Cerpen Bahasa Indonesia
-
Upload
valentiano-andy-christandhika -
Category
Documents
-
view
22 -
download
0
Embed Size (px)
Transcript of Cerpen Bahasa Indonesia

Cerpen Bahasa Indonesia
Karya :
Chanivia Roichatul Jannah
Kelas :
IX-A
SMP Negeri 6 Batu
Jl. Raya Giripurno 284 Kec. Bumiaji Kota Batu
2013-2014

Hai, teman-teman. Perkenalkan aku Chanivia Roichatul Jannah, aku
adalah salah satu murid di SMP Negeri 6 Batu. Kalian dapat memanggilku
dengan nama Chanivia, Chanvii, atau apalah yang penting kalian suka.
Sekarang aku duduk di kelas IX, tepatnya di kelas IX A.
Aku bingung harus memulai cerita ini dari mana. Awal aku duduk di kelas
IX, aku menerima tugas pertama dari Bu Elis, guru Bahasa Indonesia ku.
Cerpen???, itu tugas dari Bu Elis, dengan tema jati diri aku menulis sebuah
tulisan tentang diriku sendiri.
Aku mengenal kata jati diri, namun aku tak mengerti makna jati diri yang
sesungguhnya. Aku bertanya pada Bu Elis, namun Bu Elis hanya diam dan
menyuruh kami untuk bertanya kepada guru-guru yang lain. Hingga suatu saat
aku mulai bertanya kepada Bapak/Ibu guru yang mengajar dikelasku.
“Bu Yuli, menurut Bu Yuli arti jati diri itu apa seh Bu?”, tanyaku pada Bu
Yuli, guru IPA dikelasku. Dengan hembusan nafas yang besar dan sedikit
tersenyum beliau menjawab, “Jati diri adalah proses remaja menuju kearah
dewasa. Di dalam proses itu kita akan mencari prinsip hidup kita”.
Keesokan harinya aku bertanya kembali kepada guru SENI dikelasku,
yaitu Bu Arvi. Dengan pertanyaan yang sama aku mulai bertanya, “Bu Arvi,
menurut Bu Arvi arti jati diri itu apa seh Bu?”. Dengan pelan beliau menjawab,
“Jati diri adalah kemampuan atau karakter yang kita punya dan berbeda
dengan kemampuan atau karakter yang dimiliki orang lain”.
Setelah pergantian pelajaran, aku bertanya kepada wali kelasku, Bu
Henu sekaligus guru Bahasa Inggris dikelasku. Dengan pertanyaan yang sama
lagi, aku mulai bertanya, “Bu Henu, menurut Bu Henu arti jati diri itu apa seh
Bu?”.
Dengan senyum, beliau menjawab, “Ini menurut Bu Henu sendiri lho ya,
gak tahu kalau menurut orang lain”. “Iya Bu”, jawabku. Sambil merangkai kata-
kata akhirnya beliau menjawab, “jati diri menurut saya adalah ciri yang
membedakan diri kita dengan orang lain. Ciri ini cenderung pada nonfisik”.
Nah, sekarang arti jati diri guru paling kocak menurutku lho ya, gak tahu
kalau menurut kalian, Pak Risa, guru PLH ku. Dengan pertanyaan yang sama

lagi, lagi dan lagi, aku mulai bertanya, “Pak, menurut Pak Risa arti jati diri itu
apa seh pak?”.
Sambil berjalan meninggalkan kelas beliau menjawab, “Sebentar saya
mau ke kantor dulu, saya ambilkan kertas terus nanti saya tuliskan”. “Iya Pak”,
jawabku bersama teman-temanku.
Sesaat kemudian, Pak Risa masuk kedalam kelas dan menyerahkan
kertas berisi arti jati diri menurut beliau kepada kami. Bergegas kami
mengambil kertas itu, dan segera membacanya. Dalam kertas tersebut
bertuliskan, “Jati diri adalah kemantapan hati seseorang untuk melangkah ke
hidup yang lebih baik. Jati diri berhubungan dengan karier atau pencapaian
cita-cita seseorang”.
Dan akhirnya aku dapat mengambil kesimpulan dari pendapat Bapak/Ibu
guru. Menurutku jati diri adalah ciri, proses, kemampuan, kemantapan hati
untuk menuju keberhasilan.
Bicara tentang keberhasilan, aku ingin menjadi seseorang yang berhasil,
dan tentunya bisa sukses untuk membahagian kedua orangtuaku. Aku akan
bersemangat untuk mencapai cita-cita ku demi kehidupanku dimasa yang akan
datang, demi membalas pengorbanan kedua orang tuaku yang telah
menyekolahkan aku, demi sahabat-sahabat ku yang selalu disisiku, demi
membuktikan kepada kakekku bahwa aku bisa menjadi orang sukses, dan demi
pembuktian janjiku kepada kamu.
Haha , ujung-ujungnya cinta dehh. Gak papalah sambil mengenang
indahnya masa-masa itu saat aku bersamamu. Masa yang paling indah dan
masih ku ingat sampai saat ini adalah dimana kita saling berjanji akan berjuang
keras untuk mengejar cita-cita kita dan suatu saat nanti, kita akan saling
menunjukkan hasil kerja keras, hasil keringat kita akan keberhasilan.
Yaaaa, meski kini hubungan itu tak seindah dulu, dan kita tak sedekat
waktu itu, tapi kamu adalah semangatku. Aku masih bertahan disini untuk
kamu, kebencianmu padaku tak pernah aku pedulikan. Bahkan meski kini kamu
sering mengolok-olok ku dengan kata-kata yang tidak pantas, semua itu tak
pernah aku pedulikan kembali, aku masih tegar disini. Dan suatu saat aku akan

buktikan padamu, bahwa semua perkataanmu itu salah, aku bisa menjadi yang
lebih baik lagi, meski itu bukan saat ini.
Yang penting aku tahu, bahwa kamu pernah berkata bahwa kamu
menyayangi aku. Dan kamu tahu bahwa aku juga menyayangi kamu. Dan
sampai kapanpun itu, rasa sayang itu tak akan pernah berubah. Sejak saat itu
hingga saat ini, aku masih menyayangi kamu, dan itu akan bertahan sampai
aku bisa mendapatkan sosok orang yang seperti kamu.
Karena kamu adalah orang yang mampu membuatku bangkit dari
keterpurukan, bangkit dari masa laluku yang suram, dan kamu selalu
membuatku semangat untuk menjalani hari-hariku. Haha , jatuh cinta berat
niiih.
Sayang seribu kali sayang, semua itu hanya bertahan sementara. Aku
rindu teguran darimu, aku rindu panggilan sayang darimu, dan yang paling aku
rindukan darimu adalah pipi chubby mu, haha .
Hanya satu yang aku herankan dari kamu, dari dulu hingga sekarang.
Kamu tak pernah mau aku anggap sebagai teman, sahabat, musuh, kakak,
adek atau apalah itu. Kamu selalu marah jika aku mempunyai seorang
tambatan hati. Namun, kamu selalu menggantungkan perasaanku.
Kini, aku merasa kita seperti orang yang tak pernah kenal sama sekali,
kita tak pernah berkomunikasi, tak pernah menyapa, bahkan kita tak pernah
bertemu lagi. Gak papalah yang penting kamu selalu dihatiku, menemaniku dan
selalu menguatkan aku meski kamu tak lagi disisiku.
Kamis, 08 Agustus adalah hari ulang tahunmu, malam itu pertengakaran
kita mulai terjadi, saling mementingkan ego kita sendiri-sendiri hingga
mengakibatkan perpisahan yang berujung dengan kebencian.
Di saat itu aku ingin menghadiahkan sesuatu untukmu, namun apa yang
terjadi Allah berkehendak lain. Sebuah tulisan nama kita berdua masih
tersimpan di kotak kenanganku, dan sebuah gambaran mawar penuh cintaku
untukmu masih tersimpan dan terpajang rapi dikamarku.
Hanya satu yang ingin aku ucapkan untukmu, maafkan aku. Sedih, sedih
dan hanya sedih yang kurasa. Kini ku lewati hari-hari ku tanpamu, masih

berjuang untuk buktikan kepadamu, dan masih bertahan untuk tetap
menyayangimu.
Semua itu sudah berlalu, kini ku jalani hari-hariku tanpamu. Dari dulu
hingga sekarang hanya satu yang ku tunggu, pintu maaf darimu yang tak akan
mungkin pernah ada di genggamanku.
Ceria, aku selalu ceria untuk semua orang disisiku meski terkadang aku
masih mengingatmu. Senyum, aku selalu mencoba tersenyum lepas untuk
mereka meski terkadang aku masih terbayang senyum manismu.
Kini aku sudah tak sendiri lagi, aku sudah memiliki teman hati. Meskipun
begitu aku masih teringat dengan kata-katamu, “Aku tak pernah suka
diselingkuhi”. Aku tak pernah berpacaran denganmu. Namun apa yang kau
ucapkan itu, membuatku memilih dan terus memilih mana orang yang pantas
untukku.
Semua itu sudah berlalu, hidupku adalah hidupku dan hidupmu adalah
hidupmu. Percuma bila aku hidup hanya untuk kamu, toh nanti aku mati juga
tanpamu. Smile .
Dan sekitar satu minggu kemudian, aku relakan bangun tengah malam
untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada mantanku, Ari. 15 Agustus
menjadi ulang tahunnya. Dimana, hari itu menjadi satu minggu perpisahanku
dengan dia.
Sampai akhirnya bulan November, 12 November hari ulang tahun pacar
pertamaku, Zuhri. Aku ingin menjadi yang pertama untuk mengucapkan
selamat kepada dia. Tengah malam aku bangun untuk mengucapkan semua itu
dan ku lakukan semua itu hanya untuk dia. Aku tak mau menjadi yang terakhir
lagi, karena saat aku bersama dia dulu aku menjadi orang yang terakhir yang
mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya.
Berlalu lagi, maju dan terus maju. Hingga tiba saatnya sekolahku menjadi
tuan rumah lomba bola voli se-kecamatan bumiaji. Ketika lomba voli itu
berlangsung, di sekolahku hanya kelasku kelas IX-A yang mengisi pelajaran
dijam terkahir.

Pelajaran itu diisi oleh Bu Nancy, guru BK ku. Beliau mengajak kita
mengisi suatu lembaran yang akan berguna untuk kita, ketika kita akan
melanjutkan sekolah.
Saat aku maju kemeja guru, Bu Nancy bertanya kepadaku, “Mau
melanjutkan dimana, SMA atau SMK”. “Ya kalau menurut kata hati saya, saya
ingin di SMA bu, tapi kalau menurut orangtua saya mereka maunya saya
sekolah di SMK”,jawabku.
“Ya sudah tulis di sini, terus seumpama kamu mau melanjutkan ke SMA,
mau ambil jurusa apa”, tanya Bu Nancy. “MATEMATIKA Bu”, jawabku. “Berarti
di IPA, tulis disini, terus selain MATEMATIKA kamu mau ambil dibidang apa,
kemarin saya sudah menjelaskan ada empat bidang”, perjelas Bu Nancy.
“FISIKA sama BIOLOGI”, jawabku.
“Ya sudah tulis, terus lintas minat yang kamu inginkan dijurusan lain apa,
di IPS ya, mau ambil yang mana, ada empat juga yang sudah Bu Nancy
jelaskan kemarin”, perjelas lagi oleh BU Nancy. “AKUNTANSI sama EKONOMI
Bu”, jawabku.
“Ya sudah tulis disini. Terus seumpama kamu sekolah di SMK mau ambil
jurusan apa???”, tanya Bu Nancy. “Akuntansi bu”, jawabku. “Ya sudah tulis
disini, terus kamu bantu teman-teman kamu yang belum selesai ya”, kata Bu
Nancy. “Iya Bu”, jawabku.
Ketika semua sudah selesai, kami diperbolehkan untuk menonton
pertandingan lomba voli disekolah kami. Kami bersorak sorai, mendukung tim
voli perempuan dan laki-laki dari sekolah kami.
Saat aku sedang asyik menonton lomba voli, aku menjadi rebutan
adekku, Dinda dan pacar kakakku. Tanganku menjadi merah semua. Tapi gak
papa aku dapat hiburan 4x lipat.
Pertama, aku dapat hiburan lomba voli. Kedua, kakakku, Charles
semakin berani menunjukkan cintanya kekasihnya. Ketiga, aku baru pertama
kali melihat adekku berani bergandengan tangan selama itu didepanku.
Keempat, aku menemukan suara kelas VIII-Che tahun 2012-2013 yang dulu

selalu menyoraki kelasnya ketika kita berjuang mendapatkan juara
classmeeting.
Sampai akhirnya, aku berhasil melepaskan tangan ku dari mereka.
Kemudian aku duduk disebelah pacar Kak Les sambil mengerjakan tugas
Bahasa Indonesia. Sambil bergurau, bercanda tawa bersama kita membahas
cinta, cinta dan cinta.
Sekitar habis adzan Asyar, aku bersama temanku pulang. Aku tak
mengerti bahwa begitu khawatirnya ibu dan ayahku yang mencariku hingga
kemana-kemana. Cinta ayah dan ibu begitu besar, namun aku belum bisa
membahagiakan mereka.
Habis sholat maghrib, aku diberi kabar oleh temanku Angga, Vivi dan
Ainun, bahwa SMP Negeri 06 pada lomba bola voli putri, kita mendapat juara III
sedangkan untuk lomba bola voli putra kita mendapat juara II. Sungguh kabar
yang membahagiakan.
Keesokan harinya, kelasku mendapat teguran dari Bu Elis. Pasalnya,
anak-anak mencoba dan terus mencoba menunda pengoreksian soal. Hingga
akhirnya Bu Elis memutuskan untuk mengorkesi dua soal secara bersamaan.
Ketika, pelajaran Bahasa Indonesia hampir berakhir, Bu Elis berkata
“Coba kalian tulis target nilai kalian di UAN nanti, kemudian kalian ingin
melanjutkan sekolah kemana, dan tempel di dinding kamar kalian”. “Sudah Bu”,
jawabku.
Target nilai UAS ku memang cukup tinggi, aku ingin mendapat nilai 9 dan
jika bisa aku ingin semua mendapat nilai 10. Yahhh, berjuanglah menuju
kesuksesan.
Keesokan harinya lagi, dikelasku sedang berlangsung ulangan
matematika. Namun seperti bukan ulangan, karena teman-temanku terus
memanggil dan memanggilku.
Sepulang dari sekolah, aku pergi kerumah temanku, niatnya siih mau
belajar kelompok, ehh ndak taunya malah bermain. Tapi aku tak ikut bermain,
aku malah memilih menyepi bersama kakakku Ainun, didekat pohon alpukat di
SD yang berada di dekat rumah temanku.

Disitu aku bercerita kepada kakakku, keadaan hatiku. Aku mulai bertanya
dengan semua yang ingin ku katakan. Aku merasa nyaman bila curhat
kepadanya. Karena dia mampu memberiku solusi dan dia juga sudah pernah
merasakannya.
3-4 Desember 2013 aku dan teman-temanku melaksanakan ujian yang
menentukan pembagian kelas Bimbel (Bimbingan Belajar) untuk persiapan
UAN. Aku merasa takut, karena kali ini soal yang kami terima berasal dari
bimbingan belajar GO (Ganesha Operation).
Berjuang itu yang sedang kita lakukan. Beberapa hari kemudian aku dan
teman-temanku melaksanakan ujian semester ganjil. Masih dengan keadaan
yang sama, aku dan teman-temanku sering kali bekerja sama dengan bertanya
dengan suara yang pelan.
Hingga suatu saat, kami menerima soal ujian Agama. Kaget, yang ku
rasa saat aku mengetahui soal tersebut. Aku merasa semua soal tidak ada
dikelas IX. Hingga temanku berkata “Bu Yuli, ini soal kelas VIII bu, bukan kelas
IX”.
Bu Yuli terkaget dan langsung pergi keluar bertemu dengan pengawas-
pengawas diruang lain. Sedangkan dikelas teman-temanku bercanda dengan
begitu asyiknya. Ya begitulah IX-A, selalu ramai dalam keadaan apapun.
Beberapa saat kemudian Bu Yuli memasuki ruangan, dan berkata “Anak-
anak sudah ya dikerjakan apa adanya”. Kami pun menjawab, “ya gak bisa ta
bu”. “Kalian kan sudah kelas IX pasti kalian juga pernah mempelajari semua
itu”, jawab Bu Yuli. “Sudah lupa ta bu”, serentak aku bersama teman-temanku.
“Pokok kerjakan apa adanya”, jelas Bu Yuli. Kesal dan kesal yang kami
rasa, sudah belajar sampai menghafal namun yang kami terima adalah
kesalahan soal. Kerja sama yang aku lakukan bersama teman-teman, tak
peduli salah atau benar yang penting kami kerjakan.
Ujian sudah berlalu, sehari setelah ujian teman-temanku berekreasi ke
Bali, aku tak ikut karena keadaan ekonomi. Sepi yang aku rasa bersama
teman-teman. Namun kita tetap jalani dengan senyuman.

Berbagai acara classmeeting mulai hari ini sudah dilakukan, pendapatku
classmeeting semester ini tak begitu asyik. Hanya sepi yang ada dibenakku dan
teman-temanku.
Hingga keesokan harinya temanku Charles berkata, “Chan, iku lho terno
Angga, wes kepingin lho arek e”. Dan Angga pun menyahut, “Orha lho, Charles
iku lho seng kepingin”. Aku hanya diam dan bergegas pergi ke kelas VII B.
Disana aku menemui Lydia, adek kelasku sekaligus pacarnya Angga
siihh. Aku memanggilnya dan berkata, “Lydia, Angga kepingin sama kamu
boleh a??”. Dengan malu dia menjawab, “te lapo kak, akeh arek-arek lho”.
Kemudian Anggapun datang, aku mengajak Lydia kepojok bangku. Meski
masih dengan malu-malu dia mau menuruti aku. Angga dan Lydia duduk
berdampingan. Dengan segala usaha Angga mencoba mengajak Lydia untuk
berbicara.
Eiits, mereka tak sendiri ada dua pasangan lain, yaitu Kak Les dengan
pacarnya, dan juga Dinda dan Khusunul. Senang rasanya aku melihat mereka
semua. Meski aku hanya sebagai perantara dan aku tak ada kekasih namun
hatiku juga ikut tentram.
Semenjak itu, setiap ada classmeeting mereka selalu seperti itu. Hingga
aku melihat acara classmeeting, tiba-tiba temanku merangkulku dari belakang.
Nadya namanya, dia menangis sambil memelukku.
“opo ow Nad???’, tanyaku. Dia hanya diam dan menangis. Kemudian aku
mengajaknya masuk keruang kelas, aku mencoba bertanya kepadanya namun
dia hanya diam. Hingga Andik kekasihnya datang.
Andik mencoba bertanya kepadanya namun Nadya diam dan terus
menangis, hingga Andik pun meninggalkannya.
Kemudian setelah Andik pergi, Nadya mau bercerita kepadaku. “Andik
ngamuk Chan mbek aku, gara-gara mangko arek lanang-lanang nyopo aku.
Arek e ngonkon aku cuek Chan, tapi aku gak iso. Aku wes berusaha tapi te
yokpo, aku yo aku gak iso berubah Chan”, katanya.
Setelah itu aku mencoba menenangkannya, dan menghiburnya. Tapi aku
tak sendiri, aku menghibur Nadya bersama adek-adek kelasku di VII B.

Hari penerimaan raport telah tiba, aku merasa kurang dengan hasil
nilaiku. Karena nilaiku di tahun ini banyak yang turun. Tapi aku berjanji akan
lebih giat lagi di semester dua nanti.
Kini aku sudah memasuki hari libur, hari libur pertamaku aku ikuti dengan
acara gerak jalan didesaku sebagai peringatan hari Ibu. Sorenya, aku
mengucapkan hari Ibu kepada ibuku dan aku menangis sambil menciumnya.
Dua Minggu akan ku jalani dengan liburan, namun bagiku tak asyik. Aku
merasa kesepian karena tiada teman. Hingga hari kamis, aku pergi kerumah
temanku Dinda, bercerita tentang semuanya.
Hari Sabtu, aku melihat acara bantengan disekitar rumahku, awalnya aku
merasa semangat untuk menonton acara bantengan tersebut. Namun, ketika
beberapa saat kemudian, aku bertemu dengan Kak Les. Yahh, senang siih bisa
lihat canda tawanya lagi setelah sekian lama liburan berlangsung.
Namun, yang aku kecewakan dia berdiri dibelakang Viola adek kelasku,
kalau berdiri saja siih gak papa namun kelihatannya Viola seperti bersandar di
dada Kak Les. Bukannya aku suka atau apa sama Kak Les, tapi Kak Les pernah
berbicara kepadaku, “Siji yo siji ganok seng liyo maneh”. Namun kini yang aku
lihat hanya dusta dan kekesalan.
Aku sudah bicara padanya, “Lek nemplek ojo cidek-cidek eleng pacar
mbek Malla Kak”. Namun jawabnya mengecewakan, “Opoh se, aku mangko
disurung Kiran”. “Mosok e Kak, lha aku ngwasnone kamu koyok seneng”,
lanjutku. “Mboh wes, pacarku dewe yo koyok ngono ae nang aku, arek e mbek
arek lanang liyo aku gak ngamuk”, jawab Kak Les.
Hingga, suatu ketika ada orang yang kesurupan menghampiri Kak Les,
Viola, dan Ari. Dengan enak Viola menolehku sambil tersenyum, karena dia
berlindung dibelakang Ari. Jujur siih, aku merasa cemburu, tapi aku sadar Ari
bukan milikku lagi.
Hingga, ada orang lagi yang kesurupan mengampiri mereka kembali,
dengan enak Ari merangkul Viola didepanku. Sakit yang kurasakan saat itu, aku
merasa menyesal bertemu denga dia.

Hingga akhir acara, aku baru bertemu dengan sosok orang yang mampu
menarik perhatianku, aku terus memandanginya meski dia tak menyadarinya.
Aku mulai mampu tersenyum kembali karena wajahnya yang lucu.
Hari itu sudah berlalu, 30 Desember 2013 kakakku Ainun, curhat
kepadaku. Pasalnya dia lagi galau karena pacarnya yang lagi-lagi membuat dia
menangis. Hingga akhirnya dia memilih putus.
Selasa, 31 Desember 2013 hari terakhir di tahun 2013, yang aku lewati
dengan penuh kesuraman. Siang itu, temanku Dinda dan Ainun datang
kerumahku. Diwajah Ainun hanya air mata dan kesedihan yang aku lihat.
Hingga Dinda berkata, “Kak obate kak, di gawe Inun”. “Obat opo ew, obat
sakit hati aw”, jawabku. “Haha haha...iyo ya kak ya”, kata Dinda dan Inun. Dan
disaat itu Dinda berkata kepadaku, “Kak, samean wes putus, Inun yo wes putus,
Viola yo wes putus. Aku tak putus mbek kotak pisan yo kak”. “Hustt ngawor ae,
sakno kotak ta”, jawabku. “Lha mbek an kabeh wes jomblo mosok aku kudu
tetep pacaran”, kata Dinda. “Oalah yo sakkarep wes dekk, seng ngejalani guduk
aku, tapi lek engkok nyesel yo guduk salahku lo”, jawabku.
Hingga setelah pulang dari rumahku, Dinda benar-benar mengucapkan
kata putus kepada Khusnul. Namun, karena Dinda takut dengan apa yang
dikatakan Kak Les, dia akhirnya mau kembali mengajak balikan Khusnul. Lucu
bagiku, putus karena ikut-ikutan pengen jomblo, balikan karena takut dimusuhi.
Dinda dinda .
Malam harinya, aku pergi untuk menonton acara bantengan. Kali ini yang
main ada teman-temanku, diantaranya Kak Les, Khusnul, Pebrika, Anugerah
Wahyu, dan Ari.
Ketika aku baru datang aku sudah disambut dengan acara kembangan
dari Ari dan Kakak kelasku yang dulu, Enggal. Baru saja aku tiba temanku
sudah berkata, “Dek vi iku lo Ari”. Ibuku langsung menoleh kepada acara
pencak silat itu dan langsung bertanya kepadaku.
“Ari iku sopo”, tanya ibuku. “Koncoku”, jawabku. Namun karena mulut
adekku yang tak bisa dijaga, dia berkata. “Guduk bude, iku lo mantan e mbak

via”. “Akhirnya ibuku mengetahui semuanya, tamatlah riwayatku”, kataku dalam
hati.
Hari itu sudah berlalu, libur sekolah telah berakhir, awal masuk sekolah
aku dan teman-temanku harus melengkapi bangku-bangku yang ada dikelas.
Aku merasa kesal bagaimana tidak anak-anak tidak ada yang mau
membantuku untuk mengangkat meja, hanya Sholivia, Angga, Sodiq, Robbi,
Agung, dan Surya untuk mengambil bangku dikelas VIII.
Jujur aku paling kesal sama laki-lakinya karena tak mau bekerja, mereka
hanya duduk dan berkeluyuran dengan enak. Begitupun dengan ketua
kelasnya dia hanya berbicara dan membantu sedikit. Capek aku berkata pada
mereka panjang lebar, namun tak ada yang mendengarkan.
Esoknya, aku mendapat tantangan dari Ari, katanya aku harus bisa
menyapa dia disetiap aku bertemu dengannya. Sepulang sekolah dia melihatku
dengan tersenyum tapi aku tak menyapanya namun aku malah menjawab
dengan kata, “Iyo Iyo”.
Dan ketika aku sampai di jalan masuk gapura menuju rumahku, Ari
mengklaksonku dengan keras dan tersenyum, lagi aku hanya menjawab “iyo
Iyo”. Aku sampai dimarahi temanku Sofiah, katanya “Ngonoku sopo o tala
Chan”.
Sampai dirumah, aku dapat SMS darinya, dia marah karena tak kusapa.
Akhinya aku berjanji akan menyapa dia di esok hari. Ketika dia lagi duduk di
kantin dia menoleh kepadaku, dan memandangiku. Tapi kali ini aku sempatkan
untuk menyapanya. Dengan gugup aku mengeluarkan sepatah kata, “Aaaa ri”.
Aku langsung lari meninggalkannya, karena aku malu kepadanya.
Sedangkan dikelas temanku terus menanyakan, “Yok opo tantangan e wes
dijawab opo gorong”. “Uwes”, jawabku.
Dan keesokan harinya, aku bertemu dengan dia kembali, dia kembali
menoleh kepadaku. Dan aku menyapanya kembali, “Ari”. Dia hanya diam, tapi
aku tak berharap semuanya itu dapat jawaban.

Ketika aku menyapa Ari, Dinda dan Inun meninggalkanku, dan mereka
terbahak-bahak menertawakanku. Aku kesal ditinggalkan didepan dia, tapi
itulah temanku, selalu ada untukku. Meskipun begitu aku menyayangi mereka.
Dan keesokan harinya, ketika jam istirahat disekolah, aku bersama Dinda
pergi kekelas IX-F untuk menemui Sofiah. Kami berbicara sebentar. Dan
kemudian kami kembali kekelas kita sendiri. Dan ketika hampir sampai di kelas
aku dan Dinda berbelok menuju arah kantin. Dan ketika sampai didepan kelas
IX-C, aku bertemu dengan Ari aku hanya bisa menunduk dan tak berkata.
Namun aku seperti mendengar dia mengeluarkan kata dari mulutnya.
“Kak, samean ditakok mbek Ari iku lho”, Kata Dinda.
“Ditakok ii opo”, jawabku.
“Yo gak eroh”, lanjut Dinda.
“lho se aneh kamu dekk”, jawabku.
Kemudian, kami beranjak pergi kekantin dan membeli minum, untuk
melepas dahaga setelah kami lari waktu memenuhi tugas Olahraga. Dan ketika
kami kembali kekelas, aku bertemu lagi dengan Ari. Aku hanya menunduk, tapi
aku merasa dia melihat aku, namun aku gak tau perasaanku itu benar atau
tidak.
“Kak, samean ditakok mbek Ari iku lho”, Kata Dinda.
“Ditakok ii opo”, jawabku.
“Yo gak eroh”, lanjut Dinda.
“lho se aneh kamu dekk”, jawabku.
“tantangan ew kak”, kata Dinda.
“babah, aku emoh nyopo maneh, aku wedi lek tambah sayank nang arek
e”, jawabku.
Kami pun melanjutkan jalan kekelas, dan aku mampir sebentar kekelas
IX-C, yang waktu itu bertukar kelas dengan IX-B. Aku berbicara sejenak
bersama Elinda dan Yuniar, dan setelah itu aku kembali kekelasku sendiri.
Dikelas, aku berbincang-bincang dengan Kak Les, Ainun, dan Dinda.
Waktu itu, Kak Les duduk dimeja menghadap ke timur, Ainun berdiri didepan

meja menghadap ke barat, Dinda duduk berhadapan dengan aku menghadap
ke utara, dan aku duduk menghadap keselatan.
Ketika kita berempat sedang ayik bercerita tiba-tiba ada yang memanggil
Kak Les dengan keras dengan sebutan Malla, yaitu pacar Kak Les yang saat ini.
“He...Malla”, teriak Ari.
“Woi Dina”, jawab Kak Les.
Kemudian Kak Les, menghampiri Ari dan berbincang-bincang.
Sedangkan aku, Ainun, dan Dinda bercerita sendiri ditempat yang tadi. Tiba-tiba
Kak Les datang.
“Chan, koen duwe duwek 1000 a”, kata Kak Les.
“Gawe opo ew”, jawabku.
“Yo iku lo, kiran cek gak ngroweng ae”, lanjut Kak Les.
Aku merogoh saku seragamku dan memberikan uang itu kepada Kak
Les.
“Lha iku mangko, arek e ngomong. Jaokno duek nang sopo ta sopo
ngono lho Put. Terus tak takok i jauk nang sopo, yo iku lo arek seng ngadep
nang kidul, berarti lek awakmu a Chan”, cerita Kak Les.
“Oala iyo wes Kak, yo wes ndang kekno cek ndang ngaleh arek iku”,
jawabku.
Kemudian, bel masuk berbunyi karena Pak Risa masih sibuk mencari
Kyai untuk acara Maulud Nabi hari senin depan, aku dan teman-temanpun asyik
bercerita sendiri-sendiri.
Kemudian Kak Les, mencoba meramal aku, Dinda, Ainun, dan Viola
dengan melihat telapak tangan untuk melihat siapa yang kita sayang.
“Onoh iki seng di sayang, tapi aku gak eroh jenenge”, kata Kak Les
kepada Viola.
“lek iki yo ono ta, wes jelas tambahan, Kotak se”, kata Kak Les kepada
Dinda.
“Lek iki gak onok”, Kata Kak les kepada Ainun.
“Lek iki yo ono, arek adoh pokok e”, kata kak les kepadaku.
“Arek adoh sopo kak???”, tanyaku.

“Yoh ono lo wes”, jawab Kak Les.
Aku terus berfikir, dan bertanya kepada Ainun.
“Kak, sopo e seng dimaksud Kak Les. Arek seng tau tak sayang seng
adoh dewe yo mek arek Singosari iku tok kak”, tanyaku.
“Yo gak eroh aku kak”, jawab Ainun.
Kemudian aku bertanya kepada Kak Les.
“Kak, aku takok e, kedung mbek ngujung iku adoh a”, tanyaku.
“Cidek”, jawab Kak Les.
“Alah aku ngerti sopo seng samean maksud, seng jauk duwek mangko
se”, lanjutku.
Teman-temanku hanya menertawakanku, sedangkan aku hanya
terbingung.
“haha, kakak ngaku”, Kata Ainun.
“Haduh orha kak, aku sayang e saiki nang iku tok lo”, jawabku.
Kemudian beberapa saat kemudian Pak Risa datang, kami pun segera
mengikuti pelajaran. Namun pelajaran tinggalah pelajaran yang ada hanya
guyonan antara kami dan Pak Risa. Ketika bel pulang berbunyi kami segera
mengemasi buku kedalam tas kami dan segera berdo’a.
Ketika pulang, aku harus mengikuti Kak Les karena aku ingin tahu yang
namanya Malla. Dan ketika pulang, Kak Les, Ari dan Rian merokok. Aku tak
senang dengan bau asap rokok, aku berjalan mendahului mereka bersama
Sofiah. Sedangkan Ainun dan Dinda berada dibelakang mereka bertiga.
Ketika aku sudah tahu Malla, aku berjalan mau pulang. Tapi, sebelum
aku beranjak, Kak Les berbicara, “Chan digolek ii”. Aku tak menjawab dan terus
berjalan pulang. Ketika diperjalanan, Ari menglaksonku dengan keras dan hanya
memandangku.
Dan ketika malamnya, Ari mengirim SMS kepadaku.
“Opo nyopo mek peng pisan”, katanya.
“Karep e yokpo”, balasku.
“Yo lek petuk yokpo ngono lho”, balasnya.
“O iyo aku te njauk ...”, balasnya.

“Njauk opo”, balasnya.
“Aku njok samean hibur”, balasnya.
“Bukan maksud tuk merayu, bila kau pernah berkata kepadamu dengan
memandang bulan kamu akan merasa bahwa ada yang memperhatikan mu.
Tapi tidak untuk saat ini, cukup dengan memandangku maka saat itu pula aku
akan memperhatikanmu”, balasku lagi.
Esoknya setelah peristiwa itu, aku berangkat pagi-pagi karena aku ada
piket. Hari itu sungguh sangat menghibur, pasalnya di hari itu penuh dengan
lelucon.
Apa lagi saat pelajaran MATEMATIKA, karena gurunya membuat kita
gemes. Karena kita membenarkan, beliau malah membahas materi yang disisi
yang ingin kita benarkan. Sampai akhirnyapun Bu Fat berkata, “saya itu gemes
sama kalian” . Kita hanya bisa tertawa terbahak-bahak.
Pulangnya aku berkunjung kerumah temanku, Dinda. Tujuannya siih buat
mengetik cerpen. Sesampainya dirumah Dinda, diantara kami ada yang
mengetik ada pula yang bercerita. Sedangkan aku, Ainun, Kevin mendengarkan
lagu Oplosan sambil bergoyang dengan asyik. Haha lucu .
Di sela-sela itu kevin berkata, “Chan asline aku biyen lo ngerti kabeh pas
koen pacaran mbek Zuhri tapi aku moh kondo-kondo, biyen iku asline Zuhri pas
pacaran mbeg koen arek e gelek telfon Vivi”.
“Oalah yo babah wes vin wes ngerti aku iku yo wes biyen”, jawabku.
Namun aku cukup kecewa, berarti dia dulu menyayangiku hanya
terpaksa. Namun, yang aku rasakan hanyalah pusing. Dan aku hanya terbayang
wajah sesorang yang pernah mengisi kehampaan hati ini.
Namun, itu tak masalah, semua sudah berlalu. Kami terus bercanda dan
bercerita tentang masa lalu kita waktu masih dikelas VII dan dikelas VIII C
tentunya. Semua itu tak akan ku lupa. Semua itu akan selalu ada dalam
memoriku.
Ketika hari Senin, malamnya aku mengikuti acara Maulid Nabi di
Musholla dekat rumahku. Acaranya seru, karena kita harus berloncatan untuk
berebutan kue yang digantung. Dan ketika hari itu ada seseorang yang

mengungkapkan perasaannya, dia mengatakan bahwa dia sedang
merindukanku.
Dan ketika hari Rabunya, itulah hari pertama aku masuk pagi untuk
mengikuti pelajaran tambahan. Guru pertama yang mengajar dikelasku adalah
Mom Diah yang mengajarkanku Bahasa Inggris. Ketika pelajaran tambahan itu,
aku merasa senang, karena kita harus mengikuti gaya Mom Diah sambil
berkata, “I am happy”. Haha, begitu menyenangkan .
Hari selanjutnya, ketika pelajaran Bahasa Jawa, yang membahas tentang
pengumuman ada kata sahur-sahur. Aku jadi teringat A, karena pada Hari Raya
Idul Fitri tahun kemarin, dia selalu membangunkanku dengan kata-kata
manisnya.
“Chan tangi o wayah e sahur”, Smsnya padaku. Terkadang dia juga
menggunakan kata-kata sayangnya untukku.
“Sayank, sahur”, sungguh penuh kenangan. Aku selalu teringat
dengannya dengan puing-puing cerita yang aku alami.
Ketika pulangnya, aku mengantarkan Sofiah pergi ke foto kopi sambil
mem-fotocopy modul Seni Budaya milik kelasku. Di tempat itu terdapat barang
yang mengingatkanku dengan Zuhri.
Perjalanan menuju rumahku, aku bertemu Ari yang menatapku. Sungguh
hari yang bertema teman hati. Aku teringat semua masa laluku.
Diantara mereka, ada seseorang yang selalu ku sayangi. Namun sayang
semua itu tinggal kenangan. Pernah aku berharap dia kembali, namun aku
sadar harapan itu hanyalah impian yang tak akan pernah terwujud.
Hingga aku pernah berkata kepada dia,
“Bila suatu saat nanti, aku tak pernah menyapamu lagi.
Hingga terlontar kata sombong dari mulutmu untukku.
Sadarlah...
Aku tak pernah mau meninggalkanmu.
Aku tak pernah mau melupakanmu.
Aku hanya ingin menghapus semua rasa yang kurasakan padamu.
Aku hanya ingin rasa ini menjadi rasa yang biasa”.

Terkadang aku bingung kepadanya, karena kadang dia membuat aku
untuk melupakannya, tetapi semua kenanganku dengannya, perhatiannya, dan
sikapnya, mampu membuatku semakin bertahan dengan rasa yang aku punya.
Dia membuat aku sadar, bahwa ada suatu perasaan yang tak mungkin
dapat aku paksakan. Pagiku selalu diisi dengan wajahnya. Hatiku hanya dapat
berkata, “Selamat pagi kenangan, semua yang kamu berikan begitu indah
namun selalu berakhir dengan kesakitan”.
Saat ini, aku begitu merindukannya, sinar matanya mampu hangatkan
dinginnya malam yang selalu ku lewati dengan penuh kesepian. Banyak bintang
yang berkilauan, berharap engkau memperhatikan. Sosok lembutmu,
membuatku semakin rindu. Air mata yang selalu mengalir, menggambarkan rasa
rinduku akan sosok pangeran.
Meski sudah banyak yang mampu mengisi hati ini, namun sosokmu tak
pernah tergantikan. Percuma, bila aku lewati hari-hariku dengan yang lain, bila
hati ini tetap untukkmu.
Aku hanya ingin, kau mengijinkan aku, agar aku bahagia memilikimu
untuk selamanya. Jangan pernah kau jadikan aku sebagai masa lalumu, namun
jadikanlah aku sebagai masa depanmu. Karena tiada arti diriku tanpa hadirmu,
dan tiada arti semua kenangan itu bila itu tanpamu.
Mungkin kesalahan terbesarku adalah terus menunggu kamu yang tak
pernah bisa mengerti betapa besar rasa ini untukmu. Kenalilah aku yang
sekarang. Aku adalah seseorang dari masa lalumu, bagian dari masa lalumu
yang akan tetap mengenangmu meski hubungan itu telah berakhir dan kita tak
akan pernah bersatu lagi.
Kini hari-hariku penuh dengan rasa galau, tetapi mereka selalu
menemaniku disetiap hari-hariku. Mereka adalah sahabatku. Meski terkadang
penuh dengan pertengkaran, tapi itulah awal dari kebersamaan.
Mereka selalu ada untukku, temani aku dalam suka dan dukaku. Aku sulit
menemukan teman seperti mereka, mereka mampu mengerti aku.
Mereka menyayangiku tapi mereka bukan kekasihku. Mereka perhatian
kepadaku tetapi mereka bukan keluargaku. Mereka siap berbagi rasa sakit

denganku tapi mereka tak berhubungan darah dengan ku. Mereka adalah
sahabatku, sahabat sejatiku. Memarahiku seperti ayah, peduli kepadaku seperti
ibu. Menggangguku seperti kakak, mengesalkan seperti adik. Dan terakhir
mereka menyayangiku lebih dari kekasihku.
Kebersamaanku bersama mereka hanya tinggal menunggu waktu, suatu
saat nanti, waktu akan memisahkan kita, demi mencapai tujuan hidup dan cita-
cita. Namun ingatlah teman, aku tak akan pernah melupakan kalian.
Suatu saat nanti kita akan berpisah, aku pergi untuk menggapai cita-cita.
Semua kenangan kita tak akan pernah bisa tuk ku lupa. Kita pernah menangis,
tertawa dan bahagia bersama. Karena kita pernah hidup dalam satu cinta yang
akan tetap abadi untuk selama-lamanya.
Masa-masaku di SMP semakin sedikit, aku harus mengejar cita-citaku
lebih lanjut lagi. Hari-hariku kini terasa semakin indah dengan keramaian
mereka.
Terimakasih kalian sudah memberi cerita, kenangan, pengalaman dalam
hidupku. Tiada yang berharga dalam hidupku tanpa adanya kalian disisiku.
Masa lalu adalah pengalamanku, disetiap lukaku pasti ada suka ku.
Takkan pernah berhenti diri ini untuk selalu menggali pengalaman di setiap
jejak langkahku. Dan tetap jalani hidup ini dengan senyuman dan juga penuh
dengan kesyukuran.
Ijinkanlah aku untuk kembali mencari jati diri dan prinsip hidupku. Dan
coba tuk kenali jati diriku.
Hatiku kecewa tapi ku coba untuk bertahan. Hatiku terluka tapi ku coba
untuk mempertahankan rasa sayang. Hatikupun menangis, tapi aku selalu
mencintai dirimu.
Inilah cinta yang aku punya, tetap bertahan meski telah kau abaikan.
Rasa cinta ini akan tetap ada sampai kapanpun meski diri tak pernah memiliki.
Tak akan pernah bisa ku hapus rasa sayang ini, dan tak akan pernah bisa ku
menghilangkan semua kenangan. Karena diri masih mencintai dan berharap
dirimu kan datang kembali.
TAMAT.
