cerita perikanan

6
JANGAN TAKUT BERMIMPI Sebuah kisah nyata yang dialami oleh Romi Novriadi PHPI Ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 10 Agustus tahun 2000, suasana pagi pada hari itu sangat cerah, matahari tersenyum menebarkan semangat, dan suasana pagi pada hari itu bertambah istimewa karena pengumuman penerimaan Mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dilakukan serentak di berbagai surat kabar dan di tempat ujian masuk perguruan tinggi. “Wah sudah jam 7, bisa terlambat nih” gumamku dalam hati, segera aku bergegas mandi dan pergi ke tempat pengumuman, maklum waktu itu beli koran terasa mubazir jikalau ada yang gratisan. Sebelum berangkat, kusalami ibu untuk meminta restu dan kuciumi pipi ayahku yang masih terbaring di tempat tidur. Sudah lebih satu tahun ayahku menghabiskan sebagian besar harinya di tempat tidur, akibat penyakit hepatitis yang disertai komplikasi pada ginjal. Sebelum berangkat, seperti biasa, aku melihat botol air putih yang ada di samping tempat tidur ayah, karena ayah harus cukup minum, maka kupersiapkan lagi satu botol air untuk ayah sebelum pergi. Sayup- sayup ku bisikkan ke telinga ayah “ Mohon do’anya ayah” Di salah satu tempat pengumuman, saya melihat sudah banyak orang berkerumun untuk melihat hasil ujian. dadaku berdegup kencang, khawatir apakah lulus atau tidak, karena kalau kuliah di PTN swasta sudah pasti saya tidak punya biaya, makanya PTN ini harus lulus. Lagipula dari beberapa test ujicoba aku lulus di beberapa PTN ternama. Ku mulai berdesak-desekkan bergerak maju menuju tempat pengumuman, kubaca dan terus ku baca, seolah-olah rasanya tidak percaya dengan mata ini, kenapa di jurusan yang kupilih No. Ujian dan namaku tidak muncul, “akh, mungkin salah”. Segera aku bergegas ke meja panitia, dan kuambil satu bundel pengumuman, dipojok bawah pohon mulai kuperhatikan satu per satu, sambil berharap namaku muncul, tapi “Ini pasti salah”, kuulangi dan kubaca secara perlahan, tetap namaku tidak muncul. Kesedihan semakin mendalam, melihat banyak orang gembira ketika namanya lulus masuk PTN. Di tengah kegalauan, saya teringat bahwa selain jalur UMPTN, saya juga mencoba jalur penerimaan mandiri program Diploma 3 di salah satu PTN di Sumatera, dan disitu namaku tercantum di Nomor 1, sebagai mahasiswa dengan skor tertinggi untuk salah satu program diploma, “ ya sudahlah...mungkin nasibku hanya di diploma”. Sambil pulang kukelilingi kampus untuk melihat keadaan sekitar dan menghabiskan waktu di tempat penjualan majalah bekas di kampus tersebut.

description

perikanan, cerita, beasiswa

Transcript of cerita perikanan

Page 1: cerita perikanan

JANGAN TAKUT BERMIMPI

Sebuah kisah nyata yang dialami oleh Romi Novriadi PHPI Ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia

10 Agustus tahun 2000, suasana pagi pada hari itu

sangat cerah, matahari tersenyum menebarkan

semangat, dan suasana pagi pada hari itu bertambah

istimewa karena pengumuman penerimaan Mahasiswa

di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dilakukan serentak di

berbagai surat kabar dan di tempat ujian masuk

perguruan tinggi.

“Wah sudah jam 7, bisa terlambat nih”

gumamku dalam hati, segera aku bergegas mandi dan

pergi ke tempat pengumuman, maklum waktu itu beli

koran terasa mubazir jikalau ada yang gratisan. Sebelum berangkat, kusalami ibu untuk

meminta restu dan kuciumi pipi ayahku yang masih terbaring di tempat tidur. Sudah

lebih satu tahun ayahku menghabiskan sebagian besar harinya di tempat tidur, akibat

penyakit hepatitis yang disertai komplikasi pada ginjal. Sebelum berangkat, seperti biasa,

aku melihat botol air putih yang ada di samping tempat tidur ayah, karena ayah harus

cukup minum, maka kupersiapkan lagi satu botol air untuk ayah sebelum pergi. Sayup-

sayup ku bisikkan ke telinga ayah “ Mohon do’anya ayah”

Di salah satu tempat pengumuman, saya melihat sudah banyak orang

berkerumun untuk melihat hasil ujian. dadaku berdegup kencang, khawatir apakah lulus

atau tidak, karena kalau kuliah di PTN swasta sudah pasti saya tidak punya biaya,

makanya PTN ini harus lulus. Lagipula dari beberapa test ujicoba aku lulus di beberapa

PTN ternama. Ku mulai berdesak-desekkan bergerak maju menuju tempat

pengumuman, kubaca dan terus ku baca, seolah-olah rasanya tidak percaya dengan

mata ini, kenapa di jurusan yang kupilih No. Ujian dan namaku tidak muncul, “akh,

mungkin salah”. Segera aku bergegas ke meja panitia, dan kuambil satu bundel

pengumuman, dipojok bawah pohon mulai kuperhatikan satu per satu, sambil berharap

namaku muncul, tapi “Ini pasti salah”, kuulangi dan kubaca secara perlahan, tetap

namaku tidak muncul. Kesedihan semakin mendalam, melihat banyak orang gembira

ketika namanya lulus masuk PTN.

Di tengah kegalauan, saya teringat bahwa selain jalur UMPTN, saya juga

mencoba jalur penerimaan mandiri program Diploma 3 di salah satu PTN di Sumatera,

dan disitu namaku tercantum di Nomor 1, sebagai mahasiswa dengan skor tertinggi untuk

salah satu program diploma, “ ya sudahlah...mungkin nasibku hanya di diploma”. Sambil

pulang kukelilingi kampus untuk melihat keadaan sekitar dan menghabiskan waktu di

tempat penjualan majalah bekas di kampus tersebut.

Page 2: cerita perikanan

Aku tertegun dengan gambar yang ada di majalah tersebut, wah betapa

enaknya di Eropa...minum kopi di tepi sungai yang indah, bangunan klasik dan modern

yang menjunjung tinggi, suasana alam dan wow...salju, sesuatu yang ingin saya alami.

“Tapi sepertinya aku tidak akan pernah ke sana”, aku bergumam seraya kembali

berjalan menuju rumah untuk mengabarkan hasil pengumuman.

Ku lihat ayah sudah bangun dan duduk menemani ibu masak untuk makan

siang, kuberikan kabar yang abru aku alami, dan ayah dan ibu hanya tersenyum,

Nak...mungkin itu jalan yang terbaik, kamu disuruh cepat tamat, cepat kerja, biar bisa

membantu ibu beli obat untuk ayah”. Setelah aku pikir-pikir, pendapat ibu ini ada

benarnya juga.

Sudah hampir satu semester aku jalani, hari demi hari kulalui tanpa uang saku

yang cukup. Padahal anak kuliahan harus memiliki bacaan, terlebih jurusan yang aku

pilih adalah jurusan yang selalu masuk laboratorium, jadi...yah harus sering fotocopy.

Untung saya diangkat jadi Komting (semacam ketua kelas gitu lho)...jadi saya untung,

tiap kali saya koordinir fotocopy, saya dapat gratisan sekian lembar dari

pengelolanya...wah lumayan...uang saku bisa hemat.

Libur semester telah tiba, IPK yang kuraih cukup baik, dan aku mulai

merencanakan kerja sampingan untuk bekal kuliah semester depan. Tapi baru

memasuki minggu pertama liburan, mendadak ayahku mulai merasakan kesakitan

yang sangat perih disekitar perutnya, kami sekeluarga panik, kami langsung

mengantarkan ayah ke Rumah sakit siang harinya, setelah masuk ICU, ayah dianjurkan

untuk dirwat inap, saya memegangi tangan ayah, saya ciumi pipi ayah, sambil berdo’a

agar cepat sembuh. Pada waktu itu kami mulai saling bercerita dan sesekali diiringi

canda. Aku bilang ke ayah, tentang impianku ke luar negeri...terutama ke Eropa. Ayah

hanya tersenyum...dan bilang Kamu pasti bisa jika mau berusaha. Setelah itu ayah minta

istirahat, dan malam harinya ayah mulai terlihat sesak nafas, tidak ada suara yang

keluar, hanya desisan sambil memegang perut yang mungkin terasa sakit. Di tengah

situasi seperti itu, saya berinisiatif memanggi dokter dan setelah diperiksa, dokter berkata

bahwa ayah sudah tiada.

Frustasi, stres, dan putus asa mulai menggelayut dalam pikiranku, aku tidak

perduli kalau ada di Rumah sakit, aku terus berteriak memanggil nama ayah, mencoba

untuk membangunkan tapi usaha itu sia-sia. Selama hidup, selain ibu, hanya ayah yang

mau mendengarkan impianku dan memberikan semangat untuk hidupku. Kini kami

tinggal bertiga, aku, ibuku dan adikku, setelah seminggu takziah selesai, kami berkumpul

untuk bicara. Ibu mengutarakan ingin bekerja untuk menafkahi kami, saya dan adik

hanya terdiam, dan sesaat saya bilang, Ibu...baiknya saya yang bekerja, saya akan

berhenti kuliah, dan mulai bekerja apa saja untuk meringankan beban keluarga. Tetapi

ibu meminta, agar saya tetap kuliah demi masa depan. Ibu selalu bisa memberikan

nasihat dengan bijak sehingga akhirnya saya pun tunduk, tetapi dalam hati kemauan

untuk bekerja tetap bergelora di dalam dada.

Masuk semester II, awal kuliah saya mulai dengan ucapan belasungkawa dari

citas akademika dan dari kawan-kawan satu angkatan. Uang santunan yang mereka

Page 3: cerita perikanan

berikan sepenuhnya saya berikan ke ibu. Saya memiliki kebiasaan duduk di warung kopi

kampus sebelum masuk masa kuliah dan praktikum. Disitu saya mendengar banyaknya

keuntungan jika memiliki pengaruh politik di kampus. Wah...bicara keuntungan,

kepalaku mulai berpikir, mungkin ini caranya (politik kampus) yang dapat membantuku

mencari dana kuliah sekaligus beasiswa. Saat itu sebulan lagi akan diadakan pemilihan

umum senat kampus tingkat fakultas, saya m ulai mempersiapkan diri dan mendaftar ke

semacam KPU kampus. Padahal kalau mereka jeli, nama-nama yang ada di

kepengurusan adalah nama asli tapi palsu, orangnya ada tapi tidak berkecimpung

dalam organisasi yang saya buat. Setelah melalui proses, Kelompok Aspirasi saya

(semacam parpol kampus) lulus untuk maju dalam pemilu, wah saya semangat,

seminggu menjelang pemilu, seluruh berkas Visi misi, lambang dan tujuan saya Fotocopy

di tempat langganan, kemudian tiap malam saya bergerilya untuk menempel logo dan

foto saya sebagai ...ehm calon gubernur mahasiswa, diseluruh pojokan kampus. Besoknya

banyak orang mulai bertanya-tanya tentang diri saya, selentingan saya dengar kabar “

ah...masak anak tingkat 1 dan Cuma program diploma lagi, mau jadi gubernur

mahasiswa”, tapi itu bukan menjadikan semangat saya surut justru menjadi tambah

kreatif dalam menjaring aspirasi mahasiswa khususnya di sekitar rumah dan kawan-

kawan satu angkatan di tiap jurusan.

Hari pemilu pun tiba, dan hasilnya...kelompok yang saya buat, dimana

ketuanya..saya, sekretarisnya..ya saya, bendaharanya...saya, dan anggota tiap bidang

juga...saya, terus menguntit suara Kelompok aspirasi salah satu himpunan mahasiswa

yang cukup ternama. Dan akhirnya ditetapkan kelompok aspirasi yang saya dirikan

menjadi pemenang ke-2 dalam pemilu tersebut. Setelah berunding dengan kelompok

aspirasi pemenang, padahal pada rapat itu, mereka diwakili jajaran pengurus lengkap,

sementara kelompok saya Cuma seorang, saya beralasan, semua pengurus saya sedang

praktikum di laboratorium, saya ditetapkan menjadi wakil gubernur. “hmmmm....

lumayan walau Cuma jadi wakil”.

Setelah itu saya mulai terlibat dengan banyak kegiatan, termasuk dengan jatah

beasiswa yang saya terima. Dan dari hasil tersebut saya menyisihkan ke Ibu untuk

menambah keperluan gizi kami. Setengah tahun saya sebagai Wakil gubernur, saya

mulai berpikir Independen untuk lebih dekat dengan berbagai Organisasi

kemasyarakatan dan partai politik di tempat saya. Dan akhirnya saya bisa tamat dan

lulus dengan baik tepat pada waktunya, berkat banyak bantuan orang lain, yang

jasanya tidak akan pernah saya lupakan.

Setelah wisuda, aku mulai membuat agenda, dan aku berpikir alangkah

baiknya bila agenda ini aku pajang di dinding biar gak lupa, tapi...di dinding ada

beberapa pemandangan di beberapa negara eropa yang aku tempel sebagai pemacu

semangat, tapi dengan terpaksa ku lepas...karna tidak ada lagi wilayah di dinding yang

bisa kutempel. Berbagai lamaran aku buat sambil etap berkarir di organisasi.

Pada waktu saya tamat, pemilu nasional sudah usai, banyak orang di parpol

yang saya bantu, ketika saya datang mulai ogah memunculkan wajahya, alasan yang

dibuat sedang keluar...ada rapat..., wah kalau udah jadi lupa ama kita yang jadi timses-

Page 4: cerita perikanan

nya (walau Cuma skala kecil). Dia lupa berbagai pergerakan yang saya lakukan untuk

memenangkan dirinya...tapi ya sudahlah...live must go on.

Berbagai lamaran yang saya kirim belum ada jawaban, tapi suatu sore ada

panggilan dari sebuah perusahaan Consumer good untuk jadi sales motor. Ya gak apa-

apa, apa aja yang penting halal, untuk membantu ibu dan adikku, minimal tidak

menjadi beban setelah tamat. Minggu pertama masih semangat, membawa kopi dan

pangan sereal komersial dalam box motor untuk dijajakan ke kios-kios kecil, tapi pada

minggu berikutnya, dikarenakan wilayah penjualan saya disekitar kampus, banyak

orang melecehkan saya ...aktivis jadi sales...tapi peduli amat, emang mereka yang beri

makan kita.

Beberapa bulan saya lalui, saya melihat kebutuhan kami mulai besar seiring

adik yang juga mulai masuk kuliah. Di suatu jum’at saya berdo’a “ Ya Allah, berikan

hamba pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan hamba”, do’a ini saya panjatkan

bukan karena tidak bersyukur tapi saya ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan

kemampuan dan diberikan penghasilan yang sesuai dengan pengeluaran....maklum

penghasilan sebagai sales motoris harus sesuai target, kalau gak sampai...yah bulan itu

harus super irit....

Sambil jualan, saya selalu duduk di Warung Kopi (tempat favorit...hehehehe),

sambil minum teh, saya melihat ada secarik kertas berisikan pengumuman penerimaan

Pegawai Negeri Sipil, awalnya kertas tersebut tidak saya hiraukan, bahkan saya sobek

sambil berpikir : “ mau jadi PNS...duit dari mana?”. Hingga esok hari, sahabat (yang

sekarang jadi istri..cuit..cuit) bawa pengumuman yang sama dan bilang, “ Rom...ada

jurusanmu disini, cobalah...” saya terima tetapi saya tidak terlalu perduli, karena

imagenya kalau ikut ujian tanpa uang sama juga bo’ong.

Seminggu pertama saya lewati, sambil melihat kalau lagi melintas saat jualan di

Dinas Tenaga kerja setempat, begitu banyak orang antri untuk buat kartu kuning, ampe

manjat-manjat pagar segala, tahun itu merupakan tahun pertama penerimaan PNS

secara nasional, terbuka dan serentak sesuai Instruksi Presiden terpilih. Saya mulai gelisah,

coba gak ya...coba gak ya...akhirnya saya coba untuk ikut ujian.

Hari ujian PNS pun tiba, saya hampir lupa kalau hari tiu ujian, karena semalam

suntuk saya malah sibuk membuat AD/ART sebuah gerakan berbuat baik yang kami

rancang bersama aktivis mahasiswa lainnya (baca: yang sedang mengganggur). Saya

pergi dengan menumpang motor teman sambil tidur sepanjang perjalanan. Supaya segar

ketika ikut ujian. Dan setelah ujian semua kembali berjalan seperti apa adanya...

“ Woi rom...” aku mendengar naaku dipanggil, ketika berpaling, ternyata si

Alawi, teman seperjuangan, “hari ini pengumuman ujian rom...”, wah saking sibuknya

mengejar target jualan, sampai hari pengumuman ujian PNS pun lupa. Bergegas kami ke

warung internet di dekat kampus, suasana penuh sesak, tapi ada satu komputer yang

kosong di pojokan. Sambil berharap cemas kami log in ke situs pengumuman yang

dimaksud, ini adalah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus. Cukup

lama memang connectnya, mungkin sedang dibuka oleh banyak orang situsnya...

Page 5: cerita perikanan

“Mudah-mudahan kita lulus wi...” , aku berujar ke alawi, “ Amiin rom”. Wah situs

udah log in. Cukup banyak nama yang lulus. Dan kami diinstruksikan melihat secara

alphabet. Alawi tidak berani melihat duluan, dia bilang nyari nama saya dulu, kami cari

di R, Alawi mencari dan saya menutup mata, “ Rom...lulus, namamu ada..” wah saya

buka mata dan langsung serasa tak percaya saya teriak di warnet, sampai semua orang

terlihat kesal karena kegaduhan kami. “wah selamat rom...” gumam alawi, “kini

giliranmu mencari...”. aku mulai mencari di A, satu per satu kuperhatikan, dan

alhamdulillah “kau juga lulus wi”, alawi pun teriak kegirangan....sambil membayar keluar

dari warnet, kami pun keluar berniat merayakan. Tapi ...ups, karna sama-sama orang

susah tak ada uang yang banyak di kantong, jadi kami Cuma beli secangkir kopi sama

sebatang rokok, dan “Alhamdulillah....hari ini terasa indah”.

Hari berlalu, saya ditempatkan di Batam dan Alawi di Jakarta, dua tahun

kemudian saya menikah dengan ehm...sahabat yang menyuruh saya untuk ikut test PNS.

Saya bekerja dengan gembira, karena menjadi PNS merupakan impian saya dan saya

mendapatkannya tanpa harus membayar sogokan. Saya ditempatkan di sebuah pulau

karena pekerjaan yang berkaitan dengan produksi ikan. Waktu berlalu, tanpa sengaja

saya melihat ada tawaran beasiswa bidang perikanan di Eropa. Saya lihat

persyaratannya cukup rumit, nilai TOEFL harus diatas 550, rekomendasi profesor,

legalisasi ijazah di kedutaan, pasport terbaru..”wah lumayan menyita waktu” gumamku.

Sejenak aku melihat suasana kota yang akan memberikan beasiswa, aku

terpukau..karena inilah impianku. Melihat eropa secara langsung, dan mengunjungi

tempat-tempat yang aku pajang di kamarku dulu, eifel, menara pisa, coloseum, dan

tempat klasik lainnya. Dan sejak itu aku mantapkan keinginan ku untuk meraih impian.

Dan kebetulan di program TV yang ditonton, ada acara talkshow dengan seorang yang

menerima banyak beasiswa, dia berujar “beasiswa itu layaknya buah jeruk di pohon,

banyak tersebar, kalau kita mau, kita harus mengambilnya dengan galah, jangan

mengharapkan jeruk itu jatuh menggelinding ke kita”. Artinya kita harus berusaha. Inilah

yang menjadi cambuk bagiku.

Banyak suka duka yang kualami, waktu yang terbuang, uang yang terbuang,

sedikit stres, dalam menyiapkan berkas beasiswa yang hanya memiliki deadline waktu 2

bulan sejak pengumuman. Namun akhirnya berkas pun siap. Dengan niat dan harapan

saya antarkan berkas tersebut ke tempat pengiriman internasional untuk dikirim ke

negara pemberi beasiswa. Saya pikir biayanya mirip dengan dokumen dalam negeri,

kalau pun lebih , gak beda jauh lah, dengan PD, saya membwa duit 50 ribu karena

hanya dokumen. Saya serahkan ke resepsionis, dia menkan kalkulator...cukup banyak

sampai nekan tombol % segala, “mungkin ini keuntungannya” gumamku. Sambil

menyerahkan kalkulator, dia bilang ”biayanya segini pak”. Saya melihat kalkulator,

panjang amat angkanya, tapi ada koma, samar-samar ku pikir 46.500,- , “wah pas...”

saya serahkan duit 50.000,-, tapi dia sedikit kesal bilang “ pak ini 465.000,-, “ha...saya

lihat lebih rinci, iya...benar itu tertulis 465.000,-, sambil menahan malu, saya berujar ke

resepsionis, “ATM terdekat dimana mbak...”. kalau ingat itu saya suka geli sendiri.

Satu tahun berlalu, saya selalu buka e-mail, seminggu 3 kali. Hari itu saya

melihat ada email dengan tulisan M.Sc Aquaculture coordinator, tanpa judul, waktu saya

Page 6: cerita perikanan

buka, dia bilang “saya berada di Waiting list beasiswa..untuk lengkapnya silahkan lihat di

lampiran”. Wah hanya daftar tunggu...biasanya sih gak dapat, karena siapa sih yang

mau melepaskan beasiswanya? Sebulan berlalu, saya mendapatkan telpon cukup aneh

di malam hari jam 10 malam, di display HP Cuma ada nomor 8888, wah operator iseng

darimana ni malam-malamh...saya angkat, sambil teriak saya bilang, “HALO..”,

diseberang telpon saya dengar bahasa yang cukup lembut sambil bilang bahwa dirinya

adalah koordinator beasiswa yang saya lamar. Dan berkata bahwa ada satu orang dari

Afrika yang mengundurkan diri dengan alasan keluarga, dan saya terpilih menggantikan

posisisinya, sambil berasa tak percaya saya kembali memastikan ucapannya, dengan

bahasa inggris yang bercampur dengan rasa gembira, bingung, was-was, campur aduk

deh...dan diakhir pembicaraan dia bilang bahwa saya diharapkan mempersiapkan

seluruh berkas yang diberikan melalui e-mail.

Saya buka e-mail, ada e-mail dari M.Sc Aquaculture coordinator, ada

persyaratan yang harus dilengkapi, “Wah..ternyata benar” gumamku. Sebulan saya

habiskan dengan tidak bekerja secara penuh, saya meminta ijin dengan pimpinan untuk

memberikan waktu mengurus persyaratan beasiswa, dan dengan bijak pimpinan yang

menjadi idola saya itu memberikan ijinnya kepada saya. Setelah berkas siap, saya

kirimkan kembali ke Negara pemberi beasiswa, tapi kini saya sudah mempersiapkan

uang sesuai dengan kebutuhan.

Hari perjalanan pun tiba...saya mendapatkan tiket dengan maskapai yang

cukup ternama, lama perjalanan 15 jam. Lumayan...bisa tidur pulas. Esok harinya, saya

sampai di negara tujuan, ada perbedaan waktu selama 5 jam dengan Indonesia. Saya

turun dari pesawat, dan terkagum-kagum dengan teknologi yang ada di bandara.

Kekaguman saya bertambah ketika melihat bangunan yang hanya ada di impian saya

dulu selama dalam perjalanan menuju universitas. Dan kini Impian itu menjadi

Nyata....saya tidak pernah menyangka akan dapat melihat langsung pemandangan ini.

Dan kini impian itu dapat saya nikmati bersama istri tercinta. Sambil meneteskan air

mata saya selalu berucap “Alhamdulillah..”. ternyata impian dapat menjadi pemacu

semangat bagi kita. So....jangan pernah takut bermimpi bro