Cerita Rakyat Indonesia
-
Upload
dherick-rismawan -
Category
Documents
-
view
11 -
download
8
description
Transcript of Cerita Rakyat Indonesia
MALIN KUNDANG
Dahulu di sebuah desa terpencil di pesisir pantai Sumatera Barat,
hiduplah sebuah keluarga dengan kondisi ekonomi yang sangat
memprihatinkan. Melihat keadaan keluarganya yang serba kekurangan,
sang suami akhirnya memutuskan untuk merantau mencari rejeki di
seberang dengan meninggalkan anak dan istrinya.
Keinginan sang suami tersebut sebenarnya ditolak oleh sang istri,
namun karena melihat tekad suami yang kuat, akhirnya sang istri harus
merelakan kepergian sang suami untuk merantau. Namun setelah
kepergiannya tersebut, sang suami tak pernah kembali lagi.
Sang istri dan juga ibu dari anak laki-laki bernama Malin
Kundang harus berperan sebagai ayah demi mencukupi kebutuhan
sehari-hari dia dan anaknya. Malin sebenarnya anak yang rajin dan pintar
namun sedikit nakal.
Malin sering mengejar-ngejar ayam dan memukulinya sampai ia
terjatuh dan terluka di lengan, dan bekas luka itu tidak bisa hilang sampai
kapanpun. Melihat ibunya yang selalu terlihat kelelahan dalam mencari
nafkah, Malin merasa kasihan dan memutuskan untuk meminta ijin kepada
sang ibu untuk mencari nafkah dengan merantau.
Keinginan Malin tersebut tidak dipenuhi oleh sang ibu mengingat
suaminya dulu pergi tak kembali. Namun karena Malin bersikeras akhirnya
sang ibu merestui Malin untuk pergi merantau.
Malin pun pergi merantau dengan menaiki sebuah kapal. Di tengah
laut kapal tersebut di rampok oleh klompotan bajak laut dan semua awak
kapal tersebut dibunuh, namun beruntung Malin dapat menyelamatkan diri
dengan bersembunyi di suatu ruangan yang tidak diketahui oleh para bajak
laut.
Setelah para bajak laut meninggalkan kapal tersebut, Malin pun
terombang-ambing di tengah laut dan akhirnya terdampar di sebuah desa
yang sangat subur. Di desa itu Malin bekerja keras dan akhirnya menjadi
orang kaya dan menikah dengan gadis cantik desa tersebut.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya pergi berlayar
beserta anak buahnya. Di sisi lain, sang ibu yang ditinggalkan Malin sangat
rindu dan ingin bertemu dengan anaknya tersebut. Akhirnya kapal Malin
bersandar di sebuah dermaga.
Melihat ada kapal yang sedang bersandar, ibu Malin mendekat dan
melihat sosok Malin yang ia kenali karena adanya luka di lengan lelaki
tersebut. Sang ibu pun berkata kepada Malin : "Malin Kundang anakku,
mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?" katanya
sambil memeluk Malin.
Malin Kundang marah meskipun dia tahu kalau wanita tua itu adalah
ibunya karena dia malu kalau diketahui oleh istri dan anak buahnya kalau
memiliki seorang ibu yang miskin. Mendapat perlakuan kasar tersebut,
sang ibu sangat marah.
Malin Kundang pun meninggalkan ibunya dan kembali berlayar. Tak
seberapa lama terjadilah badai dahsyat yang menghancurkan kapal Malin
Kundang. Di waktu yang sama, ibu Malin Kundang berkata seraya
berdoa : "Tuhan! Jika benar dia Malin anakku, kukutuk dia jadi batu!".
Tepat setelah doa yang terucap oleh bibir sang ibu, tubuh Malin
mengeras dan menjadi batu berbentuk orang bersujud yang sampai saat
ini batu tersebut masih dapat dilihat di Pantai Air Manis, di sebelah selatan
Kota Padang, Sumatera Barat.
*Hikmah yang bisa diambil dari cerita Malin Kundang ini adalah
bagaimanapun, apapun keadaan orangtua kita terutama ibu, beliaulah
yang telah mengandung kita selama 9 bulan lebih dan membesarkan kita
dengan segala pengorbanannya, sepatutnyalah kita membalas semua
kebaikan beliau, meskipun semua apa yang kita miliki apabila kita berikan
semua tak akan sebanding dengan pengorbanan yang dilakukannya.
Timun Emas
Di suatu desa hiduplah seorang janda tua yang bernama mbok Sarni. Tiap hari dia menghabiskan waktunya sendirian, karena mbok Sarni tidak memiliki seorang anak. Sebenarnya dia ingin sekali mempunyai anak, agar bisa membantunya bekerja.
Pada suatu sore pergilah mbok Sarni ke hutan untuk mencari kayu, dan ditengah jalan mbok Sarni bertemu dengan raksasa yang sangat besar sekali. “Hei, mau kemana kamu?”, tanya si Raksasa. “Aku hanya mau mengumpulkan kayu bakar, jadi ijinkanlah aku lewat”, jawab mbok Sarni. “Hahahaha.... kamu boleh lewat setelah kamu memberiku seorang anak manusia untuk aku santap”, kata si Raksasa. Lalu mbok Sarni menjawab, “Tetapi aku tidak mempunyai anak”.
Setelah mbok Sarni mengatakan bahwa dia tidak punya anak dan ingin sekali punya anak, maka si Raksasa memberinya biji mentimun. Raksasa itu berkata, “Wahai wanita tua, ini aku berikan kamu biji mentimun. Tanamlah biji ini di halaman rumahmu, dan setelah dua minggu kamu akan mendapatkan seorang anak. Tetapi ingat, serahkan anak itu padaku setelah usianya enam tahun”.
Setelah dua minggu, mentimun itu nampak berbuah sangat lebat dan ada salah satu mentimun yang cukup besar. Mbok Sarni kemudian mengambilnya , dan setelah dibelah ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik jelita. Bayi itu kemudian diberi nama timun emas.
Semakin hari timun emas semakin tumbuh besar, dan mbok Sarni sangat gembira sekali karena rumahnya tidak sepi lagi. Semua pekerjaannya bisa selesai dengan cepat karena bantuan timun emas.
Akhirnya pada suatu hari datanglah si Raksasa untuk menagih janji. Mbok Sarni sangat ketakutan, dan tidak mau kehilangan timun emas. Kemudian mbok Sarni berkata, “Wahai raksasa, datanglah kesini dua tahun lagi. Semakin dewasa anak ini, maka semakin enak untuk di santap”. Si Raksasa pun setuju dan meninggalkan rumah mbok Sarni.
Waktu dua tahun bukanlah waktu yang lama, karena itu tiap hari mbok Sarni mencari akal bagaimana caranya supaya anaknya tidak dibawa si Raksasa. Hati mbok Sarni sangat cemas sekali, dan akhirnya pada suatu malam mbok Sarni bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia diberitahu agar timun emas menemui petapa di Gunung.
Pagi harinya mbok Sarni menyuruh timun emas untuk segera menemui petapa itu. Setelah bertemu dengan petapa, timun emas kemudian bercerita tentang maksud kedatangannya. Sang petapa kemudian memberinya empat buah bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, jarum, garam, dan terasi. “Lemparkan satu per satu bungkusan ini, kalau kamu dikejar oleh raksasa itu”, perintah petapa. Kemudian timun meas pulang ke rumah, dan langsung menyimpan bungkusan dari sang petapa.
Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. “Wahai wanita tua, mana anak itu? Aku sudah tidak tahan untuk menyantapnya”, teriak si Raksasa. Kemudian mbok Sarni menjawab, “Janganlah kau ambil anakku ini wahai raksasa, karena aku sangat sayang padanya. Lebih baik aku saja yang kamu santap”. Raksasa tidak mau menerima tawaran dari mbok Sarni itu, dan akhirnya marah besar. “Mana anak itu? Mana timun emas?”, teriak si raksasa.
Karena tidak tega melihat mbok Sarni menangis terus, maka timun emas keluar dari tempat sembunyinya. “Aku di sini raksasa, tangkaplah aku jika kau bisa!!!”, teriak timun emas.
Raksasapun mengejarnya, dan timun emas mulai melemparkan kantong yang berisi mentimun. Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun menjadi terhambat, karena batang timun tersebut terus melilit tubuhnya. Tetapi akhirnya si raksasa berhasil bebas juga, dan mulai mngejar timun emas lagi. Lalu timun emas menaburkan kantong kedua yang berisi jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah karena tertancap bambu tersebut si raksasa terus mengejar.
Kemudian timun emas membuka bingkisan ketiga yang berisi garam. Seketika itu hutanpun menjadi lautan luas. Tetapi lautan itu dengan mudah dilalui si raksasa. Yang terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika itu terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, dan si raksasa tercebur di dalamnya. Akhirnya raksasapun mati.
Timun Emas mengucap syukur kepada Tuhan YME, karena sudah diselamatkan dari raksasa yang kejam. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sarni hidup bahagia dan damai.