Cerita Amore 2014

3
Cerita Amore 2014 Pada hari ini saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya selama berada di Desa Warnasari, Pengalengan, Bandung. 7 Agustus 2014 kami mahasiswa dan mahasiswi kedokteran universitas krida wacana sampai di Bandung tepatnya di Pengalengan. Dan saya ikut dengan rombongan yang akan menuju ke desa warnasari. Setiba saya di balai desa, saya pun masih harus menunggu dijemput oleh orang tua angkat saya selama 5 hari kedepan disana. Sampai pada akhirnya nama saya disebut oleh ketua panitia coordinator di bus 6. Tampak sesosok ibu yang sudah menunggu saya di depan. Saya bersama teman saya bergegas mengambil barang dan bersiap diri untuk menuju kerumah si ibu. Waktupun terus berjalan. Ketika hari sudah mulai malam kami memutuskan untuk berbincang bincang mengenai kehidupan di desa itu. Nama ibu yang menjemput kami adalah Ibu Otih. Ibu otih memiliki suami yang bernama Pak Ating. Dan mereka memiliki 8 anak dan 1 orang anaknya telah meninggal. Pak ating dan ibu otih memiliki 15 orang cucu. Mereka tinggal tidak dalam 1 rumah. Anak anaknya memiliki rumah yang tidak jauh dari lokasi rumah ibu dan bapak ating. Dari segi pendidikan, Ibu otih adalah lulusan SD di pengalengan. Sedangkan Pak ating adalah lulusan SMP di daerah cikalong. Bagi bapak dan ibu pendidikan sangatlah penting karena pendidikan adalah modal satu satunya bagi kita untuk hidup lebih baik kedepannya. Untuk menghidupi keluarga, Ibu otih bekerja setiap pagi mencari rumput untuk sapi sapi yang ada di ternak. Sedangkan pak ating bekerja sebagai pembuat keranjang bambu untuk mengangkut hasil panen dan sebagainya. 1 keranjang yang dihasilkan oleh pak ating jika dijual hanya berharga 20 ribu rupiah saja. tak bisa dibayangkan bagaimana cara bapak untuk menghidupi keluarganya. Tapi untungnya anak anak dari bapak dan ibu sudah bekerja masing masing walaupun tidak bekerja di kota tapi masih bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka. Relasi dan komunikasi didalam keluarga sangatlah baik. Hamper setiap harinya mereka mengobrol dan bercengkrama di dalam rumah ibu dan bapak ating. Didalam keluarga hampir setiap orang memiliki peranan penting

description

:)

Transcript of Cerita Amore 2014

Cerita Amore 2014Pada hari ini saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya selama berada di Desa Warnasari, Pengalengan, Bandung.7 Agustus 2014 kami mahasiswa dan mahasiswi kedokteran universitas krida wacana sampai di Bandung tepatnya di Pengalengan. Dan saya ikut dengan rombongan yang akan menuju ke desa warnasari. Setiba saya di balai desa, saya pun masih harus menunggu dijemput oleh orang tua angkat saya selama 5 hari kedepan disana. Sampai pada akhirnya nama saya disebut oleh ketua panitia coordinator di bus 6. Tampak sesosok ibu yang sudah menunggu saya di depan. Saya bersama teman saya bergegas mengambil barang dan bersiap diri untuk menuju kerumah si ibu. Waktupun terus berjalan. Ketika hari sudah mulai malam kami memutuskan untuk berbincang bincang mengenai kehidupan di desa itu. Nama ibu yang menjemput kami adalah Ibu Otih. Ibu otih memiliki suami yang bernama Pak Ating. Dan mereka memiliki 8 anak dan 1 orang anaknya telah meninggal. Pak ating dan ibu otih memiliki 15 orang cucu. Mereka tinggal tidak dalam 1 rumah. Anak anaknya memiliki rumah yang tidak jauh dari lokasi rumah ibu dan bapak ating. Dari segi pendidikan, Ibu otih adalah lulusan SD di pengalengan. Sedangkan Pak ating adalah lulusan SMP di daerah cikalong. Bagi bapak dan ibu pendidikan sangatlah penting karena pendidikan adalah modal satu satunya bagi kita untuk hidup lebih baik kedepannya. Untuk menghidupi keluarga, Ibu otih bekerja setiap pagi mencari rumput untuk sapi sapi yang ada di ternak. Sedangkan pak ating bekerja sebagai pembuat keranjang bambu untuk mengangkut hasil panen dan sebagainya. 1 keranjang yang dihasilkan oleh pak ating jika dijual hanya berharga 20 ribu rupiah saja. tak bisa dibayangkan bagaimana cara bapak untuk menghidupi keluarganya. Tapi untungnya anak anak dari bapak dan ibu sudah bekerja masing masing walaupun tidak bekerja di kota tapi masih bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka. Relasi dan komunikasi didalam keluarga sangatlah baik. Hamper setiap harinya mereka mengobrol dan bercengkrama di dalam rumah ibu dan bapak ating. Didalam keluarga hampir setiap orang memiliki peranan penting untuk masing masing keluarga. Pekerjaan utama di desa itu adalah peternakan dan perkebunan. Semua pengelolaan keuangan diatur masing masing karena anak anak dari bapak dan ibu sudah memiliki keluarga masing masing. Keterlibatan pemerintahan tidaklah begitu banyak semenjak bupati mereka diganti dengan yang baru. Tetapi ada seorang jendral dari angkatan darat yang memiliki tanah luas dan dia menyuruh para warga untuk bekerja berkebun disana dan digaji ole hang jendral. Dan dia sangat berperan dalam desa itu. Ketika jalanan rusak, pak jendralah yang memperbaikinya. Taraf hidup disana rata rata terlihat kurang baik atau masih dalam taraf rendah. Karena pekerjaan yang mereka lakukan sangat tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Jika dilihat dari segi budaya, kebudayaan di desa warnasari cukuplah kental. Antar umat beragama, karena mayoritas warga desa adalah muslim, jadi hubungan mereka sangatlah baik. Ada hal unik atau mitos yang terdapat di desa ini, yaitu mata air jodoh. Jadi ketika saya bercerita saya habis mandi disana karena dirumah kesulitan air bersih, pak ating pun bercerita tentang mitos mata air disana. Yaitu konon katanya orang orang yang pernah mandi disana akan berteu dengan jodohnya atau enteng jodoh bahasa awamnya. Dan ada hal unik lain yaitu singa depok. Singa depok adalah jenis kebudayaan khas di desa warnasari yang dimainkan oleh pak ating beserta anak cucunya. Singa depok adalah sejenis singa yang diatasnya bisa ditunggangi oleh siapapun yang ingin naik dan nanti kita akan diarak oleh 4 orang yang memikul singa sambil berjoget. Sungguh unik sekali. Dan saya pun tergoda untuk menunggangi singa depok tersebut dan hasilnya, sangat menyenangkan sekali. Warga disana sering berkumpul untuk melihat pertunjukan singa depok itu di halaman rumah bapak RT. Untuk arti kebahagiaan sendiri menurut keluarga pak ating adalah ketika kita hidup didalam suatu kecukupan dan tidak ada dalam masalah. Berkumpul dengan keluarga, berbincang bincang itupun sudah cukup bagi mereka. Dilihat dari segi kesehatan, kesehatan fisik warga rata rata baik. Dan untuk dikeluarga sendiri, ibu otih menderita penyakit darah tinggi yang sudah ada sejak 6 tahun silam. Sedangkan bapak ating mengalami pendengaran yang kurang baik yang diakibatkan karena terlalu sering meminum obat obatan yang memiliki efek samping autotoksik. Dan anak perempuan ibu otih yang kita panggil teteh sudah divonis dokter mengidap kanker Rahim. Tapi setelah berobat alternative ke mantri, lambat laun dia sudah pulih kembali. Untuk pola hidup sendiri disana cukup sehat. Hanya kebersihan dapur saja yang kurang terawat. Kesulitan menjangkau puskesmas disinipun cukup sulit. Mereka harus ke kota dulu untuk pergi ke puskesmas. Ya kira kira sekitar 40 menir dari desa warnasari. Saya sempat memberikan saran seperti kelayakan mck yang harus segera ditangani, kebersihan dapur agar kesehatan mereka juga selalu baik setiap harinya.

5 hari di desa warnasari memberikan saya banyak sekali pelajaran yang harus saya terapkan dalam kehidupan saya. Seperti saling menghargai satu sama lain, visi hidup berdasarkan pancasila, tentang gaya hidup sederhana yang diterapkan warga disini, serta keharmonisan keluarga yang ada di keluarga bapak dan ibu angkat saya.

Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk merubah pola hidup saya menjadi lebih baik lagi. Dengan perubahan sedikit demi sedikit demi kebaikan hidup saya kedepannya lagi.

Saya sangat berterimakasih kepada kampus saya tercinta, ukrida karena telah menyempatkan kami untuk live in di desa desa untuk merasakan kehidupan mereka disana. Dan saya juga ingin berterimakasih kepada bapak dan ibu ating yang telah merawat saya selama 5 hari dengan sangat baik sekali sehingga saya sangat merasakan kehangatan dan keharmonisan keluarga yang ada didalamnya. Claudia Fetricia

10.2012.318

fakultas kedokteran ukrida