CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

12
Prosiding SENASBASA http://research-report.umm.ac.id/index.php/SENASBASA (Seminar Nasional Bahasa dan Sastra) Volume 3 Nomor 2 Tahun 2019 Halaman 914-925 E-ISSN 2599-0519 914 | Halaman CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN KESESUAIANNYA DENGAN PERKEMBANGAN ANAK Septian Adi Kurniawan dan Asman Pascasarjana Universitas Negeri Malang [email protected] [email protected] Abstrak: Cerita rakyat merupakan cerita yang lahir dan berkembang dari masyarakat tradisional yang disebarkan dalam bentuk relatif tetap dan di antara kolektif tertentu dari waktu yang cukup lama sebagai sarana untuk menyampaikan pesan moral. Cerita rakyat dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu mite, legenda, dan dongeng. Cerita rakyat berfungsi sebagai media hiburan, alat pendidikan, kontrol sosial, pemersatu, dan pelestarian lingkungan. Karakteristik cerita rakyat anak ditentukan pada pola kalimatnya yang terstruktur dan mudah dipahami, gambaran konflik yang dikemas sederhana dan menarik, disertai gambar ilustrasi peristiwa, penegasan inti cerita pada bagian akhir. Banyak cerita rakyat yang sudah didokumentasikan dalam bentuk buku cerita rakyat. Selain itu, perlu adanya kesesuaian pemilihan cerita rakyat untuk anak yang harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kondisi anak-anak. Kesesuaian tersebut meliputi kesesuaian literal dan kesesuaian moral anak. Kata Kunci: cerita rakyat, sastra anak, perkembangan anak PENDAHULUAN Cerita rakyat di Indonesia tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat dengan jumlah yang sangat banyak. Dari penelusuran laman https://histori.id/ tercatat setidaknya ada 365 lebih cerita rakyat di Indonesia. Jumlah ini diperkirakan dapat terus bertambah karena mengingat kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan beragam suku bangsa, bahasa, dan tradisi yang mengakar pada masyarakat. Cerita rakyat menjadi bagian yang mengakar dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena penyebarluasan cerita rakyat tidak memerlukan media yang rumit bagi masyarakat. Media yang dibutuhkan dalam penyeberluasan cerita rakyat cukup melalui media lisan, yaitu dari mulut ke mulut. Walaupun saat ini banyak cerita rakyat yang dituangkan dalam bentuk tulisan, akan tetapi pada dasarnya cerita rakyat terus berkembang melewati perantara lisan. Oleh karena itu, semua kalangan diasumsikan dapat mengakses berbagai cerita rakyat yang berkembang di masyarakat ini, dari mulai orang dewasa hingga anak-anak. Cerita rakyat memiliki banyak manfaat bagi perkembangan dunia anak. Manfaat tersebut meliputi perkembangan holistik, kognitif, moral, bahasa, dan sosial. Melalui cerita rakyat, anak akan mengalami perkembangan ranah kognitifnya karena cerita tersebut menjadi buah cerminan bermacam-macam kebudayaan yang menjadi refleksi bagi keunikan suatu budaya. Selain itu, cerita rakyat juga berfungsi untuk mengembangkan literasi anak-anak. Wollman-Bonilla & Werchadlo (1995) menyatakan bahwa anak-anak mampu memberikan respon terhadap karya sastra yang dapat mereka ungkapkan dengan berbagai cara, salah satu di antaranya yaitu melalui tulisan. Hal ini dapat dijadikan sebagai suatu tolok ukur mengetahui sejauh mana pemahaman anak terhadap suatu cerita dan sekaligus mengenalkan bentuk atau pola-pola cerita sastra lainnya yang lebih kompleks. Pada awalnya, cerita rakyat hadir dalam bentuk lisan. Namun, seiring dengan tahap perkembangannya, cerita rakyat banyak didokumentasikan dalam bentuk buku cerita yang

Transcript of CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

Page 1: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

Prosiding SENASBASA http://research-report.umm.ac.id/index.php/SENASBASA

(Seminar Nasional Bahasa dan Sastra) Volume 3 Nomor 2 Tahun 2019

Halaman 914-925 E-ISSN 2599-0519

914 | Halaman

CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK

DAN KESESUAIANNYA DENGAN PERKEMBANGAN ANAK

Septian Adi Kurniawan dan Asman

Pascasarjana Universitas Negeri Malang

[email protected]

[email protected]

Abstrak: Cerita rakyat merupakan cerita yang lahir dan berkembang dari masyarakat

tradisional yang disebarkan dalam bentuk relatif tetap dan di antara kolektif tertentu dari

waktu yang cukup lama sebagai sarana untuk menyampaikan pesan moral. Cerita rakyat

dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu mite, legenda, dan dongeng. Cerita rakyat

berfungsi sebagai media hiburan, alat pendidikan, kontrol sosial, pemersatu, dan pelestarian

lingkungan. Karakteristik cerita rakyat anak ditentukan pada pola kalimatnya yang terstruktur

dan mudah dipahami, gambaran konflik yang dikemas sederhana dan menarik, disertai

gambar ilustrasi peristiwa, penegasan inti cerita pada bagian akhir. Banyak cerita rakyat yang

sudah didokumentasikan dalam bentuk buku cerita rakyat. Selain itu, perlu adanya

kesesuaian pemilihan cerita rakyat untuk anak yang harus diperhatikan dan disesuaikan

dengan kondisi anak-anak. Kesesuaian tersebut meliputi kesesuaian literal dan kesesuaian

moral anak.

Kata Kunci: cerita rakyat, sastra anak, perkembangan anak

PENDAHULUAN

Cerita rakyat di Indonesia tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kehidupan

masyarakat dengan jumlah yang sangat banyak. Dari penelusuran laman https://histori.id/

tercatat setidaknya ada 365 lebih cerita rakyat di Indonesia. Jumlah ini diperkirakan dapat

terus bertambah karena mengingat kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan

dengan beragam suku bangsa, bahasa, dan tradisi yang mengakar pada masyarakat.

Cerita rakyat menjadi bagian yang mengakar dan tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena penyebarluasan cerita rakyat tidak memerlukan

media yang rumit bagi masyarakat. Media yang dibutuhkan dalam penyeberluasan cerita

rakyat cukup melalui media lisan, yaitu dari mulut ke mulut. Walaupun saat ini banyak cerita

rakyat yang dituangkan dalam bentuk tulisan, akan tetapi pada dasarnya cerita rakyat terus

berkembang melewati perantara lisan. Oleh karena itu, semua kalangan diasumsikan dapat

mengakses berbagai cerita rakyat yang berkembang di masyarakat ini, dari mulai orang

dewasa hingga anak-anak.

Cerita rakyat memiliki banyak manfaat bagi perkembangan dunia anak. Manfaat

tersebut meliputi perkembangan holistik, kognitif, moral, bahasa, dan sosial. Melalui cerita

rakyat, anak akan mengalami perkembangan ranah kognitifnya karena cerita tersebut menjadi

buah cerminan bermacam-macam kebudayaan yang menjadi refleksi bagi keunikan suatu

budaya. Selain itu, cerita rakyat juga berfungsi untuk mengembangkan literasi anak-anak.

Wollman-Bonilla & Werchadlo (1995) menyatakan bahwa anak-anak mampu memberikan

respon terhadap karya sastra yang dapat mereka ungkapkan dengan berbagai cara, salah satu

di antaranya yaitu melalui tulisan. Hal ini dapat dijadikan sebagai suatu tolok ukur

mengetahui sejauh mana pemahaman anak terhadap suatu cerita dan sekaligus mengenalkan

bentuk atau pola-pola cerita sastra lainnya yang lebih kompleks.

Pada awalnya, cerita rakyat hadir dalam bentuk lisan. Namun, seiring dengan tahap

perkembangannya, cerita rakyat banyak didokumentasikan dalam bentuk buku cerita yang

Page 2: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

915 | Halaman

merupakan salah satu bacaan yang ditujukan untuk anak-anak. Dari titik ini, cerita rakyat

dapat dikatakan sebagai “cikal bakal” pengenalan anak terhadap dunia sastra. Buku-buku

yang berisikan tentang cerita rakyat berusaha mengenalkan dunia kepada anak-anak tanpa

mengesampingkan aspek pertumbuhan dan perkembangan anak. Sama halnya dengan anak-

anak pada masa lalu, dunia sastra dikenalkan melalui kesusastraan lisan, seperti legenda,

mite, dan dongeng yang merupakan bagian dari cerita rakyat.

Cerita rakyat memiliki banyak manfaat khusus bagi anak-anak. Bagi anak-anak (usia

10 tahun), cerita sastra dapat digunakan sebagai proses interaktif dan strategis, pembentukan

pengetahuan melalui sastra, memberikan respon pribadi, dan bentuk literasi kritis. Selain itu,

cerita rakyat juga memiliki manfaat untuk mengembangkan daya imajinasi anak,

meningkatkan keterampilan dalam berbahasa, membangkitkan minat baca anak, membangun

kecerdasan emosional anak, dan membentuk rasa empati anak.

PEMBAHASAN

Pada pokok bahasan ini dijelaskan gagasan teoretis yang menjadi acuan substansial

dari penjabaran cerita rakyat sebagai sastra anak. Gagasan-gagasan tersebut meliputi, konsep

dasar cerita rakyat, jenis-jenis cerita rakyat, fungsi cerita rakyat untuk anak, karakteristik

cerita rakyat untuk anak, dan kesesuaian pemilihan cerita rakyat untuk anak.

KONSEP DASAR CERITA RAKYAT

Cerita rakyat merupakan warisan budaya yang sangat penting dan perlu dilestarikan

kepada anak-anak. Cerita rakyat menjadi salah satu media komunikasi budaya yang memiliki

nilai luhur dengan karakteristiknya. Danandjaja (2002) mendefinisikan cerita rakyat sebagai

suatu bentuk karya sastra lisan yang lahir dan berkembang dari masyarakat tradisional yang

disebarkan dalam bentuk relatif tetap dan di antara kolektif tertentu dari waktu yang cukup

lama dengan menggunakan kata klise. Pandangan ini selaras dengan pendapat Nurgiyantoro

(2010) yang menyatakan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan

berkembang secara turun-temurun dalam masyarakat pada masa lampau sebagai sarana untuk

memberikan pesan moral. Cerita ini diwariskan masyarakat secara tradisional dari mulut ke

mulut.

Cerita rakyat merupakan salah satu bagian dari sastra lisan atau genre folklor yang

diceritakan secara turun-temurun. Folklor berasal dari kata folk dan lore. Folk memiliki

makna ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan suatu kelompok, sedangkan lore

bermakna sebagian kebudayaan yang diwariskan turun-temurun secara lisan atau suatu

contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)

(Sulistyorini & Andalas, 2017).

Di dalam cerita rakyat, banyak terkandung nilai-nilai moral dan kearifan lokal

masyarakat sekitar yang menjadi wujud tatanan dalam keterakaitannya dengan kehidupan

bermasyarakat. Pada umumnya, cerita rakyat banyak mengisahkan tentang kejadian di suatu

daerah atau asal muasal suatu tempat. Cerita rakyat juga menjadi bagian ekspresi budaya

suatu kelompok masyarakat yang berhubungan dengan berbagai aspek budaya dan sosial.

Melalui cerita rakyat, orang tua menyampaikan nasihat dan mengajarkan nilai-nilai yang

berkembang di masyarakat sekitar. Penggunaan cerita rakyat biasanya disampaikan oleh

orang tua kepada anak-anak dalam situasi dan suasana yang lebih bersahabat

Setiap daerah memiliki budaya yang berbeda dengan budaya daerah lain. Apabila

melihat aspek bahasa, warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, taraf pendidikan, dan

agama, tentu tradisi masyarakat di berbagai daerah juga pasti berbeda pula. Adanya kategori-

kategori seperti ini juga membawa pengaruh terhadap cerita rakyat yang berkembang di

masyarakat sekitar. Selain itu, kondisi geografi suatu daerah juga berpengaruh pada cerita

rakyat yang berkembang di sekitar masyarakat, misalnya cerita rakyat yang berkembang di

Page 3: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

916 | Halaman

daerah pegunungan akan berbeda pula dengan cerita rakyat yang berkembang di daerah

pesisir.

Cerita rakyat memiliki ciri-ciri yang diidentikkan dengan sastra lisan dalam tradisi

masyarakat. Danandjaja (2002) menyebutkan rumusan ciri-ciri tersebut, yaitu (1) penyebaran

dan pewarisannya dilakukan secara lisan, (2) bersifat tradisional dan relatif tetap dalam

bentuk standar, (3) versi yang beragam (penyebaran secara lisan), (4) bersifat anonim atau

tidak diketahui pengarangnya, (5) memiliki bentuk rumus atau pola cerita, (6) memiliki

kegunaan dalam kehidupan bersama, (7) bersifat pralogis (tidak sesuai logika umum), (8)

menjadi milik bersama (kolektif), dan (9) bersifat polos atau lugu.

JENIS-JENIS CERITA RAKYAT

Cerita rakyat untuk anak memiliki keseragaman penggolongan yang sama seperti

cerita rakyat pada umumnya. Cerita rakyat sebagai bahan literatur untuk anak-anak dapat

dikelompokkan menjadi tiga golongan. Bascom (2006) menyebutkan tiga golongan cerita

rakyat, yaitu sebagai berikut.

Pertama, mite, yaitu cerita rakyat yang berada di tengah-tengah masyarakat dan

dianggap sebagai catatan yang benar tentang apa yang terjadi di masa lalu. Mite dianggap

sebagai sesuatu yang harus dipercaya dan dapat disebut sebagai otoritas dalam menjawab

ketidaktahuan, keraguan, atau ketidakpercayaan. Mite merupakan perwujudan dari sebuah

ajaran yang bersifat suci dan sering dikaitkan dengan teologi dan ritual. Karakter utama mite

biasanya bukan manusia, tetapi sering memiliki atribut manusia, yaitu dewa atau makhluk

setengah dewa yang perlakuannya berbeda dengan manusia pada umumnya. Contoh cerita

rakyat berupa mite adalah Nyi Roro Kidul, Mado-Mado dari Nias, dan Dewi Nawang Wulan.

Kedua, legenda, yaitu cerita rakyat yang hampir sama seperti mite, dianggap benar

oleh pencerita dan pendengarnya, serta diatur dalam jangka periode waktu yang dianggap

tidak terlalu jauh dari saat ini. Legenda lebih sering bersifat sekuler (keduniawian) daripada

sakral. Karakter utama dalam legenda adalah manusia, walaupun ada kalanya mempunyai

sifat-sifat luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Legenda sering kali

dipandang sebagai sejarah kolektif, walaupun sejarah tersebut tidak tertulis dan telah

mengalami distorsi, sehingga seringkali dapat jauh berbeda dari cerita aslinya. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa legenda memang erat dengan sejarah kehidupan di masa

lampau meskipun tingkat kebenarannya seringkali tidak bersifat murni. Contoh cerita rakyat

berupa legenda adalah Legenda Batu Menangis (Kalimantan Selatan), Legenda Asal Mula

Danau Toba (Sumatera Utara), dan Legenda Asal Mula Salatiga (Semarang).

Ketiga, dongeng, yaitu cerita rakyat yang dianggap sebagai sebuah fiksi yang tidak

benar-benar terjadi. Dongeng tidak dianggap sebagai sebuah cerita yang berisi tentang suatu

prinsip ajaran (dogma) atau suatu sejarah. Dongeng menceritakan tentang petualangan

karakter hewan atau manusia. Dongeng juga memiliki fungsi sebagai sarana hiburan. Tidak

jarang orang tua sering menceritakan dongeng kepada anak-anak sebelum tidur untuk

menyegarkan kembali fungsi otak dan meningkatkan daya imajinasi anak-anak. Contoh cerita

rakyat berupa dongeng adalah Telur Emas, Timun Emas, dan Situ Bagendit.

Cerita

Rakyat Kepercayaan Waktu Tempat Sifat

Prinsip

Cerita

Mite Fakta Masa lalu yang

sangat lama

Dunia yang

berbeda: dunia

lain atau

terdahulu

Suci Bukan

manusia

Legenda Fakta Masa lalu yang

mendekati masa Dunia saat ini

Duniawi

atau suci Manusia

Page 4: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

917 | Halaman

kini

Dongeng Fiksi Tidak terikat

waktu

Tidak terikat

tempat Duniawi

Manusia

atau bukan

manusia

FUNGSI CERITA RAKYAT UNTUK ANAK

Cerita rakyat memiliki peranan penting dalam membentuk karakter anak. Karakter

yang diharapkan tumbuh dan berkembang dalam diri anak dan disampaikan melalui media

perantara cerita rakyat adalah karakter-karakter yang luhur dan dapat diterima oleh

masyarakat. Janthaluck & Ounjit (2012) menegaskan bahwa cerita rakyat membawa

pemulihan hubungan orang-orang yang bermukim dalam suatu masyarakat. Hal ini tentu

menyadarkan masyarakat sebagai suatu kelompok yang harus membentuk kesadaran

bersama, perasaan, kebermanfaaatan satu sama lain, dan cerminan cara hidup yang baik.

Selain itu, cerita rakyat juga memiliki peran yang strategis sebagai proses interaksi

memperkenalkan dunia sastra kepada anak-anak dengan disertai umpan balik berupa respon

secara pribadi sebagai bentuk literasi kritis anak-anak. Sulistyorini & Andalas (2017)

memaparkan lima fungsi cerita rakyat sebagai berikut.

Pertama, cerita rakyat berfungsi sebagai media hiburan untuk melepas penat bagi

anak-anak. Contoh cerita rakyat yang memiliki fungsi sebagai media hiburan adalah cerita

rakyat Kelingking Sakti yang berasal dari Jambi. Kisah ini menceritakan tentang sepasang

suami-istri yang memohon kepada Tuhan agar dikaruniai seorang anak, walaupun sebesar

kelingking. Akhirnya, sepasang suami-istri tersebut dikaruniai seorang anak sebesar

kelingking. Anak tersebut mampu mengalahkan nenek gergasi dan diberi gelar seorang

panglima perang.

Kedua, cerita rakyat berfungsi sebagai alat pendidikan bagi anak-anak untuk

menanamkan nilai-nilai luhur. Cerita rakyat “Mbok Rondho Dadapan” dari Tulungagung

menceritakan seorang anak yang dipanggil ibunya, namun tidak menjawab. Ibunya tidak tahu

bahwa anaknya sedang melakukan semedi, sehingga si ibu mengeluarkan ucapan bahwa anak

yang dipanggil tidak menjawab seperti batu. Hal ini mengajarkan bahwa seorang anak harus

segera menjawab dengan cara yang baik jika dipanggil oleh orang tua.

Ketiga, cerita rakyat yang berfungsi sebagai kontrol sosial anak di lingkungan

masyarakat. Cerita rakyat Keris Sempena Riau merupakan salah satu contoh cerita rakyat

yang menjadi kontrol sosial. Kontrol sosial dalam cerita tersebut tersirat ketika Pendekar

Galang menghalangi muridnya-muridnya untuk berkelahi. Kontrol diri sebelum bertindak dan

berpikir positif terhadap lawan merupakan hal yang paling utama. Hal ini mengajarkan pada

manusia agar tidak mudah marah dan balsas dendam, serta mau memaafkan kesalahan orang

lain. Selain itu juga diajarkan untuk mendoakan orang lain agar lebih baik.

Keempat, cerita rakyat yang berfungsi sebagai pemersatu. Cerita rakyat Keris

Sempena Riau menceritakan tentang Panglima Galang yang dipercaya raja untuk menjaga

sebuah pulau, mengemban amanat tersebut dengan sungguh-sungguh tanpa meminta imbalan.

Walaupun ia sempat difitnah oleh seseorang yang membencinya karena telah

mengalahkannya dalam sebuah pertandingan, Panglima Galang tetap mengabdi dengan

sungguh-sungguh pada raja. Dari cerita tersebut dapat dimaknai adanya persatuan demi

menjaga keutuhan sebuah kerajaan.

Kelima, cerita rakyat sebagai pelestarian lingkungan. Cerita rakyat Minahasa Gunung

Lokon bercerita tentang penghuninya, Makalawang, yang sudah hidup bahagia didesak orang

lain untuk pindah. Makawalang pun mencari tempat tinggal lain dengan berjalan menerobos

pohon-pohon besar sambil menuruni bukit mencari tempat lain. Akhirnya, ia menemukan

sebuah gua dan tinggal di dalamnya bersama seekor babi hutan. Makawalang menancapkan

Page 5: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

918 | Halaman

tiang-tiang besar penyangga tanah agar bumi tidak runtuh. Namun, saat babi hutan

menggosok-gosokkan tubuhnya ke tiang tersebut, terjadiah gempa bumi. Kepercayaan

tersebut dipercayai hingga sampai saat ini. Untuk meredakan gempa bumi itu, orang-orang di

kampung yang berada di atas bumi harus menyembunyikan atau memukul tongtong, buluh,

atau barang apa saja. Mereka juga harus berseru, “Wangko!Tambah hebat lagi!” Maksudnya,

untuk mengolok babi hutan-babi hutan Makawalang supaya berhenti menggosok.

KARAKTERISTIK CERITA RAKYAT UNTUK ANAK

Pola Kalimat Terstruktur dan Mudah Dipahami

Cerita rakyat untuk anak-anak memiliki pola bahasa yang sederhana dan mudah

dipahami. Pola yang terbentuk dalam cerita rakyat untuk anak-anak disusun dengan

memperhatikan pemahaman anak terhadap struktur kalimat pada teks bacaan. Pola yang

tampak dituliskan dalam bentuk kalimat dasar.

Setelah mengadakan keperluan seperlunya, Malin Kundang berangkat

meninggalkan kampung halaman Pantai Air Manis. Sang ibu melepasnya

dengan cucuran air mata dan iringan doa.

Penggalan cuplikan kalimat di atas menunjukkan pola kalimat yang terstruktur dan

sederhana. Pembentukan kalimat berpola dasar mengacu pada unsur fungsi kalimat, yaitu

subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap. Alwi dkk. (2003) menyatakan bahwa

pola kalimat dasar tulisan mengacu pada enam pola kalimat dasar dipaparkan sebagai berikut.

(1) S-P (Orang itu sedang tidur)

(2) S-P-O (Ayah membeli mobil baru)

(3) S-P-Pel (Zikri menjadi ketua kelas)

(4) S-P-Ket (Kami tinggal di Jogja)

(5) S-P-O-Pel (Dia mengirimi ibunya uang)

(6) S-P-O-Ket (Beliau memperlakukan kami dengan baik)

Kalimat pada cerita rakyat untuk anak-anak tidak mengalami proses delesi (penghilangan).

Meskipun ada, namun tidak sebanyak cerita rakyat untuk kalangan pembaca dewasa. Hal ini

menyesuaikan dengan pemahaman anak-anak bahwa anak pada taraf usia 7-11 tahun

memiliki kemungkinan implikasi pada buku0buku cerita yang mengandung urutan logis dari

yang sederhana ke yang lebih kompleks (Nurgiyantoro, 2005).

Gambaran Konflik Dikemas Sederhana dan Menarik

Konflik cerita rakyat untuk anak-anak menjadi salah satu bagian penting dalam

membangun emosi anak-anak saat mebaca buku cerita rakyat. Konflik bersifat dramatik,

yakni pertarungan yang mengacu pada dua kekuatan seimbang dan menyiratkan adanya aksi

dan balasan aksi. Konflik juga dapat terjadi jika tidak ada kesepakatan antara sebuah

keinginan/harapan dan kenyataan.

Cerita rakyat untuk anak-anak menggambarkan konflik dengan sederhana, namun

tidak mengurangi kemenarikan cerita sebagai sebuah konsekuen.

Pada saat tetes air matanya jatuh ke pinggir sungai, tiba-tiba kilat menyambar

disertai bunyi guruh yang menggelegar. Sesaat kemudian, dia melompat ke

dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar.

Samosir berteriak-teriak ketakutan melihat ganasnya alam. Namun, ia tetap

berada di puncak pohon kelapa di atas bukit.

Page 6: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

919 | Halaman

“Ibu… Tolonggggg… Tolooooongggggg…!”

Hampir dua hari Samosir tak berani turun dari puncak pohon kelapa.

Penggambaran konflik pada cerita Asal Mula Danau Toba di atas dipaparkan secara

sederhana. Akan tetapi, kemenarikan cerita dengan melibatkan penggambaran suasana yang

seolah-olah terjadi begitu dahsyat mampu memperkuat pusat konflik untuk membangkitkan

emosi anak-anak dalam memahami cerita.

Disertai Gambar Ilustrasi Peristiwa

Gambar ilustrasi menjadi elemen yang esensial pada cerita rakyat untuk anak-anak.

Selain untuk menarik perhatian anak-anak (center of interest), gambar ilustrasi juga memiliki

peranan untuk menuntun pemahaman pola berpikir anak terhadap suatu adegan/peristiwa

dalam cerita. Secara umum, gambar ilustrasi memiliki lima fungsi, yaitu (1) menarik

perhatian pembaca, (2) memudahkan memahami suatu keterangan cerita, (3) saran

mengungkapkan pengalaman suatu kejadian yang diekspresikan dalam sebuah gambar, (4)

memberikan gambaran singkat tentang isi cerita, dan (5) sebagai nilai keindahan dalam

perwajahan.

Gambar (a) Gambar (b)

Gambar ilustrasi (a) menggambarkan cuplikan peristiwa saat Malin Kundang tidak

mau mengakui ibunya. Gambar ilustrasi (b) menggambarkan situasi dan kondisi saat Mande

Rubayah (Ibu Malin Kundang) berdoa kepada Tuhan dan memohon kepada Tuhan agar

anaknya dihukum dengan hukuman yang setimpal karena telah durhaka kepada ibunya.

Berdasarkan potret gambar ilustrasi tersebut, tampak bahwa penulis cerita berusaha untuk

memvisualisasikan peristiwa tersebut dan menuangkannya dalam bentuk sebuah gambar.

Nurgiyantoro (2005) menyatakan bahwa berdasarkan perkembangan intelektualnya, anak

usia 7-11 tahun memiliki implikasi ketertarikan pada buku-buku cerita yang menampilkan

objek gambar secara bervariasi, bahkan mungkin dalam bentuk diagram dan model

sederhana. Hal ini dilakukan untuk membantu anak-anak memahami peristiwa yang sedang

terjadi dalam cerita.

Penegasan Inti Cerita pada Bagian Akhir

Cerita rakyat untuk anak memiliki kesamaan secara struktur sebagaimana teks narasi

pada umumnya. Rentetan peristiwa cerita dapat dijabarkan menjadi 5 tahapan susunan, yakni

(1) situasi awal cerita, (2) unsur perubah yang berasal dari situasi awal, (3) proses perubahan

yang mengandung satu atau beberapa aksi, (4) unsur revolusi, yakni cerita sampai pada

momen akhir transformasi, dan (5) situasi akhir yang menunjukkan cerita berada pada suatu

keseimbangan yang baru.

(a) Ratu teringat bahwa bekal makanan anaknya hanya cukup untuk tiga bulan,

sedangkan peperangan terjadi selama empat bulan. Ratu Cik Sima jatuh sakit

dan tak lama kemudian, ia meninggal dunia. Dari cerita ini, masyarakat

Page 7: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

920 | Halaman

Dumai meyakini bahwa nama Kota Dumai diambil dari kata duma’i, seperti

yang pernah diucapkan oleh Pangeran Empang Kuala.

(b) Demikianlah legenda Malin Kundang. Tentang kebenarannya, hanya Allah

SWT yang Maha Mengetahui. Yang jelas, hikmah di balik kisah ini adalah

seorang ibu pasti sengsara dan menderita jika anaknya yang sudah berhasil

jadi orang kaya ternyata tak mau mengakuinya sebagai seorang ibu.

(c) Demikianlah, Bawang Putih yang baik hati dan senantiasa bersabar atas

derita itu akhirnya diboyong ke istana untuk dijadikan istri pangeran. Mereka

hidup bahagia hingga akhir hayatmya.

Kutipan (a), (b), dan (c) merupakan contoh penggalan cerita rakyat untuk anak yang

memberikan penegasan pada bagian akhir. Kutipan (a) diambil dari kisah Asal Mula Kota

Dumai. Kutipan tersebut memberikan penjelasan atau penegasan kepada pembaca, khususnya

anak-anak bahwa cerita tersebut merupakan kisah Asal Mula Kota Dumai. Selanjutnya,

kutipan (b) diambil dari kisah Malin Kundang, seorang anak yang durhaka kepada ibunya.

Kutipan akhir pada cerita tersebut menjelaskan kembali inti dari cerita yang dikemas dalam

bentuk amanat kepada pembaca. Kutipan (c) diambil dari kisah Bawang Merah dan Bawang

Putih. Kutipan cerita tersebut menggambarkan situasi pada akhir cerita yang menjadi

keseimbangan baru dan berakhir dengan sebuah kebahagiaan. Dengan demikian, dapat ditarik

kesimpulan bahwa karakteristik cerita rakyat untuk anak ditandai dengan penegasan inti

cerita pada bagian akhir berupa (1) asal usul cerita, (2) amanat cerita, dan (3) kehidupan

bahagia sebagai keseimbangan baru cerita.

KESESUAIAN PEMILIHAN CERITA RAKYAT UNTUK ANAK

Kesesuaian Literal

Cerita rakyat sebagai kategori sastra anak dapat menjadi media yang menarik dalam

menyampaikan pesan moral kepada anak secara implisit. Piaget (dalam Hasanah, 2012)

mengatakan bahwa anak-anak usia 7-12 tahun berada dalam taraf perkembangan kognitif:

operasi konkret dan operasi formal awal. Pada taraf ini, anak baru dapat berpikir sistematis

terhadap hal atau objek konkret. Terkait dengan taraf perkembangan tersebut, buku cerita

secara potensial berisikan pesan-pesan moral dan persoalan yang dikonkretkan melalui peran

yang dimainkan oleh tokoh-tokoh dalam cerita.

Beragam jenis cerita rakyat yang hadir dengan pesan moral tersebut mengajarkan

anak-anak untuk memahami keadaan lingkungan sekitar yang pluralis dan sarat akan nilai

dan norma. Orang tua tidak perlu menjelaskan kepada anak-anak tentang nilai dan norma

yang berlaku di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara eksplisit. Anak juga tidak

merasa bosan karena cerita rakyat yang dibaca atau didengar sangat bervariasi. Namun

demikian, tidak semua cerita rakyat dapat begitu saja diberikan dan dikonsumsi oleh anak-

anak. Keselektifaan dan keterbacaan pemilihan cerita rakyat harus diperhatikan dan

disesuaikan dengan kondisi anak-anak.

Tingkat keterbacaan adalah mudah tidaknya suatu bacaan untuk dicerna, dipahami,

dihayati, dan dinikmati oleh anak-anak. Tidak semua bacaan, khususnya cerita rakyat mudah

dicerna dan dinikmati oleh anak-anak. Oleh karena itu, ada enam kriteria yang perlu menjadi

perhatian terhadap kesesuaian pemilihan cerita rakyat bagi anak-anak.

1. Ketepatan Penggunaan Bahasa dalam Cerita Rakyat

Cerita rakyat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat biasanya menyesuaikan

dengan kondisi wilayah daerah tersebut. Sebagian besar penggunaan bahasa mengadaptasi

dari bahasa daerah tersebut untuk menunjukkan kelokalitasan cerita. Namun demikian,

banyak cerita rakyat yang sudah ditulis ulang dengan versi yang mudah dipahami, atau

Page 8: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

921 | Halaman

bahkan dengan versi yang menyesuaikan usia perkembangan kognitif anak-anak. Berikut

contoh penggunaan ketepatan bahasa pada cerita rakyat yang tepat untuk dibaca oleh anak-

anak.

Tak hanya mengakui kalau sang ibu hanyalah seorang pembantu, sepanjang

perjalanan pun ia diperlakukan sama seperti budak. Mungkin, kalau sekali atau

dua kali sang ibu bisa memahami, akan tetapi banyak orang yang bertanya

kepada gadis itu dan jawabannya masih sama. Tentu saja hal itu membuat sang

ibu sakit hati. Tak dapat menahan diri, ibu tersebut berdoa. Ia memohon kepda

Tuhan untuk menghukum anaknya yang durhaka itu. Doa sang ibu pun

dikabulkan. Tak lama setelah itu, badan gadis cantik tersebut perlahan-lahan

mengeras dan berubah menjadi batu. Dengan sangat menyesal, gadis itu

menangis dan memohon ampun. Namun saying, semuanya sudah terlanjur,

permohonan maaf tersebut sudah tidak berguna dan ia tetap menjadi batu.

Cerita rakyat yang berjudul “Batu Menangis” dari Kalimantan Barat tersebut mengisahkan

tentang seorang anak yang durhaka kepada ibunya. Kemudian, sang ibu berdoa kepada Tuhan

agar anaknya diberi hukuman. Akhirnya, tubuh anak tersebut mengeras dan ia berubah

menjadi batu.

Cerita rakyat tersebut tergolong dalam cerita rakyat yang penggunaan bahasanya

sesuai untuk anak-anak. Nurgiyantoro (2005) menyatakan bahwa anak usia 7-12 tahun mulai

mengembangkan konsep dan hubungan spasial, serta melanjutkan pemerolehan bahasa. Hal

ini berhubungan erat kaitannya dengan pemerolehan bahasa dan penguasaan kata pada anak

usia 7-12 tahun yang bergerak dari sekitar 2500 kata menuju 50.000 kata. Selain itu, anak

juga sudah bisa mengaitkan pemerolehan konsep hubungan waktu serta sebab-akibat dalam

sebuah cerita yang dibaca.

2. Kesesuaian Tema Cerita Rakyat

Tema cerita rakyat sangat bervariasi. Hal ini bergantung pada pesan moral yang ingin

disampaikan kepada pembaca. Mayoritas, cerita rakyat Indonesia bertemakan tentang nilai

dan norma yang berhubungan dengan karakter pribadi seseorang dalam kehidupan

bermasyarakat, misalnya kisah Kelingking Sakti dari Jambi. Cerita Kelingking Sakti ini

menggambarkan sepasang suami-istri yang sudah lama tidak kunjung dikaruniai seorang

anak. Kemudian, mereka berdoa dan meminta kepada Tuhan agar diberi momongan seorang

anak laki-laki walaupun sebesar kelingking. Akhirnya, sepasang suami-istri tersebut memiliki

seorang anak pemberani sebesar kelingking yang mampu mengalahkan raksasa jahat.

Cerita rakyat “Kelingking Sakti” ini menunjukkan tema cerita tentang keberanian.

Tema ini dapat dijumpai pada bagian akhir cerita di mana tokoh Kelingking berhasil

mengalahkan gergasi atau raksasa jahat.

Namun, Kelingking tidak mempedulikannya. Berkat keberanian dan kecerdasan

Kelingking, ia mampu membunuh raksasa jahat tersebut dengan cara

memasukkannya ke jurang. Oleh karenanya, Raja Desa Jambi menghadiahkan

Kelingking berupa pangkat Panglima Perang.

Penggalan cerita tersebut mengajarkan kepada anak-anak bahwa sifat pemberani harus

dimunculkan dalam keadaan yang tepat untuk membela kebenaran dan membantu orang-

orang yang sedang membutuhkan.

Page 9: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

922 | Halaman

3. Kesederhanaan Alur Cerita Rakyat Alur cerita menggambarkan urutan terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Cerita

dapat dikembangkan melalui alur cerita untuk memberikan kemasan yang menarik bagi

pembaca. Terdapat tiga jenis alur, yaitu alu maju, mundur, dan campuran. Cerita rakyat

disajikan dengan menggunakan alur maju. Hanya saja, potret penggambarannya tentang

peristiwa yang terjadi pada kisah masa lalu. Penggambaran alur pada cerita rakyat yang layak

dikonsumsi anak-anak adalah alur cerita yang sederhana dan tidak menimbulkan

kebingungan.

Kesederhanaan alur cerita rakyat memiliki peranan yang penting dalam membantu

anak membangun dimensi cerita melalui perspektifnya. Iser (1974) menyatakan bahwa dalam

proses melibatkan perspektif manusia terhadap teks bacaan terus bergerak dan berhubungan

dengan fase-fase tertentu, serta membangun apa yang dimaksud dimensi virtual pencerita

atau pendengar. Terkait dengan perspektif anak terhadap cerita, teori Piaget tentang

perkembangan kognitif pada anak-anak menyatakan bahwa pada usia 2-7 tahun, anak-anak

menggunakan simbol (gambar dan bahasa) untuk mewakili dan memahami berbagai aspek

lingkungan hidup di sekitarnya. Anak-anak merespon benda dan peristiwa secara egosentris,

artinya anak-anak berpikir semua orang melihat dunia dengan cara yang sama seperti yang

mereka lakukan. (Shaffer & Kipp, 2010). Hal ini tentu memberikan ruang bagi anak untuk

membentuk dimensi cerita dari sudut pandangnya secara leluasa dan fleksibel.

4. Kejelasan Perwatakan Cerita Rakyat Watak tokoh dalam cerita rakyat merupakan gambaran dari lakuan dan citraan

karakter tokoh yang menjadi unsur terpenting dalam cerita rakyat. Sama dengan cerita

bergenre lain, cerita rakyat juga memiliki tokoh yang berkarakter protagonis dan antagonis

untuk memunculkan konflik cerita. Cerita rakyat sebagai sastra anak yang dikonsumsi oleh

anak-anak harus menggambarkan watak pada setiap masing-masih tokoh secara jelas,

misalnya pada cerita rakyat Malin Kundang yang berasal dari Sumatera Barat.

Malin terkejut karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang-

camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Sebelum dia

sempat berpikir berbicara, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata,

“Wanita jelek inikah ibumu? Mengapa dahulu kau bohong padaku!” ucapnya

sinis, “Bukankah dulu kau katakan bahwa ibumu adalah seorang bangsawan

yang sederajat denganku?”

Mendengar kata-kata pedas istrinya, Malin Kundang langsung mendorong

ibunya hingga terguling ke pasir, “Wanita gila! Aku bukan anakmu!” ucapnya

kasar.

Mande Rubayah tidak percaya akan perilaku anaknya, ia jatuh terduduk

sambil berkata, “Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak! Mengapa kau jadi

seperti ini Nak?!” Malin Kundang tidak memperdulikan perkataan ibunya. Dia

tidak akan mengakui ibunya. la malu kepada istrinya. Melihat wanita itu

beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata,

“Hai, wanita gila! lbuku tidak seperti engkau! Melarat dan kotor!” Wanita tua

itu terkapar di pasir, menangis, dan sakit hati.

Kutipan cerita tersebut menggambarkan watak si Malin yang durhaka kepada ibunya,

sedangkan sang ibu memiliki karakter yang baik, sabar, dan penyayang. Anak-anak dapat

mengidentifikasi dengan jelas bagaimana karakter tokoh antara si Malin dan ibunya. Dengan

demikian, anak tidak mengalami kebingungan dalam memahami jalannya cerita.

Page 10: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

923 | Halaman

5. Kesederhanaan Latar Cerita Rakyat Latar cerita rakyat untuk anak-anak dihadirkan dengan sesedarhana mungkin, namun

tidak mengurangi kemenarikan cerita. Cerita rakyat memiliki banyak variasi latar, terutama

cerita rakyat di Indonesia. Kondisi wilayah di Indonesia yang beragam juga mempengaruhi

latar cerita rakyat yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Cerita rakyat untuk anak-

anak hendaknya merupakan cerita rakyat yang memiliki latar dekat dengan kehidupan anak-

anak. Pengertian “dekat” pada bahasan ini bukan mengacu pada jarak lokasi, akan tetapi

mengacu pada pemahaman anak.

Latar yang belum pernah dijangkau oleh anak dapat mengakibatkan anak sulit

memahami cerita jika tidak disertai dengan gambar ilustrasi. Cerita rakyat di Indonesia

didominasi latar tempat yang kondisinya mudah dikenali oleh masyarakat. Contoh latar

tempat tersebut antara lain, hutan, kerajaan, pasar, dan pedesaan. Selain itu, kesederhanaan

latar ini juga meliputi penggambaran waktu dan suasana yang konkret. Waktu yang keadaan

suasana yang konkret mampu memproyeksikan cerita secara mendetail dan anak tidak perlu

meraba-raba gambaran situasi peristiwa yang terjadi dalam imajinasinya.

6. Kejelasan Pusat Pengisahan Cerita Rakyat Cerita rakyat untuk anak-anak hendaknya berpusat pada satu fokus, tidak berganti-

ganti fokus. Kekonsistensian pusat pengisahan cerita dapat digambarkan pada sosok tokoh

utama dalam cerita rakyat. Tokoh utama ini yang akan menjadi fokus perhatian anak-anak

dalam mengikuti alur cerita. Apabila fokus cerita terlalu banyak dan berganti-ganti, anak

akan menjadi bingung dan kesulitan mengukuti jalan cerita.

Putra yang lain bernama Gözö Tuhazangaröfa, yang waktu diturunkan

rantainya putus, sehingga ia tercebur ke dalam sungai untuk selanjutnya

menjadi dewa sungai. Ia menjadi pujaan para nelayan karena ia adalah

penguasa ikan-ikan.

Putra Sirao yang lain lagi Lakindrölai Sitambalina, yang pada waktu

diturunkan ke bumi Nias tidak jatuh ke bawah, tetapi melayang terbawa

angin dan tersangkut di pohon dan menjelma menjadi Béla Hogugéu, yaitu

dewa hutan yang menjadi pujaan para pemburu.

Putra Sirao terakhir yang kurang beruntung bernama Sifuso Kara. Ketika

diturunkan ke bumi Nias, ia jatuh di daerah berbatu-batu, di daerah Laraga

sekarang, dan menjadi leluhur orang-orang gaib yang berkesaktian kebal.

Kutipan cerita di atas adalah salah satu cerita rakyat yang berasal dari Nias. Cerita rakyat

tersebut menceritakan tentang mado (marga) yang menjadi dewa-dewa kepercayaan bagi

masyarakat setempat. Bagi orang dewasa, cerita rakyat ini tergolong kategori yang layak,

namun apabila sasarannya adalah anak-anak, maka cerita rakyat ini tergolong tidak layak.

Selain bahasa yang mengandung unsur lokalitas daerah yang sulit dimengerti, fokus cerita

juga berpindah-pindah dari satu tokoh ke tokoh yang lain. Sosok tokoh utama tidak begitu

tampak dalam cerita ini meskipun sebenarnya ada, yaitu Sirao.

Kesesuaian Moral

Selain mempelajari perkembangan kognitif anak, Piaget juga mendalami hal-hal yang

berkaitan dengan perkembangan moral. Menurut Piaget perbedaan nyata antara anak dan

dewasa adalah bahwa anak memiliki “dua moral”. Piaget dan Kohlberg (ahli lain yang

mengembangkan teori Piaget lebih lanjut), mengemukakan bagaimana anak mungkin saja

mengubah interpretasinya terhadap dilema konflik dan moral dalam cerita. Penilaian anak

Page 11: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

924 | Halaman

terhadap moral bergerak dari keterkaitannya pada orang dewasa menuju keterpengaruhannya

pada kelompok dan pola berpikirnya.

Perubahan-perubahan penilaian moral dari sudut pandang anak dapat diuraikan dalam

empat poin penting. Pertama, penilaian anak kecil terhadap masalah atau tindakan baik dan

buruk berdasarkan kemungkinan adanya hukuman dan hadiah yang diperoleh dari orang

dewasa. Hal ini menjadi penanda bahwa anak masih terkendala oleh aturan yang dibuat oleh

dewasa. Pada usia anak yang lebih lanjut terdapat standar penilaian tentang baik dan buruk

tersebut dari kelompoknya, maka kemudian anak-anak mulai secara sadar memahami situasi

kapan dapat membuat aturan sendiri. Kedua, penilaian tingkah laku dalam kaca mata anak

kecil hanya dapat dibedakan ke dalam baik dan buruk, tidak ada alternatif lain. Pada usia

anak yang lebih kemudian terdapat kemauan untuk mempertimbangkan lingkungan dan

situasi yang membuat legitimasi adanya perbedaan pendapat. Ketiga, penilaian anak kecil

terhadap suatu tindakan cenderung didasarkan pada konsekuensi yang terjadi kemudian tanpa

memperhatikan pelakunya. Namun, dalam usia selanjutnya sebagian anak mulai

mengubahnya dengan memperhatikan aspek motivasi daripada sekadar konsekuensi untuk

menetukan kelayakan tingkat kesalahan. Keempat, pandangan anak kecil terhadap tingkah

laku buruk dengan hukuman berjalan bersama, semakin besar kesalahan akan semakin berat

hukumannya. Namun, bagi anak dalam usia yang lebih kemudian, mereka tidak akan begitu

saja menerima keadaan itu. Anak mulai tertarik untuk mencari hukuman yang lebih fair

berdasarkan aturan yang ada di dalam kelompok.

Berdasarkan perkembangan moral anak, terdapat dua kemungkinan implikasi cerita

rakyat yang dapat dikonsumsi oleh anak-anak. (1) Pemahaman yang baik terhadap

karakteristik perkembangan moral anak pada seiap tahap, kemudian memilih bacaan cerita

rakyat yang sesuai. Misalnya, anak usia tiga tahun baik untuk dipilihkan bacaan cerita rakyat

yang melukiskan persetujuan orang tua yang berupa tingkah laku, tindakan, dan kata-kata

yang baik. Anak usia empat tahun baik untuk dipilihkan bacaan cerita rakyat yang dapat

melatih anak untuk bertanggung jawab dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan aturan

sosial. (2) Pemilihan buku bacaan cerita rakyat yang mengandung dan menawarkan unsur

moral, alasan pemilihan moral tertentu oleh tokoh anak, atau yang mengandung nasihat-

nasihat tentang moral sebagai “model” bertingkah laku.

PENUTUP

Cerita rakyat merupakan cerita yang lahir dan berkembang dari masyarakat tradisional

yang disebarkan dalam bentuk relatif tetap dan di antara kolektif tertentu dari waktu yang

cukup lama sebagai sarana untuk menyampaikan pesan moral. Cerita rakyat dapat dikatakan

sebagai “cikal bakal” pengenalan anak terhadap dunia sastra. Buku-buku yang berisi tentang

cerita rakyat berusaha mengenalkan dunia kepada anak-anak tanpa mengesampingkan aspek

pertumbuhan dan perkembangan anak. Sama halnya dengan anak-anak pada masa lalu, dunia

sastra dikenalkan melalui kesusastraan lisan, seperti legenda, mite, dan dongeng yang

merupakan bagian dari cerita rakyat. Namun, tidak semua cerita rakyat dapat begitu saja

diberikan dan dikonsumsi oleh anak-anak. Keselektifaan dan keterbacaan pemilihan cerita

rakyat harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kondisi anak-anak. Kesesuaian pemilihan

cerita rakyat untuk anak harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kondisi anak-anak.

Kesesuaian tersebut meliputi kesesuaian literal dan kesesuaian moral anak.

DAFTAR RUJUKAN

Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., & Moeliono. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa

Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Perum Balai Pustaka.

Page 12: CERITA RAKYAT SEBAGAI FRAGMENTARIS SASTRA ANAK DAN ...

925 | Halaman

Bascom, W. 2006. The Forms of Folklore: Prose Narratives. The Journal of American

Folklore, Vol. 78, No. 307, (Jan.-Mar., 1965), pp. 3-20. Dari

http://www.ucs.louisiana.edu/~jjl5766/share/Bascom_1965.pdf

Histori. 2016. Cerita Rakyat Indonesia. (Online), (https://histori.id/category/folklore/),

diakses 16 Februari 2019.

Danandjaja, J. 2002. Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, Jurnal Bahasa, Sastra, dan

lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Hasanah, M. 2012. Model Cerita Fiksi Kontemporer Anak-Anak untuk Pengembangan

Kemahirwicaraan Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar. Jurnal LITERA, Vol. 11, No. 1. April

2012. Dari https://journal.uny.ac.id/index.php/litera/article/view/1150

Iser, W. 1974. The Reading Process: A Phenomenological Approach. Dalam Ralph Cohen

(Ed.). New Directions in Literary History. London: RKP.

Janthaluck, M. & Ounjit, W. 2012. Folklore, Restoration of Social Capital and Community

Culture. Procedia Social and Behavioral Sciences 65 (2012) 218-224. Dari

https://core.ac.uk/download/pdf/81122820.pdf

Nurgiyantoro, B. 2005. Tahap Perkembangan Anak dan Pemilihan Bacaan Sastra Anak.

Jurnal Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2. Dari

https://media.neliti.com/media/publications/86131-ID-tahapan-perkembangan-anak-

dan-pemilihan.pdf.

Nurgiyantoro, B. 2010. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Jogjakarta: Gajah

Mada University Press.

Shaffer D. R. & Kipp, K. 2010. Development Psychology: Childhood and Adolescence.

Belmont: Wadsworth Cengage Learning.

Sulistyorini, D. & Andalas, E. F. 2017. Sastra Lisan: Kajian Teori dan Penerapannya dalam

Penelitian. Malang: Penerbit Madani.

Wollman-Bonilla, J.E. & Werchadlo, B. 1995. Literature Response Journals in a First Grade

Classroom. Language Arts, 72(8):562-570. Dari

https://www.jstor.org/stable/41482240?seq=1#metadata_info_tab_contents