Cekungan Kutai, Kalimantan Timur

26
Cekungan Kutei, Kalimantan Timur BAB I. LOKASI CEKUNGAN KUTAI Cekungan kutai merupakan cekungan tersier tertua yang dan terdalam di Indonesia bagian barat. Cekungan kutai terdapat di timur kalimantan. Luasnya mencapai 165.000 km persegi dan kedalamannya 12.000-14.000 meter. Cekungan Kutai di batasi oleh Mangkalihat High di bagian utara,di sebelah selatan oleh Adang-Paternosfer fault, Kuching High di barat dan terbuka pada bagian timur yaitu Selat Makasar. 1

description

Cekungan Kutai, Kalimantan Timur

Transcript of Cekungan Kutai, Kalimantan Timur

Cekungan Kutei, Kalimantan Timur

BAB I. LOKASI CEKUNGAN KUTAI

Cekungan kutai merupakan cekungan tersier tertua yang dan terdalam

di Indonesia bagian barat. Cekungan kutai terdapat di timur kalimantan. Luasnya

mencapai 165.000 km persegi dan kedalamannya 12.000-14.000 meter.

Cekungan Kutai di batasi oleh Mangkalihat High di bagian utara,di sebelah

selatan oleh Adang-Paternosfer fault, Kuching High di barat dan terbuka pada

bagian timur yaitu Selat Makasar.

1

Gambar 1. Posisi Geografi Cekungan Kutai. Upper kutai Basin (biru),

Lower kutai basin (kuning)

BAB II STRATIGRAFI DAN EVOLUSI

TEKTONIK CEKUNGAN KUTAI

Stratigrafi cekungan kutai dimulai dari zaman Tersier, yaitu diendapkan

sedimen alluvial sebagai Formasi Kiham Haloq pada dasar cekungan yang

merupakan batuan beku dan metamorf, dekat dengan batas barat cekungan.

Kemudian cekungan mengalami subsiden selama Paleosen akhir – Miosen

2

tengah hingga Oligosen, kemudian terangkat dan menjadi tempat pengendapan

Mangkupan Shale pada lingkungan marginal hingga laut terbuka (open marine).

Terdapat beberapa siliclastic yang lebih kasar yaitu Beriun Sands yang secara

lokal berasosiasi dengan sikuen shale, mencirikan gangguan subsiden karena

adanya pengangkatan. Setelah pengendapan formasi Beriun, cekungan

mengalami subsiden dengan cepat, kebanyakan terjadi karena sagging

cekungan yang menyebabkan pengendapan marine shale pada Formasi Atan

dan karbonat pada Formasi Kedango. Pada masa Oligosen terjadi tektonik yang

menyebabkan naiknya batas cekungan. Pengangkatan tersebut berkaitan

dengan pengedapan Vulkanik Sembulu di bagian timur cekungan.

Gambar 2. Penampang regional baratlaut – tenggara cekungan kutai

(borneo).

Fasa stratigrafi tahap dua terjadi pada Miosen Awal, yaitu terjadi

pengangkatan dan pembalikan cekungan. Pada masa itu, endapan alluvial dan

delta banyak terdapat di dalam cekungan. Endapan tersebut terdiri dari fomasi

Pamaluan, Pulubalang, Balikpapan dan Kampung Baru, yang melampar kearah

timur, dengan kirasan umur Miosen Awal hingga Pleistosen. Pengendapan

deltaic terus berlanjut hingga saat ini dan berkembang hingga lepas pantai di

sebelah timur cekungan Kutai.

3

Saat ini pola struktur yang ada di cekungan Kutai didominasi oleh

lipatan-lipatan rapat berarah NNE – SSW yang paralel dengan garis pantai dan

dikenal sebagai Samarinda Antiklinorium – Sabuk Lipatan Mahakan. Lipatan ini

dicirikan oleh antiklin asymetric yang rapat, yang dipisahkan oleh siklin yang

lebar, dan mengandung silickastik berusia Miosen. Kenampakan ini dominan

terdapat di bagian timur cekungan dan beberapa juga terdapat di lepas pantai.

Pada daerah pantai, deformasinya terlihat sangat komplek. Pada bagian barat

cekungan telah terangkat, paling tidak 1500-3500 m sedimen telah hilang karena

mekanisme pembalikan. Pada bagian ini, tektonik yang ada mungkin mencapai

basement.

a. Stratigrafi Cekungan Kutai

Basement, hanya diketahui dari batas cekungan, terdiri dari bataan mafik

dan batuan sedimen yang menunjukkan variasi metamorfisma. Dari data

pemboran, terdapat basement vulkanik berusia sekitar Kapur.

Boh Beds. Merupakan endapan tertua, terdiri dari shale, silt, dan batupasir

halus. Singkapan in hanya ditemui pada upper Mahakam dan sungai Boh dan

lokasinya dekat dengan semenanjung Mangkalihat dan juga merupakan bata

utara cekungan. Secara lokal kadang ditemui konglomerat basaltik dan

vulkanoklastik.

Formasi Keham Halo. Berusia Eosen Tengah hingga Eosen Akhir. Terdiri

dari batupasir dan konglomerat. Formasi ini mempunyai ketebalan 1400 – 2000

m. horizon tufaan juga terlihat pada formasi ini. Formasi Keham Halo berpotensi

menjadi reservoir karena penyebarannya meluas hingga batas cekungan.

Formasi Atan. Berusia Oligosen Awal hingga Oligosen Akhir.

Mengandung shale dan mudstone, kadang gampingan. Ketebalan diperkirakan

200-400m. Terdapat interkalasi batugamping di upper sungai Mahakam,

interkalasi batupasir halus juga terdapat dalam formasi Atan. Pengendapan

formasi Atan terputus karena fase regresif, ditandai dengan klastik kasar berusia

Oligosen Akhir (formasi Marah).

4

Formasi Marah. Secara tidak selaras menutup formasi yang lebih tua,

akibat proses tektonik yang menyebabkan terjadinya struktur tersebut. Terdiri

dari batupasir, konglomerat dan vulkaniklastik. Kadang muncul perselingan shale

dan batubara. Endapan ini berasal dari arah barat, kemunculan endapan ini tidak

diketahui di bagian timur, tapi diyakini endapan ini mencapai daerah sungai

Mahakam saat ini.

Formasi Pamaluan. Secara selaras diendapkan di atas formasi Atan.

Didominasi sikuen shale-siltstone dan mencapai ketebalan hingga 1000m.

Terdapat fosil yang berusia N3 sampai N5.

Formasi Pamaluan. Terdiri dari batugamping yang mencapai ketebalan

100-200m. Umurnya sekitar N6 – N7. batugamping yang ada kebanyakan

berasal dari reefal buildup.

Formasi Pulaubalang. Mengandung batugamping Bebulu, unit mudstone-

shale yang berselingan dengan batugamping dan batupasir. Mencapai ketebalan

1500m. Umur formasi berdasar fosil sekitar N8 – N9.

Formasi Mentawir. Terdiri dari batupasir masiv, berbutir halus hingga

sedang, berselingan dengan lapisan shale, silt dan batubara. Tebalnya 540m di

Balikpapan dan menipis kearah laut.

Formasi Klandasan. Berada di barat formasi Mentawir, terdiri dari

batupasir basal yang bertahap berubah menjadi silt dan akhirnya hilang.

Formasi Kampung Baru. Berusia Miosen Tengah hingga Miosen Akhir.

Terdiri dari batupasir, silt, dan shle dan kaya akan batubara. Kalstik kasar

dimonan terdapt di dasar formasi. Data sumur menunjukkan bagian tengah

formasi terdapat fasies delta plein – delta front dan prodelta.

Formasi Sepingan. Merupakan fasies karbonat. Berisi batugamping yang

menjemari dengan formasi kampung baru.

5

Gambar 3. Kolom stratigrafi Kutai basin

Tektonik Cekungan Kutai

b. Evolusi Tektonik

Menurut Asikin (Petroleum Geology of Indonesia Basin,1985), evolusi

tektonik Kutai Basin terdiri dari beberapa taha, yakni :

1. Pecahnya Benua Australia dari Antartika pada jaman Jura hingga Kapur

Awal, yang ditandai dengan pergerakan lempeng Indo-Australia ke arah

utara. Pada masa ini, Kalimantan (cekungan kutai) masih berada pada

lempeng Aurasia, terpisah dengan Gonddwana oleh laut Thethyan.

6

2. Rifting laut Cina Selatan pada jaman Kapur Akhir yang diikuti spreading

pada jaman Eosen Tengah. Pada masa ini, Kalimantan tertelak di sebelah

pualu Hainan, terpisah dari daratan cina dan bergerak ke arah selatan

sekaligus membentuk cekungan laut cina salatan tua. Batas timur

kalimantan terjadi patahan ekstensional, menyebabkan seri patahan

berarah timurlaut. Rifting ini diduga berpengaruh dengan pembentukan

awal Sundaland.

Gambar 4. Crosssection tektonik lempeng pada Kutai basin.

Pada Oligosen – Miosen, Middle Eosen – resen.

3. subduksi lempeng samudra Indo-Australia ke lempeng benua Sundaland

dan menghasilkan komplek subduksi Meratus pada Kapur Akhir hingga

Paleosen Awal. Pada masa ini, Kutai Ridge, yang terletak di barat danau

Kutai terbentuk sebagai kemenerusan zona subduksi Meratus. Upper

Kutai Basin yang terletak pada Kutai Ridge terbentuk sebagai cekungan

muka busur (fore-arc basin) dan busur magamatik. Akibat pemodelan ini,

7

sekarang lower kutai basin berlaku sebagai cekungan laut (oceanic) yang

tanpa pengendapan yang berarti pada periode ini. Akhir periode ini,

bagian dari Gondwana yaitu blok Kangean-Pasternoster bertumbukan

dengan subduksi Meratus. Pertemuannya mengakibatkan aktifitas

magmatik berhenti.

4. Subduksi Lupar selama Peleosen Akhir hingga Eosen Tengah, sebagai

hasil kemenerusan proses rifting Laut Cina Selatan yang terus melebar.

Pada masa ini kemungkian Upper Kutai Basin merupakan busur

magmatik (magmatic arc), dan lower kutai basin merupakan sedimen

belakang busur (back arc), ditandai dengan pengendapan formasi

Mangkupa dan formasi Marah/Beriun. Bagian barat cekungan terbentuk

pada puncak kerak transisonal, yang terdiri dari potongan akresi dan

busur magmatik, dimana lower kutai basin berada pada dasar kerak

benua, yang merupakan bagian dari tumbukan fragmen benua Kangean-

Peternoster.

5. Tumbukan India dengan Asia pada Eosen Tengah yang di picu oleh rotasi

Kalimantan. Kejadian ini adalah hasil pengaturan ulang lempeng mayor

Asia. Pergerakan muncul searah patahan strike-slip, menyebabkan

putaran Kalimantan berlawanan arah jarum jam dengan dasar laut

Sulawasi dan pembukaan dan spreading pada Laut Cina Selatan.

Pergerakan strike-slip En-echelon berasosiasi dengan pemindahan

sebagian besar fragmen selatan Asia searah patahan Red River di Indo

China menuju zona Lupar di Kalimantan, yang menyebabkan cekungan

trans tension (wrench) di Laut Cina Selatan (Cekungan Natuna) dan di

Kalimantan Barat-Tengah.

6. Rifting Selat Makasar yang dimulai Eosen Tengah hingga Olegosen Awal.

Tekanan berarah selatan menyebabkan ekstrusi fragmen benua selama

kolisi India dengan Asia, menyebabkan rifting tensional pada Selat

Makasar sejajar dengan patahan strike-slip paralel, dimana pengaktifan

kembali struktur lama (Patahan Adang, Patahan Mangkalihat, Baram

Barat, dll). Pada periode ini cekungan Kutai adalah cekungan rift (rift

8

basin). Pengangkatan dan deformasi subsequen trantensional pada

robekan besar paralel di basement benua hasil rifting. Rezim robekan

(shear) terbentuk akibat gaya tekan untuk formasi cekungan, dimana butir

pecahan lempeng mempengaruhi arah cekungan (Cekungan Melawi,

Ketungau, dan Kutai). Rifting dan pemisahan Sulawesi selatan dari

Kalimantan menjadikan posisi tektonik “calon selat Makasar” sebagai

cekungan belakang busur.

Gambar 5. Crosssection tektonik lempeng pada Kutai basin.

Pada Paleocene – Eocene Tengah.

7. Rifting kedua dan pembukaan laut cina sealtan pada Oligosen akhir

hingga Miosen Akhir, diikuti oleh kolisi Palawan-Reed Bank (Miosen Awal)

yang mengakhiri pemekaran/spreading (akhir Miosen Awal),

menghentikan rotasi Kalimantan (Miosen Tengah), menimbulkan subduksi

9

Mersing (Miosen Awal) dan pengangkatan Tinggian Kuching (Miosen

Tengah). Tahap kedua dari pemekaran Laut Cina Selatan menciptakan

cekungan dengan patahan dominan berarah barat-timur. Pemekaran

merupakan sebagian hasil dari pemisahan sepanjang Red River dan

pathan transform Vietnam. Pemisahan sepanjang patahan strike-slip

menciptakan cekungan pull apart atau rift (pull-apart or rift basin) di Laut

Cina Selatan dan Kalimanta Tengah. Upper Kutai Basin kemungkinan

Pada fase pemekaran, pada awal Miosen seluruh kerak samudra Laut

Cina Selatan telah mengalami subduksi ke arah utara Kalimantan dan

membuat subduksi baru, subduksi Mersing. Subduksi ini diyakini telah

mengalami pergeseran ke arah utara, dari zona Lupar ke garis Mersing.

Dari posisi geografis jarak busur palung (trench-arc), dapat dilihat bahwa

sudut penghujaman subduksi telah berkurang drastis. Terbentuk

lingkungan busur ekstensional. Cekungan kutai kemudian berkembang

menjadi cekungan belakang busur sebagai kaibat rezim tektonik tensional.

Mungkin ini yang menandakan awal cekungan kutai yang sebenarnya.

Pada akhir pemekaran, Palawan-Reed Bank bertumbukan dengan kipas akresi

dan menyebabkan penghentian subduksi ke arah selatan dan berkaitan dengan

vulkanisma. Perhentian subduksi di sepanjang utara Kalimantan adalah hasil dari

sesar naik kipas akresi dan pengangkatan regional (Tinggian Kuching).

Pengangkatan Tinggian Kuching ditandai dengan dimulainya endapan delta di

cekungan Kutai berarah timur dan erosi sedimen pra miosen tengah yang

tersedimentasi ulang di cekungan.

10

Gambar 6. Arah Trend dari struktur pada kutai basin.

8. Tumbukan fragmen benua Banggai-Sula ke Sulawesi dan pengangkatan

Meratus pada Miosen Awal. Pergerakan searaha zona lemah

menyebabkan teraktivkannya kembali sesar wrench sinistral. Kolisi

tersebut dapat dihubungan dengan sumber kompresi tektonik yang

menyebabkan pengangkatan Meratus Suture, menerus ke barat datas

sedimen tersier pada Cekungan Barito.

Tektonik Plio-plisto di wilayah cekungan Kutai – selat makasar yang dibatasi

patahan Adang di selatan dan Patahan Mangkalihat di utara, terlihat sebagai

hasil kontrol pergerakan wrench berarah baratlaut-tenggara pada basement

akibat patahan strik-slip, yang kebanyakan mengaktifkan kembai patahan pra-

tersier. Rezim tektonik di cekungan dapat diklasifikasikan sebagai tektonik

transtension dan transpression antara dua patahan stike-slip utama.

11

BAB III Petroleum System

Cekungan Kutai secara garis besar terdapat 2 bagian yaitu Upper Kutai

Basin dan Lower Kutai Basin. Dan pembagian tersebut juga berpengaruh pada

petroleum system, sehingga di cekungan Kutai paling tidak terdapat 2 Petroleum

system yang berbeda.

a. Lower Kutai Basin Petroleum system

a) Source rock

Pada Mahakam delta terdapat 3 tipe source rock yang potensial, yang

dikelompokan : Coals, organic shale dan marine mudstone. Coals dan

organic shale berasosiasi dengan lingkungan pengendapan antara fluvial

delta-plain hingga delta plain dan marine mudstone didominasi pada daerah

antara distal delta-front dan abyssal plane.

Organik shale di endapkan dari lower delta-plain hingga delta front. Facies

Organik matter ini di tunjukan adanya tranportasi dan rework oleh debris

sedemikian rupa pada fluvial delta-plain. Organic matter sebagai

penyusun 8% - 20% dari total sedimen yang mempengaruhi pengendapan

pada delta-plain dan delta-front.

Pada marine shale terdapat pada distal delta-front sampai shelf-edge,

organic matter di tunjukan oleh kesamaan komposisi maceral hingga dua

fasies source rock berlainan (transported and reworked vegetal debris).

Kandungan TOC fasies ini sangat bervariasi dari 15% pada distal delta

front hingga 0.5-1% pada shelf edge dimana organic matter tersebar luas.

12

Gambar 7. Organic matter Content pada batuan

sedimen di Delta Mahakam.

Marine shale di endapkan pada slope dan lingkungan pengendapan

“proximal” abyssal plane yang sangat buruk bagi studi geokimia, karena

disini biasanya mengalami overpressure.

b) Migrasi

Migrasi hidrokarbon pada lower kutai basin merupakan migrasi secara

lateral dominated yang dikontrol kuat oleh regional up-dip (lapangan Tunu

dan Sisi-Nubi sebagai source yang berasal dari bagian barat ; lapangan

Nilam,badak dan Handil berasal dari barat dan timur). Lokasi kitchen pada

lingkungan deltaic dan di salurkan melalui sandstone chanels seperti pada

mouth bar sekarang dengan karakteristik buruk sebagai reservoir.

13

Hubungan antara delta-front bars dan distributary channels, juga

bermigrasi akibat perbedaan jarak yang besar. Sedang jika tubuh sand

terisolasi (isolated), akan membentuk perangkap stratigrafi. Migrasi

hidrokarbon mengikuti rekahan/jalur paling mudah yang biasanya sesuai

pada sandstone channels dan berhubngan baik (well-interconnected)

dengan mouth bar distrybutary channels.

Gambar 8. Petroleum system pada lower kutai basin

c) Reservoir

Pada daerah Mahakam, akumulasi gas/oil terutama dijumpai pada

reservoir yang berumur Miosen tengah hingga akhir. recently recifal and

outer-shelf tidak terdapat cadangan hidrokarbon yang ekonomik dan

hanya endapan terbaru yang sangat didominasi endapan turbidit.pada

Inner onshore, reservoir utama didominasi oleh atau terisi dari fluvial and

distributary channels. Suatu tubuh sand (sandbodies) pada side-bar,

biasanya berukuran 300-700m, dan panjang 1.5-3 km dan tebal 5-15 m.

14

d) Seal dan Trapping

Lapangan minyak atau gas di wilayah Mahakam terkait erat dengan

struktur, unsur stratigrafi sebagai perangkap hidrokarbon juga memegang

peranan. Pada lapangan onshore (Handil, Tambora, Nilam, Badak)

kandungan hidrokarbon terkontrol kuat oleh pengaruh stuktur dan oleh

penyebaran seal yang membatasi migrasi vertikal pada zona dangkal.

Biasanya, lapangan di area Mahakam, kebanyakan akumulasi

hidrokarbon terletak di bawah endapan banjir regional berusia Miosen

Tengah dan Miosen Akhir. Perangkap stratigrafi biasa terdapat di

endapan mouth bar. Pada komplek mouth bar terjadi pengurangan

permeabilitas secara prograsiv ke arah laut dan kadang menyebabkan

terebentuknya reservoit terisolasi. Pada tipe ini, pengaruh hidrodinamis

juga mempengaruhi kontrol akumulasi hidrokarbon. Perangkap struktur

banyak terdapat di lapangan lepas pantai, dimana akumulasi hidrokarbon

biasa berasosiasi dengan pembalikan blok akibat sesar normal. Seal

vertikal biasa diyakini akibat dari bidang banjir regional yang terjadi pada

Miosen awal hingga akhir.

b. Petroleum System pada Upper Kutai Basin

Berdasarkan analisis laboratorium, upper kutai basin tersusun oleh 3

source rock yang terdiri dari Coals (TOC ; 44,8% - 65,9 wt), organic rich, dan

claystone ( TOC; 0,6 – 5,4 wt%) sebagai penyusun dari Formasi Tanjung

Bagian bawah. Source dari fasies ini sangat mature dengan daerah yang

sangat luas. Source rock ini tergolong antara vitrinit ( tipe III ) dan organic

matter yang tidak teratur ( tipe I/II). Kematangan dari source rock ini bervarasi

dari early mature hingga mature. Migrasi hidrokarbon di mulai pada akhir

Miosen, dari source rock formasi Tanjung bagian bawah dan berhenti pada

bagian tengah. Awal dari migarasi, kemudian mengalami trap yang di bentuk

oleh pleo structures (paleo trap) yang umumnya di bentuk pada pertengahan

Oligosen . sub subsequent tektonik event selama Neogen hingga Pleistosen,

15

mengakibatkan perubahan (semakin rusak) pada Paleo Trap. Kemungkinan

migrasi terjadi yang lebih efektif selama embrionic thrust system pada umur

Mio-Pliosen, secara horizontal (Up-dip) dan vertikal melalui bidang Fault.

Pada lapangan Mamahak source rock yang dijumpai dominasi gas,

sehingga dapat di interpretasi marine shlae pada Atan bed juga merupakan

seal yang berperan untuk trapping. Ciri source rock ini berdasarkan yang

telah dilakukan belum dapat dipastikan.

Marine shale pada Formasi Bongan berperan sebgai source rock dari

hidrokarbon yang merupakan karbonat Oligosen pada sumur Kerendam No.1

16

Lower Kutai Basin

17

Upper Kutai Basin

18

19

4. Konsep Eksplorasi

Eksplorasi yang dilakukan pada cekungan kutai, pada zaman dulu dilakukan

berdasarkan ada tidaknya keberadaan struktur (Fold). Dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi sehingga, sekarang dalam sistem eksplorasi yang

dilakukan telah berdasarkan atas prinsip-prinsi geologi dan analisis detail. Dalam

eksplorasi hydrokarbon yang dilakukan, berdasarkan atas ciri litologi (formasi),

lengkungan pengendapan, dan umur dari formasi tersebut. Sehingga dalam eksplorasi

cekungan kutai, telah di kelompokan dalam satuan umur geologi yang menjadi target

eksplorasi.

1) Eocene Play

1.1.Tanjung field : akumulasi hidrokarbon berasal dari Paleogen Structure di tanjung

raya, yang dicirikan adanya antiklin asimetrik dengan trend berarah Timurlaut –

Tenggara (NE – SE). terjadi perubahan fault, dengan dip yang berarah NE,

memotong paralel sumbu antiklin Pre-existing normal fault.

1.2. Mamahak Field : Daerah Mamahak merupakan daerah cebakan gas

hydrocarbon, tepat pada bagian atas sungai mahakam, 275 km bagian barat

Samarinda dan 100km dari utara. Pada tahun 1939, BPM melakukan pemboran

mengikuti data maping permukaan (maping surface) dari antiklin Mamahak.

Mulai pada Eocene terbentuk 2 structural trap

2) Oligocene Play

Terdapat hidrokarbon pada lapangan Teweh, dimana hidrokarbon ini telah

mengalami trapping yang berasosiasi dengan karbonat Oligosen. Trapping tersebut

merupakan stratigrafi trap, yang tersusun oleh marine shale sebagai sealing yang

ideal untuk trapping system component.

20

Gambar 9. Kronologis lapangan cekungan Kutai yang telah ditemukan.

3) Miocene Play :

3.1. Deltaic Play : ciri dari deltaic play ini adalah, terbentuk dari internal source

reservoir dengan jarak migrasi yang dekat dari sumber ( path). Ini terbentuk

juga terbentuk beberapa struktur dan stratigrafi play.

Badak Field :

Pada januari 1972, ketika huffco menemukan banyak tipe reservoir yang

berisi oil dan gas, yang kemudian di bo pada sumur Badak-1 dengan total

kedalaman 11,021 feet hingga menghubungkan “Balikpapan Bed” yang

berumur Middle – Late Eocene pada struktur antiklin. Bdak struktunya

berupa lipatan, struktur sedimen dengan Dip kurang dari 10 derajat ( < 100 ).

3.2. Bekapai Field :

Pada lapangan sumur bekapai – 1telah di bor pada tahun 1972. di sebelah barat

lokasi pemborab, terdapat bekapai structure.

Pemboran kedua, pada sumur bekapai – 2. pada sumur ini ditemukan banyak

berisi gas yang pada kedalaman yang dangkal, tetapi reservoirnya hanya

sebagai multilayer (lensa-lensa)yang kecil-kecil yang diikuti deliniasi Well.

21

DAFTAR PUSTAKA

Pertamina BPPKA, 1997, Petroleum Geology of Indonesia Basin. Volume IX: Kutai

Basin.

Allen, G.P. & Chamber, J.L.C., 1998, Sedimentation in the modern and miocene

Mahakan Delta, Indoensian Petroleum Association.

Darman, H. & Hasan Sidi, F., 2000, An outline The Geology Of Indonesia, Ikatan Ahli

Geologi Indonesia.

Satyana, H. Awang .,Petroleum System Understanding the Genesis and Habitat of

Petroleum (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas)

22