cerebral toxoplasmosis

22
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ensefalitis toksoplasma, merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik tersering pada pasien AIDS. Di Amerika angka kejadiannya mencapai 30%-50%, sedangkan di Eropa mencapai 50% - 70%. Berdasarkan penelitian di bagian neuroinfeksi RSUPNCM angka kejadian 31%. Diagnosis presumtif ensefalitis toksoplasma dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan penunjang serologis dan pencitraan, baik dengan tomografi komputer (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan baku emasnya dengan pemeriksaan histopatologi dari biopsy dan ditemukannya takizoit dan bradizoit. Lesi toksoplasma ensefalitis (TE) sulit dibedakan dengan lesi lainnya, meskipun demikian gambaran yang dianggap khas yaitu lesi otak fokal tunggal atau multiperl yang menyangat bagian tepi menyerupai cincin, dengan lokasi tersering pada basal ganglia 75%, thalamus, periventrikular dan corticomedullary junction (subkotikal) disertai edema perifokal dan berdiameter 1 sampai ≤ 3 cm. Sejak 2 dekade terakhir setelah ditemukannya AIDS, jumlah penderita AIDS secara dramatis meningkat tajam. Sampai dengan tahun 1997, sekitar 30 juta orang terinfeksi HIV, dimana kasus baru untuk tahun 1997 sebesar 6 juta. Sembilan puluh persen individu yang terinfeksi ini tinggal di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Transcript of cerebral toxoplasmosis

Page 1: cerebral toxoplasmosis

BAB I

PENDAHULUANLATAR BELAKANG

Ensefalitis toksoplasma, merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi

oportunistik tersering pada pasien AIDS. Di Amerika angka kejadiannya mencapai 30%-

50%, sedangkan di Eropa mencapai 50% - 70%. Berdasarkan penelitian di bagian

neuroinfeksi RSUPNCM angka kejadian 31%. Diagnosis presumtif ensefalitis toksoplasma

dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan penunjang serologis dan

pencitraan, baik dengan tomografi komputer (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging

(MRI). Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan baku emasnya dengan pemeriksaan

histopatologi dari biopsy dan ditemukannya takizoit dan bradizoit. Lesi toksoplasma

ensefalitis (TE) sulit dibedakan dengan lesi lainnya, meskipun demikian gambaran yang

dianggap khas yaitu lesi otak fokal tunggal atau multiperl yang menyangat bagian tepi

menyerupai cincin, dengan lokasi tersering pada basal ganglia 75%, thalamus,

periventrikular dan corticomedullary junction (subkotikal) disertai edema perifokal dan

berdiameter 1 sampai ≤ 3 cm.

Sejak 2 dekade terakhir setelah ditemukannya AIDS, jumlah penderita AIDS secara

dramatis meningkat tajam. Sampai dengan tahun 1997, sekitar 30 juta orang terinfeksi

HIV, dimana kasus baru untuk tahun 1997 sebesar 6 juta. Sembilan puluh persen individu

yang terinfeksi ini tinggal di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri, menurut Menkes RI, jumlah penderita terinfeksi HIV tahun

2002 diestimasikan sebanyak 90.000-130.000 orang. Sebagian besar tersangka HIV ini

merupakan pengguna obat narkotika suntik (Intravenous drug users ).

Lebih dari 50 % penderita yang terinfeksi HIV akan berkembang menjadi kelainan

neurologis.3 Kelainan neurologis yang sering terjadi pada penderita yang terinfeksi HIV

adalah ensefalitis toxoplasma, limfoma SSP, meningitis criptococcal, CMV ensefalitis dan

progressive multifocal leukoencephalopathy.

Page 2: cerebral toxoplasmosis

Infeksi oportunistik SSP yang paling sering pada penderita HIV adalah ensefalitis

toxoplasma.5 Dari penelitian Terazawa dkk6, didapatkan seroprevalens IgG antibody

Toxoplasma yang tinggi (70%) pada penduduk kota Jakarta.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. TOKSOPLASMOSIS

A. Definisi

Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan

oleh Toxoplasma gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar

getah bening, jantung, paru, ,mata, otak, dan selaput otak.

B. Klasifikasi

Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler

dan bentuk ekstraseluler bulat atau lonjong, sedang bentuk ekstraseluler

seperti bulan sabit yang langsing, dengan ujung yang satu runcing sedang

lainnya tumpul. Ukuran parasit micron 4-6 mikron, dengan inti terletak di

ujung yang tumpul.

Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentuknya

antibodi namun kista Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap msih hidup.

Kista jaringan ini akan reaktif jika terjadi penurunan kekebalan. Infeksi yang

terjadi pada orang dengan kekebalan rendah baik infeksi primer maupun

infeksi reaktivasi akan menyebabkan terjadinya Cerebritis, Chorioretinitis,

pneumonia, terserangnya seluruh jaringan otot, myocarditis, ruam

makulopapuler dan atau dengan kematian. Toxoplasmosis yang menyerang

otak sering terjadi pada penderita AIDS.

Infeksi primer yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan

terjadinya infeksi pada bayi yang dapat menyebabkan kematian bayi atau

dapat menyebabkab Chorioretinis, kerusakan otak disertai dengan klasifikasi

intraserebral, hidrosefalus, mikrosefalus, demam, ikterus, ruam,

hepatosplenomegasli, Xanthochromic CSF, kejang beberapa saat setelah lahir

Page 3: cerebral toxoplasmosis

C. Etiologi Toxoplasmosis.

Toxoplasmosis sendiri ditemukan oleh Nicelle dan Manceaux pada

tahun 1909 yang menyerang hewan pengerat di Tunisia, Afrika Utara.

Selanjutnya setelah diselidiki maka penyakit yang disebabkan oleh

toxoplasmosis dianggap suatu genus termasuk famili babesiidae.

Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada momocyte dan sel-

sel endothelial pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini biasanya

berbentuk bulat atau oval, jarang ditemukan dalam darah perifer, tetapi

sering ditemukan dalam jumlah besar pada organ-organ tubuh seperti pada

jaringan hati, limpa, sumsum tulang, otak, ginjal, urat daging, jantung dan

urat daging licin lainnya.

D. Siklus Hidup dan Morfologi Toxoplasmosis.

Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista, clan

Ookista.

Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi

semua sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam

jaringan selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis

trofozoit dalam jaringan akan membelah secara lambat dan disebut

bradizoit

Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan

jumlah ribuan berukuran 10-100 um. Kista penting untuk transmisi

aan paling banyak terdapat dalam otot rangka, otot jantung dan

susunan syaraf pusat.

Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista yang berukuran 10-12 um.

Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan

bersamaan dengan feces kucing. Dalam epitel usus kucing

berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan siklus atau

gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan

clikeluarkan bersama feces kucing. Kucing yang mengandung

toxoplasma gondii dalam sekali exkresi akan mengeluarkan jutaan

Page 4: cerebral toxoplasmosis

ookista. Bila ookista ini tertelan oleh hospes perantara seperti

manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan

hospes perantara akan dibentuk kelompok-kelompok trofozoit yang

membelah secara aktif. Pada hospes perantara tidak dibentuk

stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila

kucing makan tikus yang mengandung kista maka terbentuk kembali

stadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.

E.Cara Penularan Toxoplasmosis

Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang yang

mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus, dan

melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke janin terjadi utero melalui

placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada

peneliti yang bekerja dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan

toxoplasmosis atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi

Page 5: cerebral toxoplasmosis

dengan toxoplasma gondii.

Melihat cara penularan diatas maka kemungkinan paling besar untuk terkena infeksi

toxoplamosis gondii melalui makanan daging yang mengandung ookista dan yang dimasak

kurang matang. Kemungkinan ke dua adalah melalui hewan peliharaan. Hal ini terbutki

bahwa di negara Eropa yang banyak memelihara hewan peliharaan yang suka makan daging

mentah mempunyai frekuensi toxoplasmosis lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.

Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari

tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta

memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan diri ini paling nyata

terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana parasit mempunyai afinitas paling

besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap

ketiga rnerupakan rase kronik, terbentuk kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan

syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal.

F. Patologi dan Gambaran klinik

Pada manusia dewasa dengan daya tahan tubuh yang baik biasanya hanya

memberikan gejala minimal dan bahkan sering tidak menimbulkan gejala. Apabila

menimbulkan gejala, maka gejalanya tidak khas seperti : demam, nyeri otot, sakit

tenggorokan,kadang-kadang nyeri dan ada pembesaran kelenjar limfe servikalis posterior,

supraklavikula dan suboksiput. Pada infeksi berat, meskipun jarang, dapat terjadi sakit

kepala, muntah, depresi, nyeri otot, pnemonia, hepatitis, miokarditis, ensefalitis, delirium

dan dapat terjadi kejang.

Sesudah terjadi penularan, parasit dengan perantara aliran darah akan dapat

mencapai berbagai macam organ misalnya otak, sumsum tulang belakang, mata, paru-paru,

hati, limpa, sumsum ulang, kelenjar limfe dan otot jantung.

Gejala-gejala klinik pada toksoplasmosis pada umumnya sesuai dengan kelainan

patologi yang terjadi yang dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu gejala-gejala

klinik pada toksoplasmosis congenital dan toksoplasmosis didapat.

Gejala klinik toksoplasmosis congenital.

Kelainan yang terjadi pada janin pada umumnya sangat berat dan bahkan bias fatal

oleh karena parasi tersebar di berbagai organ-organ terutama pada system susunan

Page 6: cerebral toxoplasmosis

sarafnya. Kelainan yang terjadi sangat jelas terlihat dan yang patognomonik dan indikatif

adalah kalsifikasi serebral, korioretinitis, hidrosefalus atau mikrosefalus dan psikomotor.

Kalsifikasi serebral dan korioretinitis merupakan gejala yang paling penting untuk

menentukan diagnosis toksoplasmosis congenital.

Gejala klinik toksoplasmosis di dapat.

Pada toksoplasmosis didapat, berbagai kelainan organ dan jaringan dapat terjadi

yaitu pada jaringan serebrospinal yang mengakibatkan ensefalomielopati, hidrosefalus,

kalsifikasi serebral dan korioretinitis, kelainan limfatik berupa limfadenitis disertai dengan

demam, kelainan pada kulit yang berupa ruam kulit makulopapuler yang mirip ruam kulit

pada demam tifus, kelainan pada paru-paru yang berupa pneumonia interstisial, pada

jantung terjadi miokarditid dan terjadi pula pembesaran hati dan limpa. Kelainan-kelainan

pada jaringan serebrospinal umumnya menyerang bayi dan anak-anak sedangkan kelainan

limfatik menyerang anak berumur antara 5-15 tahun.

G.Diagnosis

Diagnosis untuk Toxoplasmosis sendiri dibagi menjadi 2 yaitu :

• Diagnosis Klinik

Toksoplasmosis hendaknya wajib dicurigai bila didapatkan klasifikasi serebral pada

ventikulogram dan korioretinitis ditemukan pada pemeriksaan mata. Apalagi jika didapatkan

kelainan-kelainan yang berupa hidrosefalus, mikrosefalus, mikroptalmus, pneumonitis,

miokarditid, adenopati, hepatomegali atau splenomegali.

• Diagnosis Spesifik

Diagnosis spesifik ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan laboratorium untuk

menemukan Toxoplasma gondii yang berasal dari hasil biopsy aau pengambilan cairan dari

organ dan jaringan penderita. Inokulasi hewan-hewan percobaan (tikus, mamot atau

hamster) dengan hasil biopsy organ dan jaringan dapat meningkatkan hasil pemeriksaan

Page 7: cerebral toxoplasmosis

H.Pencegahan Toxoplasmosis

Tindakan yang perlu dilakukan dalam mencegah penyakit toxoplasmosis adalah sebagai

berikut :

1. Daging yang akan dikonsumsi hendaknya daging yang sudah diradiasi atau yang sudah

dimasak pada suhu 150°F (66°C),sedangkan pada daging yang dibekukan mengurangi

infektivitas parasit tetapi tidak membunuh parasit.

2. Ibu hamil yang belum diketahui telah mempunya antibodi terhadap toxoplasma gondi,

dianjurkan untuk tidak kontak dengan kucing dan tidak membersihkan tempat sampah.

Pakailah sarung tangan karet dan cucilah tangan selallu setelah bekerja dan sebelum makan.

3. Apabila memelihara kucing, maka sebaiknya kucing diberikan makanan kering, makanan

kaleng atau makanan yang telah dimasak dengan baik dan jangan biarkan membru makanan

sendiri.

4. Cucilah tangan baik-bai sebelum makan dan sesudah menjamah dagin mentah atau

setelah memegang tanah yang terkontaminasi kotoran kucing.

5. Awasi kucing liar, jangan biarkan kucing tersebut membuang kotoran ditempat bermain

anak-anak

I.Pengobatan Toxoplasmosis

Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pyrimethamine dengan

trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat siklus p-

amino asam benzoat dan siklus asam foist.

Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25-50 mg per hari selama

sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000-6.000 mg sehari selama sebulan.

efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia, maka

dianjurkan untuk menambahkan asam folat dan yeast selama pengobatan.

Trimetoprimn juga temyata efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila

dibandingkan dengan kombinasi antara pyrimethamine dan trisulfapyrimidine,

ternyata trimetoprim masih kalah efektifitasnya.

Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek

sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis

Page 8: cerebral toxoplasmosis

spiramycin yang dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali

pemberian. Beberapa peneliti menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester

pertama dengan spiramycin 2-3 gram sehari selama seminggu atau 3 minggu

kemudian disusul 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai sembuh.

Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan terhadap

bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.

II. ENSEFALITIS TOKSOPLAMA

A. Ensefalitis toksoplasma

Disebut juga toksoplasmosis otak, muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS

yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa

oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang

tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang.

Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana; tetapi sistem

kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas,

mencegah penyakit. Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang

tidak menanggapi pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan,

kebingungan yang meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan

berjalan, muntah dan perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan

tanda infeksi.

B. Etiologi

Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung

dan hewan lainyang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing

dan kadang pada daging mentah ataukurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam

sistem kekebalan, ia menetap di sana; tetapi sistem kekebalan pada orang yang

sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit. Transmisi

pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang

mentahyang mengandung oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur

yang terkontaminasi ataukontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dpat terjadi

transmisi lewat transplasental, transfusidarah, dan transplantasi organ. Infeksi akut

pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan

Page 9: cerebral toxoplasmosis

imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksilaten. Yang akan

mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.

C. Daur Hidup

Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk: thachyzoite, tissue cyst (yang

mengandung bradyzoites) dan oocyst ( yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir

dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing

merupakan pejamu definitif dari T gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada

pejamu perantara, (termasuk manusia ). Dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau

oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau

sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites,

organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik.

Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer.

Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk

menetap pada otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina. Tissue cyst ada

dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai 67oC, didinginkan

sampai –20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero-epithelial dengan

bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius setelah tertelan daging

yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang

berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi.

Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah

diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun. 4,7

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang

mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau

kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat

transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu

yang imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh

yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan

timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue cyst menjadi ruptur

dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takisoit ini akan menghancurkan sel

dan menyebabkan focus nekrosis. 4,7,8

Page 10: cerebral toxoplasmosis

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor

kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200 sel/mL

kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi

yang mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystis

carinii, CD4 <100 sel/mL adalah toxoplasma gondii, dan CD4 < 50 adalah M. avium

Complex, sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis

dan candida species dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.

D. Tanda dan gejala

Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon

terhadap pengobatan,lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan

yang meningkat, masalah penglihatan,pusing, masalah berbicara dan berjalan,

muntah dan perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi.

Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis

fokal dan terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma.

Keadaan ini hampir selalumerupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan

pada penderita-penderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit

ini. Gejala-gejala fokalnya cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan

mengalami kejang dan penurunan kesadaran.

E. Patofisiologi

HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas

kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang

mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yangjuga mempunyai reseptor CD4

adalah : sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim,

dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus

kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan

meningkatkan tingkat apoptosispada sel yang terinfeksiSelain menyerang sistem

kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dandapat

mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat

penurunan kekebalantubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat

menyerang sistem saraf yang membahayakanfungsi dan kesehatan sel saraf

Page 11: cerebral toxoplasmosis

Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti

toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4; kegagalan

produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma; kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel

dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-

gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap

T gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari perkembangan toxoplasmosis

dihubungkan dengan infeksi HIV.

Ensefalitis toxolasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV

dengan CD4 T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang

subakut. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%),

nyeri kepala (55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%)9. Pada suatu studi

didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75

% kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50 % kasus,

demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus.5 Defisit neurologis yang

biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara. Bisa juga terdapat

abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi

serebelum, meningismus, movement disorders dan menifestasi neuropsikiatri.7

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor

untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4

< 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

Page 12: cerebral toxoplasmosis

F. Diagnosa

Pemeriksaan Serologi :didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan IgM.

Deteksi juga dapat dilakukan denganindirect fluorescent antibody (IFA),

aglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).Titer IgG

mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan

seumur hidup.

Pemeriksaan cairan serebrospinal: menunjukkan adanya pleositosis ringan

dari mononuklear predominan dan elevasi protein.

Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) : m endeteksi DNA T.gondii.

PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dancairan

vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV.

Adanya PCRyang positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif

karena tissue cyst dapat bertahanlama berada di otak setelah infeksi akut.

CT scan : menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens

multiple disertai dan biasanyaditemukan lesi berbentuk cincin atau

penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik padajaringan

sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau

tanpa lesi.

Biopsi otak : untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak

Page 13: cerebral toxoplasmosis

G. Penatalaksanaan

Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin.

Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.

Toxoplasma Gondii,membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin

menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat

penggunaannya.

kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan

sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam.

pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-

100 mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.

pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum

tulang.

pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan

Azitromycin 1200 mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau

atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3

minggu setelah perbaikan gejala klinis.

Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV

dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total

kurang dari 1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.

BAB III

Page 14: cerebral toxoplasmosis

KESIMPULAN

Toksoplasmosis merupakan infeksi oportunistik yang serius. Jika anda belum

terinfeksi tokso, anda dapat menghindari risiko terpajan infeksi dengan tidak

memakan daging atau ikan mentah, dan ambil kewaspadaan lebih lanjut jika anda

membersihkan kandang kucing. Anda dapat memakai obat anti-HIV yang manjur

untuk menahan jumlah CD4. Ini kemungkinan akan mencegah masalah kesehatan

diakibatkan tokso. Jika jumlah CD4 anda turun di bawah 100, anda sebaiknya bicara

dengan dokter tentang pemakaian obat untuk mencegah penyakit tokso.

Jika anda mengalami kepala nyeri, disorientasi, kejang-kejang, atau gejala tokso lain,

anda harus langsung menghubungi dokter. Dengan diagnosis dan pengobatan dini,

tokso dapat diobati secara efektif. Jika anda mengalami penyakit tokso, sebaiknya

anda terus memakai obat antitokso untuk mencegah penyakitnya kambuh.

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada

penderita HIV/AIDS,akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit

infeksi disebabkan oleh virus, bakteri,protozoa dan jamur dan juga mudah terkena

penyakit keganasan.Pengobatan untuk infeksi oportunistik bergantung pada

penyakit infeksi yang ditimbulkan.Pengobatan status kekebalan tubuh dengan

menggunakan immune restoring agents, diharapkan dapatmemperbaiki fungsi sel

limfosit, dan menambah jumlah limfosit. Penatalaksanaan HIV/AIDS bersifat

menyeluruh terdiri dari pengobatan, perawatan/rehabilitasidan edukasi. Pengobatan

pada pengidap HIV/penderita AIDS ditujukan terhadap: virus HIV (obat ART),infeksi

opportunistik, kanker sekunder, status kekebalan tubuh, simptomatis dan suportif

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: cerebral toxoplasmosis

Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 20062. Sylvia Price dan Lorraine Wilson. Human Immunodeficiency (HIV)/Acquired ImmunodeficiencySindrome). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC,20063. Patric Davey. Infeksi HIV dan AIDS. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 20064. Profesor.dr.H.Jusf Misbach, dkk. HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat. Neurologi. Jakarta: PerhimpunanDokter Spesialis Saraf Indonesia 2006.5. Gilroy J. Basic Neurology. Mc Graw-Hill. 3rdedition. New York. 2000 : 482-90.6. Belman Anita L,Maletic-Savatic Mirjana. Human Immunodeficiency Virus and AcquiredImmunodeficiency Syndrome. In Textbook Clinical Neurology. Goetz. 2003:955-89.7. Harrington Robert. Opportunistic Infection in HIV Disease. Best Practice Medicine. Januari 2003.8. Howard L. Weiner, dkk. AIDS dan system saraf. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC. 20019. HIV and Hepatitis. 2008. Di unduh dari http://www.hivandhepatitis.com/recent/2008/09c.html10. HIV insite. 2003. Di unduh dari http://hivinsite.ucsf.edu/InSite?page=kb-04-01-011. Yayasan Spirita.2009. Neuropati Perifer. Diunduh dari http://spiritia.or.id/hatip/pdf/h01331.pdf 12. Yayasan Spirita. 2007. Oleh National institude of Neurological Disorders and Stroke. Diunduh darihttp://www.spirita.or.id13. Yayasan Spirita. Agustus 2010. Meningitis Kriptokokus