusi, dan mungkin yang paling penting, menyampaikan kritik
dan ketidaksetujuan.
Norma tim: Norma adalah perilaku standard yang berlaku bagi semua
anggota tim yang berdampak kuat pada perseorangan dalam organisasi. Norma
menciptakan serangkaian harapan dan memberikan standard perilaku dan performa.
Norma perilaku tersusun atas aturan-aturan yang berpengaruh atas pekerjaan
seseorang. Dalam konteks tim, norma perilaku dapat berarti aturan bagi orang-orang
untuk berpartisipasi dalam tim, hadir pada setiap pertemuan, menggunakan bahasa
dan pakaian secara pantas, dan terdapat prosedur resmi. Lain dengan norma
perilaku, norma kinerja mengatur jumlah dan kualitas pekerjaan yang diharapkan
dari anggota tim.
7
Tahap-tahap pengembangan tim: Empat tahapan yang dilalui tim adalah
pembentukan, pengungkapan gagasan, penetapan norma, dan pelaksanaan. Sebuah
tim memulai tahap pembentukan ketika tujuan dan tugas-tugas mereka diberikan.
Pada tahap ini, anggota tim masih merasa belum aman secara psikologis, sehingga
cenderung menahan diri. Setelah merasa lebih nyaman, biasanya akan ada masa-
masa pengungkapan gagasan. Di sini, anggota tim dapat bersaing untuk
mendapatkan peran, berdebat mengenai tujuan tim dan proses-prosesnya, atau
menancapkan pengaruhnya. Jika tim berhasil melaluinya, maka akan muncul tahap
penetapan norma yang memuat kesepakatan tentang norma-norma dan harapan
tim. Peran anggota tim telah diperjelas, walaupun nantinya dapat berubah seiring
berjalannya waktu. Tahapan terakhir adalah pelaksanaan, yaitu saat tim berada
dalam kondisi terbaiknya untuk mewujudkan tujuannya. Konflik-konflik telah diatasi,
para anggota mempunyai peran yang jelas, norma-norma telah ditetapkan, dan tim
dapat lebih banyak menggunakan waktunya untuk bekerja daripada menyelesaikan
permasalahan proses.
Sumber Daya dan Dukungan
Sumber daya bagi tim dapat berupa sumber daya keuangan; sumber daya
intelektual; informasi; manusia dengan pengetahuan, kecakapan dan kemampuan
yang dibutuhkan; peralatan; sistem komunikasi; dan dukungan moral serta
kredibilitas. Selain itu, masing-masing anggota tim membutuhkan dukungan,
termasuk penghargaan atas jerih payah dan hasil kerja mereka.
Kultur Organisasional
Secara luas, kultur organisasi adalah jalinan nilai, kepercayaan, asumsi, mitos,
norma, tujuan, dan visi yang dimiliki bersama di dalam organisasi (French, 1998).
Suatu organisasi dapat memiliki satu kultur tunggal, meskipun sering kali terdapat
beberapa sub-kultur di dalamnya. Dalam organisasi, tim pun dapat mengembangkan
kulturnya sendiri. Kultur organisasional memiliki sejumlah implikasi bagi tim. Tim
yang efektif biasanya mempunyai kultur kuat yang mendukung pekerjaannya. Suatu
organisasi yang di dalamnya terdapat persaingan kuat dan disfungsional, partisipasi
8
personel yang rendah dalam pembuatan keputusan, dan perlawanan serta
pertentangan antar profesi dapat dikatakan sedang mengalami kultur yang tidak
harmonis (Fleeger, 1993). Sebaliknya, sikap dan perilaku positif dari anggota tim
akan membawa kultur yang suportif dari organisasi yang lebih besar, yang akan
berkontribusi pada perkembangan dan kinerja tim.
Karena kultur organisasional sulit diubah, pimpinan tim dan anak buahnya
harus memahami dampak kultur dari organisasi yang lebih besar pada pekerjaan dan
kultur tim. Pimpinan tim harus menyadari betapa sulitnya memimpin sebuah tim
pengembangan yang partisipatif dalam kultur organisasional yang lebih besar yang
tidak partisipatif dan otokratif. Upaya CQI dalam pelayanan kesehatan biasa
berhadapan dengan masalah kultur seperti ini, mengalami kesulitan saat mencoba
memperkenalkan kultur yang tidak konsisten dengan kultur organisasional yang
dominan.
Dukungan Material dan Non-Material serta Pengakuan
Tim yang efektif memerlukan sumber daya material. Sumber daya-sumber
daya material tersebut terwujud dalam berbagai bentuk dan bervariasi, tergantung
tujuan dan kebutuhan tim. Persediaan materi-materi dan dukungan non-material
yang dibutuhkan bagi tim merupakan pencerminan dukungan moral dan dorongan
yang diberikan kepada tim oleh organisasi yang lebih besar, dan khususnya,
manajemen senior dan pihak berwenang lainnya. Memberikan dukungan yang sesuai
bagi tim dapat sangat memberi motivasi. Apabila dukungan ini tiada atau bersifat
ambigu, tim akan menjadi haus akan bantuan dan tidak dapat bekerja secara
optimal.
Dalam kasus tertentu, bisa jadi sumber daya yang paling penting adalah
waktu dan tenaga dari orang-orang di dalam dan di luar organisasi. Waktu disediakan
untuk pertemuan-pertemuan tim, sehingga anggota tim merasa bahwa pekerjaan
yang mereka lakukan sepadan dan dihargai oleh orang-orang pada organisasi yang
lebih besar. Jika terdapat hambatan jarak dalam rapat-rapat tim, maka teknologi
komputer digunakan, seperti konferensi jarak jauh. Hal ini sekali lagi menekankan
arti penting kerja tim dan kontribusi anggota tim.
9
Penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan bagi tim dan individu masih berkaitan dengan
dukungan dan pengakuan. Dari sudut pandang tim, penghargaan pada umumnya
berupa pengakuan dan pujian atas pekerjaan tim. Dalam peningkatan mutu,
penghargaan tim biasanya terdiri atas kepuasan nyata atas hasil yang dicapai.
Penghargaan dapat pula terwujud dalam perasaan positif yang tercipta berkat upaya
tim yang berhasil. Personel dalam tim pun perlu diberi penghargaan. Partisipasi
dalam tim sering dianggap sebagai tindakan sukarela yang bukan bagian dari
‘pekerjaan’ anggota staf. Deskripsi pekerjaan itu sendiri mungkin hanya sedikit
memuat partisipasi tim. Kriteria partisipasi tim mungkin tidak termasuk dalam
kinerja yang patut mendapatkan sanjungan, dan keputusan kompensasi dan promosi
mungkin tidak melibatkan kontribusi staf pada pekerjaan tim sebagai bahan
pertimbangan.
Penghargaan merupakan hal penting dari sisi tim maupun individual. Tim
akan termotivasi oleh pengakuan dan penghargaan yang pantas. Orang-orang yang
bekerja dalam tim perlu merasakan bahwa partisipasi mereka dalam tim itu penting,
dibutuhkan dan bagian kunci dari pekerjaan mereka.
Proses-Proses Tim
Proses-proses tim mengacu pada aspek-aspek yang berhubungan dengan
kepemimpinan, komunikasi, pembuatan keputusan, dan pembelajaran oleh tim dan
anggotanya.
Kepemimpinan Tim
Kepemimpinan dalam tim ialah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
anggota lainnya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tim. Di sini, kami
menggunakan kata seseorang, bukan pemimpin, karena seseorang yang tidak
10
mempunyai kewenangan resmi dapat tumbuh menjadi pemimpin dan
mempengaruhi sikap anggota lain. Hal ini telah dibahas pada Bab 2, bahwa
pemimpin dalam sebuah tim dapat berupa orang yang ahli di bidangnya, pemimpin
yang dihormati opininya dan juara yang dapat mewujudkan perubahan dan
peningkatan.
Tidak ada satu bentuk kepemimpinan yang tepat bagi semua tim.
Kepemimpinan dapat terpusat pada satu orang saja atau dibagi bersama anggota
tim, tergantung tujuan tim itu sendiri. Tim pun dapat mempunyai pemimpin resmi
dan tak resmi. Saat tugas tim menjadi jelas dan tidak ambigu, gaya kepemimpinan
secara hierarkis dapat diberlakukan, walaupun bahkan dalam tatanan seperti itu,
masukan dari anggota tim mungkin bernilai. Peran pemimpin dalam situasi seperti
itu adalah melihat bahwa pekerjaan diselesaikan dan bahwa para anggota tim
berkomunikasi dan mengkoordinasikan pekerjaan mereka. Dalam lingkup
peningkatan mutu, anggota tim berpartisipasi karena mereka mempunyai keahlian
sehubungan dengan persoalan yang dihadapi. Mereka tidak perlu diperintah, tetapi
turut serta secara aktif dalam mengenali masalah, menganalisis penyebabnya,
mengembangkan perbaikan, mengevaluasi dampak perubahan dan seterusnya.
Jadi, kepemimpinan yang paling tepat untuk peningkatan mutu adalah gaya
yang menitikberatkan pada partisipasi dan membangun kepercayaan di antara
anggota tim. Gaya kepemimpinan ini mendorong anggotanya untuk mengungkapkan
pandangan mereka dan berani mengambil resiko, juga mampu mengembangkan tim
dan membantunya tumbuh dan menjadi lebih efektif. Kepemimpinan juga harus
dapat menjaga keikutsertaan anggotanya dan membuat mereka tetap termotivasi
dan bersemangat untuk berkarya dan berinovasi. Tim peningkatan mutu, jika tidak
secara suka rela, bergantung pada kemauan partisipannya untuk mencapai sukses.
Tim yang berhasil akan mendorong kepemimpinan bersama dengan
memperbolehkan seseorang untuk mengambil alih peran kepemimpinan pada tahap
tertentu dalam proses peningkatan kualitas. Dengan demikian, seorang pemimpin
dapat pula berarti suatu peran yang melatih, membantu mengembangkan
kecakapan anggota timnya dalam kepemimpinan tim dan manajemen proyek.
11
Karena tim-tim pengembangan mutu tidak selalu hadir dalam struktur hirearkis
organisasi, pemimpin harus pula memberikan perhatian kepada motivasi dan
komitmen.
Jaringan Komunikasi dan Pola Interaksi
Metode komunikasi adalah sesuatu yang penting dan sentral dalam aktivitas
tim, baik di dalam tim maupun antara tim dengan lingkungan luar yang lebih besar,
termasuk tim lainnya. Jaringan komunikasi hadir dalam beberapa variasi, dan setiap
situasinya menuntut jenis struktur komunikasi yang berbeda. Ketika tugas tim
sederhana, maka yang paling efisien adalah menggunakan struktur terpusat, dengan
informasi disampaikan oleh pimpinan tim kepada para anggota tim. Pilihan lainnya,
informasi dapat diberikan dari pemimpin kepada seorang anggota yang, secara
hierarkis, kemudian meneruskannya kepada anggota yang lain. Masing-masing
model komunikasi ini dapat mengarah ke atas (upward communication). Pada tim
lain, seseorang mengambil peran sebagai pusat jaringan dan berkomunikasi dengan
anggota lainnya. Informasi dari anggota tim harus melewati pusat ini agar dapat
diterima oleh anggota yang lain. Struktur komunikasi ke segala arah bersifat padat;
saluran komunikasi terbuka dan didukung oleh semua anggota tim. Struktur yang
seperti ini sangat berguna untuk situasi rumit, yang pekerjaan masing-masing
anggotanya saling tergantung satu sama lain. Dalam situasi tersebut, saluran resmi
kewenangan menjadi kabur atau tidak berarti. Untuk tim yang fokus kepada
perawatan pasien, peningkatan mutu, penelitian, atau manajemen, anggota tim
harus mempunyai akses kepada anggota tim lainnya.
Tim-tim pengembang mutu merupakan perlambang bagi tim-tim yang
membutuhkan struktur komunikasi yang kompleks. Pekerjaan tim peningkat kualitas
itu rumit dan jalan komunikasi harus terbuka di antara seluruh anggota. Komunikasi
antara tim dan lingkungan eksternalnya pun adalah hal penting. Sebagai suatu sistem
terbuka, tim sering bergantung pada orang lain dan tim lain yang berada di dalam
maupun di luar organisasi. Para pimpinan di sini berperan sebagai perentang batas,
yang memastikan bahwa hubungan dengan kelompok-kelompok kritis dari luar
dapat berlangsung dengan baik. Ini secara khusus penting bagi tatanan rumah sakit
12
yang pada operasi-operasi unit kerja tertentu sangat bergantung pada interaksi
dengan unit lain. Tim peningkat mutu sering mengandalkan informasi dan sumber
daya dari luar, dan jaringan yang kuat dan dapat diandalkan antara tim dan unit lain
sama pentingnya dengan jaringan komunikasi di antara para anggota tim. Tim yang
terisolasi kemungkinan akan mempunyai kinerja yang rndah, karena hubungan kunci
tidak dikelola dengan baik.
Pembuatan Keputusan
Pembuatan keputusan merupakan tugas semua tim, dan sikap dalam
menentukan pilihan adalah hal yang kritis bagi keberhasilan tim. Tim dapat mencapai
keputusan melalui konsensus atau pengambilan suara, atau anggota tim cukup
memberikan saran kepada pemimpin tim, kemudian menyerahkan keputusan
kepada pimpinan tersebut. Tidak ada cara terbaik bagi suatu tim untuk membuat
keputusan, dan gaya untuk menentukannya pun tergantung pada keadaan dan
tujuan tim. Untuk tim yang lain lagi, khususnya tim tanpa ada seorang pemegang
kewenangan resmi, seluruh tim dapat menetapkan keputusan. Dalam situasi seperti
itu, anggota tim harus mendiskusikan cara menentukan keputusannya, dengan
pengambilan suara, membuat konsensus dan berkompromi, atau diserahkan kepada
seseorang yang dianggap paling memiliki ilmu memadai tentang persoalan yang
bersangkutan.
Terlepas dari cara penentuan keputusan, anggota tim harus memahami
peran mereka dalam pembuatan keputusan. Mengambil saran, bukan membuat
keputusan, lebih dapat diterima untuk para anggota tim selama mereka tidak
mengharapkan untuk berada di posisi yang menentukan keputusan. Kewenangan
yang ditetapkan untuk tim dan anggotanya harus spesifik dan jelas.
Tim biasa mencari kepaduan, dan secara umum, kepaduan merupakan
dorongan yang positif. Upaya-upaya tertentu perlu dilakukan untuk
mengembangkan tim, misal bahwa anggota saling mengerti satu sama lain,
terdorong untuk saling berkomunikasi, dan memadukan rasa yang sama bagi tujuan
dan solidaritas. Secara ekstrim, kepaduan dapat membentuk kenyamanan dan
“pikiran berkelompok”; pada kasus tertentu, anggota tim menjadi sangat kohesif
13
sehingga kehilangan kemerdekaannya sebagai pemikir bebas dan mungkin takut
untuk mengungkapkan pandangan-pandangan yang menentang hal-hal yang
menurut mereka adalah konsensus tim.
Pembelajaran Tim dan Anggota Tim
Organisasi yang belajar ialah organisasi yang secara proaktif menciptakan,
memperoleh dan mentransfer ilmu pengetahuan dan mengubah sikapnya
berdasarkan ilmu dan wawasan yang baru (Garvin, 1993). Implikasi definisi tersebut
terhadap tim cukup jelas. Tim yang efektif akan terus mencari informasi baru untuk
meningkatkan kinerja mereka, entah itu berupa teknologi, proses-proses
organisasional, atau konsep baru. Mereka terbuka bagi gagasan-gagasan baru dan
bahkan mengejarnya. Hal ini dilakukan dengan memasukkan orang-orang yang
memiliki keahlian atau cara pandang baru, dan memastikan bahwa para anggota tim
terlibat dalam pelatihan dan pembelajaran yang berkelanjutan. Tim yang efektif akan
mencoba untuk memanfaatkan informasi baru dan menjamin bahwa pengetahuan
tersebut disampaikan ke dalam tim. Ilmu baru tersebut kemudian digunakan untuk
mengubah perilaku tim dalam rangka mengejar tingkat pencapaian yang lebih tinggi.
Tim dapat mengembangkan kemampuan mereka untuk belajar dan menerapkan
pengetahuan baru melalui penggunaan beberapa faktor pembantu, termasuk
meninjau lingkungan untuk ilmu baru; mengenali jurang performa dalam tim;
mengenakan “pola pikir eksperimental” sehingga anggota tim terbuka bagi
pendekatan-pendekatan baru; dan kepemimpinan mendukung terjadinya perubahan
(lihat Moingeon dan Edmondson, 1996 untuk penjelasan lebih lengkap tentang
faktor-faktor pembantu).
Pembelajaran tim dan organisasional merupakan aspek kunci dari CQI, dan
kapasitas belajar adalah penanda keefektifan tim. Tim peningkatan mutu tidak hanya
berhadapan dengan pengembangan proses pembelajaran organisasi atau sub-unit
organisasionalnya, tetapi juga dengan peningkatan pembelajaran dan kinerjanya
sendiri sebagai tim. Tim-tim pengembangan mutu meninjau sendiri kinerja mereka
dan kepuasan anggotanya, dan berusaha mengembangkan strategi serta teknik-
teknik baru dalam manajemen tim untuk meningkatkan performa mereka. Beberapa
tim melakukan tanya jawab setiap selesai rapat untuk melihat kemajuan pekerjaan
14
dan sikap mereka dalam bekerja, serta mencari sesuatu yang dapat dipelajari dari hal
itu dan meningkatkan kemampuan mereka. Belajar dari pengalaman dan belajar dari
lingkungan eksternal yang lebih luas ialah tanda dari organisasi dan tim yang efektif.
Sumber : William A.Sollecito dan Julie K.Johson. Chapter 4 Buku Implementing
Continuous Quality Improvement in Health care edisi ke empat (2011).