CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH (Tinjauan Folklor) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh SHANTI DYAH PUSPA RATRI C0106047 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

Page 1: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI

KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH

(Tinjauan Folklor)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh SHANTI DYAH PUSPA RATRI

C0106047

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

Page 2: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI

KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH

(Tinjauan Folklor)

Disusun oleh:

Shanti Dyah Puspa Ratri C0106047

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum Siti Muslifah, SS, M.Hum NIP 196302121988031002 NIP 197311032005012001

Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutarjo, M.Hum NIP 196001011987031004

Page 3: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI

KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH

(Tinjauan Folklor)

Disusun Oleh:

Shanti Dyah Puspa Ratri C0106047

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum NIP. 195710231986012001

…………………………

Sekretaris : Dra. Sundari, M.Hum NIP. 195610031981032002

…………………………

Penguji I : Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum NIP. 196302121988031002

…………………………

Penguji II : Siti Muslifah, SS, M.Hum NIP. 197311032005012001 …………………………

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A NIP. 195303141985061001

Page 4: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Page 5: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

“Waktu memang tak terbatas, namun waktu kita terbatas.”

Anonim

“Sesuatu yang belum kita kerjakan, seringkali nampak mustahil, kita baru yakin

kalau kita telah melakukannya dengan baik.”

Evelyn Underhill

Page 6: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

1. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendo’akan saya

2. Kakak dan adik saya tersayang

3. Seseorang yang selalu memberi semangat, Taufiq Herdyawan

4. Almamater

Page 7: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta alam atas segala

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul : “CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG

OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN

JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH” (Tinjauan Folklor).

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan

untuk mendapatkan gelar Sarjana Sastra jurusan Sastra Daerah di Fakultas Sastra

dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Menyadari bahwa penulisan ini mengalami banyak hambatan, namun

berkat bantuan dari beberapa pihak, maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang setulus-

tulusnya kepada :

1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra beserta staf yang

telah mengijinkan penulis mengakhiri studi dengan pembuatan skripsi

ini.

2. Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus selaku Pembimbing

Akademik, yang senantiasa memberi motivasi dan dorongan dalam

menempuh perkuliahan hingga menyelesaikan studi.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra

Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberi motivasi

untuk segera menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

4. Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum selaku pembimbing pertama, dengan

penuh kesabaran mengarahkan dan memberi petunjuk yang sangat

berguna dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai.

5. Ibu Siti Muslifah, S.S, M.Hum selaku pembimbing kedua, dengan

penuh kesabaran telah membimbing dan memberi motivasi kepada

penulis dalam menyusun skripsi in sampai selesai.

6. Dra. Sundari, M.Hum selaku koordinator Bidang Sastra yang telah

memberi banyak pengetahuan bermanfaat bagi penulis.

7. Bapak dan Ibu dosen jurusan Sastra Daerah yang telah memberi bekal

pengetahuan yang sangat berharga dan berguna bagi penulis.

8. Staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun Pusat

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

kemudahan dalam pelayanan kepada penulis.

9. Bapak Sumarno, SH selaku Kepala Desa Tegalsambi beserta para

informan dengan keramahannya telah bersedia membantu dalam

penulisan skripsi ini.

10. Keluarga besar di Jepara yang telah membantu penulis dalam

menyusun skripsi serta memberikan tempat singgah yang nyaman

ketika penelitian di Jepara.

11. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2006. Terima kasih untuk cerita

yang telah kalian goreskan di buku hidupku. Terlalu banyak kenangan

yang terukir bersama kalian, dan akan selalu tersimpan manis

diingatanku.

Page 9: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang

dengan tulus telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan serta bantuan yang

telah diberikan kepada penulis.

“Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, penulis menyadari sepenuh hati akan

makna peribahasa itu, bahwa tak ada sesuatu yang tak sempurna. Untuk itu, segala

saran dan kritik yang membangun dengan senang hati penulis harapkan demi

kesempurnaan karya-karya selanjutnya.

Surakarta, Agustus 2010

Penulis

Page 10: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i

HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. iii

HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………… iv

HALAMAN MOTTO………………………………………………………. v

HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………. vi

KATA PENGANTAR……………………………………………………… vii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….. x

DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xii

DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………… xiv

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xv

ABSTRAK……………………………………………………………......... xvi

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang……………………………………………………. 1

B. Batasan Masalah………………………………………………..... 6

C. Permasalahan…………………………………………………….. 7

D. Tujuan Permasalahan…………………………………………….. 7

E. Manfaat Penelitian………………………………………………... 8

F. Sistematika Penulisan…………………………………………...... 9

BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………… 10

A. Tradisi Lisan……………………………………………………… 10

B. Folklor…………………………………………………………….. 11

C. Cerita Rakyat……………………………………………………… 17

D. Bentuk Cerita Rakyat…………………………………………….. 18

Page 11: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

E. Nilai Guna Folklor……………………………………………….. 19

F. Upacara Tradisional……………………………………………… 19

G. Makna Simbolik………………………………………………….. 21

H. Fungsi Mitos……………………………………………………… 22

I. Pendekatan Folklor……………………………………………..... 24

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………. 26

A. Metode Penelitian Sastra Lisan………………………………….. 26

B. Lokasi Penelitian………………………………………………..... 26

C. Bentuk Penelitian………………………………………………… 26

D. Sumber Data dan Data Penelitian……………………………..… 27

E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………. 28

F. Teknik Analisis Data……………………….……………………. 29

BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………. 31

A. Profil Masyarakat Desa Tegalsambi……………………….…….. 31

1. Kondisi Geografis………………………………………….... 31

2. Kondisi Demografis…………………………………………. 32

3. Kondisi Sosial Budaya……………………………………….. 35

4. Tradisi Masyarakat……………………………………………. 37

B. Bentuk dan Asal-usul Cerita……………………………………… 38

1. Bentuk Cerita Rakyat Perang Obor…………………………… 38

2. Asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor………………………… 40

3. Analisis Fungsi Pelaku Cerita Rakyat Perang Obor………… 49

4. Pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor……………… 53

5. Pelaku dalam Upacara Tradisional Perang Obor……………. 61

C. Fungsi Mitos……………………………………………………… 64

1. Menyadarkan manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di

Page 12: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

dunia…………………………………………………… 66

2. Memberikan Jaminan Masa Kini……………………………... 68

3. Memberikan Pengetahuan Tentang Dunia…………………… 68

D. Makna Simbolik Sesaji…………………………………………… 69

E. Nilai Guna Cerita Rakyat………………………………………… 75

1. Fungsi Cerita Rakyat Perang Obor…………………………… 75

2. Fungsi Upacara Tradisional Perang Obor…………………… 78

3. Nilai Yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat Perang Obor… 79

BAB V PENUTUP………………………………………………………… 84

A. Kesimpulan……………………………………………………..... 84

B. Saran……………………………………………………………… 86

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 88

LAMPIRAN…………………………………………………………..…… 90

Page 13: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Komposisi penduduk menurut usia

Tabel 2 : Komposisi penduduk menurut mata pencaharian

Tabel 3 : Komposisi jumlah sekolah beserta jumlah muridnya

Tabel 4 : Jumlah pemeluk agama beserta tempat peribadatannya

Page 14: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR SINGKATAN

CRPO : Cerita Rakyat Perang Obor

ha : Hekto are/hektar

km : Kilometer

m : Meter

RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga

s/d : Sampai dengan

swt : Subhanahu Wa Ta’ala

UTPO : Upacara Tradisional Perang Obor

Page 15: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sinopsis…………………………………………………….. 91

Lampiran 2. Peta Kabupaten Jepara……………………………………... 95

Lampiran 3. Surat Penelitian…………………………………………….. 96

Lampiran 4. Data Informan dan Narasumber…………………………… 98

Lampiran 5. Daftar Pertanyaan Informan atau Narasumber……………. 103

Lampiran 6. Foto-foto…………………………………………………… 119

Page 16: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

ABSTRAK

Shanti Dyah Puspa Ratri. C 0106047. Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah berangkat dari suatu kondisi warisan budaya yang dapat punah apabila tidak dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan, karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia.

Disamping cerita rakyat Perang Obor sarat dengan nilai moral, juga terdapat upacara tradisional Perang Obor sebagai realisasi adanya cerita rakyat tersebut yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pemiliknya. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana profil masyarakat Desa Tegalsambi? (2) Bagaimana bentuk dan asal-usul serta analisis fungsi pelaku dalam cerita rakyat perang obor? (3) Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (4) Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (5) Fungsi apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya? Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi (2) mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor (3) Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (4) Mendeskripsikan makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (5) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya.

Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Dikatakan sebagian lisan karena dalam penelitian ini terdapat cerita rakyat yang berbentuk lisan, dan upacara tradisional yang berbentuk bukan lisan. Penelitian terhadap cerita rakyat Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menggunakan Tinjauan Folklor.

Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian folklor, bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer yaitu informan atau narasumber, sumber data sekunder berupa Upacara Tradisional Perang Obor, sumber tertulis mengenai teks Cerita Rakyat Perang Obor dari Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera. Data primer yaitu Cerita Rakyat Perang Obor, dan data sekunder yaitu informan serta hasil pengamatan dari tradisi Upacara Tradisional Perang Obor. Teknik dengan pengumpulan data dengan observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan cara pengumpulan data kepada para informan, kemudian menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan bentuk, isi, mitos,

Page 17: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

serta nilai guna dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi pelaku berdasarkan teori Vladimir Propp.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan,. (2) Cerita rakyat Perang Obor ini merupakan mite karena ditokohi oleh dua orang manusia yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong yang saling berperang menggunakan obor kemudian dampak dari peperangan mereka dijadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi pada saat itu. (3) Akibat adanya peristiwa perang obor, muncul kepercayaan / mitos yang dijadikan landasan warga setempat untuk tidak melanggar larangan-larangan dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. Masyarakat menganggap bahwa semua itu adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. (4) Dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor menggunakan sesaji yang kemudian diletakkan di tempat-tempat yang diyakini sebagai tempat persinggahan arwah leluhur mereka. Tiap-tiap sesaji memiliki makna simbolik yang mengandung tentang pesan kebaikan sebagai pedoman dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. (5) Nilai guna yang terkandung dalam Cerita Rakyat Perang Obor yaitu sebagai cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan lain-lain.

Page 18: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah

(Tinjauan Folklor)

Shanti Dyah Puspa Ratri1 Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum2

Siti Muslifah, S.S, M.Hum3

ABSTRAK 2010. Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah berangkat dari suatu kondisi warisan budaya yang dapat punah apabila tidak dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan, karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia.

Disamping cerita rakyat Perang Obor sarat dengan nilai moral, juga terdapat upacara tradisional Perang Obor sebagai realisasi adanya cerita rakyat tersebut yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pemiliknya. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana profil masyarakat Desa Tegalsambi? (2) Bagaimana bentuk dan asal-usul serta analisis fungsi

1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0106047 2 Dosen Pembimbing I 3 Dosen Pembimbing II

pelaku dalam cerita rakyat perang obor? (3) Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (4) Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (5) Fungsi apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya? Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi (2) mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor (3) Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (4) Mendeskripsikan makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (5) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya.

Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Dikatakan sebagian lisan karena dalam penelitian ini terdapat cerita rakyat yang berbentuk lisan, dan upacara tradisional yang berbentuk bukan lisan. Penelitian terhadap cerita rakyat Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menggunakan Tinjauan Folklor.

Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian folklor, bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer yaitu informan atau narasumber, sumber data sekunder berupa Upacara Tradisional Perang Obor, sumber tertulis mengenai teks Cerita Rakyat Perang Obor dari Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera. Data primer yaitu Cerita Rakyat Perang Obor, dan data sekunder yaitu informan serta hasil pengamatan dari tradisi Upacara Tradisional Perang Obor.

Page 19: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Teknik dengan pengumpulan data dengan observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan cara pengumpulan data kepada para informan, kemudian menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan bentuk, isi, mitos, serta nilai guna dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi pelaku berdasarkan teori Vladimir Propp.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan,. (2) Cerita rakyat Perang Obor ini merupakan mite karena ditokohi oleh dua orang manusia yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong yang saling berperang menggunakan obor kemudian dampak dari peperangan mereka dijadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi pada saat itu. (3) Akibat adanya peristiwa perang obor, muncul kepercayaan / mitos yang dijadikan landasan warga setempat untuk tidak melanggar larangan-larangan dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. Masyarakat menganggap bahwa semua itu adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. (4) Dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor menggunakan sesaji yang kemudian diletakkan di tempat-tempat yang diyakini sebagai tempat persinggahan arwah leluhur mereka. Tiap-tiap sesaji memiliki makna simbolik yang mengandung tentang pesan kebaikan sebagai

pedoman dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. (5) Nilai guna yang terkandung dalam Cerita Rakyat Perang Obor yaitu sebagai cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan lain-lain.

Page 20: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidup di zaman globalisasi seperti sekarang ini menuntut manusia untuk

hidup modern. Namun sebagai makhluk yang berkebudayaan, manusia modern

pun tidak bisa melepaskan tradisi atau kebudayaan yang melekat pada dirinya

begitu saja. Mereka tetap memegang teguh warisan leluhur yang sudah turun

temurun dan menjadi suatu tradisi yang bernilai tinggi. Tradisi warisan leluhur

dalam hal ini adalah folklor.

Folklor merupakan bagian dari kebudayaan berupa karya sastra yang lahir

dan berkembang dalam masyarakat tradisional. Karya sastra merupakan hasil dari

kreativitas manusia baik secara tertulis maupun secara lisan berisi tentang

permasalahan yang melingkupi kehidupan sosial. Karya sastra yang tertulis

misalnya prosa, cerita pendek, cerita bersambung, novel dan lain-lain, sedangkan

karya sastra lisan adalah karya sastra yang diwariskan turun-temurun secara lisan,

dan salah satu jenis karya sastra lisan adalah cerita rakyat.

Setiap daerah di Indonesia memiliki ragam kebudayaan, misalnya di

daerah Jepara. Jepara merupakan salah satu kabupaten provinsi Jawa Tengah yang

berada di bagian utara. Di wilayah Jepara terdapat banyak kebudayaan berupa

cerita rakyat yang tersebar di pelosok-pelosok pedesaan, salah satunya adalah

cerita rakyat Perang Obor. Cerita rakyat Perang Obor masih relevan dan

dilestarikan oleh masyarakat pemiliknya di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan

Kabupaten Jepara. Cerita rakyat Perang Obor adalah objek dalam penelitian ini.

Page 21: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang penyebarannya dilakukan secara

lisan dari mulut ke mulut. Sastra lisan berfungsi sebagai alat untuk menghibur dan

sebagai karya yang mengandung hal yang berguna. Horace (dalam Depdikbud, 7 :

1996) mengatakan bahwa sastra lisan berfungsi dulce et utile (sweet and useful).

Sastra lisan sebagai alat dulce berfungsi menghibur, memberi kenikmatan,

kegembiraan, kepuasan, atau kelegaan pada hati pendengar. Sastra lisan sebagai

utile berfungsi untuk mendidik, memberi nasihat, memberi pengetahuan,

membimbing bermoral, memberi gambaran kebiasaan tata cara kehidupan, atau

memberi pengetahuan tentang asal-usul, peristiwa, atau jasa masyarakat lama.

Orientasi penyebaran cerita rakyat terbatas pada daerah tertentu dan

merupakan muatan lokal yang menyatu sekaligus sebagai kebanggaan daerah

yang bersangkutan. Cerita rakyat bersifat anonim. Maksudnya, dalam cerita rakyat

tidak diketahui pengarangnya secara pasti.

Pada dasarnya cerita rakyat senantiasa mengalami perubahan dari masa ke

masa, bahkan dari penuturan satu ke penuturan lain dalam waktu yang berbeda,

meski dari kelompok atau individu yang sama. Hal tersebut disebabkan karena

penuturnya tidak mampu mengingat seluruh isi cerita secara urut dan lengkap

seperti yang didengarnya dari penutur sebelumnya. Karena lupa bagian-bagian

cerita yang dituturkannya itu, lalu diganti atau diubahnya dengan bagian hasil

rekamannya sendiri.

Menurut cerita yang berkembang, asal mula cerita rakyat Perang Obor

terjadi karena keteledoran seorang penggembala yang menelantarkan kerbau-

kerbau yang digembalanya. Di desa Tegalsambi terdapat seorang petani kaya raya

bernama Kiai Babadan. Beliau mempunyai banyak binatang piaraan terutama

Page 22: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

kerbau dan sapi. Namun karena tidak bisa mengurusnya, maka Kiai Babadan

meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk mengurus ternaknya. Pada awalnya,

Ki Gemblong sangat tekun dalam memelihara ternak-ternak tersebut, sehingga

binatang peliharaan tersebut tampak gemuk dan sehat.

Ki Gemblong yang menggembala ternak di tepi sungai Kembangan asyik

menyaksikan ikan-ikan yang ada di sungai tersebut. Tanpa menyia-nyiakan waktu,

ia langsung menangkap ikan tersebut, kemudian hasil tangkapannya dibakar dan

dimakan di kandang. Setelah kejadian itu, setiap hari Ki Gemblong selalu

menangkap ikan, sehingga ia lupa akan tugas sebagai penggembala. Akhirnya

kerbau dan sapinya menjadi kurus-kurus dan sakit, bahkan mulai ada yang mati.

Keadaan ini menyebabkan Kiai Babadan menjadi bingung. Lama-kelamaan Kiai

Babadan mengetahui apa yang menyebabkan ternaknya menjadi sakit, tak lain

karena Ki Gemblong yang tidak mengurus ternak-ternaknya lagi. Melihat hal

semacam itu Kiai Babadan marah besar. Kiai Babadan menemui Ki Gemblong

yang sedang asyik membakar ikan. Lalu menghajar Ki Gemblong dengan

menggunakan obor dari pelepah kelapa yang dibawanya. Kebetulan di sekitar

sungai ada banyak blarak. Mendapat perlakuan yang tidak menguntungkan, Ki

Gemblong tidak tinggal diam. Dia merampas obor yang dibawa Kiai Babadan

untuk balas memukul Kiai Babadan, sehingga terjadilah Perang Obor yang apinya

berserakan kemana-mana. Percikan-percikan api tersebut membakar tumpukan

jerami di dekat kandang ternak. Kobaran api tersebut mengakibatkan ternak yang

berada di kandang lari tunggang langgang dan tanpa diduga ternak yang tadinya

sakit akhirnya menjadi sembuh. Mereka heran dengan keadaan tersebut, bahwa

Page 23: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

ternak yang semula sakit tiba-tiba menjadi sembuh. Mengetahui kenyataan seperti

itu, akhirnya mereka berdua mengakhiri peperangan.

Cerita rakyat sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang edukatif, karena di

dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan contoh dalam

kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang paling menonjol dalam cerita rakyat

Perang Obor adalah pentingnya sikap tanggungjawab. Hal ini terutama yang

berhubungan dengan pelaksanaan sebuah amanah.

Cerita rakyat Perang Obor yang dimiliki masyarakat Tegalsambi tersebut

berperan sebagai kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra lisan. Sampai

sekarang masyarakat Tegalsambi masih mempertahankan dan melestarikan tradisi

yang dimilikinya tersebut. Mereka percaya bahwa Perang Obor dapat

menghindarkan masyarakat dari musibah. Misalnya, sejak peristiwa perang obor

antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong anak-cucu mereka melakukan upacara

Perang Obor. Upacara tersebut dimaksudkan untuk mengusir segala ruh jahat

yang mendatangkan penyakit. Pada saat sekarang upacara tradisional Perang Obor

digunakan sebagai sarana sedekah bumi, untuk ungkapan rasa syukur warga Desa

Tegalsambi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara tradisional ini diadakan

setahun sekali, yaitu Senin Pahing malam Selasa Pon pada bulan Besar

(Dzulhijah), diadakan atas dasar kepercayaan masyarakat desa. Semua berkaitan

erat dengan kepercayaan yang sulit dilepaskan dan dilupakan begitu saja oleh

masyarakat setempat.

Budaya warisan lisan akan punah apabila tidak dijaga dan dilestarikan.

Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari

kelenyapan. Berangkat dari kondisi itulah penulis tertarik untuk mengangkat

Page 24: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

cerita rakyat dan upacara tradisional Perang Obor dalam penelitian ini. Karena

setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat

dalam kehidupan manusia.

Masyarakat Tegalsambi dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang

Obor selalu menyiapkan makanan sesaji sebagai persyaratan. Di dalam sesaji

tersebut terkandung maksud tertentu antara lain sebagai upaya untuk lebih

mendekatkan diri kepada Tuhan.

Penulisan penelitian cerita Rakyat Perang Obor ini, diharapkan agar lebih

memasyarakat atau dikenal lebih luas. Jadi, bukan hanya dikenal masyarakat

Jepara atau Jawa Tengah saja. Upacara tradisional Perang Obor merupakan tradisi

masyarakat Desa Tegalsambi yang sangat unik dan memiliki ciri khas. Cara

permainannya yaitu, para pemain saling memukul dengan menggunakan dua atau

tiga bendel pelepah kelapa kering yang bagian dalamnya diisi dengan daun

pisang. Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk dimainkan / digunakan

sebagai alat saling menyerang sehingga sering terjadi benturan–benturan obor

yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar. Upacara tradisional

Perang Obor diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur warga terhadap

Tuhan yang Maha Esa.

Masyarakat Desa Tegalsambi mayoritas beragama Islam, mereka taat

menjalankan perintah agama. Namun bukan berarti ketaatan mereka dalam

beragama menghapus ajaran budaya dan adat istiadat yang ada kaitannya dengan

cerita rakyat dan upacara tradisional Perang Obor. Hal tersebut merupakan bukti

bahwa terjadi percampuran antarbudaya, yaitu adat istiadat masyarakat dengan

ajaran agama Islam.

Page 25: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Tanggapan positif dapat dilihat dari adanya tradisi upacara tradisional Perang

Obor. Warga saling gotong royong mempersiapkan acara tersebut hingga selesai

acara. Selain itu, rasa kebersamaan pun juga terlihat ketika warga berkumpul di

punden-punden untuk selamatan. Adapun tanggapan negatifnya adalah adanya

masyarakat yang masih percaya dengan hal-hal mistis.

Tradisi adiluhung tersebut unik karena hanya satu-satunya di Jawa

Tengah. Nilai-nilai tradisi yang hidup dan berkembang di masyarakat harus

dilestarikan agar tidak punah terkikis oleh budaya modern. Penelitian ini

merupakan salah satu langkah dalam upaya menelusuri dan melestarikan

kebudayaan daerah.

B. Batasan Masalah

Sebuah penelitian akan banyak menimbulkan permasalahan yang sangat

komplek, yang akan mengakibatkan hasil penelitian kurang terfokus. Penelitian

ini membatasi masalah isi, fungsi mitos, makna simbolik, serta nilai guna dalam

Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor. Langkah awal yakni dengan

mengkaji bentuk, isi, serta analisis fungsi pelaku cerita rakyat Perang Obor.

Langkah kedua yaitu menganalisis fungsi mitos dalam Cerita Rakyat dan Upacara

Tradisional Perang Obor. Langkah selanjutnya menganalisis makna simbolik

sesaji-sesaji yang terdapat dalam Upacara Tradisional Perang Obor. Batasan

masalah selanjutnya yakni menelaah nilai guna yang terdapat dalam Cerita Rakyat

dan Upacara Tradisional Perang Obor.

Page 26: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

C. Permasalahan

Supaya penelitian ini terfokus, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah profil masyarakat Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan

Kabupaten Jepara?

2. Bagaimanakah bentuk dan asal-usul, serta analisis fungsi pelaku cerita rakyat

Perang Obor?

3. Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional

Perang Obor?

4. Apa makna simbolik dari sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional

Perang Obor?

5. Nilai guna apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional

Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya?

D. Tujuan Penelitian

Merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena

dengan tujuan itulah dapat diketahui apa yang hendak dicapai atau diharapkan.

Penulis mengadakan penelitian tentang Cerita Rakyat dan Upacara

Tradisional Perang Obor memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan

Kabupaten Jepara.

2. Mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta

menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor.

Page 27: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

3. Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan

Upacara Tradisional Perang Obor.

4. Mendeskripsikan makna simbolik sesajen dalam pelaksanaan Upacara

Tradisional Perang Obor.

5. Mendeskripsikan nilai guna Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang

Obor bagi warga desa pemiliknya.

E. Manfaat Penelitian

Dalam hal manfaat yang berkaitan dengan penelitian ini dilihat dari obyek

kajian, batasan masalah, serta tujuan yang dicapai, hasil yang hendak dicapai

dalam penelitian adalah sebuah laporan penelitian yang berisi deskripsi tentang

cerita rakyat Perang Obor di desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten

Jepara. Oleh sebab itu, manfaat penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dicapai dari penelitian ini adalah (a) secara

teoritis, penelitian ini mampu menggunakan dan memanfaatkan teori folklor

untuk dapat mengetahui bentuk dan isi yang terkandung dalam Cerita Rakyat

dan Upacara Tradisional Perang Obor, (b) sebagai ajaran dan fungsi bagi

masyarakat pendukungnya. (c) penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah

(a) dapat mendokumentasikan Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang

Page 28: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Obor sebagai salah satu aset lisan dan tradisi Nusantara, (b) untuk kesempatan

lain dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan ini meliputi lima bab. Kelima bab tersebut

dapat diuraikan sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II Landasan Teori. Dalam penelitian ini berisi teori-teori yang berupa

pengertian-pengertian pokok meliputi pengertian Tradisi lisan, pengertian folklor,

analisis fungsi pelaku oleh Valdimir Propp, pengertian cerita rakyat, bentuk cerita

rakyat, nilai guna folklor, penegrtian upacara tradisional, makna simbolik, fungsi

mitos, dan pendekatan folklor.

Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi Metode penelitian sastra lisan,

lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV Pembahasan. Bab ini berisi profil masyarakat Desa Tegalsambi,

bentuk dan asal-usul cerita rakyat Perang Obor, analisis fungsi pelaku, fungsi

mitos, makna simbolik sesaji, dan nilai guna cerita rakyat Perang Obor.

Bab V Penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Pada akhir tulisan ini

disertakan daftar pustaka dan lampiran penelitian.

Page 29: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori dalam suatu penelitian akan membantu penulis dalam

menganalisis permasalahan yang ada dalam penelitian. Mengingat hal tersebut

maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegangan pada suatu paham atau teori

tertentu, sehingga arah dan tujuan dari penelitian akan lebih jelas dan mudah

untuk dikaji.

A. Tradisi Lisan

Tradisi merupakan bentuk warisan panjang. Lisan adalah bentuk

pewarisan yang khas. Tradisi lisan adalah warisan leluhur Jawa yang abadi.

Sebuah mutiara kultur leluhur yang hampir terlupakan oleh banyak orang, namun

tetap bertahan. Tradisi itu ada, lestari, hidup, berkembang, tanpa paksaan dan

tekanan (Endraswara, 2005 : 1)

Masyarakat Jawa pada awalnya kurang mengenal tradisi tulis, hikmahnya

justru tradisi lisan berkembang pesat. Selanjutnya pada saat mesin cetak

berkembang, tradisi lisan menjadi lebih dikenal, terdokumentasi, dan berkembang.

Tradisi lisan yang mengandalkan tradisi oral dinamakan tradisi lisan

primer. Yakni, tradisi lisan yang belum bersentuhan dengan tradisi lain. Tradisi ini

dapat dikatakan masih murni pada akar kolektif. Namun, tradisi lisan primer pun

tetap rentan terhadap perubahan, khususnya yang disebabkan oleh penangkapan si

pendengar. Ketidakhadiran pengarang tradisi lisan menjadikan si penutur boleh

menyuarakan apa saja, menurut sepengetahuan mereka.

Page 30: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Cakupan tradisi lisan meliputi adanya kesaksian lisan yang

mengungkapkan masa lalu. Dalam kaitan ini unsur kesejarahan memang

ditekankan. Tradisi lisan dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek proses dan

produk. Sebagai produk, tradisi lisan merupakan pesan lisan yang didasarkan pada

pesan generasi sebelumnya. Tradisi lisan sebagai proses, berupa pewarisan pesan

melalui mulut ke mulut sepanjang waktu hingga hilangnya pesan itu. Pesan tradisi

memang sangat beragam. Pesan itu berkaitan dengan karakteristik tradisi lisan.

Dari sini muncul sekurang-kurangnya tiga hal, yang berhubungan dengan ciri

tradisi lisan (Endraswara, 2005 : 4) yaitu : (1) tak reliabel, artinya tradisi lisan itu

cenderung berubah-ubah, tak ajeg, dan rentan perubahan, (2) berisi kebenaran

terbatas, tradisi lisan hanya memuat kebenaran intern, dan tak harus bersifat

universal, (3) memuat aspek-aspek historis masa lalu. Dengan kata lain, tradisi

lisan akan terjadi apabila ada kesaksian seseorang secara lisan terhadap peristiwa.

Kesaksian itu diteruskan orang lain secara lisan pula, sehingga menyebar kemana

saja. Keterulangan kesaksian peristiwa inilah yang menciptakan sebuah tradisi

lisan.

B. Folklor

Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan

diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional

dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

dengan gerak isyarat / alat pembantu pengingat. Folklor bukan terbatas pada

tradisi (lore-nya) saja, melainkan juga manusianya (folk-nya). (James Danandjaja,

1997 : 2)

Page 31: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Pada umumnya, folklor merupakan sebagian kebudayaan yang

penyebarannya melalui tutur kata atau lisan. Oleh sebab itu ada yang

menyebutnya sebagai tradisi lisan (oral tradition).

Fungsi folklor menurut James Danandjaja adalah sebagai berikut :

1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu

disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh

yang disertai dengan gerak isyarat dan alat bantu pengingat).

2. Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.

3. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau

dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu

yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

4. Folklor bersifat anonym, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi,

maka dapat diambil kesimpulan bahwa cerita rakyat telah menjadi milik

masyarakat pendukungnya.

5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola yaitu

menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-

ulangan dan mempunyai pembukuan dan penutupan yang baku. Gaya ini

berlatar belakang kultus terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.

6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagao

sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan

terpendam.

7. Folklor mempunyai sifat-sifat pralogis, dalam arti mempunyai logika

tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum.

Page 32: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

8. Folklor menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar anggapan

inilah yang digunakan sebagai akibat sifatnya yang anonym.

9. Folklor bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatan kasar, terlalu

spontan (James Danandjaja, 1984 : 4)

Berdasarkan ciri di atas, secara sederhana dapat dipilahkan mana karya

folklor dan mana yang bukan. Apabila karya budaya memenuhi sebagian ciri di

atas, maka karya tersebut masuk kategori folklor. Jan Harold Brunvand, seorang

ahli folklor dari Amerika Serikat menggolongkan folklor ke dalam tiga kelompok

besar berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian

lisan (partly verbal folklore), (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore). (dalam

James Danandjaja, 1997 : 21)

Teori mengenai folklor sebagai bagian dari tradisi lisan dikemukakan oleh

banyak ahli. Vladimir Propp adalah seorang peneliti sastra yang berasal dari

Jerman., objek penelitian Propp adalah cerita rakyat. Propp (1987: 93-98)

menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama.

Artinya, dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi

perbuatan dan peran-perannya sama. Propp lebih mengedepankan pada struktur

cerita, khususnya struktur naratif. Struktur naratif lebih berhubungan dengan

fungsi-fungsi yang ada pada cerita rakyat, yang maksimal memiliki 31 fungsi.

Sebelum memasuki persoalan asal-usul cerita rakyat, terlebih dulu harus dapat

mencari jawaban pada persoalan apakah yang digambarkan oleh cerita rakyat itu

sendiri.

Vladimir Propp menyatakan bahwa dalam setiap cerita rakyat maksimal

memiliki 31 fungsi pelaku, untuk mengklasifikasikan cerita rakyat agar sistematis.

Page 33: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Fungsi-fungsi pelaku tersebut mengikuti susunan cerita dalam cerita rakyat. Untuk

setiap fungsi diberi: (1) ringkasan isinya; (2) definisi ringkas di dalam satu

perkataan; (3) lambangnya yang konvensional. Kemudian diikuti contohnya.

(1987 : 28)

Adapun tiga puluh satu fungsi tersebut meliputi:

1. Seorang dari anggota keluarga meninggalkan rumah (definisi: ketidakhadiran/

ketiadaan, lambang: β).

2. Larangan yang diberlakukan untuk pahlawan (definisi: larangan, lambang: γ).

3. Melanggar larangan (definisi: pelanggaran, lambang: δ).

4. Penjahat melakukan pengintaian untuk mendapatkan informasi (definisi:

pengintaian, lambang: ε).

5. Penjahat mendapatkan informasi tentang calon korbannya (definisi:

penyampaian informasi, lambang: ζ).

6. Penjahat menipu korbannya dengan tujuan dapat memiliki dirinya atau

memiliki kepunyaannya (definisi: penipuan, lambang: η).

7. Korban terpedaya dengan tipuan itu dan tanpa sadar membantu musuhnya

(definisi: muslihat, lambang: θ).

8. Penjahat menyebabkan timbulnya kesusahan atau melukai salah seorang

anggota keluarga (definisi: kejahatan, lambang: A).

8.a. Seorang anggota keluarga kekurangan sesuatu atau ingin memiliki sesuatu

(definisi: kekurangan, lambang: a).

9. Ketidakberuntungan atau kekurangan membuat pahlawan dikenal, pahlawan

diminta atau diperintah, diizinkan untuk pergi atau menjadi utusan (definisi:

perantara, peristiwa penghubung, lambang: B).

Page 34: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

10. Pahlawan (pencari) sepakat untuk mengadakan tindakan balasan (definisi:

permulaan tindak balas, lambang: C).

11. Pahlawan meninggalkan rumah (definisi: keberangkatan / kepergian, lambang:

↑).

12. Pahlawan diuji, ditanya, diserang, dan lain-lain, yang membuka jalan untuk

memperoleh alat sakti yang berfungsi sebagai penolongnya (definisi: fungsi

pertama donor, lambang: D).

13. Pahlawan bereaksi terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan pemberi /

donor (definisi: reaksi pahlawan, lambang: E). reaksi pahlawan bisa positif,

tetap juga bisa negatif.

14. Pahlawan menerima alat sakti (definisi: penerimaan alat sakti, lambang: F).

15. Pahlawan dipindahkan, dan diantar ke tempat terdapatnya objek yang dicari

(definisi: perpindahan di antara ruang, dua lokasi, petunjuk, lambang: G).

16. Pahlawan dan penjahat terlibat dalam perkelahian langsung (definisi:

pertarungan, lambang: H).

17. Pahlawan diberi tanda (definisi: penandaan, lambang: J).

18. Penjahat dikalahkan (definisi: kemenangan, lambang: I).

19. Kemalangan atau kekurangan awal dapat diatasi (definisi: kekurangan

terpenuhi, lambang: K).

20. Pahlawan pulang / kembali (definisi: kepulangan, lambang: ↓).

21. Pahlawan dikejar (definisi: pengejaran, lambang: Pr).

22. Pahlawan diselamatkan (definisi: penyelamatan, lambang: Rs).

23. Pahlawan yang tidak dikenali tiba di rumah / di negerinya atau di negeri lain

(definisi: kepulangan tidak dikenali, lambang: O).

Page 35: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

24. Pahlawan palsu menyampaikan tuntutan yang tidak berdasar (definisi:

tuntutan yang tidak berdasar, lambang: L).

25. Pahlawan diserahi tugas sulit (definisi: tugas sulit, lambang: M).

26. Tugas diselesaikan (definisi: penyelesaian tugas, lambang: N).

27. Pahlawan dikenali / diakui (definisi: pengakuan, lambang: Q).

28. Pahlawan palsu atau penjahat terungkap (definisi: pengungkapan, lambang,

Ex).

29. Pahlawan menjelma ke dalam wajah yang baru (definisi: penjelmaan,

lambang: T).

30. Penjahat dihukum (definisi: hukuman, lambang: U).

31. Pahlawan menikah dan naik tahta (definisi: pernikahan, lambang: W).

Untuk mempermudah mengetahui tiga puluh satu fungsi, maka dapat

dibuat kerangka urutan fungsi dan variasi tindakannya. Fungsi yang dimaksud di

atas didistribusikan ke dalam 7 macam peran (lingkungan tindakan), yaitu:

1. Lingkungan aksi penjahat

2. Lingkungan peran donor

3. Lingkungan pembantu/penolong

4. Lingkungan putri raja

5. Lingkungan orang yang disuruh (utusan)

6. Lingkungan hero

7. Lingkungan hero palsu.

Page 36: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

C. Cerita rakyat

Elli Konggas Maranda (dalam Yus Rusyana, 1981 : 10) berpendapat

bahwa cerita rakyat adalah cerita lisan sebagai bagian dari folklor dan merupakan

bagian persediaan cerita yang telah mengenal huruf maupun belum. Di dalam

bahasa Inggris, cerita rakyat disebut dengan istilah folktale adalah sangat inklusif.

Secara singkat dikatakan bahwa cerita rakyat merupakan jenis cerita yang hidup di

kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut. (Supanto, 1981:48).

Cerita rakyat sebagai bagian dari folklor merupakan bagian dari persediaan

cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat. Cerita rakyat itu

merupakan cerita yang telah diceritakan kembali di antara orang-orang yang

berada dalam beberapa generasi, berkenaan dengan masa lalu. Selain itu pula

mengandung survival, yaitu sesuatu yang masih terdapat dalam budaya masa kini

sebagai peninggalan dari masa-masa sebelumnya. (Winick dalam Yus Rusyana,

1981 : 17).

Pada dasarnya cerita rakyat disampaikan secara lisan. Tokoh-tokoh cerita

atau peristiwa-peristiwa yang diungkapkan dianggap pernah terjadi di masa lalu,

atau merupakan suatu hasil rekaman semata yang terdorong oleh keinginan untuk

menyampaikan pesan atau amanat tertentu, atau merupakan suatu upaya anggota

masyarakat untuk memberi atau mendapatkan hiburan atau sebagai pelipur lara

(Atar Semi, 1993 : 79).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian cerita

rakyat adalah salah satu peninggalan atau warisan budaya yang diturunkan dari

generasi satu ke generasi lainnya berupa cerita di daerah setempat yang

disebarkan dari mulut ke mulut dalam bentuk bahasa prosa. cerita berfungsi untuk

Page 37: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada

generasi berikutnya. Tanpa cerita, tanpa adanya kekuatan wacana, kebudayaan

pun tidak ada.

D. Bentuk Cerita Rakyat

Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam tiga

golongan besar, yaitu:

1. Mite (myth)

Mite adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi

serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para Dewa

atau makhluk setengah Dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia

yang bukan seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau.

2. Legenda (legend)

Legenda (Latin: legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh

yang empunya cerita sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Legenda

dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Ditokohi

manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering

juga dibantu makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia yang

seperti kita kenal, karena waktu terjadinya belum terlalu lampau.

3. Dongeng (folktale)

Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi

oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun

tempat. Dongeng juga merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran

fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan

Page 38: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

moral, yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk

lainnya. (dalam James Danandjaja, 1997:50)

E. Nilai Guna Folklor

Pada dasarnya folklor akan bernilai guna untuk memantapkan identitas

serta meningkatkan integritas sosial. Secara simbolis, folklor mampu

mempengaruhi masyarakat, dalam hal ini berpengaruh terhadap pembentukan tata

nilai yang berupa sikap dan perilaku.

Bascom (dalam Suwardi Endraswara, 2009 : 125), membeberkan nilai guna

folklor sebagai berikut:

1. Cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya.

2. Alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan.

3. Alat pendidikan.

4. Alat penekan atau pemaksa berlakunya tata nilai masyarakat

Dari fungsi di atas berarti mengarahkan bahwa folklor memang penting bagi

kehidupan.

F. Upacara Tradisional

Manusia selalu berusaha menyelamatkan atau membebaskan dirinya dari

segala ancaman yang datang dari lingkungan hidupnya. Untuk itu, manusia secara

perorangan atau berkelompok mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia

lain, atau dengan kekuatan-kekuatan gaib di luar dirinya, melalui upacara.

(Syamsuddin, 1985 : 1)

Page 39: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Menurut Supanto (1992:5), upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang

melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan

bersama. Upacara tradisional itu merupakan bagian yang integral dari kebudayaan

masyarakat pendukungnya, dan kelestarian hidup upacara tradisional tersebut

dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, dan

dapat mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali dalam

kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional penuh dengan simbol-

simbol yang berperan sebagai alat komunikasi antar manusia, dan juga menjadi

penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib. (Boestami, 1985 : 1)

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa upacara

tradisional adalah kegiatan sosial yang integral dalam kehidupan kulturalnya

untuk mencapai keselamatan bersama.

Pelaksanaannya upacara tradisional mengandung berbagai aturan yang

wajib dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Aturan itu tumbuh dan

berkembang dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun, untuk

melestarikan ketertiban kehidupan bermasyarakat. Biasanya kepatuhan setiap

anggota masyarakat terhadap aturan dalam bentuk upacara tradisional itu disertai

keseganan atau ketakutan mereka terhadap sanksi yang bersifat sakral magis.

Dengan demikian upacara tradisional dapat dianggap sebagai bentuk pranata

sosial yang tidak tertulis. Upacara tradisional wajib dikenal dan diketahui oleh

masyarakat pendukungnya, untuk mengatur sikap dan perilaku agar tidak

melanggar atau menyimpang dari adat kebiasaan yang berlaku di dalam

masyarakat.

Page 40: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

G. Makna Simbolik

Manusia adalah makhluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan

simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai dengan unsur-

unsur simbolik. Kata simbol berasal dari bahasa Yunani, symbolos yang berarti

tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Simbol atau

lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan pengantara pemahaman

terhadap obyek (Herusatoto, 2008 : 18).

Sesungguhnya simbol-simbol yang dikembangkan oleh manusia itu tidak

hanya mempunyai arti sebagaimana terkandung di dalamnya, tetapi yang lebih

penting ialah dayanya. Simbol / lambang itu tidak hanya menunjukkan sesuatu

idea, melainkan mempunyai kekuatan sebagai perangsang. Jadi simbol / lambang

bagi manusia pendukungnya tidak sekedar makna, tetapi ia mengandung arti apa

yang dilakukan orang dengan makna termaksud (Depdikbud, 1992 : 2)

Simbol-simbol ritual ada juga yang berupa sesaji (dalam penelitian ini).

Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku agar

lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui sesaji

sesungguhnya merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak. Sesaji

juga merupakan sarana untuk “negosiasi” spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini

dilakukan agar makhluk-makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak

mengganggu. Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada ruh halus,

diharapkan ruh tersebut akan jinak, dan mau membantu hidup manusia (Suwardi

Endraswara, 2006 : 247)

Segala bentuk dan macam kegiatan simbolik dalam masyarakat tradisional

itu merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang

Page 41: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

menciptakan, menurunkannya ke dunia, memelihara hidup, dan menentukan

kematian manusia. Simbolisme dalam masyarakat tradisional membawakan

pesan-pesan kepada generasi berikutnya.

H. Fungsi Mitos

Salah satu dari semua gejala kebudayaan, yang paling sulit didekati

dengan analisis logis semata-mata adalah mitos. Mitos lebih terjelma dalam

tindakan, daripada dalam pikiran atau khayalan (Cassirer, 1987 : 119).

Kepercayaan masyarakat terhadap cerita yang mereka ketahui sangat besar,

sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku mereka, yaitu taat kepada larangan

atau suruhan yang berhubungan erat dengan cerita-cerita itu. Pada dasarnya mitos

adalah anggapan atau kepercayaan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan

kehidupan manusia (Nuraidar Agus, 2010 : 115)

Mitos adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu

kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat dituturkan, tetapi juga dapat

diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang misalnya (Van Peursen,

2007 : 37). Melalui mitos, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam

kejadian-kejadian sekitarnya, dan dapat menanggapi daya-daya kekuatan alam.

Adapun fungsi mitos menurut Van Peursen, yaitu:

1. Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos

itu tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan itu,

tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai

suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan

sukunya.

Page 42: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

2. Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Pada musim semi misalnya bila

ladang-ladang mulai digarap, diceritakan dongeng. Namun juga dapat

diperagakan dalam sebuah tarian, bagaimana pada jaman dulu para dewa

juga mulai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang melimpah.

Cerita itu seolah-olah mementaskan kembali suatu peristiwa yang dulu

pernah terjadi. Dengan demikian dijamin keberhasilan usaha serupa

dewasa ini.

3. Mitos memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya, fungsi ini mirip

dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pikiran modern,

misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi. (Peursen, 1988 : 37)

Mitos yang diyakini oleh suatu masyarakat, hidup dalam alam pikiran

manusia sebagai konsep yang abstrak dan sebagai persepsi atau imajinasi manusia

terhadap segala fenomena kehidupannya. Mitos merupakan objek kultural dan

bagian dari kehidupan manusia, sehingga mitos secara sadar akan terefleksi ke

dalam hasil karya budaya manusianya, khususnya pada karya sastra masyarakat

yang bersangkutan.

Dapat diambil kesimpulan, bahwa mitos adalah suatu kepercayaan yang

telah mendarahdaging bagi masyarakat pemiliknya, dan menjadi pedoman dalam

bertingkah laku. Tujuan mitos untuk mendidik anak-cucu yang mendengarnya,

khususnya tentang kepercayaan kepada kekuatan yang mutlak (Tuhan), kejujuran,

keberanian, sopan santun, dan lain-lain. Mitos merupakan suatu cerita yang dapat

memberikan pedoman bagi masyarakat di tiap daerahnya.

Page 43: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

I. Pendekatan Folklor

Penelitian folklor terdiri dari tiga tahap, antara lain: pengumpulan,

penggolongan, dan penganalisaan. Dalam hal ini akan diterapkan mengenai

tahapan-tahapan dalam penelitian folklor.

Ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh seorang peneliti dari objek

penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Pra Penelitian di Tempat.

Sebelum memulai suatu penelitian, yaitu terjun ke tempat atau daerah

yang hendak dilakukan penelitian suatu bentuk folklor, harus diadakan

persiapan yang matang. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka usaha

penelitian akan mengalami banyak hambatan yang seharusnya tidak

terjadi. Rancangan penelitian paling sedikit harus mengandung beberapa

keterangan pokok. Cara memperoleh data melalui wawancara dengan

menggunakan alat perekam, yaitu hp, tape recorder, dan menggunakan

kamera untuk memperoleh gambarnya.

2. Penelitian di Tempat.

Setibanya di tempat penelitian, harus mengusahakan suatu hubungan

rapport, hubungan harmoni saling mempercayai dengan koletif yang

hendak diteliti atau paling sedikit dengan para informan. Tahap ini

dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan informan,

maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati, dan tidak bersikap

menggurui. Sikap yang demikian dapat menerima dan memberikan smua

keterangan yang diperlukan. Cara yang digunakan untuk memperoleh

bahan folklor di tempat adalah wawancara dan pengamatan

Page 44: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

3. Cara Pembuatan Naskah Folklor Bagi Kearsipan.

Pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga macam bahan:

a. Teks bentuk folklor yang dikumpulkan

b. Konteks teks yang bersangkutan

c. Pendekatan dan penilaian informasi maupun pengumpulan folklor.

(James Danandjaja, 1997:193)

Page 45: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian Sastra Lisan

Aspek-aspek yang diangkat dalam penelitian sastra lisan meliputi tiga hal:

(1) mengkaji asal-usul sastra lisan, yang mengungkap dari mana sastra itu lahir,

apakah berhasil merefleksikan keadaan masyarakat, dan bagaimana proses

transformasinya; (2) mengkaji pesan dan makna sastra lisan, yaitu nilai-nilai apa

yang hendak disampaikan, simbol-simbol apa yang digunakan untuk

membungkus pesan, apakah masih relevan bagi masyarakat sekarang; dan

(3) mengkaji fungsi sastra lisan, antara lain untuk kontrol sosial politik, mendidik

masyarakat, menyindir, dan sebagainya. (Endraswara, 2003 : 154)

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan, yang

berjarak 4 km dari pusat kota. Di desa tersebut terdapat tradisi upacara tradisional

yang sangat unik, yaitu upacara tradisional Perang Obor yang selalu dinanti-nanti

oleh warga Desa Tegalsambi khususnya, dan masyarakat Jepara pada umumnya.

C. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu data

terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam bentuk angka-angka.

Data pada umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen,

Page 46: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

memoranda, atau catatan-catatan resmi lainnya. (Bogdan, R. C. dan S. K. Biklen

dalam Atar Semi, 1990 : 24)

Kualitas penafsiran dalam metode kualitatif dengan demikian dibatasi oleh

hakikat fakta-fakta sosial, artinya fakta sosial adalah fakta-fakta sebagaimana

ditafsirkan oleh subjek (Nyoman Kutha Ratna, 2004 : 47). Dalam penelitian

kualitatif folklor yang diutamakan adalah penyajian hasil melalui kata-kata atau

kalimat dalam suatu struktur logis, sehingga mampu menjelaskan sebuah

fenomena budaya.

D. Sumber Data dan Data Penelitian

a. Sumber Data

Sumber data terdiri atas dua jenis, yaitu sumber data primer dan sumber

data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data penelitian yang dalam hal

ini adalah informan, yaitu warga terpilih yang mengetahui cerita tersebut. Sumber

data sekunder adalah sumber data penunjang penelitian yang dalam hal ini adalah

upacara tradisional, artikel oleh Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan

kamera.

b. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah Cerita Rakyat dan Upacara

Tradisional Perang Obor hasil wawancara dengan informan. Data sekunder berupa

keterangan atau data yang terambil dari artikel oleh Dinas Pariwisata Jepara,

rekaman, dan foto-foto.

Page 47: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Berikut adalah daftar narasumber:

1. Kamitua (Sesepuh desa)

2. Petinggi Tegalsambi (Kepala Desa Tegalsambi)

3. Carik Desa Tegalsambi

4. Modin (pemuka agama)

5. Perangkat Desa

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data-data yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi langsung

Penelitian diketahui oleh informan dan sebaliknya para informan dengan

sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa

yang terjadi.

b. Wawancara

Pada metode ini, pertanyaan diajukan secara lisan (pengumpul data

bertatap muka dengan responden). (Sanapiah Faisal, 2008 : 52).

Jenis wawancara ada dua, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara

tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dalam pencarian data

sehubungan dengan instansi yang terkait, yang dapat memberikan informasi

sehubungan dengan penelitian. Pewawancara menetapkan sendiri masalah dan

pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara terstruktur ini bertujuan

untuk mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Wawancara tidak terstruktur

digunakan dalam pencarian informasi dalam masyarakat untuk mengetahui

Page 48: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

pemahaman dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode wawancara

tidak terstruktur, yang dilakukan dengan suasana akrab dan terbuka, pelaksanaan

tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. (Lexy J. Moleong,

2007:190)

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan baik tertulis maupun dalam bentuk

gambar lainnya yang dapat digunakan untuk memperkuat data yang ada. Alat-alat

yang digunakan untuk memperoleh dokumen dalam penelitian ini adalah kamera

foto, tape recorder dan buku catatan.

d. Content Analysis

Teknik content analysis merupakan metodologi penelitian yang

memanfaatkan prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku

atau dokumen (Lexy J. Moleong, 2001 : 163)

Melalui content analysis data yang diperoleh secara cermat untuk dapat

diambil kesimpulan mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini, serta hal-

hal penting yang menjadi pokok persoalan penelitian. Dengan demikian analisis

tersebut mengacu pada beberapa dokumen yang relevan dengan penelitian, di

samping melakukan wawancara dengan para informan.

F. Teknik Analisis Data

Pengumpulan data pada penelitian ini adalah hasil wawancara dengan

informan, sedangkan sajian datanya menggunakan analisis folklor untuk

mendeskripsikan bentuk dan isi, mitos, serta fungsi dari folklor yang diteliti.

Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari

Page 49: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis

fungsi berdasarkan teori Vladimir Propp dalam buku Morfologi Cerita Rakyat

yang dialih bahasakan oleh Noriah Taslim. Teori Vladimir Propp ini terdiri dari

tiga puluh satu fungsi.

Setelah memperoleh data dalam penelitian, kemudian langkah selanjutnya

adalah mengolah data dan menganalisa data. Di dalam penelitian ini pengolahan

data dipergunakan metode komparatif, yaitu membandingkan antara data yang

diperoleh dari hasil wawancara dengan hasil observasi. Sedangkan dalam

menganalisa data dipergunakan teknik analisis kualitatif, yaitu suatu analisis yang

berdasarkan pada hubungan sebab akibat dari fenomena sejarah dalam waktu dan

situasi tertentu. Dari analisis data itu akan dihasilkan suatu tulisan yang bersifat

deskriptif analisis.

Page 50: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil Masyarakat Desa Tegalsambi

1. Kondisi Geografis

Penelitian ini dilakukan terletak di desa Tegalsambi. Berdasarkan letak

geografis wilayah, desa Tegalsambi berada di sebelah selatan Ibu kota Kabupaten

Jepara. Desa Tegalsambi merupakan salah satu desa di Kecamatan Tahunan

Kabupaten Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibu Kota Kecamatan 6 Km, dan ke Ibu

kota Kabupaten 4 Km/mil laut. Untuk menuju desa Tegalsambi dapat ditempuh

dengan kendaraan sekitar 20 menit dari Ibu kota Kabupaten.

Luas wilayah daratan Desa Tegalsambi adalah 251 Ha dengan panjang

pantai 500 m. Luas lahan yang ada terbagi dalam beberapa peruntukan, dapat

dikelompokan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian, kegiatan

ekonomi, dan lain-lain. Desa Tegalsambi berdampingan atau dibatasi oleh desa

atau kelurahan yang lain. Adapun batas-batas Desa Tegalsambi, yaitu:

Sebelah Utara : Kelurahan Karangkebagusan

Sebelah Timur : Desa Mantingan

Sebelah Selatan : Desa Demangan

Sebelah Barat : Desa Teluk Awur dan Pantai Utara Bagian Barat

Di dalam pembagian wilayahnya, Desa Tegalsambi terbagi menjadi 8

dusun dengan 12 RT dan 2 RW. Adapun dusun-dusun tersebut adalah dusun

Bejagan, Mororejo, Gegunung Olo, Gegunung Bagus, Tegal, Bendo, Kauman,

dan Jrakah.

Page 51: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Secara topografi, Desa Tegalsambi dapat dibagi dalam dua wilayah, yaitu

wilayah pantai dan wilayah dataran rendah di bagian barat dan wilayah dataran

tinggi di bagian timur. Dengan kondisi topografi demikian, Desa Tegalsambi

memiliki variasi ketinggian antara 1 m sampai dengan 20 m dari permukaan laut.

Daerah terendah adalah di wilayah dukuh lembah yang meliputi RT 01 RW 01,

RT 09 RW 02, RT 10 RW 02, RT 11 RW 02, dan daerah yang tertinggi adalah di

wilayah dukuh gegunung RT 05 RW 01, RT 06 RW 02, dan RT 12 RW 02.

2. Kondisi Demografis

Berdasarkan data monografi desa tahun 2009, jumlah penduduk Desa

Tegalsambi yang tercatat secara administrasi berjumlah 4283 jiwa yang terdiri

dari 2183 laki-laki (51 %) dan 2100 perempuan (49 %). Dengan demikian jumlah

penduduk laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah penduduk

perempuan.

a. Komposisi penduduk menurut usia

Komposisi penduduk di suatu daerah merupakan hal penting yang dapat

dijadikan sebagai landasan atau dasar kebijakan di daerah yang bersangkutan.

Disamping itu komposisi penduduk juga berpengaruh sekali apabila dilihat dari

aspek demografis maupun sosial ekonomi dan budaya. Komposisi penduduk

menurut usia dapat untuk melihat berapa besar usia penduduk yang termasuk usia

sekolah, usia muda, serta usia tua.

Page 52: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Tabel 1

Komposisi Penduduk Menurut Usia

No. Kelompok Usia Jumlah Prosentase (%)

1 0-4 335 7.8 %

2 5-9 320 7.6 %

3 10-14 396 9.3 %

4 15-19 420 9.8 %

5 20-24 385 9 %

6 >25 2427 56.5 %

Jumlah 4283 100 %

Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember

b. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian

Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat digunakan untuk

mengetahui jenis mata pencaharian penduduk dominan, perbandingan antara

jumlah penduduk yang bermatapencaharian tertentu dengan yang

bermatapencaharian lainnya, serta gambaran struktur ekonomi daerah.

Masyarakat Desa Tegalsambi memiliki aktifitas ekonomi di sektor

pertanian maupun non pertanian. Matapencaharian yang paling dominan di Desa

Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah adalah tukang

kayu / ukir, yaitu 754 jiwa. Kegiatan di sektor pertanian dilakukan penduduk

terutama di lahan sawah, tegalan, serta pekarangan. Usaha tanaman padi

dilakukan penduduk pada saat musim penghujan. Sedangkan untuk lahan tegalan

diupayakan dengan ditanami jagung dan ketela pohon, yang pada umumnya hasil

produktivitasnya dikonsumsi sendiri. Kemudian untuk lahan pekarangan

Page 53: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

umumnya masyarakat menanam tanaman berupa buah-buahan seperti mangga,

jambu, dan rambutan.

Berikut adalah tabel komposisi penduduk menurut mata pencaharian.

Tabel 2

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 214

2 Buruh tani 43

3 Peternakan 204

4 Pedagang 151

5 Wirausaha 258

6 Karyawan Swasta 156

7 PNS/POLRI dan TNI 51

8 Pensiunan 9

9 Tukang bangunan 8

10 Tukang kayu/ukir 754

11 Lain-lain/Tidak Tetap 102

12 Nelayan 65

13 Montir 19

14 Guru 51

JUMLAH 2060

Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember

Faktor pendorong penduduk melakukan kegiatan pertanian maupun non

pertanian karena adanya sarana ekonomi perdagangan di daerah tersebut. Sarana

yang paling menonjol adalah berupa toko-toko hasil kerajinan industri ukiran

kayu yang bisa dijumpai di sepanjang jalan desa, toko-toko, dan pasar.

Page 54: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

3. Kondisi Sosial Budaya

a. Pendidikan

Sarana pendidikan merupakan unsur yang terpenting guna menunjang

kemajuan dan perkembangan bagi suatu daerah, karena hal tersebut sangat

berhubungan erat dengan sikap tingkah laku masyarakat di suatu daerah. Melalui

pendidikan, seseorang akan mendapatkan pengetahuan, ketrampilan serta

pengalaman. Dengan demikian seseorang yang mempunyai potensi serta

kemampuan diharapkan dapat mengembangkan segala sumber daya yang tersedia

di daerahnya untuk mewujudkan kesejahteraan penduduk.

Tingkat pendidikan seseorang dapat digunakan sebagai petunjuk yang

mencerminka status sosial dan dalam mencari pekerjaan, walaupun pendidikan

bukan tolak ukur kualitas tenaga kerja. Tingginya tingkat pendidikan penduduk di

Desa Tegalsambi tidak terlepas dari keadaan ekonomi masyarakat, sehingga

penghasilan penduduk mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Dengan demikian, kesadaran masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang

sesuai dengan kemampuannya dapat terpenuhi, sehingga dapat meningkatkan

pengetahuan masyarakat.

Berikut adalah jumlah sekolah dan siswa menurut jenjang pendidikan:

Tabel 3

Komposisi jumlah sekolah beserta siswanya

No. Sekolah Jumlah Siswa

1 TK 1 101

2 SD/MI 3 476

3 SMP/MTs 1 268

Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember

Page 55: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

b. Agama dan Kepercayaan

Mayoritas penduduk Tegalsambi memeluk agama islam. Pembinaan

keagamaan masyarakat dengan jalan mengadakan pengajian-pengajian. Adapun

sarana peribadatan berupa masjid dan mushalla yang tersebar hampir di semua

RT. Meskipun ada yang berlainan agama, namun mereka hidup rukun dan

berdampingan, tidak memaksakan kehendaknya untuk memeluk agama yang

dianutnya. Berikut ini tabel jumlah penduduk Tegalsambi berdasarkan agama

yang dianutnya beserta tempat peribadatannya:

Tabel 4

Jumlah Pemeluk Agama dan Tempat Ibadah

No. Agama Pemeluk Tempat Ibadah

1 Islam 4279 22

2 Kristen 4 -

Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember

Sekian banyak penduduk yang memeluk agama islam, ada sebagian yang

masih menjalankan sesaji beserta kelengkapannya. Di samping itu, masyarakat

Desa Tegalsambi juga masih percaya akan adanya kekuatan supranatural dan

tempat-tempat yang dianggap keramat. Oleh karena itu, masyarakat masih

melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dahulu juga dilakukan oleh nenek

moyangnya. Kebiasaan itu antara lain selamatan atau upacara seperti diwujudkan

dalam selamatan daur hidup manusia yang meliputi kelahiran sampai kematian.

Masyarakat Desa Tegalsambi masih menghormati dan percaya terhadap

makhluk halus, kekuatan gaib, kekuatan sakti, dan sebagainya. Kepercayaan yang

berkembang di dalam masyarakat Tegalsambi selain percaya kepada roh nenek

moyang juga percaya terhadap roh-roh lain atau danyang penunggu suatu tempat.

Page 56: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Hal itu diwujudkan dengan cara setiap malam jumat Petinggi Tegalsambi

memberi sesaji dengan membakar kemenyan pada pusaka desa “Kisi

Sanggabuana”. Petinggi berdo’a memohon keselamatan untuk para warga

masyarakat Desa Tegalsambi.

4. Tradisi Masyarakat

Masyarakat Jawa tradisional banyak memilki tradisi ritual yang berkaitan

dengan kepercayaan religiusnya, meskipun secara formal umumnya mereka

panganut agama Islam. Masyarakat Tegalsambi dalam kehidupannya masih

diwarnai oleh berbagai ragam tradisi yang berbeda-beda. Masyarakat Desa

Tegalsambi dalam mewujudkan hubungan antara masyarakat dengan Tuhan,

masyarakat dengan sesamanya, maupun masyarakat dengan alam lingkungannya

diliputi simbol-simbol.

Masyarakat Tegalsambi memiliki tradisi nenek moyang seperti selamatan

dan mengikuti tata cara yang selalu dilakukan setiap tahunnya tetap dilaksanakan,

maka masyarakat Desa Tegalsambi akan dijaga keselamatannya serta diberi rizki

yang melimpah. Beberapa ritual yang dilakukan oleh masyarakat Tegalsambi

ialah Ngapati (4 bulan), Tujuh Bulanan, Kendurian, Pitung Dinan, Petang

Puluhan, Nyatus, Nyewu, Methil Padi, Selamatan Sedekah Bumi (Perang Obor),

dan sebagainya.

Selamatan methil padi biasanya dilaksanakan sehari sebelum panen padi

dilaksanakan. Upacara methil padi ini dilaksanakan pada sore hari menjelang

maghrib dengan membawa nasi tumpeng beserta ingkung ke sawah. Setelah

selamatan selesai ditutup dengan do’a, maka tumpeng beserta ingkung ditinggal di

sawah sebagai persembahan dan ungkapan terima kasih kepada Dewi Sri yang

Page 57: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

telah menjaga dan memelihara tanaman padi mereka. Keesokan harinya panen

sudah dapat dimulai.

Upacara-upacara adat istiadat masyarakat Tegalsambi mengadakan

upacara tradisional Perang Obor pada setiap tahunnya serta tradisi ziarah yang

tujuannya untuk mendoakan arwah para leluhur. Masyarakat Tegalsambi masih

melakukan hal semacam itu karena merupakan warisan nenek moyangnya.

Masyarakat Tegalsambi juga menganggap bahwa upacara-upacara yang mereka

lakukan mengandung maksud untuk membina kerukunan antar anggota

masyarakat.

B. Bentuk dan Asal-usul Cerita Rakyat

1. Bentuk Cerita Rakyat Perang Obor

Cerita rakyat memiliki bentuk-bentuk antara lain: mite, legenda, dan

dongeng. Untuk mengetahui bentuk Cerita Rakyat Perang Obor, maka perlu

dijelaskan dari ketiga bentuk tersebut.

Mite memiliki ciri cerita yang dianggap benar-benar terjadi dan kemudian

disakralkan oleh pendukungnya, mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah

dewa, tempat terjadinya di tempat lain jauh dari masa purba. Legenda ditokohi

manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan seringkali

juga dibantu makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti

yang kita kenal kini, karena waktunya belum terlalu lampau. Sedangkan dongeng

adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh

ketentuan tentang pelaku atau tokoh, waktu, dan tempat suci.

Page 58: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Berdasarkan ciri-ciri yang diuraikan di atas, maka Cerita Rakyat Perang

Obor berbentuk mitos, karena berdasarkan cerita tersebut menjadikan suatu

kepercayaan oleh warga Tegalsambi. Bahwa percikan api dari peperangan

merekalah yang membuat ternak-ternak sehat kembali. Dari peristiwa tersebut,

warga selalu mengadakan upacara tradisional Perang Obor untuk menolak bala

yang sekarang ini digunakan sebagai sedekah bumi.

Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi

Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah merupakan folklor sebagian

lisan. Dikatakan sebagian lisan karena terdapat Cerita Rakyat Perang Obor yang

penyampaiannya dilakukan secara lisan. Sedangkan Upacara Tradisional Perang

Obor dikatakan folklor bukan lisan, karena dalam upacara tersebut disertai

dengan serangkaian perbuatan, yang berbentuk upacara tradisional. Upacara

Tradisional Perang Obor merupakan upacara tradisi masyarakat Desa Tegalsambi

yang diadakan setiap satu tahun sekali. Tujuan diadakannya Upacara Tradisional

Perang Obor adalah sebagai sarana untuk memohon kepada Allah SWT agar

warga Desa Tegalsambi diberi keselamatan, ketentraman, serta terhindar dari

marabahaya. Dengan kata lain, Upacara Tradisional Perang Obor bertujuan untuk

sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur warga kepada Allah SWT.

Perayaan Upacara Tradisional Perang Obor (selanjutnya disingkat menjadi

UTPO) diadakan atas dasar kesepakatan warga Desa Tegalsambi. Dahulu, UTPO

diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon di bulan Dzulhijah. Untuk

sekarang ini UTPO tetap diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon,

namun bulannya disesuaikan dengan musim panen, karena UTPO dirayakan untuk

sedekah bumi.

Page 59: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

2. Asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor

Cerita Rakyat Perang Obor (selanjutnya disingkat menjadi CRPO) di Desa

Tegalsambi merupakan cerita lisan yang berkembang di tengah-tengah

masyarakat Desa Tegalsambi secara turun temurun. CRPO dipercaya oleh

masyarakat Desa Tegalsambi berkembang dari mulut ke mulut dan diwariskan

dari generasi ke generasi berikutnya. CRPO dianggap benar oleh masyarakat Desa

Tegalsambi.

Berkenaan dengan cerita rakyat Perang Obor, berikut adalah hasil

wawancara dengan para informan:

1. Informan 1

“Cerita Rakyat Perang Obor itu warisan leluhur-leluhur Desa Tegalsambi.

Di sini ada tokoh Mbah Kiai Babadan dan Kiai Gemblong. Mbah Babadan adalah

pendatang yang berasal dari Madura, dengan nama Pangeran Sindura. Sedangkan

Ki Gemblong saya kurang tahu profilnya, kenapa bisa disebut dengan sebutan

“Gemblong”. Namun menurut cerita yang ada, Ki Gemblong itu orangnya tinggi

besar berkulit putih. Mereka adalah murid-murid Mbah Dasuki. Mereka sedang

dilanda keprihatinan. Mereka sedih karena ternak-ternak dilanda penyakit. Lalu

Kiai Babadan berkonsultasi kepada Mbah Dasuki atas kejadian yang menimpa

ternak-ternaknya. Ternyata penyebab dari bencana tersebut adalah karena

keteledoran Mbah Gemblong yang lalai. Mbah Babadan yang marah akibat ulah

Mbah Gemblong, lalu memukulkan obor kepada Mbah Gemblong. Pijaran api

tersebut membakar jerami kandang ternak.

Kalau kita ukur dengan logika, kerbau-kerbau yang tadinya lemas menjadi

lari tunggang langgang. Kerbaunya banyak banget yang lari. Ketika kandang

Page 60: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

sudah terbakar habis, kerbau-kerbau kembali pulang dan sudah sembuh. Sejarah

itu menjadi pijakan kami untuk menjalankan obor-oboran”. (wawancara dengan

Bapak Sumarno)

2. Informan 2

“Kiai Babadan nggoleki pangone karo obor. Bareng ketemu iku Kiai

Gemblong jik sibuk nggolek iwak neng kali Kembangan. “lhawong kene wong

tuwa nggoleki kok sek setengah mati”. Lha terus obore dikebyokake neng Kiai

gemblong. Terus obore Kiai Babadan diroyok Kiai Gemblong ngge ngebyok Kiai

Babadan. Dadi kebyok-kebyokan iku asal mulane Kiai Babadan nggoleki Kiai

Gemblong iku ketemu. Dadi timbulnya Perang Obor iku asale ndok kana.. Fokuse

ndok kana..” (wawancara dengan Bapak H. M. Muchsin)

Terjemahan:

Kiai Babadan mencari penggembalanya dengan membawa obor. Setelah

Kiai Babadan telah menemukannya, Ki Gemblong masih sibuk mencari ikan di

sungan Kembangan. “saya itu orang tua kok mencari kamu sampai capek”.

Kemudian obor yang dibawa Kiai Babadan dipukulkannya kepada Ki Gemblong.

Ki Gemblong merebut obor tersebut dan balas memukul Kiai Babadan. Pukul

memukul itu asal mulanya Kiai Babadan yang menemukan Ki Gemblong. Jadi,

asal munculnya perang obor terletak di sana.

3. Informan 3

“Asal-usule Perang Obor, konon jaman dahulu kala… Mboh tahun pira…

Pada jaman dahulu kala ada seorang juragan namanya Kiai Babadan, karo

pangone Kiai Gemblong, ngono… Pada suatu hari, Kiai Gemblong punya

kesibukan, menggembala ternak nganti bengi. Kesibukane mbakar iwak kali.

Page 61: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Pada waktu itu juragane kan ngamuk-ngamuk. Sampe larut malam tidak pulang-

pulang. Kiai Babadan pada waktu itu nggoleki Kiai Gemblong karo gawa obor.

Obor pada jaman semana kan ndak pakai minyak tanah, yaiku nganggo blarak.

Lha Kiai Babadan mbuktikake Ki Gemblong sedang sibuk mbakar iwak kali. Lha

niku juragane nesu. Terus Kiai Gemblong dikebyok. Kali pertama sing dikebyok

Kiai Gemblong, terus Kiai Gemblong ganti ngebyok Kiai Babadan, akhire

kebyok-kebyokan antara juragan karo pangone. Lha niku asal mulane Perang

Obor. Mboh tahun pira-pira bapak ndak tahu…” (wawancara dengan Bapak H.

Nur Salim)

Terjemahan:

Asal asul Perang Obor, konon zaman dahulu kala, entah tahun berapa.

Pada zaman dahulu kala ada seorang juragan yang bernama Kiai Babadan, dengan

penggembalanya yang bernama Ki Gemblong. Pada suatu hari, Kiai Gemblong

memiliki kesibukan, menggembala ternak sampai malam. Kesibukannya

membakar ikan yang ada di sungai. Pada waktu itu majikannya marah-marah,

karena Ki Gemblong sampai larut malam belum pulang-pulang. Kiai Babadan

pada waktu itu mencari Kiai Gemblong dengan membawa obor. Obor pada saat

itu tidak memakai minyak tanah, tapi menggunakan blarak. Kemudian Kiai

Babadan membuktikan bahwa Ki Gemblong sedang sibuk membakar ikan.

Marahlah sang juragan. Lalu Kiai Babadan memukul Ki Gemblong. Pertama kali

yang dipukul adalah Ki Gemblong, kemudian Kiai Gemblong balas memukul Kiai

Babadan, akhirnya terjadi pukul-memukul antara majikan dan penggembala.

Itulah asal usul Perang Obor. “Untuk tahun kejadiannya bapak tidak

mengetahui…”.”

Page 62: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

4. Informan 4

”Awal mula cerita ini di mulai dari perselisihan dua orang, yaitu Kiai

Babadan sebagai juragan kaya yang punya ternak banyak dan Kiai Gemblong

seorang penggembala ternak yang dipercaya menggembalakan ternaknya. Pada

suatu hari Kiai Babadan mencari Gemblong karena sampai sore belum pulang

membawa ternaknya, dan terus mencari dan baru ketemu di ladang sedang

membakar ikan. Lalu Kiai Babadan marah dan kebetulan di ladang tersebut

banyak blarak (daun kelapa kering yang jatuh). Lalu blarak tersebut dipukulkan

pada Gemblong yang pada waktu itu ngligo. Tidak terima Gemblung dipukuli,

maka teman-temannya ikut ribut pukul memukuli. Dalam mencari Gemblung,

Kiai Babadan membawa obor, karena hari sudah mulai gelap, dengan blarak yang

dibakar yang digunakan juga untuk memukul.” (wawancara dengan Bapak Hadi)

5. Informan 5

”asal mulanipun Perang Obor, ing Tegalsambi niki wonten tokoh Kiai

Babadan ingkang nggadhahi pangon asmanipun Ki Gemblong. Ternak-ternak

Kiai Babadan digembalakake Ki Gemblong. Kiai Babadan lan Ki Gemblong

menika kanca. Lha awal-awalipun Ki Gemblong menika sek sregep ngurus

ternak. Nanging dangu-dangu kok Ki Gemblong sek mbeler, balike angon dalu.

Kiai Babadan iku mulai curiga, kok ternak-ternake dados kurus lan penyakitan.

Lajeng Kiai Babadan mbuktikake kecurigaanipun. Eh, lha kok leres... Ki

Gemblong malah asik mbakar iwak ing pinggir kali. Kiai Babadan mboten nrima

ternakipun kok mboten dirumati. Kiai Babadan jelas nesu, he’e ra? Menika pas

wayah dalu, Kiai Babadan nggoleki Ki Gemblong mbetha obor. Sangking

kecewane, Ki Gemblong dikebyok saking wingking ngenani gegeripun. Ki

Page 63: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Gemblong kaget lan mboten nrima. Direbut obor saking tanganipun Kiai

Babadan, trus ganti dikebyokake marang Kiai Babadan. Akhire dados perang-

perangan obor antara Kiai Babadan kalian Ki Gemblong.” (wawancara dengan

Bapak Kamidi)

Terjemahan:

Asal mula Perang Obor, di Desa Tegalsambi ada tokoh bernama Kiai

Babadan yang mempunyai penggembala bernama Ki Gemblong. Ternak-ternak

Kiai Babadan digembalakan oleh Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong

itu berteman. Awal mulanya Ki Gemblong rajin dalam mengurus ternak. Tapi

lam- kelamaan Ki Gemblong menjadi malas, selalu pulang malam. Kiai Babadan

mulai curiga dengan kebiasaan tersebut, karena ternak-ternaknya menjadi kurus

dan sakit-sakitan. Lalu Kiai Babadan membuktikan kecurigaanya. Ternyata benar,

Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan di pinggir sungai. Kiai Babadan tidak

terima karena ternaknya ditelantarkan. Hal tersebut membuat Kiai Babadan

marah. Kiai Babadan mencari Ki Gemblong saat malam hari dengan membawa

obor. Kiai Babadan yang terlanjur kecewa memukul Ki Gemblong dari belakang

dengan obor yang dibawanya. Ki Gemblong kaget tidak terima. Direbut obor dari

tangan Kiai Babadan, kemudian balas memukul Kiai Babadan. Akhirnya

terjadilah Perang Obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong

6. Suntingan teks:

Pada abad XVI Masehi. Pada waktu di desa Tegalsambi ada seorang

petani yang sangat kaya raya dengan sebutan “Mbah Kiai Babadan”. Beliau

mempunyai banyak binatang piaraan terutama kerbau dan sapi. Untuk

mengembalakannya sendiri jelas tak mungkin, sehingga beliau mencari dan

Page 64: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

mendapatkan pengembala dengan sebuatan Ki Gemblong. Ki Gemblong ini

sangat tekun dalam memelihara binatang – binatang tersebut, setiap pagi dan sore

Ki Gemblong selalu memandikanya di sungai, sehingga binatang peliharaannya

tersebut tampak gemuk – gemuk dan sehat. Tentu saja Kiai Babadan merasa

senang dan memuji Ki Gemblong, atas ketekunan dan kepatuhannya dalam

memelihara binatang tersebut.

Konon suatu ketika, Ki Gemblong menggembala di tepi sungai

Kembangan sambil asyik menyaksikan banyak ikan dan udang yang ada di sungai

tersebut, dan tanpa menyia-nyiakan waktu ia langsung menangkap ikan dan udang

tersebut yang hasil tangkapannya lalu di bakar dan dimakan dikandang. Setelah

kejadian ini hampir setiap hari Ki Gemblong selalu menangkap ikan dan udang,

sehingga ia lupa akan tugas / kewajibannya sebagai penggembala. Akhirnya

kerbau dan sapinya menjadi kurus-kurus dan akhirnya jatuh sakit bahkan mulai

ada yang mati. Keadaan ini menyebabkan Kiai Babadan menjadi bingung, tidak

kurang –kurangnya dicarikan jampi – jampi demi kesembuhan binatang –binatang

piaraannya tetap tidak sembuh juga. Akhirnya Kiai Babadan mengetahui

penyebab binatang piaraannya menjadi kurus –kurus dan akhirnya jatuh sakit,

tidak lain dikarenakan Ki Gemblong tidak lagi mau mengurus binatang – binatang

tersebut namun lebih asyik menangkap ikan dan udang untuk dibakar dan

dimakannya.

Melihat hal semacam itu Kiai Babadan marah besar, disaat ditemui Ki

Gemblong sedang asyik membakar ikan hasil tangkapannya. Kiai Babadan

langsung menghajar Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah

kelapa. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan Ki Gemblong tidak tinggal

Page 65: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

diam, dengan mengambil sebuah obor yang sama untuk menghadapi Kiai

Babadan sehingga terjadilah “ Perang Obor “ yang apinya berserakan kemana

mana dan sempat membakar tumpukan jerami yang terdapat disebelah kandang.

Kobaran api tersebut mengakibatkan sapi dan kerbau yang berada di kandang lari

tunggang langgang dan tanpa diduga binatang yang tadinya sakit akhirnya

menjadi sembuh bahkan binatang tersebut mampu berdiri dengan tegak sambil

memakan rumput di ladang. (artikel dari Dinas Pariwisata Jepara)

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan dan suntingan

teks dari artikel Dinas Pariwisata Jepara, CRPO menceritakan tentang dua tokoh,

yaitu seorang petani kaya raya yang bernama Kiai Babadan dan penggembala

bernama Ki Gemblong. Meski Kiai Babadan sebagai seorang pendatang, namun

mereka berdua berteman baik. Ketika Kiai Babadan tidak bisa mengurus

ternaknya yang banyak, Ki Gemblong menyanggupi permintaan Kiai Babadan

untuk mengurus ternak-ternaknya. Pada awalnya Ki Gemblong sangat rajin

mengurus, tapi lama-kelamaan Ki Gemblong menjadi malas dan menelantarkan

ternak-ternak Kiai Babadan. Kemalasan Ki Gemblong berimbas pada ternak-

ternak yang menjadi kurus-kurus dan sakit. Pada mulanya Kiai Babadan masih

menganggap wajar hal itu, namun keadaan semakin parah. Kemudian Kiai

Babadan mencari tahu penyebab yang melanda ternaknya. Setelah diselidiki,

ternyata penyebabnya adalah Ki Gemblong yang lebih memilih menangkap ikan

daripada mengurus ternak. Kiai Babadan yang mengetahui hal tersebut marah

besar dan memukul Ki Gemblong dengan sebuah obor yang dibawanya ketika

mencari Ki Gemblong. Ki Gemblong tidak terima atas perlakuan tersebut,

Page 66: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

kemudian merampas obor dari tangan Kiai Babadan dan balas memukul dengan

obor. Sehingga terjadilah Perang Obor.

Pertarungan mereka berhenti ketika percikan-percikan api dari pertarungan

mereka mengenai kandang. Ternak yang tadinya sakit-sakitan tiba-tiba bisa

berdiri kemudian berlarian keluar kandang yang terbakar. Dari peristiwa

pertarungan mereka, muncul suatu kepercayaan yang menjadi pedoman warga

Tegalsambi untuk melaksanakan UTPO sebagai sedekah bumi. Berikut deskripsi

isi CRPO:

1. Identitas Kiai Babadan

a) Nama aslinya Pangeran Sindura

b) Seorang petani kaya

c) Seorang pendatang dari Madura

2. Identitas Ki Gemblong

a) Seorang penggembala

b) Berasal dari Tegalsambi

3. Kiai Babadan meminta pertolongan Ki Gemblong

a) Kiai Babadan tidak sanggup mengurus ternak-ternaknya kemudian

meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk menggembalakannya.

b) Ki Gemblong menyanggupi permintaan Kiai Babadan.

4. Kinerja Ki Gemblong

a) Ki Gemblong sangat tekun dalam mengurus ternak

b) Kiai Babadan senang dengan kinerja Ki Gemblong.

c) Hewan ternak nampak gemuk dan sehat.

Page 67: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

5. Keanehan mulai nampak

a) Ternak Kiai Babadan tiba-tiba menjadi kurus dan sakit

b) Ki Gemblong selalu pulang larut malam saat menggembala

6. Usaha masing-masing pihak

a) Kiai Babadan yang cemas dengan keadaan ternaknya mencarikan

jampi-jampi demi kesembuhan ternaknya, namun gagal.

b) Ki Gemblong sebagai dalang sakitnya ternak hanya diam saja dan

menutupi kesalahannya.

7. Penyebab ternak sakit

a) Ki Gemblong asyik menangkap dan membakar ikan di pinggir sungai

Kembangan sampai larut malam.

b) Ki Gemblong tidak mau lagi mengurus ternak.

8. Kecurigaan Kiai Babadan

a) Kiai Babadan merasa aneh dengan kebiasaan Ki Gemblong yang selalu

pulang larut malam.

b) Kiai Babadan mencari tahu penyebab ternaknya sakit.

9. Pertarungan Kiai Babadan dan Ki Gemblong

a) Kiai Babadan memergoki Ki Gemblong sedang asyik memakan ikan

dan menelantarkan ternak

b) Kiai Babadan tidak terima dengan perilaku Ki Gemblong

c) Kiai Babadan memukulkan sebuah obor ke punggung Ki Gemblong

d) Ki Gemblong merasa dirinya terancam, kemudian balas memukul Ki

Gemblong dengan merebut obor yang sama.

Page 68: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

e) Kiai Babadan dan Ki Gemblong terlibat dalam pertarungan dengan

saling memukulkan obor.

10. Pertarungan berhenti

a) Percikan api dari obor mereka mengenai kandang ternak.

b) Ternak yang tadinya lemas menjadi lari tunggang langgang.

c) Melihat kejadian aneh yang menimpa ternak, Kiai Babadan dan Ki

Gemblong mengakhiri pertarungan mereka.

3. Analisis Fungsi Pelaku

Berdasarkan penjelasan mengenai CRPO, umumnya suatu cerita rakyat

memiliki versinya sendiri baik dalam hal nama-nama tokoh, perwatakan, latar

cerita, dan alur cerita. Apabila struktur cerita rakyat Perang Obor dikaji dengan

teori fungsi pelaku dari Vladimir Propp, maka akan menghasilkan bentuk cerita

berdasarkan klasifikasi komponen-komponen dan hubungan di antara komponen-

komponen tersebut dalam keseluruhan cerita. Menurut Vladimir Propp, dalam

struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh

yang selanjutnya disebut fungsi.

Fungsi pelaku yang ada di dalam CRPO antara lain:

1. Ketidakhadiran / ketiadaan, lambang : β

Kiai Babadan adalah seorang petani kaya raya di Desa Tegalsambi

yang meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk menggembala ternaknya.

Setiap harinya Ki Gemblong pergi menggembalakan ternak. Namun lama

kelamaan Ki Gemblong selalu terlambat pulang saat menggembala. Hal ini

membuat Kiai Babadan khawatir, karena tidak tahu kemana Ki Gemblong

menggembalakan ternaknya.

Page 69: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

2. Pelanggaran, lambang: δ

Sebagai seorang penggembala yang diberi tugas majikannya untuk

menjaga ternak dengan baik, Ki Gemblong seharusnya menjalankan amanah

tersebut. Pada awalnya Ki Gemblong memang rajin dalam mengurus ternak,

sehingga membuat Kiai Babadan senang dengan kinerja Ki Gemblong.

Namun, lama kelamaan Ki Gemblong telah lalai dalam menjalankan tugas.

Hewan yang tadinya gemuk-gemuk menjadi kurus dan sakit-sakitan, hal itu

dikarenakan Ki Gemblong yang lama kelamaan malas mengurus ternak dan

lebih senang membakar ikan di sungai tanpa mempedulikan ternak. Kelalaian

Ki Gemblong yang disengaja merupakan suatu bentuk pelanggaran atas

amanat yang diembannya.

3. Kejahatan, lambang: A

Ki Gemblong menelantarkan ternak dan asyik membakar ikan hasil

tangkapannya. Sikap Ki Gemblong yang lepas tanggungjawab membuat

ternak-ternak Kiai Babadan menjadi tak terurus dan sakit. Tentu saja hal itu

sangat merugikan Kiai Babadan. Ki Gemblong yang telah menyanggupi

tugasnya sebagai penggembala ternyata lalai dalam menjalankan tugas dan

menutup-nutupi kesalahannya. Namun akhirnya keburukan Ki Gemblong

diketahui oleh Kiai Babadan.

4. Penipuan, lambang: η

Dampak dari sikap Ki Gemblong yang tidak mau mengurus ternak

menjadikan ternak-ternak tersebut sakit. Tentu saja Kiai Babadan selaku

pemilik ternak bingung dengan keadaan ternaknya. Tak kurang-kurangnya

dibacakan jampi-jampi demi kesembuhan ternaknya, namun sia-sia.

Page 70: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Sedangkan Ki Gemblong yang menjadi dalang penyebab sakitnya ternak

tidak mau mengakui kesalahannya, dan membuat Kiai Babadan tertipu.

5. Muslihat, lambang: θ

Kiai Babadan tidak menyalahkan Ki Gemblong, justru

mengkhawatirkan Ki Gemblong yang sering terlambat pulang. Kiai Babadan

tidak mengetahui kejadian sebenarnya bahwa Ki Gemblong telah

merugikannya.

6. Permulaan tindak balas, lambang: C

Kiai Babadan memergoki Ki Gemblong yang sedang asyik membakar

ikan, lalu memukul dengan menggunakan obor yang dibawanya. Kemarahan

Kiai Babadan dipicu karena kelalaian Ki Gemblong dalam mengurus hewan

ternak. Ternak-ternak Kiai Babadan yang tadinya gemuk-gemuk menjadi

kurus dan ada yang mati, karena Ki Gemblong tidak mau mengurusnya lagi.

Sebagai pemilik ternak, Kiai Babadan tidak terima atas apa yang terjadi pada

ternak-ternaknya dan mencari Ki Gemblong yang sedang menggembala

ternak. Kiai Babadan mendapati Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan,

kemudian Kiai Babadan langsung memukulkan obor pada Ki Gemblong. Ki

Gemblong yang tidak terima dengan perlakuan tersebut balas memukul Kiai

Babadan, sehingga terjadi balas membalas antara Kiai Babadan dengan Ki

Gemblong.

7. Pertarungan, lambang: H

Ki Gemblong tidak terima atas perlakuan Kiai Babadan. Ki Gemblong

yang merasa terancam jiwanya merebut obor yang dibawa Kiai Babadan

Page 71: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

untuk ganti memukulnya. Akhirnya mereka saling berebut obor dan pukul

memukul demi keselamatan diri.

8. Hukuman, lambang: U

Kiai Babadan yang kecewa dengan kemalasan Ki Gemblong,

menghukumnya dengan memukulkan sebuah obor ke punggung Ki

Gemblong. Kiai Babadan melakukan hal tersebut karena ingin memberi

pelajaran / hukuman kepada Ki Gemblong yang lalai menjalankan tugas

sebagai penggembala agar jera dan tidak malas lagi.

9. Pengakuan, lambang : Q

Sejak adanya peristiwa pertarungan obor antara Kiai Babadan dan Ki

Gemblong, warga Tegalsambi percaya bahwa perang obor dapat menjauhkan

bencana. Kemudian warga Tegalsambi mengadakan UTPO sebagai tolak bala

dan sedekah bumi.

Dari kesembilan fungsi di atas masing-masing didistribusikan ke dalam

beberapa lingkungan tindakan. Setiap lingkungan tindakan dapat mencakupi satu

atau beberapa fungsi. Namun dari kesembilan fungsi pelaku dalam CRPO hanya

dapat didistribusikan ke dalam satu lingkungan tindakan saja. Lingkungan

tersebut yaitu lingkungan aksi penjarah, dimana peristiwa dalam CRPO terjadi di

tempat Ki Gemblong menggembala ternak.

Hasil analisis fungsi pelaku yang terdapat dalam CRPO berjumlah

sembilan fungsi. Namun, dalam CRPO tidak menggunakan unsur penjahat dan

pahlawan. Pelaku dalam CRPO diibaratkan sebagai seorang bawahan dan

majikan. Sang majikan mencari bawahannya yang belum pulang juga saat

menggembala ternaknya. Ketika sang majikan mencari, ternyata pangonnya

Page 72: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

sedang asyik membakar ikan di pinggir sungai. Kiai Babadan selaku majikan

kecewa dengan sikap Ki Gemblong, pangonnya, yang lalai menjalankan tugasnya

sebagai penggembala. Kemudian Kiai Babadan menghukum Ki Gemblong dengan

memukulkan obor ke tubuh Ki Gemblong.

4. Pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor

UTPO dalam pelaksanaannya masih melestarikan tradisi leluhur. Upacara

ini diselenggarakan erat kaitannya dengan kegiatan penduduk sehari-hari,

terutama kegiatan petani dalam mengolah tanah. Upacara tersebut dilaksanakan

pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon pada bulan Dzulhijah, namun untuk

pelaksanaan sekarang ini disesuaikan dengan masa panen. Dalam pola berpikir

orang Jawa yang menganut tradisi warisan dari leluhur, ada keyakinan atau

kepercayaan terhadap apa yang dianggap hari keramat dan suci. Warga

Tegalsambi meyakini bahwa pada hari tesebut merupakan hari hilangnya wabah

penyakit yang menimpa Desa Tegalsambi.

Menurut keyakinan yang ada, UTPO akan memperkuat dugaan hilangnya

wabah penyakit. Tanpa upacara tersebut, warga percaya ada kemungkinan

datangnya wabah penyakit dan malapetaka, sehingga akan mengakibatkan

bencana bagi penduduk yang bersangkutan.

Sehubungan dengan pelaksanaan UTPO terdapat beberapa kegiatan ritual

yang harus dilaksanakan oleh warga Desa Tegalsambi. Kegiatan tersebut antara

lain:

a. Selamatan di punden-punden

Sebelum melaksanakan UTPO, penduduk Tegalsambi terlebih dulu

mengadakan selamatan (kenduri) di punden-punden yang diyakini sebagai

Page 73: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

makam para leluhur dan sesepuh pendiri Desa Tegalsambi. Selamatan ini

tidak terpisahkan dari kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti

maupun makhluk-makhluk halus. Sebab, hampir semua selamatan ditujukan

untuk memperoleh keselamatan hidup. Selamatan ini dilaksanakan beberapa

kali di tempat yang berbeda-beda dengan perincian sebagai berikut :

a.1. Senin Pahing (tiga puluh lima hari sebelum pelaksanaan UPTO), pada

waktu setelah Shalat Dhuhur atau kurang lebih pukul 12.30 WIB,

diadakan selamatan di punden Tegal (makam Kiai Dasuki). Kiai Dasuki

merupakan tokoh paling penting di Desa Tegalsambi, karena beliau yang

memberi nama Desa Tegalsambi. Kiai Dasuki adalah seorang petani

yang juga mengelola Pondok Pesantren. Di samping mengajarkan ilmu

agama, Kiai Dasuki juga berusaha membuka hutan untuk dijadikan

sawah ataupun tegalan. Pada saat itu, daerah tersebut belum mempunyai

nama, maka diambillah kehidupan masyarakat sehari-hari yang bekerja

pengukir, nelayan, peternak juga mempunyai pekerjaan sambilan

(samben) di tegalan (sawah) sebagai petani. Oleh karena itu nama

Tegalsambi dianggap paling tepat untuk nama daerah tersebut.

Saat pelaksanaannya, Kepala desa beserta perangkatnya dan

warga masyarakat datang ke punden untuk mengadakan selamatan dan

doa bersama. Para perangkat desa dan warga datang ke punden sambil

membawa nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Jika semua sudah

berkumpul, Kepala desa sebagai wakil desa segera membakar kemenyan.

Kemudian Modin memimpin tahlilan dan diakhiri dengan doa untuk

Page 74: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

arwah leluhur yang dimakamkan di tempat tersebut. Setelah selesai

berdoa, diadakan tukar menukar makanan dan kemudian makan bersama.

Selamatan di punden-punden dilaksanakan beberapa kali pada

waktu dan tempat yang berbeda. Pelaksanaan pada punden yang satu

dengan yang lain tidak jauh berbeda.

a.2. Jum’at Legi, pada waktu setelah Shalat Maghrib atau kurang lebih pukul

18.00 WIB, diadakan selamatan di perempatan Desa Tegalsambi yaitu

punden prapatan, makam Ki Gemblong. Ki gemblong merupakan tokoh

dalam Cerita Rakyat Perang Obor sebagai penggembala. Uniknya,

punden ini hanya berupa perempatan saja, tidak ada nisannya. Untuk

orang awam tidak akan ada yang tahu bahwa di perempatan tersebut

adalah makam Ki Gemblong. Namun untuk warga Tegalsambi percaya

dan mengetahui bahwa di perempatan tersebut adalah makam Ki

Gemblong.

Pelaksanaan selamatannya, warga beserta perangkat desa

berkumpul di perempatan kemudian melakukan doa bersama dan makan

bersama seperti di makam sebelumnya.

a.3. Senin Wage, pada waktu setelah Shalat Dhuhur atau kurang lebih pukul

12.30 WIB, diadakan selamatan di masjid barat Desa Tegalsambi, tempat

makam Kiai Rofi’i.

a.4. Jum’at Pon, setelah Shalat Dhuhur diadakan selamatan di tiga tempat

sekaligus, dan warga desa yang memiliki tanah di sekitar punden akan

mendatangi punden tersebut. Adapun ketiga punden tersebut adalah

Page 75: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

punden Doromanis (makam Kiai Surgimanis), punden Gambiran (makam

Kiai Babadan), dan punden Bendo (makam Kiai Tunggul Wulung).

Kiai Surgimanis adalah seorang Kiai yang mempunyai kebiasaan

bertapa atau menyepi, dan biasanya dilakukan di Doromanis. Kiai

Babadan adalah tokoh dalam Cerita Rakyat Perang Obor yang memiliki

banyak ternak dan meminta tolong pada Ki Gemblong untuk mengurus

ternaknya. Sedangkan Kiai Tunggul Wulung adalah seorang Kiai yang

sangat disukai oleh masyarakat karena sifat rendah hatinya. Meskipun

memiliki kesaktian, namun Kiai Tunggul Wulung tidak mau

menunjukkan kesaktiannya dihadapan murid-murid dan masyarakat.

a.5. Jum’at Pahing, setelah Shalat Dhuhur diadakan selamatan di punden

Sorogaten, makam Kiai Sorogaten. Kiai Sorogaten juga merupakan

leluhur di Desa Tegalsambi. Maksud dari selamatan ini adalah

memohonkan ampun untuk para leluhur Desa Tegalsambi, supaya

mereka mendapatkan ampunan dan mendapatkan tempat yang layak di

sisi-Nya.

b. Penyembelihan Hewan Kurban Untuk Sesaji

Pada pukul 07.00 sampai pukul 08.00 WIB diadakan penyembelihan

hewan kurban berupa kerbau jantan untuk perlengkapan sesaji.

Penyembelihan kerbau dilakukan oleh modin dan dibantu oleh para perangkat

desa. Saat penyembelihan, darah yang mengalir dari leher kerbau ditampung

pada sebuah kuali kecil yang akan digunakan untuk perlengkapan sesaji.

Hasil penyembelihan yang digunakan untuk sesaji yaitu daging dan darahnya.

Khusus darah kerbau, hanya digunakan untuk sesaji di rumah Petinggi saja.

Page 76: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Setelah menyembelih kerbau, kerbau dikuliti dan dibersihkan,

selanjutnya dilanjutkan dengan pembuatan sesaji. Namun tidak semua sesaji

menggunakan daging kerbau. Daging kerbau hanya digunakan untuk sesaji di

rumah Petinggi dan makam-makam leluhur yang dianggap penting di Desa

Tegalsambi.

Hewan kurban yang digunakan adalah kerbau jantan yang belum

pernah dipakai untuk bekerja. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat Desa

Tegalsambi dihindarkan dari segala macam kebodohan.

Sesaji diletakkan di perempatan Desa Tegalsambi, semua perbatasan

Desa Tegalsambi, jembatan di Desa Tegalsambi, makam para leluhur, rumah

Petinggi, ruang penyimpanan pusaka desa, serta untuk acara wayang. Warga

percaya bahwa di setiap tempat tersebut terdapat penunggu Desa Tegalsambi

yang dapat menjaga kelancaran acara UTPO, serta untuk menghormati para

leluhur.

c. Pementasan Wayang Kulit

Pementasan wayang kulit diadakan selama sehari semalam di hari

pelaksanaan UTPO. Pementasan wayang kulit bukan hanya sebagai hiburan

semata, namun merupakan salah satu prosesi pelaksanaan Upacara

Tradisional Perang Obor.

Pada waktu penyelenggaraan wayang kulit biasanya dimulai pukul

09.00 dengan dilantunkan gamelan “Kebo Giro”. Kemudian kurang lebih

pukul 11.00 dilanjutkan dengan permainan wayang kulit. Sehubungan dengan

pelaksanaan sedekah bumi, maka tema yang digunakan dalam pementasan

wayang kulit tersebut adalah lakon Sri Sadana. Lakon Sri Sadana dimainkan

Page 77: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

pada siang hari, dan itu merupakan tema wajib yang sudah ditentukan dan

merupakan tradisi warisan leluhur. Dikatakan tema wajib karena Sri Sadana

melambangkan kemakmuran panen, yang memiliki tujuan untuk memuliakan

Dewi Sri, yaitu Dewi Padi yang dipercaya mampu menjadikan tanah

pertanian menjadi subur. Cerita wayang di siang hari selalu menyajikan kisah

Sri Sadana, yang menceritakan kembalinya Dewi Sri ke tanah Jawa dan

diharapkan bisa melestarikan kesuburan tanah pertanian. Maksud dari

pertunjukan ini sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan sebagai

rasa terima kasih kepada Dewi Sri (Dewi Padi) yang telah menjaga dan

merawat tanaman mereka. Pada malam hari setelah perang obor selesai

dilaksanakan, masyarakat kembali dihibur dengan pementasan wayang kulit

dengan lakon yang baru dan biasanya menyesuaikan dengan permintaan

masyarakat, karena sebagai hiburan saja. Penyelenggaraan wayang kulit ini

biasanya dilaksanakan di balai desa.

d. Barikan / Selamatan di Masjid

Siang hari pada waktu ba’da dhuhur, warga Tegalsambi berkumpul di

masjid desa, masjid Baituz Zakirin. Mereka membawa nasi lengkap dengan

lauk pauknya utnuk menggelar kenduri dan doa bersama. Warga duduk

membentuk lingkaran, dan di tengahnya tersedia berbagai macam makanan

untuk disantap bersama-sama. Setelah selesai berdoa, warga memakan

hidangan yang telah tersedia bersama-sama.

Selamatan ini agak berbeda sedikit dengan selamatan di punden-

punden. Selamatan di sini lebih ditujukan sebagai permohonan selamat untuk

para warga Desa Tegalsambi dari segala musibah dan malapetaka, serta

Page 78: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

supaya dalam pelaksanaan UTPO dapat berjalan lancar tanpa adanya suatu

halangan apapun.

e. Acara puncak Upacara Tradisional Perang Obor

Pada malam harinya, puncak dari serangkaian kegiatan yang

dilaksanakan oleh warga dari pagi hingga malam adalah UTPO. Upacara

dimulai sekitar pukul 20.00 WIB sampai selesai. Sebelum melaksanakan

permainan perang obor, para peserta dikumpulkan terlebih dahulu untuk

diberi pengarahan. Setelah mendapat pengarahan dari panitia, dan semuanya

telah siap maka UPTO siap dimulai. Kepala desa dengan memakai pakaian

adat Jawa berjalan menuju perempatan desa dengan didampingi oleh para

perangkat desa dan bayan leger yang membawa pusaka desa. Sedangkan para

pemain perang obor berjalan beriringan di belakang para perangkat Desa

Tegalsambi menuju perempatan desa, sedangkan para perangkat desa naik ke

panggung kehormatan.

Upacara dimulai dengan pembacaan doa oleh modin / pemuka agama

desa, dilanjutkan acara sambutan dari Kepala Desa Tegalsambi, Camat, dan

Bupati Jepara. Setelah acara sambutan, Kamitua membacakan doa-doa Jawa

(mantra) pada kemenyan di perempatan desa agar acara berjalan dengan

lancar. Tujuan membacakan doa di perempatan desa karena di perempatan

tersebut merupakan tempat bersemayam leluhur Tegalsambi, Ki Gemblong.

Selesai membacakan mantra, obor mulai dinyalakan oleh tamu kehormatan

(misalnya Bupati Jepara) dengan obor kecil. Dinyalakannya obor pertama,

menandakan bahwa perang obor sudah bisa dimulai. Sesaat kemudian para

Page 79: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

peserta menyulutkan senjata mereka masing-masing, dan dimulailah

peperangan.

Peralatan obor yang dibutuhkan dalam upacara tersebut adalah

pelepah daun kelapa kering (blarak). Selain itu juga dibutuhkan daun pisang

kering sebagai campuran bahan pembakar daun kelapa tersebut. Campuran

pelepah daun kelapa kering dengan daun pisang kemudian ditata dengan

bentuk tertentu, sehingga bisa digunakan untuk memukul lawan. Peserta

Perang Obor dibagi menjadi empat bagian yang menyebar di empat penjuru

desa / perempatan, kemudian berlarian untuk saling menyerang.

Suasana semakin memanas ketika para peserta saling mengejar untuk

memukul lawannya. Apabila obornya mati, peserta segera menyalakan

obornya dan kembali menyerang sampai obornya habis.

Untuk menjaga agar tidak terlalu panas jika terkena pijaran api, para

peserta mengenakan pelindung seperti jaket, caping, penutup wajah, helm,

kaos tangan, dan sebagainya.

Selain sebagai penolak bahaya, adapun makna dari api obor tersebut

bahwa api merupakan lambang dari semangat. Api yang menyala membakar

obor adalah lambang sebuah semangat yang menyala. Diharapkan, warga

Tegalsambi selalu memiliki semangat yang menyala dalam belajar untuk

memberantas kebodohan, bekerja keras, tekun beribadah, serta membangun

daerahnya agar maju sehingga terhindar dari bencana.

f. Penutup acara UTPO

Setelah UTPO selesai, maka selesai sudah pelaksanaan kegiatan

tersebut. Para pemain dan perangkat desa berkumpul di rumah Petinggi untuk

Page 80: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

berdoa bersama sebagai ungkapan rasa syukur bahwa segala kegiatan yang

berhubungan dengan UTPO telah selesai dilaksanakan dengan lancar.

Kemudian para peserta dipersilahkan untuk mengobati luka-luka akibat

terkena percikan api dengan menggunakan minyak kelapa yang diramu

khusus oleh ibu petinggi. Para penonton yang mengalami luka bakar dari

percikan api tersebut juga bisa mengobati lukanya. Obat tersebut sangat

ampuh mengobati luka bakar akibat percikan api perang obor.

5. Pelaku Dalam Upacara Tradisional Perang Obor

UTPO merupakan upacara tradisi yang harus dilaksanakan bagi warga

Desa Tegalsambi. Untuk itu, warga bertanggung jawab atas segala pelaksanaan

upacara tersebut. Dalam pelaksanaan upacara tradisional tersebut, warga yang

terlibat yaitu Kepala Desa beserta perangkatnya, tokoh agama, serta organisasi

kepemudaan (Karang Taruna). Mereka inilah yang mengadakan musyawarah desa

untuk menentukan segala sesuatu yang menyangkut persiapan, seperti penentuan

hari pelaksanaan, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Yang terlibat dalam tahap

Upacara Tradisional Perang Obor antara lain:

a. Pada Waktu Selamatan di Punden-punden

Selamatan yang dilaksanakan selama selapan hari sebelum acara

puncak Perang Obor ini melibatkan:

1. Kepala desa dan perangkat desa sebagai sesepuh yang membakar

kemenyan

2. Modin sebagai pemimpin doa

3. Beberapa warga desa yang ikut dalam selamatan.

Page 81: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

b. Pada Waktu Penyembelihan Hewan

Penyembelihan hewan yang dilaksanakan pada pagi hari di hari

pelaksanaan UTPO ini melibatkan:

1. Modin sebagai pemimpin penyembelihan

2. Para perangkat desa membantu

3. Ibu-ibu istri perangkat desa dan warga yang ikut membantu

4. Beberapa warga yang menyaksikan

c. Pada Waktu Penyelenggaraan Wayang Kulit

Pementasan wayang kulit diselenggarakan sebagai ungkapan rasa

terima kasih warga kepada Dewi Sri (Dewi Padi) yang telah menjaga padi

dan tanaman mereka. Yang terlibat dalam penyelenggaraan ini antara lain:

1. Kepala desa dan perangkatnya

2. Dalang beserta rombongannya

3. Beberapa warga yang menyaksikan

d. Pada Waktu Selamatan di Masjid

Selamatan yang diselenggarakan setelah Shalat Dhuhur ini melibatkan:

1. Kepala desa beserta perangkat desa yang memimpin sesaji

2. Modin sebagai pemimpin doa

3. Beberapa warga yang ikut selamatan.

e. Pada Waktu Perang Obor

Pelaksanaan perang obor merupakan acara puncak dalam Upacara

Tradisional Perang Obor. Yang terlibat dalam pelaksanaan ini antara lain:

1. Kepala Desa yang memimpin upacara

2. Istri Kepala Desa

Page 82: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

3. Bupati Jepara yang memberi sambutan

4. Para perangkat desa yang mendampingi dan membantu kepala desa

5. Modin sebagai pemimpin doa

6. Kamitua sebagai pembaca doa khusus di perempatan

7. Para pemain yang telah mendaftarkan diri

8. Para penonton yang menyaksikan dan ikut menyemarakkan UPTO.

f. Penutupan Acara UTPO

Setelah pelaksanaan perang obor selesai para pemain dan perangkat

desa berkumpul di rumah kepala desa untuk melakukan doa bersama dan

menyembuhkan luka bakar para pemain, serta dilanjutkan acara makan

bersama. Yang terlibat dalam acara penutupan ini adalah semua warga yang

terlibat dari tahap awal upacara hingga puncak acara, antara lain:

1. Kepala Desa sebagai tuan rumah

2. Para perangkat desa

3. Bupati Jepara

4. Modin

5. Para pemain perang obor

6. Istri Kepala Desa yang menyiapkan obat

Page 83: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

C. Fungsi Mitos

Mitos itu sendiri perwujudannya berupa cerita-cerita (gaib) yang

memberikan pedoman dan arah tertentu kepada masyarakat yang bersangkutan.

Cerita-cerita mitos diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada generasi

berikutnya dengan cara-cara tertentu, sehingga membentuk sebuah dunia

tersendiri dan orang menjadi yakin adanya.

Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari mitos, meskipun

kebenaran suatu mitos belum tentu memberikan jaminan dan bisa

dipertanggungjawabkan. Warga desa Tegalsambi percaya dengan mitos-mitos

yang ada, sehubungan dengan pelaksanaan UTPO. Mereka sadar bahwa ada

kekuatan gaib di sekitar mereka dan masih menjalankan mitos-mitos tersebut.

Warga Desa Tegalsambi percaya bahwa dengan adanya pelaksanaan UTPO, maka

warga bisa terhindar dari segala mara bahaya. Mitos-mitos yang dipercaya oleh

masyarakat desa Tegalsambi antara lain:

1. Mitos Auman Harimau Jika Terlambat Dalam Pemberian Sesaji

Salah satu mitos yang dipercaya warga Tegalsambi, bahwa di desa tersebut

ada sejenis makhluk ghaib berupa harimau. Harimau tersebut diakui sebagai

“sesepuh” Desa Tegalsambi. Menurut cerita warga, warga pernah mendengar

suara seperti auman harimau yang meminta sesajen. Warga menyebutnya Macan

Bumi. Jika sudah titi wancinya namun sesaji belum disiapkan, maka macan

tersebut akan mengeluarkan suara auman pertanda meminta makan.

Makhluk gaib juga membutuhkan makanan seperti halnya manusia.

Namun pemberian makan pada macan bumi hanya di saat ritual Perang Obor saja,

Page 84: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

jadi tidak setiap hari. Apabila pemberian makan pada macan bumi terlupakan,

hampir bisa dipastikan ada warga yang mendengar suara aumannya.

2. Mitos Timbulnya Bencana Apabila Tidak Diselenggarakan UPTO.

Upacara Tradisional Perang Obor sudah menjadi bagian dari kegiatan

Desa Tegalsambi, maka upacara tersebut tidak bisa dipisahkan dari agenda

masyarakat Tegalsambi. Untuk itu siapapun yang menjadi Petinggi Desa

Tegalsambi tidak boleh sekali-kali menghapus atau meniadakan UPTO. Sekitar

tahun 1955 terjadi peristiwa petinggi Desa Tegalsambi yang berkuasa pada saat

itu bermaksud menghapus ritual tersebut. Menurut beliau UTPO dianggap syirik,

dan tidak mempercayai kepercayaan-kepercayaan yang ada. Sehingga upacara

ritual yang sudah melekat dengan sengaja tidak dilaksanakan. Seketika itu, istri

dari Petinggi tersebut tiba-tiba menjadi gila seperti orang kesurupan.

Setelah menelusuri sebab akibat terjadinya kejadian aneh tersebut,

akhirnya setahun berikutnya atas saran para sesepuh desa, petinggi tersebut

mengadakan UPTO. Seketika itu juga istri petinggi yang mendadak gila menjadi

sehat kembali. Semenjak kejadian tersebut, sampai sekarang tidak ada lagi

petinggi yang meninggalkan UTPO.

3. Mitos Minyak Penyembuh Luka Bakar

UTPO tidak bisa dilepaskan dengan api. Dalam ritual tersebut, kedua kubu

saling menyerang dengan menggunakan obor. Tentu saja akibat yang ditimbulkan

adalah luka bakar. Setelah para peserta melaksanakan perang obor, luka-luka

bakar yang diderita para pemain segera diolesi dengan minyak. Minyak oles yang

digunakan merupakan hasil ramuan ibu Petinggi Tegalsambi. Sudah menjadi

Page 85: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

ketentuan bahwa peramu minyak haruslah ibu Petinggi sendiri, tidak boleh

diwakilkan oleh siapapun.

Bahan yang digunakan untuk meramu obat adalah minyak kelapa yang

dicampur dengan bunga bekas doa selama satu tahun. Bunga bekas doa yang

dimaksud adalah bunga layon, yaitu bunga sisa dari pusaka desa yang selalu diberi

sesaji dengan membakar kemenyan dan bunga telon pada tiap-tiap malam Jum’at

oleh Kepala desa, seraya memohon keselamatan untuk warga Desa Tegalsambi.

Bunga tersebut dikumpulkan menjadi satu, setelah satu tahun / pada hari

pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor hasil kumpulan bunga yang telah

layu tersebut dijadikan sebagai bahan dasar minyak penyembuh luka bakar.

4. Mitos Peserta Perang Obor Haruslah Pemuda Dari Desa Tegalsambi.

Peserta Perang Obor haruslah pemuda Tegalsambi asli. Masyarakat

percaya, jika warga dari desa lain menjadi peserta, maka akan mengancam

keselamatan warga dari luar tersebut. Kepercayaan warga tersebut didasarkan

pada peristiwa yang pernah terjadi. Ada seorang warga luar desa Tegalsambi yang

nekat ingin menjadi peserta Perang Obor. Kemudian terjadilah hal yang tak

diinginkan, warga luar desa tersebut kesakitan karena terkena percikan api.

Dari beberapa mitos di atas, maka mitos memiliki nilai guna, antara lain:

1. Menyadarkan manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di dunia.

Alam dan seisinya menyimpan suatu kekuatan gaib yang secara

sadar atau tidak sadar kehadirannya dapat dirasakan atau diketahui oleh

manusia. Terkait dengan mitos yang ada dalam UTPO, kekuatan gaib

tersebut berhubungan dengan adanya peristiwa yang terjadi dan dialami

oleh masyarakat Desa Tegalsambi.

Page 86: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Mitos memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan

gaib, serta membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya gaib

sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam

kehidupan. Masyarakat Desa Tegalsambi percaya bahwa dengan

menyelenggarakan UTPO untuk sedekah bumi, maka warga Desa

Tegalsambi dapat terhindar dari bencana.

Sebelum melaksanakan UTPO pada pagi hari, warga memberi sesaji

di tiap perbatasan Desa yang dianggap “dihuni” oleh para leluhur Desa

Tegalsambi. Warga percaya bahwa ada makhluk gaib yang menjaga

keamanan Desa di tiap perbatasan. Dengan menghormati makhluk-

makhluk tersebut, maka makhluk-makhluk itu tidak akan mengganggu

ketenangan Desa Tegalsambi.

Selain menghormati para leluhur dengan memberikan sesaji,

masyarakat juga percaya bahwa UTPO sangatlah sakral, sehingga tidak

boleh sembarangan dalam mempersiapkan upacara. Keyakinan tersebut

masih bersemayam di hati dan pikiran, serta menjadikan suatu pantangan

bagi masyarakat untuk tidak melanggarnya.

Mitos tidak hanya memberikan semacam informasi mengenai

kekuatan gaib, tetapi mitos turut menghayati daya-daya tersebut sebagai

kekuatan yang berpengaruh terhadap alam atau kehidupan masyarakat.

Mitos memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena-

fenomena yang terjadi di alam semesta. Fenomena alam yang terjadi pada

dasarnya dapat membawa pengertian kepada manusia bahwa ada

Page 87: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

kekuatan-kekuatan alam yang menjalankan dan mengendalikan fenomena

tersebut.

2. Memberikan Jaminan Masa Kini

Dapat dikatakan bahwa jaminan keselamatan warga Desa

Tegalsambi adalah dengan menyelenggarakan sedekah bumi yang berupa

UTPO. Upacara tersebut diadakan satu tahun sekali, yaitu pada hari Senin

Pahing malam Selasa Pon.

Bagi warga Desa Tegalsambi, ritual tersebut sebagai tolak bala dan

juga sebagai syukuran warga Desa setelah panen padi, agar tahun-tahun

mendatang semua warga masih mendapatkan rejeki dari Yang Maha

Kuasa. Tradisi itu tetap dilestarikan, sebab melalui tradisi tersebut

masyarakat bisa guyub dengan memanjatkan doa bersama agar terhindar

dari marabahaya. Hal ini menjadikan mitos sebagai suatu perantara antara

manusia dengan kekuatan-kekuatan alam.

3. Memberikan Pengetahuan Tentang Dunia

Mitos memberikan sumbangan pada manusia berupa ilmu yang

bermanfaat bagi manusia. Ilmu pengetahuan yang didapat dari cerita

rakyat bisa menjadi suatu ilmu yang berharga bahkan ajaran-ajaran di

dalamnya membantu manusia menemukan karakter manusia mana yang

baik dan mana yang buruk, serta mendidiknya untuk menjadi lebih baik.

Pengetahuan yang didapat dari CRPO adalah pengetahuan-

pengetahuan asal-usul adanya pelaksanaan UTPO, serta pengetahuan

tentang adanya kekuatan gaib dalam kehidupan dengan tidak melanggar

pantangan-pantangan yang ada.

Page 88: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Bagi masyarakat yang mempercayai mitos, mitos berarti sesuatu

yang benar dan menjadi milik mereka yang berharga, karena merupakan

sesuatu yang suci, bermakna dan menjadi contoh model bagi kehidupan

manusia. Itulah sebabnya mitos dianggap memberi petuah bagi kehidupan

manusia.

D. Makna Simbolik Sesaji

Di dalam suatu upacara tradisional terkandung banyak lambang, dan

lambang tersebut memiliki makna tertentu. Melalui lambang terdapat berbagai

pesan terselubung yang memberikan petunjuk tentang apa yang boleh dan dan

tidak boleh dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, sering

dijumpai baik disengaja atau tidak, masyarakat sering melanggar aturan yang

seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu, melalui lambang disampaikan pesan agar

masyarakat selalu ingat apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan.

UPTO di dalamnya kaya akan lambang-lambang yang terwujud dalam

bentuk sesaji. Selain memiliki pesan tentang baik dan buruk, sesaji juga

digunakan sebagai sarana komunikasi kepada makhluk-makhluk gaib untuk

menghormati keberadaan mereka. Sesaji dalam UTPO meliputi:

1. Daging Kerbau

Daging yang digunakan untuk sesaji dalam pelaksanaan UTPO adalah

daging kerbau jantan muda, belum kawin, dan belum pernah digunakan untuk

bekerja. Kerbau oleh orang Jawa pada umumnya merupakan lambang

kebodohan. Penyembelihan kerbau pada pagi hari mempunyai maksud bahwa

kebodohan harus dihilangkan sejak manusia berusia dini. Makna dari

Page 89: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

penyembelihan kerbau yaitu bahwa sebagai pemuda desa harus rela

mengorbankan jiwa raganya demi daerahnya, yaitu Desa Tegalsambi.

2. Darah kerbau

Sesaji darah kerbau khusus ditaruh di rumah petinggi Tegalsambi.

Maksud dari darah tersebut adalah, bahwa sebagai seorang pemimpin

hendaknya rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk rakyat hingga titik

darah penghabisan.

3. Pisang raja

Pisang raja setangkep sebagai lambang bahwa sebagai manusia harus

bersatu, manunggal antara pekerjaan dengan penyuwunan. Pisang raja juga

bisa bermakna agar pemimpin didukung oleh seluruh rakyatnya. Masyarakat

akan hidup tentram dan bahagia jika antara pemimpin dan rakyatnya saling

mendukung dan melengkapi. Pemimpin tidak semena-mena pada rakyatnya

tetapi mengayomi rakyatnya, sehingga kehidupan akan tentram, makmur, dan

bahagia.

4. Jajan pasar

Jajan pasar terdiri dari berbagai macam makanan yang biasanya

dijual di pasar. Jajan pasar merupakan suatu pengharapan dari masyarakat

agar hidupnya selalu mendapatkan limpahan dalam mengerjakan sawah, agar

semua yang ditanam menghasilkan panen yang baik dan melimpah sehingga

hidupnya tidak akan kekurangan. Dengan kata lain, jajan pasar

melambangkan kemakmuran masyarakat setempat.

Page 90: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

5. Kembang telon

Kembang telon terdiri dari bunga mawar, bunga kenanga, dan bunga

melati yang dianggap sebagai kesenangan yang mbahureksa Desa

Tegalsambi. Telon berasal dari kata telu (tiga), dengan harapan agar meraih

tiga kesempurnaan dan kemuliaan hidup (tri tunggal jaya sampurna). Sugih

banda, sugih ngelmu, sugih kuasa.

6. Kemenyan

Kemenyan merupakan salah satu kesukaan makhluk halus, sehingga

dengan diberi kesukaannya maka makhluk halus itu akan memberikan

perlindungan pada masyarakat dan menghormati arwah leluhur. Selain

sebagai kesukaan makhluk halus, asap kemenyan yang berlika-liku

menandakan bahwa untuk menuju jalan Tuhan tidaklah mudah.

7. Degan

Degan sebagai lambang air suci dari surga. Hal ini mempunyai makna

bahwa tidak ada manusia yang suci di dunia ini kecuali Tuhan Sang Pencipta

alam semesta.

8. Sega golong

Sega golong adalah nasi putih yang dikepal-kepal hingga berbentuk

bulat. Nasi ini melambangkan lumakuning kebulatan tekad, rasa, karsa, dan

cipta seluruh warga.

9. Telur

Telur merupakan lambang wiji dadi (benih) terjadinya manusia.

Manusia terbentuk dari sperma dan ovum. Kemudian berbentuk janin dalam

rahim ibu. Rahim ibu sebagai perumpamaan cangkang telur. Ibu memegang

Page 91: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

kehidupan sang bayi. Maka tersirat pesan supaya kita berbakti pada orang tua,

terutama kepada ibu yang melahirkan kita.

10. Brambang (bawang merah)

Brambang mempunyai makna tentang perbuatan yang penuh

pertimbangan.

11. Kemiri

Kemiri merupakan lambang kebahagiaan karena doanya dikabulkan

Tuhan. Adanya kemiri dalam sesaji diharapkan agar permohonan warga akan

terkabul, sehingga warga bahagia.

12. Gemblong

Gemblong sering disebut dengan jadah. Jadah terbentuk dari bahasa

Arab, yaitu hajat yang artinya keperluan. Maksudnya, persyaratan-

persyaratan UTPO sudah terpenuhi, sehingga diharapkan dapat berjalan

dengan baik tanpa halangan apapun. Selain itu, jadah mempunyai makna

sesuai dengan cara pembuatannya, yaitu ditumbuk sampai halus. Dalam

menumbuk harus sungguh-sungguh supaya hasilnya lembut, begitu pula

dalam memohon harus bersungguh-sungguh supaya keinginannya terkabul.

13. Ketan

Ketan berasal dari bahasa Arab khatha’an yaitu kesalahan. Ketan

mengandung makna pengiriman doa kepada arwah leluhurnya agar selalu

dekat dengan Tuhan dan diampuni segala dosa dan kesalahannya. Ketan

berwarna putih melambangkan kesucian hati yang mengirim doa. Jadi,

maksud disajikannya ketan adalah sebagai lambang kesucian hati orang yang

Page 92: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

mengirim doa kepada arwah leluhurnya, agar selalu dekat dengan Tuhan dan

diampuni dosanya.

14. Lombok abang

Lombok abang merupakan lambang dari munculnya keberanian dan

tekad untuk manunggal dengan Tuhan.

15. Sisir

Sisir bermakna untuk meluruskan keburukan agar menjadi suatu

kebaikan.

16. Kaca

Kaca mempunyai makna sebagai pangilon, agar manusia berkaca pada

diri sendiri apakah dirinya sudah baik atau belum.

17. Klasa Bangka

Klasa bangka adalah tikar kecil yang terbuat dari daun pandan yang

dianyam. Klasa bangka biasanya digunakan untuk alas orang yang sudah

meninggal. Dalam UTPO memiliki makna agar masyarakat selalu ingat

bahwa kehidupan di dunia ini tidak abadi. Semua manusia pada akhirnya

akan meninggal.

18. Kupat dan lepet

Kupat merupakan akronim Jawa dari ngaku lepat (mengakui

kekhilafan, kesalahan atau kekeliruan), mengakui kesalahan merupakan dasar

pokok dari taubat disamping meminta maaf dan menyesali perbuatan. Dengan

kupat, diharapkan akan ringan dan mudah bagi kita untuk mengakui

kesalahan. Sedangkan lepet diartikan lekat (lengket), dimaksudkan sebagai

penyadaran bahwa manusia memang tidak terlepas dari kesalahan.

Page 93: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

19. Air putih dalam kendi

Air putih dalam kendi yang terbuat dari tanah, ini mempunyai maksud

selain untuk membersihkan / keweningan agar seseorang berbuat bersih.

20. Tumpeng

Tumpeng mengingatkan bahwa Tuhan menguasai seluruh isi alam ini,

karena tumpeng selalu berbentuk kerucut, semakin ke atas semakin

meruncing. Tumpeng sebagai simbol keyakinan dan keteguhan iman kepada

Tuhan. Dengan keyakinan, maka akan berhasil dan sukses. Begitu pula

dengan UTPO, dengan keteguhan iman dan yakin maka upacara tersebut akan

berjalan sebagai mana mestinya tanpa suatu halangan apapun, dan paling

penting permohonan dapat dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

21. Jenang abang putih

Jenang abang putih merupakan perlambang dari bapa-biyung.

Maksudnya dalam jenang ini terdapat dua warna yaitu abang dan putih.

Jenang abang adalah simbol benih dari ibu (biyung) dan jenang putih dari

ayah (bapa). Jenang abang putih merupakan lambang dari percampuran raga

antara Bapa dan Ibu. Percampuran ragawi yang diikat oleh rasa sejati, dan

jiwa yang penuh cinta kasih yang mulia, sebagai pasangan hidup yang seiring

dan sejalan. Perpaduan ini diharapkan menghasilkan bibit regenerasi yang

berkwalitas unggul. Melahirkan suatu negeri yang tiada musibah dan

bencana, subur makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta

raharja.

Page 94: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

22. Rujak degan

Supaya hatinya legan, legowo. Seger sumringah, segar bugar dengan

hati yang selalu sumeleh, lega lila lan legawa. Hatinya selalu berserah diri

pada Tuhan, selalu sabar, dan tulus.

23. Ingkung

Ingkung melambangkan bayi yang masih suci belum mempunyai

kesalahan. Ingkung juga melambangkan kepasrahan pada Tuhan.

24. Cengkaruk

Cengkaruk bermakna ngaruki rejeki. Dengan adanya cengkaruk dalam

sesaji diharapkan agar warga setempat mendapat rejeki yang melimpah.

E. Nilai Guna Cerita Rakyat Perang Obor

1. Fungsi Cerita Rakyat

Pada dasarnya cerita rakyat mampu mempengaruhi masyarakatnya

terhadap pembentukan tata nilai yang berupa sikap dan perilaku.

Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk cerita yang hidup dalam

masyarakat, sehingga memiliki fungsi tertentu bagi masyarakat

pendukungnya. Adapun fungsi-fungsi CRPO adalah sebagai berikut:

a. Sistem proyeksi

Cerita Rakyat Perang Obor mencerminkan gambaran tentang

pentingnya sikap tanggungjawab yang ditampilkan dalam cerita melalui

tokoh. CRPO yang menggambarkan tentang tanggungjawab seorang

pekerja terhadap majikannya atas tugas yang telah dibebankan padanya

dan telah disanggupinya, yaitu menggembala ternak. Seharusnya pekerja

Page 95: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

tersebut menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin, namun dalam

kenyataannya, sang pangon telah gagal / melalaikan dalam menjalankan

tugasnya, sehingga ternak yang digembalakannya tidak terawat dengan

baik bahkan sebagian besar sakit.

Dari kejadian tersebut, Kiai Babadan sebagai sang majikan telah

dikecewakan oleh Ki Gemblong yang bertugas sebagai bawahan / pangon.

Sehingga dengan terjadinya perang obor yang diawali dengan kekecewaan

seorang majikan terhadap bawahannya, masyarakat dapat mengambil

hikmah tentang petingnya sebuah tanggungjawab.

b. Alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan

Cerita Rakyat berfungsi mengontrol kelangsungan budaya suatu

masyarakat dalam cerita ini, yaitu CRPO di Desa Tegalsambi dari generasi

ke generasi melalui peraturan dan pendidikannya dengan menekankan

pada nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh

bahwa cerita rakyat menjaga stabilitas budaya di Desa Tegalsambi ialah

masih adanya kepercayaan terhadap kekuatan gaib, tradisi UTPO, mitos-

mitos yang ada, dan sebagainya. Meskipun sebetulnya masyarakat desa

tegalsambi pada umumnya dalam kehidupan agamnya bisa dikatakan

sangat kuat, namun demikian mereka bisa membedakan antara tradisi,

budaya, dan agama. Mereka memandang tradisi adalah suatu ritual sebagai

warisan budaya turun temurun yang bisa diingat oleh anak cucu. Namun

tidak sampai membuat mereka melupakan bahwa kekuasaan tertinggi ada

di tangan Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa).

Page 96: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

c. Alat pendidikan

Di dalam CRPO mengandung nilai-nilai pendidikan bagi anak,

antara lain:

1. Pentingnya sikap tanggung jawab. Dalam kehidupan, sikap tanggung

jawab sangatlah penting. Sedari kecil, remaja, dewasa, hingga tua,

manusia akan terus menerus melakukan aktivitas-aktivitas kecil

maupun besar sebagai bentuk kewajiban yang diembannya. Apabila

mengabaikannya, dampak negatif akan dirasakan. Begitu pula dengan

nilai pendidikan yang terkandung dalam CRPO, apabila telah

menyanggupi suatu pekerjaan, hendaknya bertanggung jawab atas

kesanggupannya tersebut.

2. Nilai religius. Tujuan pelaksanaan UTPO yaitu sebagai sedekah bumi,

media bentuk rasa syukur warga Desa Tegalsambi atas limpahan

karunia Allah SWT. Dalam pelaksanaan Upacara tersebut selalu

mengedepankan syariat islam.

3. Hukuman untuk orang yang bersalah. Orang yang bersalah harus

dihukum agar jera dan tidak melakukan kesalahan yang sama lagi.

Itulah yang terkandung dalam CRPO. Kiai Babadan menggunakan

obor untuk menghukum Ki Gemblong.

4. Menghormati antarsesama, maupun dengan makhluk halus. Manusia

hidup di dunia memerlukan bantuan orang lain. Pelaksanaan UPTO

membutuhkan banyak tenaga kerja agar kondusif. Selain antarsesama,

juga terdapat makhluk kasat mata yang ada dalam kehidupan

manusia. Mereka bisa mengganggu jika manusia mengganggu

Page 97: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

mereka. Namun mereka juga bisa ramah apabila manusia

menghormati keberadaan mereka, yaitu dengan tidak mengusik

kehidupan mereka. Dalam tradisi UTPO, warga menghormati

keberadaan mereka dengan memberi sesaji kepada mereka, dengan

tujuan agar mereka ikut membantu kelancaran pelaksanaan UTPO.

d. Alat pemaksa dan pengawas

CRPO berfungsi pula sebagai media penuangan nilai-nilai tentang

perilaku, aturan, serta moral yang dapat diterima oleh masyarakatnya.

Dalam CRPO tersirat adanya larangan dan aturan tentang yang harus

dijalani manusia, dan anjuran kepada manusia hanya memohon kepada

Tuhan Yang Maha Esa.

2. Fungsi Upacara Tradisional Perang Obor

CRPO yang tergolong dalam folklor sebagian lisan juga terdapat bentuk

upacara sebagai tradisi yang merupakan bagian folklor bukan lisannya. UTPO

merupakan suatu upacara tradisi yang mempunyai pengaruh positif sehingga

masih dilestarikan oleh warga Desa Tegalsambi. UTPO memiliki fungsi kaitannya

dengan penyelenggaraan tradisi upacara, yaitu nilai gotong royong. Dalam

penyelenggaraannya terdapat nilai kerjasama dan gotong royong dengan rasa rela

karena mereka yakin bahwa proyek pekerjaan tersebut bermanfaat bagi mereka.

Disamping mempunyai nilai gotong royong, UTPO juga mengandung nilai

solidaritas yang tinggi antar umat beragama. Sebagai contoh, dalam proses

pembacaan doa lebih banyak menggunakan doa-doa yang bersifat islami, serta

dilaksanakan di tempat peribadatan kaum muslim (masjid). Namun demikian

masyarakat yang beragama non muslimpun tidak ada yang protes. Mereka

Page 98: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

menghargai proses tersebut sebagaimana adanya, seperti yang telah dilakukan

oleh nenek moyang mereka.

UTPO juga memiliki fungsi sebagai suatu hiburan bagi masyarakat.

Pelaksanaan UTPO dengan segala ritualnya memakan waktu kurang lebih satu

bulan sebelum acara puncak perang obor, yang dimulai dengan selamatan di

punden-punden, penyembelihan hewan kurban, pembagian sesaji, pementasan

wayang, selamatan di masjid, dan acara puncak yaitu perang obor. Merupakan

suatu wahana hiburan yang sangat dinantikan oleh masyarakat setempat, selalin

sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga sebagai

penghilang kejenuhan rutinitas warga Desa Tegalsambi, bahkan masyarakat luar

Desa Tegalsambi.

3. Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat Perang Obor

Dalam setiap cerita rakyat, terkandung nilai-nilai luhur yang sangat

bermanfaat bagi kehidupan manusia, termasuk dalam hal ini masyarakat

Tegalsambi sebagai pemilik CRPO. Hal ini diharapkan membawa dampak positif

bagi perilaku masyarakat yang bersangkutan.

Adapun nilai-nilai moral yang terkandung di dalam CRPO, antara lain:

a. Manusia Saling Membutuhkan.

Kiai Babadan yang memiliki banyak ternak tidak mampu

mengurusinya, maka Kiai Babadan meminta tolong bantuan Ki

Gemblong untuk mengurus ternak-ternaknya. Ki Gemblongpun

menyanggupinya, sehingga ternak-ternak Kiai Babadan akhirnya

digembalakan oleh Ki Gemblong.

Page 99: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan bantuan

orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial. Tolong-menolong

menjadi sebuah keharusan karena apapun yang kita kerjakan

membutuhkan pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia seorang

pun di muka bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang

lain. Menolong seseorang yang dalam kesulitan adalah perbuatan

terpuji. Oleh karena itu, sikap tersebut perlu dilestarikan, karena sangat

relevan dengan nilai budaya bangsa Indonesia.

b. Pentingnya Sikap Tanggungjawab

Ki Gemblong yang menyanggupi permintaan Kiai Babadan

untuk mengurus ternak-ternaknya sangat rajin dalam menjalankan

tugasnya. Ternak-ternak Kiai Babadan menjadi sehat dan gemuk-

gemuk. Kiai Babadan selaku pemilik ternak sangat senang atas kinerja

Ki Gemblong yang bertanggung jawab dalam mengurus ternaknya.

Namun itu hanya di awalnya saja, lama-kelamaan ternak Kiai Babadan

menjadi sakit-sakitan dan kurus. Hal itu dikarenakan Ki Gemblong

yang tidak lagi memperdulikan ternak-ternak tersebut, akhirnya hewan-

hewan ternak pun menjadi sakit dan ada yang mati.

Tanggungjawab adalah siap menerima kewajiban atau tugas.

Rasa tanggungjawab atas suatu tugas yang sudah diterima dan

disepakati oleh seseorang haruslah disertai dengan loyalitas penerima

tugas terhadap atasannya, dalam hal ini, tanggungjawab moral sangatlah

penting. Sebagai seorang penggembala ternak yang memelihara ternak-

ternak majikannya. Ki Gemblong yang keasyikan menangkap ikan di

Page 100: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

sungai akhirnya lupa akan tugasnya. Di sinilah tanggungjawab Ki

Gemblong mulai disangsikan dan akhirnya membuat sang majikan

(Kiai Babadan) marah.

Makna dari sebuah tanggungjawab adalah siap menjalankan

tugas yang telah disepakati dengan penuh kesadaran. Sadar akan resiko

dari tugas yang diterima, karena biasanya dalam menjalankan

tanggungjawab tersebut akan dijumpai beberapa kendala yang dapat

menguji loyalitas atas sebuah kepercayaan, dan tidak jarang ujian

tersebut lebih menguntungkan dibanding tugas yang dijalaninya.

c. Tidak Boleh Malas

Ki Gemblong yang mendapat kegemaran baru, yaitu menangkap

ikan, menjadi malas untuk mengurus ternak. Kemalasannya berdampak

pada hewan-hewan ternak yang kemudian menjadi sakit-sakitan.

Kemalasan hanya akan menimbulkan dampak buruk terhadap

pelakunya. Seorang yang malas bekerja tidak akan mendapatkan hasil

yang diinginkan. Dalam istilah Jawa ada peribahasa “wong obah

mamah”, tidak ada hasil positif yang diambil dari seorang pemalas. Jika

ingin mendapatkan hasil yang baik, harus rajin bekerja.

d. Jangan Mudah Terkecoh Dengan Sesuatu Yang Menggiurkan

Sesuatu yang berkilauan itu belum tentu emas. Bisa jadi itu

hanya fatamorgana, dan akhirnya keburukan yang didapat. Seorang Ki

Gemblong, buruh yang mendapat kepercayaan penuh dari majikannya

untuk menggembalakan ternak-ternaknya. Ternyata Ki Gemblong

terkecoh dan tidak kuasa menahan nafsunya untuk lebih fokus mencari

Page 101: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

ikan daripada mengurus ternak. Tanpa dia sadari, dia telah lalai dengan

amanah yang diberikan majikannya.

e. Jangan Merugikan Orang Lain

Dalam menjalankan suatu pekerjaan terkadang karena terlalu

senang, seringkali lupa apakah ada pihak-pihak yang dirugikan. Dalam

cerita ini, pihak yang paling merasa dirugikan adalah Kiai Babadan

sebagai majikan yang telah meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk

mengurus ternak, karena banyak ternak Kiai Babadan yang sakit-

sakitan dan mati.

Sebetulnya hal ini bisa dihindari apabila kedua belah pihak

saling menyadari kewajibannya masing-masing. Seorang guru tidak sia-

sia mengajarkan ilmunya bila sang murid tekun mempelajarinya.

Seorang dokter bisa maksimal menyembuhkan pasiennya jika obat yang

diberikan pada pasiennya diminum sesuai anjurannya.

f. Patuh Pada Perintah

Seseorang yang amanah adala orang yang patuh menjalankan

perintah. Dengan menyadari posisi masing-masing, maka akan timbul

suatu hubungan yang harmonis. Seorang hamba haruslah patuh pada

Tuhannya, seorang pangon mentaati perintah majikannya. Adanya rasa

patuh, maka akan timbul rasa sayang, rasa kasih yang ikhlas. Tuhan

pasti akan ridho mencurahkan cinta kasih-Nya pada hamba yang patuh

dan mentaati perintah serta laranganNya. Seorang majikanpun akan

lebih menyayangi anak buahnya karena selalu patuh menjalankan tugas

yang dibebankan. Akhirnya yang akan memetik hasil lebih banyak

Page 102: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

adalah buruh itu sendiri, karena berbagai hadiah atau pemberian-

pemberian lain akan mengalir sebagai bonus atas kepatuhannya.

g. Kebusukan Akan Tercium Juga

Sepandai-pandai dan serapat-rapat seseorang menyimpan

bangkai, bau busuknya akan tercium juga. Pada awalnya Ki Gemblong

masih bisa menutupi kesalahannya atas kelalaian tugasnya. Namun Kiai

Babadan heran dengan perilaku Ki Gemblong yang semakin tidak jelas

dan ternaknya sakit-sakitan, karena selalu pulang terlambat saat

menggembala. Kiai Babadan mencari tahu apa penyebab ternaknya

menjadi kurus dan sakit-sakitan. Tak lain adalah karena ulah Ki

Gemblong yang menelantarkan ternak-ternak. Akhirnya Kiai

Babadanpun tahu apa penyebabnya.

Page 103: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara

jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan

masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir,

dan lain-lain. Masyarakat Tegalsambi mempunyai pekerjaan dominan di

bidang perkayuan/ukir. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih

rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, terbatasnya

sarana dan prasarana pendidikan, rendahnya kualitas tenaga pengajar.

2. Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara memiliki warisan

kebudayaan yang berupa cerita rakyat beserta tradisi Upacara Tradisional

Perang Obor. Cerita Rakyat Perang Obor masuk ke dalam golongan folklor

sebagian lisan. Dikatakan sebagian lisan karena memiliki cerita yang

berbentuk mite, yang dianggap oleh sang empunya cerita sebagai suatu

kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi dan percaya dengan tokoh

yang ada dalam cerita, yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Sedangkan

dikatakan bukan lisan karena dalam Cerita Rakyat Perang Obor terdapat

sebuah pelaksanaan upacara tradisional sebagai tindak lanjut atas cerita yang

terjadi. Upacara Tradisional Perang Obor dilaksanakan sebagai ungkapan rasa

syukur warga Desa Tegalsambi kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

Page 104: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

nikmat dan karunianya, sehingga warga Desa Tegalsambi selalu dalam

lindungan-Nya dan terhindar dari segala marabahaya.

3. Di dalam Cerita Rakyat dan pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor

muncul beberapa kepercayaan / mitos yang dipercaya oleh warga Desa

Tegalsambi, antara lain mitos auman macan bumi / siluman penunggu Desa

Tegalsambi, mitos terjadinya bencana apabila tidak melaksanakan upacara

perang obor, mitos minyak obat penyembuh luka bakar, dan lain-lain. Adanya

mitos tersebut sebagai dampak munculnya legenda Perang Obor antara Kiai

Babadan dan Ki Gemblong. Mitos-mitos tersebut merupakan kepercayaan

yang sudah melekat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor,

dan tidak warga yang berani melanggarnya. Berkaitan dengan adanya

beberapa mitos tersebut, mitos memiliki fungsi sebagai: a. menyadarkan

manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di dunia, b. memberikan

jaminan pada masa kini, c. memberikan pengetahuan tentang dunia.

4. Pada pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor terdapat beberapa sesaji

yang digunakan sebagai perlambang untuk menggambarkan hal-hal yang baik

dan hal-hal yang buruk, serta bermakna untuk meminta permohonan kepada

Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain sebagai lambang memohon kepada Tuhan,

sesaji juga digunakan sebagai sarana komunikasi kepada makhluk-makhluk

gaib yang bersemayam di Desa Tegalsambi agar pelaksanaan Upacara

Tradisional Perang Obor berjalan lancar tanpa ada suatu halangan apapun.

5. Nilai Guna dari adanya Cerita Rakyat Perang Obor mampu memberikan hal-

hal yang bermanfaat bagi masyarakat, antara lain sebagai sistem proyeksi,

alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, dan lain-lain.

Page 105: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

B. Saran

Cerita Rakyat Perang Obor merupakan salah satu dari sekian banyak

kebudayaan di Indonesia yang harus dilestarikan, karena kebudayaan merupakan

warisan leluhur yang harus dijaga. Cerita rakyat Perang Obor mengandung nilai

moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak. Begitu pula dengan

tradisi Upacara Tradisional Perang Obor yang merupakan warisan adat istiadat ini

seyogyanya dipertahankan dan dilestarikan agar tidak musnah.

Masyarakat Desa Tegalsambi sebagai pewaris Cerita Rakyat serta tradisi

Upacara Tradisional Perang Obor hendaknya merawat, menjaga, serta

melestarikan keberadaannya. Usaha tersebut bisa dilakukan dengan menceritakan

kembali Cerita Rakyat Perang Obor kepada generasi berikutnya melalui cerita

sebelum tidur kepada anak-anak mereka, atau melalui pengetahuan di sekolah-

sekolah Desa Tegalsambi. Serta tetap melaksanakan upacara tradisional dengan

tradisi sesajinya sebagai wujud hubungan dengan para leluhur terdahulunya.

Jika kita melihat kenyataan dalam perkembangan zaman teknologi yang

berpangkal pada kehidupan modern, maka adat istiadat bangsa Indonesia ini akan

menghadapi tantangan berupa pergeseran nilai. Tidak mustahil pergeseran nilai

dapat mendangkalkan adat istiadat leluhur, terlebih pada generasi muda yang

masih belum kuat dan belum mampu mengantisipasi kedatangan budaya asing

yang serba modern, yang mendasarkan pada kemampuan teknologi dan

melupakan sumber nilai-nilai luhur yang mengakar pada adat istiadat kebudayaan

bangsa kita. Apabila pergeseran nilai dibiarkan berlarut-larut, maka tidak mustahil

tradisi Upacara Tradisional Perang Obor akan dilupakan dan bahkan tidak dikenal

oleh generasi muda dan akhirnya akan hilang sama sekali. Oleh karena itu,

Page 106: CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

sangatlah bermanfaat apabila mengadakan penelitian/ pendokumentasian

mengenai cerita rakyat di suatu daerah yang mendukung khasanah budaya

nasional, serta untuk menunjang budaya nasional.