cerpen - mitrajayausaha.files.wordpress.com · cerpen “S ial!! Hujan semakin deras!” pekikku...
Transcript of cerpen - mitrajayausaha.files.wordpress.com · cerpen “S ial!! Hujan semakin deras!” pekikku...
cerpen
“Sial!! Hujan semakin deras!” pekikku dalam ruangan kerja yang mulai sepi.
Kulirik jam tanganku, jarum jam menunjuk angka 11. Tapi pekerjaanku masih menumpuk dan baru 45% aku menyelesaikannya. Perutku yang keroncongan kutahan sedari tadi demi pekerjaan yang harus dipresentasikan pada meeting besok.
Isi dompetku mulai menipis seiring hari berlalu, jadi aku tak membawa banyak uang untuk pulang naik taksi. Aku semakin kesal tatkala mendengar detik jam yang terus membuat malam ini semkin gelap. Rumahku sangat jauh dari kantor. Sepertinya aku akan bermalam di kantor lagi. Huh!!!
*****“Woy…Bangun!” akibat ulah Fredi, aku jadi gelagapan
kaget dan bangun. Hampir saja tubuh rampingku ini terbanting
ke lantai marmer saking kagetnya.“Apaan sih? Rese banget!” umpatku sembari
membersihkan cairan kental yang masih menempel di pipi.“Yaelah, Dina! Pake ngiler segala! Udah sono
bersihin dulu tuh iler!” ujar Fredi. Aku bergegas menuju toilet kantor.
Well, Fredi adalah sahabat sekaligus rekan kerjaku. Dia yang membantuku masuk bekerja di sebuah kantor advertisement. Belum lama aku kerja di kantor ini, baru sekitar lima bulan.
Aku memandangi wajahku di depan cermin toilet. Aku tersenyum, merasa diriku memiliki kesan cantik. Bibirku mungil, mata bulat lebar, dan hidung mancung. Aku jadi merasa mirip Selena Gomez, sang penyanyi idolaku. Dengan wajah seperti ini, aku semakin optimis mendapatkan perhatian Pak Karel, manajer utama di kantorku. Sejak awal bekerja, aku telah menaruh hati padanya. Ia seorang pria muda tampan berdarah Inggr is. Aku semakin
24 GESMAJA - Edisi 72
Orang yang menjaga lidah dan mulut adalah menjaga jiwanya
By : Anonim
cerpen
mengaguminya dengan sikapnya yang bijaksana, konsisten, dan professional. Sayang, dia sangat cuek. Aku belum melihat ia tertarik padaku. Mungkin aku hanya karyawan biasa yang tak begitu menarik perhatiannya.
*****Hari demi hari berlalu. Roda kehidupan memang selalu
berputar. Tak kusangka, bahkan masih sulit kupercaya, kini hubunganku dengan Pak Karel semakin dekat sejak ia menyukai ide-ideku yang berhasil menarik banyak customer. Ia bahkan mengangkatku sebagai leader team pada setiap meeting pembuatan iklan. T a k h a n y a i t u , i a menyuruhku memanggilnya 'Karel' saja saat di luar jam kantor, supaya lebih akrab katanya. Aku pun tak melihat sifat cueknya lagi.
Rasa GR-ku mulai kambuh, aku merasa bahwa kedekatan kami m e n u n j u k k a n ketertarikannya padaku. Aku merasa ia menaruh hati padaku. Namun entah m e n g a p a , s e i r i n g kedekatan hubunganku dengan Karel, aku juga melihat perubahan sikap Fredi. Ia semakin menjauh dariku. Bahkan, ia terlihat tak senang tiap kali bertemu Karel.
Suatu hari, aku seperti bermimpi dapat menerima ajakan dinner oleh Karel, di restoran elit pula. Kupersiapkan segalanya untuk itu. Aku ingin tampil secantik mungkin di depan Karel. Aku ingin malam ini menjadi special momentku dengannya.
*****Kulihat jam tanganku sekali lagi. Hampir lima belas
menit aku duduk mematung di kursi restoran. Karel tak kunjung tiba. Selang beberapa detik, aku dikagetkan oleh Fredi yang menepuk bahuku dari belakang. Cowok satu ini memang suka mengagetkanku, huh!
“Fredi? Kok kamu di sini?” tanyaku.“Dina, aku mau ngomong sesuatu” Fredi mengalihkan
pembicaraan. Wajahnya tampak sangat serius. Aku hanya mengangguk mempersilakan.
“Sudah lama kupendam ini, aku nggak berani mengungkapkan karena kamu sahabatku. Tapi aku nggak bisa nahan ini lagi semenjak kamu semakin dekat dengan Pak Karel.” Ujar Fredi. Aku mengerti arah pembicaraan Fredi.
“Dina, I love you. Lebih dari sahabat. Malam ini, aku
nggak mau kamu jadian sama Karel. Itu sebabnya aku ngomong duluan.” Lirih Fredi. Ia menatapku lekat. Namun mulutku seperti terkunci. Aku tak mampu mengatakan apa pun. Aku tak percaya Fredi mencintaiku.
“Hey, Fredi juga di sini?” suara Karel membuyarkan tatapan kosongku pada Fredi. “Maaf ya, Din. Tadi di jalan macet. Jadi telat deh.” Lanjutnya.
“Nggak apa apa kok, Rel” jawabku pelan.“Fred, kamu datang ke sini sendirian?” Tanya
Karel.“Sendiri. Saya hanya ingin
mengutarakan isi hati saya pada wanita yang saya cinta, Dina.” Ucap Fredi tegas sambil menatapku. Aku semakin menjadi tak menguasai keadaan ini. Aku diam seribu bahasa atas sikap Fredi yang sangat agresif.
“Apa maksud kamu? Kamu nembak Dina?” Karel memastikan. Wajahnya sedikit gusar. Fredi hanya mengangguk.
“Dina, sebenarnya aku juga sangat mencintaimu. Tapi kuserahkan semua keputusan padamu” ujar Karel lirih. Tatapannya sangat dalam padaku.
Memang sudah lama aku menginginkan hubungan spesial dengan Karel. Tapi tidak dengan situasi membingungkan seperti ini. Aku ingin menerima cinta Karel. Tapi aku tak bisa menyakiti Fredi, sahabatku.
“Apa pun keputusanmu, akan kuterima” ujar Fredi padaku.
“Maafkan aku, Fredi” aku memberanikan diri bicara, “Aku mencintai Karel. Aku menyayangimu, tapi sebatas sahabat. Berat rasanya berada dalam posisi seperti ini. Aku tak ingin melukaimu atas penolakanku. Maaf, Fred” jawabku. Aku tak berani menatap wajah Fredi.
“Jika itu keputusanmu, aku terima asal kau bahagia bersama Pak Karel” jawabnya pelan. Ia mengalihkan pandangan pada Karel.
“Jaga cintaku dengan baik. Kupercayakan Dina padamu” ucap Fredi pada Karel. Ia tersenyum lalu pergi meninggalkan kami berdua.
“Dina, aku sangat senang mendengar keputusanmu” Karel meraih kedua tanganku dan menatapku lekat, “Jadi, kamu mau kan, jadi pacarku?” lanjutnya.
Aku gembira mendengar ucapan Karel. Jantungku serasa berdegup seratus kali lebih kencang. Aku tak dapat menguasai diriku. Aku mengangguk kepala mengiyakan. Spontan Karel memelukku erat dan membelai rambutku. Malam ini benar-benar menjadi my special moment in my life. Maafkan aku, Fredi. Ini yang terbaik untuk kita.
25GESMAJA - Edisi 72
Orang yang menabur kejahatan akan menuai bencana
cerpen
Aku tak pernah menyangka bisa duduk di kursi ini
dan bersanding dengan ratusan wartawan asing
sebelumnya. Bahkan, aku masih tak percaya tanda
pengenal wartawan VOA (Voice of America) menggantung manis di
leherku.
Ruangan besar dan luas ini tak mampu membuatku
bertahan dari dinginnya salju di bulan Nopember. Kupeluk erat
tubuhku, tak kusangka malam ini sangat dingin sehingga sengaja
tak kubawa mantel bulu domba kesayanganku. Malam ini akan
menjadi malam terdingin sepanjang riwayat hidupku.
“Sir, it's your time” seorang wartawan asal Singapura
menepuk bahuku.
Aku semakin gugup, tapi aku mencoba yakin dan mulai
berjalan menuju mimbar. Mataku menelusuri tiap sudut ruangan di
hadapanku. Seluruh wartawan dari berbagai negara nampak
menungguku membuka mulut.
*****
The International Conversation of Journalist usai tepat
tengah malam dan semua wartawan dipersilakan menyantap
hidangan khas negara tuan rumah, Inggris. Sebuah piring lebar tipis
tepat diadapanku. Namun dapat kuperkirakan aku akan selesai
menyantap hidangan itu dalam empat suap. Porsi yang sangat kecil
untuk perutku yang keroncongan. Sangat kontras dengan porsi
makanku yang seperti porsi makan pekerja kuli bangunan.
Aku duduk di samping seorang wartawan wanita berwajah
oriental. Wajahnya mengingatkanku pada semua tentang masa-
masa indah di kampung halamanku, Indonesia. Sejenak aku sadar
betapa telah lima tahun kutinggalkan Indonesia demi
profesionalitas kerja di negeri orang.
“Hi! let me know yourself, where are you come from?”
Dengan modal rasa penasaran, aku meberanikan diri bertanya
pada wanita muda itu.
“Oh, I'm Ratna, from Indonesia” jawab wanita itu
lembut. Senyumnya menyungging.
“Indonesia? Oh, saya Rafli Prabudipura,
wartawan VOA tapi asli orang Indonesia” kataku
bersemangat sambil menunjukkan tanda pengenalku.
“Oh, ya? Wow! hebat sekali Anda bisa menjadi
wartawan radio terkenal itu, Pak”
“Ah, hanya kebetulan. Tapi jangan panggil
'pak', cukup Rafli saja biar terkesan akrab. Kan,
sesama orang Indonesia”
Percakapan kami berlangsung hangat meski
baru mengenal satu sama lain. Berbicara dengan
Ratna seperti berbicara dengan keluargaku sendiri di
Indonesia. Aku juga tahu banyak tentang
perkembangan Indonesia melalui Ratna. Sejenak, aku
merasa nyaman dengan sosok wanita muda itu. Meski
baru mengenalnya, namun gaya bahasa Ratna
menunjukkan bahwa ia adalah wanita yang cerdas,
ambisius, plus cantik. Aku pun tertarik untuk
mengenalnya lebih jauh.
*****
Tiga Hari Kemudian
Aku tak bisa menahan air mata. Aku tak kuasa melihat
ibu terbaring lemah di ruang operasi. Aku tak akan memalingkan
pandangan dari balik kaca pintu untuk terus memantau ibu,
namun aku tak mampu menahan kesedihan yang terus
membara dalam hati. Pikiranku kacau tak karuan. Semua
berkecamuk jadi satu. Hatiku sangat panas. Sangat ingin
memuntahkan semua samudra kepedihan yang muncul berbait
dalam kalbuku yang lemah.
“Ibu demam tinggi tiga hari terakhir. Aku kira hanya
kecapekan biasa.” Suara adikku dari belakangku sedikit
mengagetkan. Aku segera membalikkan badan.
“Apa yang terjadi? Kenapa kau tak mengabari abang,
Sharon?” desisku kecewa.
“Aku mengabari abang jika aku tahu soal ini. Abang
tahu sendiri, ibu sangat keras kepala. Ibu tak pernah
memberitahuku bahwa telah mengidap kanker payudara,
hingga sekarang telah stadium tiga.” Jelas Rosa panjang lebar.
Aku semakin terpuruk mendengar pernyataan Sharon.
Aku hampir putus asa dengan kesembuhan ibu. Aku merasa
bersalah telah pergi ke negara orang demi mengejar cita-cita
tanpa memerhatikan kesehatan ibu.
Aku yang melemah mencoba tegar dan menyandarkan
tubuh di kursi depan ruang operasi bersama Sharon. Suasana
hening sejenak. Hanya selang beberapa detik, kudengar suara
langkah kaki tergesa-gesa. Kualihkan pandangan pada sumber
You're My Angel, RatnaBy : Nana Red
26 GESMAJA - Edisi 72
Orang yang menolak agama adalah orang tercelaka
cerpen
suara itu. Dari jarak yang cukup jauh, kulihat sosok gadis
mengenakan minidress merah jambu setengah berlari kearahku
dan Sharon. Aku tak begitu jelas melihat wajahnya karena aku
lupa mengenakan kacamata minusku akibat tergesa-gesa
menuju rumah sakit. Namun, perawakan gadis itu seperti pernah
kukenal. Aku tak begitu asing dengan gadis itu.
“Kak Ratna!” adikku menyapa si gadis. Gadis itu
semakin mendekat dan aku pun semakin jelas melihat wajahnya.
Astaga! Dia Ratna! Wartawan yang kujumpai saat makan malam
konversasi elit para wartawan itu! Mengapa dia di sini? Mengapa
Sharon mengenalnya?
“Bagaimana keadaan ibumu, Sharon?” Kerut dahi
Ratna sangat menunjukan empati. Ia mengalihkan pandangan
padaku.
“Rafli Prabudipura, wartawan VOA! Kau kah itu?” Ia
bertanya padaku.
“Ya, aku Rafli, abangnya Sharon” Jawabku datar. Masih
heran dengan semua kebetulan ini.
“Jadi kalian telah saling kenal?” Timpal Sharon
mengernyitkan kening.
*****
Dua Minggu Kemudian
Awan mendung seakan turut melampiaskan bela
sungkawa atas kepergian wanita yang telah mengandungku
sembilan bulan. Angin mengayun semilir bak mencoba
mengisyaratkanku untuk tetap tegar.
Semua telah meninggalkan pemakaman. Hanya aku,
Sharon, dan Ratna yang masih setia menemani peristirahatan
terakhir ibu dengan beratap awan yang menghitam. Sharon tak
henti-hentinya menangis dan memeluk batu nisan ibu, sesekali ia
menciumnya. Aku mencoba tegar menghadapi semua ini.
Dua tahun aku tak pulang ke Indonesia karena
kesibukanku sebagai wartawan. Dua tahun aku tak berjumpa ibu
dan Sharon. Tapi kini, semua telah dipertemukan kembali dalam
balutan kesedihan.
“Sudahlah, Raf. Ikhlaskan ibumu. Semua sudah takdir
Tuhan” Ratna menenangkanku.
Aku menatap wajah Ratna lekat. Ia wanita lembut dan
penuh kasih. Anak seorang pengacara di Jakarta. Ayahnya
kawan akrab ibuku. Ia mengirim Ratna ke Jogja untuk membantu
merawat ibuku yang sering sakit.
*****
Empat Bulan Kemudian
“Dunia ini sangat lucu. Aku mengenalmu di dua Negara
berbeda.” Ujarku sembari meneguk segelas teh hangat di
beranda rumah Ratna. Udara pagi ini masih basah oleh embun
yang sejuk. Kicauan merdu sang Merpati turut mengindahkan
ketenteraman hati meski masih sebenarnya masih terbalut
kepedihan atas kepergian Ibu.
“Di Inggris, aku mengenalmu sebagai wartawan
cerdas. Di Indonesia, aku mengenalmu sebagai wanita lembut
dan baik hati” lanjutku.
“Kau ini ada-ada saja, Raf!” Jawab Ratna tersenyum.
Lukisan senyum di wajahnya yang indah semakin membuatku
terpana.
“Ratna, aku sangat berterimakasih padamu. Kau rela
ke Jogja demi merawat ibu.”
“Ah, sudahlah. Memang kita harus saling menolong.
Lagipula, orang tua kita kan teman akrab. Aku tak bisa
membiarkan Sharon bersusah payah merawat ibumu. Dia juga
harus kuliah”
“Tapi gara-gara ini, kau meninggalkan pekerjaanmu
sebagai wartawan. Bukankah kau sendiri yang bilang bahwa
cita-cita kau sedari dulu adalah menjadi wartawan cemerlang?”
Ratna tersenyum kecil. Ia tak menjawab sepatah kata
pun. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku akan
mengutarakan semuanya. Semua tentang perasaanku pada
Ratna sejak awal bertemu.
“Ratna, pulanglah ke Jakarta” Ujarku.
“Aku memang tak lagi bisa merawat ibumu. Jadi,
mungkin ya.”
“Bukan itu maksudku. Aku ingin kau pulang ke Jakarta
bersamaku”
“Bersamamu?” Ratna mengerutkan dahi.
“Aku akan menghadap ayahmu. Mengatakan bahwa
aku ingin menikahi putrinya”
“Rafli, kau….” Suara Ratna meredup. Sorot matanya
menampakan sebuah kepastian.
“Ya. Aku mencintaimu” aku memotong perkataan
Ratna. “Aku akan berlutut dengan satu kaki di hadapanmu
dengan sebuah cincin suci.”
Aku mengeluarkan cincin emas bermata berlian dari
kantong celana dan kutaruh lembut di jari manis Ratna. Ia
memberiku senyum indah. Dua bola matanya mulai mengkilap
bercahaya. Ia terlihat sangat gembira. Aku tahu dia juga
mencintaiku.
“Shandita Ratna Delise, aku berjanji akan mencintai
dan menjagamu selamanya. Will you marry me?” aku mencium
tangan Ratna dengan penuh kasih.
“Ya.. aku, aku mau menikah denganmu, Rafli
Prabudipura” Ratna tampak gugup.
Aku sangat bahagia mendengar jawaban Ratna. Aku
memeluknya erat dan mencium rambutnya. Cinta kami bersemi
hari ini. Dan beranda rumah Ratna menjadi saksi cinta suci
kami. Tuhan, terima kasih telah mengirimku bidadarimu. Aku
akan menjaganya sepenuh hati. Aku yakin ibu pasti sangat
bahagia di sana. Thanks God, You've send me your special
angel!!!27GESMAJA - Edisi 72
Satu kata bagi orang bijak sudah cukup
cerbung
Cerita Sebelumnya
"Kamu harus kesana Shania, karena Rendi lagi berantem sama Toni!" Aku terkejut mendengar jawaban Dea, tanpa basi-basi Dea menarik tanganku sehingga aku terpaksa mengikutinya.
Saat tiba di lapangan, aku melihat Rendi dan Toni bersemangat baku hantam. Di sudut lain aku melihat Risa, pacar Toni. Risa terlihat ketakutan. Matanya menunjukkan sebuah jawaban atas pertengkaran dua lelaki yang kukenal itu. Aku jadi paham apa penyebab dari perkelahian ini.
BUG!Pukulan itu melayang tepat di wajah Toni, hingga sudut bibir Toni mengeluarkan darah segar. Tampaknya Rendi masih belum puas dengan keadaan Toni yang melemah.
"STOP!" Pekik Risa yang melihat Rendi akan melayangkan satu pukulan lagi pada wajah Toni, Rendi menghentikan aksinya.
"Toni, kamu gak apa apa??" Tangis Risa pecah saat melihat keadaan Toni.
"Kamu salah paham Ren, aku gak pernah suka sama kamu, aku gak pernah anggap kamu lebih dari teman. Toni masih pacar aku Ren, wajar ia melakukan ini karena kamu selalu deketin aku!" Jelas Risa dengan air mata menetes di pipinya. Suaranya tak begitu jelas oleh tangisnya yang semakin menjadi. Rendi terdiam
mendengar penuturan Risa.Aku dan Dea masih berdiri di t e m p a t . D e a m e n a r i k t a n g a n k u u n t u k meninggalkan lapangan yang sudah tak berpenghuni kecuali Rendi yang masih b e r d i r i m e m a t u n g , i a menatapku sendu. Aku s e g e r a m e m a l i n g k a n wajahku.*****" H a i ! " S u a r a i t u m e n g e j u t k a n k u , a k u m e n g a n g k a t w a j a h k u m e n c o b a m e m a s t i k a n apakah tebakanku benar." Bisa minta waktunya sebentar ? Cuma sebentar, please." Ucapnya memohon, aku menghela napas dan menutup bukuku.
" Ada apa lagi Ren?" Tanyaku dengan tatapan kosong ke depan. Jenuh dengan cowok satu ini.
" Aku mau tanya, tapi aku minta kamu jujur. Apa kamu masih menganggapku pacar ??" Pertanyaan konyol yang pernah kudengar, bagaimana bisa ia bertanya seperti itu dengan status kami yang masih pacaran walau tidak pernah lagi bersama karena ulahnya.
" Terus apa yang kamu mau?? Kamu mau pastikan hubungan kita berakhir agar kamu tidak merasa bersalah kalau kamu jalan sama cewek lain?" Tanyaku
" Bukan, Sha. Aku ingin memperbaiki semuanya dan menebus kesalahanku selama ini, itu pun kalau kamu mau memulai lagi dari awal. Dan harus kamu tahu, perempuan yang waktu itu kamu lihat bukan selingkuhanku. Dia sepupuku, Sha." Jelasnya
" Aku nggak peduli siapa dia. Dan kamu juga harus tahu, nggak mudah memaafkan cowok kayak kamu. Bukan kali pertama kamu mengucapkan hal ini, tapi kamu sering mengulangi lagi. Aku sadar aku cewek bodoh yang mau bertahan sampai saat ini meski kamu selalu menyakitiku. Tapi aku gak pernah menyalahkan kamu Ren, karena hati gak bisa dipaksakan. Aku ikhlas kalau kamu mau akhiri
BERTAHAN
By : Irul Red
28 GESMAJA - Edisi 72
Hanya orang berdosalah yang akan menerima siksa
hubungan kita" Ucapku dan beranjak dari duduk, ingin pergi.
Namun Rendi menahan tanganku, menarik tubuhku dalam pelukannya. Memintaku tidak pergi meninggalkannya, EGOIS! Itulah kata yang pantas untuknya.
“Aku cinta kamu, Sha. Aku gak mau kehilangan kamu dalam hidupku. Aku sadar cuma kamu yang bisa menerima aku apa adanya. Cuma kamu yang tulus menyayangi dan mencintaiku, cuma kamu yang sabar menghadapai sikapku selama ini." Tangisku semakin menjadi mendengar ucapan yang keluar dari mulut Rendi, seorang playboy akut menurutku.
Aku diam seribu bahasa, yang terdengar hanya isak tangisku. Aku berada dalam sebuah pilihan yang memojokkanku. Aku ingin keluar dari segala permasalahan menyakitkan hubungan ini. Namun aku juga takut kehilangan Rendi karena aku sangat mencintainya. Aku melihat satu penyesalan dan ketulusan dari matanya, membuat keraguanku sirna.
" Jika kamu mengulanginya??" Tanyaku menatap matanya yang sayu." Aku siap untuk kamu tinggalin walau sebenarnya aku gak
cerbung
mau sampai hal itu terjadi." Jawabnya, senyum mengembang di bibirku.
" Aku kasih kamu kesempatan Ren. Tapi jika kamu mengingkari, jangan salahkan aku jika aku harus pergi selamanya." Ucapku, terpancar wajah bahagia saat ia mendengar jawabanku. Mungkin ini memang yang terbaik.
Sejak hari itu, hubunganku dan Rendi kembali membaik, bahkan lebih baik dari 2 tahun yang lalu. Seperti ABG yang baru merasakan jatuh cinta, seperti itulah sikap Rendi padaku. Aku sangat bahagia dengan perubahan Rendi yang membuktikan janji yang ia ucapkan.*****
H a r i i n i s a a t y a n g k u n a n t i , pengumuman kelulusan SMA. Aku dan Rendi gelisah menunggu hasil akhir, begitu pun Dea. Kertas putih itu sudah berada di tangan kami. Kami membuka lipatan kertas yang menentukan masa depan kami. Aku membuka perlahan kertas itu dan seketika senyum mengembang di bibirku saat aku menemukan kata "LULUS" di lembaran kertas yang ada di tanganku
" Yeeay, aku lulus!" Ucap kami kompak dan berpelukan.
Selamat datang bahagia selamat tinggal kesedihan, kini usaha ku untuk bertahan menjalin hubungan dengan seorang playboy tidak sia-sia, karena Rendi benar-benar berubah dan sangat mencintaiku.
Aku tak pernah tahu rencana Tuhan. Tapi aku percaya bahwa Tuhan selalu berlaku adil. Jika ada kesedihan maka akan ada kebahagiaan seperti yang dijanjikan. Terimakasih Tuhan, untuk semua kekuatan dan ketegaran yang kau berikan padaku untuk melewati semua masa kelam dalam hidupku. Kini aku bahagia bersama orang yang kucinta dan mencintaiku.
29GESMAJA - Edisi 72
Jagalah masa hidup sebelum datang masa kematian
gombalan
A : Kemarin aku ke dokter, check up. Kamu tahu dokter bilang apa?B : Apa? Parah?A : Aku harus dioperasi karena ada kamu dihatikuB : Hah??A : Iya, katanya saking parahnya cintaku padamu
By: X-3
Cowok : eh , maaf kayaknya aku curiga deh sama kamu .Cewek : curiga kenapa emangnya ??Cowok : curiga , kayaknya kamu yang udah nyimpen tulang rusuk aku yang hilang :DCewek : ???? #cuek2 aja
By: Johan XI-IPA-1
Cowok : Yank, kamu itu kayak kopiCewek : Kok bisa?Cowok : Iya, yank. Item-item tapi banyak yang nyariCewek : Ah, kamu yang.bisa aja deh (tersipu malu)
By: Item,e X-2
Ujian DitundaSeorang guru sedang mengawasi ujian di suatu kelas. Ia memerhatikan Joni yang sedari tadi nampak ngantuk.Guru : Jon, kamu lesu banget. Ngantuk ya?Joni : Maaf pak. Semalam saya tidak bisa tidurGuru : Kalau gitu ujian kamu ditunda minggu depanJoni : Kenapa, pakGuru : Tidur saja nggak bisa apalagi mengerjakan soalBy : X2
Tukang becak VS KuntilanakSuatu malam, seorang tukang becak hampir putus asa karena belum dapat penumpang sama sekali. Saat ia hendak pulang, tiba-tiba bertemu seorang wanita berrambut panjang, “Asik! Ada penumpang nih” bisik si Tukang becakTkg Becak : Mau naik becak neng?Wanita : Anterin ke sana ya bang (jawab si wanita datar)(setelah berlama-lama mengayuh becak. Tapi si wanita tak kunjung minta berhenti)Wanita : Bang, anterin ke kuburan ya.(Si tukang becak sangat curiga. Dan benar saja, saat dilihat wanita itu, ia memang kuntilanak. Kakinya tak menyentuh tanah. Si tukang becak sangat takut dan berdoa supaya bisa cepat kabur. Tapi si tukang becak tak pernah tahu macam-macam doa. Ia hanya tahu satu doa, yaitu doa mau makan)Tkg becak : Allahuma barik lanaa fiima razaqtanaa wa qinaa adzabannarKuntilanak : Eh, enak aja lo! Lo mau makan gue?Tkg becak : Ya Allah, lindungi hambaKuntilanak : Susah kalau ganggu manusia. Dikit-dikit ngadu, dikit-dikit ngadu. Huh!Tkg Becak : Ya Allah, dia beneran kuntilanak. Lindungi hamba ya AllahKuntilanak : Masih mending gue kuntilanak daripada lo tukang becak!By : Anonim
humor
Gombalan
HUMOR
30 GESMAJA - Edisi 72
Jagalah masa kaya sebelum datang masa kemiskinan