Cekungan Bintuni sebagai Cekungan Pra Tersier

9
CEKUNGAN PRA-TERSIER TUGAS STRATIGRAFI INDONESIA Oleh : Dyno Triandika Diputra NPM : 270110110186 (B) FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

description

Bahan baca Stratigrafi Indonesia

Transcript of Cekungan Bintuni sebagai Cekungan Pra Tersier

Page 1: Cekungan Bintuni sebagai Cekungan Pra Tersier

CEKUNGAN PRA-TERSIER

TUGAS STRATIGRAFI INDONESIA

Oleh : Dyno Triandika Diputra

NPM : 270110110186 (B)

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

Page 2: Cekungan Bintuni sebagai Cekungan Pra Tersier

Cekungan Bintuni sebagai Cekungan Pra-Tersier di Indonesia

Tatanan Tektonik Geologi Di Kepala Burung Papua

Struktur Regional Papua

Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan

serentak aktif. Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik-Caroline bergerak ke barat-baratdaya

dengan kecepatan 7,5 cm/th, sedangkan Lempeng Benua Indo-Australia bergerak ke utara

dengan kecepatan 10,5 cm/th. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu

tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian besar dilandasi

kerak Benua Indo-Australia.

Periode tektonik utama daerah Papua dan bagian utara Benua Indo-Australia dijelaskan

dalam empat episode (Henage, 1993), yaitu (1) periode rifting awal Jura di sepanjang batas utara

Lempeng Benua Indo-Australia, (2) periode rifting awal Jura di Paparan Baratlaut Indo-Australia

(sekitar Palung Aru), (3) periode tumbukan Tersier antara Lempeng Samudera Pasifik-Caroline

dan Indo-Australia, zona subduksi berada di Palung New Guinea, dan (4) periode tumbukan

Tersier antara Busur Banda dan Lempeng Benua Indo-Australia. Periode tektonik Tersier ini

menghasilkan kompleks-kompleks struktur seperti Jalur Lipatan Anjakan Papua dan Lengguru,

serta Antiklin Misool-Onin-Kumawa

Tektonik Papua, secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu

Badan Burung atau Papua bagian timur dan Kepala Burung atau Papua bagian barat. Kedua

bagian ini menunjukkan pola kelurusan barat-timur yang ditunjukan oleh Tinggian Kemum di

Kepala Burung dan Central Range di Badan Burung, kedua pola ini dipisahkan oleh Jalur

Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdayatenggara di daerah Leher Burung dan juga oleh

Teluk Cenderawasih (Gambar 1).

Page 3: Cekungan Bintuni sebagai Cekungan Pra Tersier

Gambar 1. Struktur Regional Papua

Tatanan Tektonik Kepala Burung Papua

Daerah Kepala Burung mengalami kompresi ke selatan sejak Oligosen sampai Resen.

Kompresi ini merupakan hasil interaksi konvergen miring (oblique) antara Lempeng Benua

Indo-Australia dan Lempeng Samudera Pasifik-Caroline (Dow dan Sukamto, 1984). Elemen-

elemen struktur utama adalah Sesar Sorong, Blok Kemum – Plateu Ayamaru di utara, Sesar

Ransiki, Jalur Lipatan-Anjakan Lengguru dan Cekungan Bintuni dan Salawati di timur dan Sesar

Tarera-Aiduna, Antiklin Misool-Onin-Kumawa dan Cekungan Berau di selatan dan

baratdaya. Cekungan-cekungan Bintuni, Berau dan Salawati diketahui sebagai

cekungancekungan Tersier.

Blok Kemum adalah bagian dari tinggian batuan dasar, dibatasi oleh Sesar Sorong di

utara dan Sesar Ransiki di timur. Dicirikan oleh batuan metamorf, pada beberapa tempat diintrusi

oleh granit Permo-Trias. Batas selatannya dicirikan oleh kehadiran sedimen klastik tidak

termetamorfosakan berumur Paleozoikum-Mesozoikum dan batugamping-batugamping Tersier

(Pigram dan Sukanta, 1981; Pieters dkk., 1983). Blok Kemum terangkat pada masa Kenozoikum

Akhir dan merupakan daerah sumber sedimentasi utama pengisian sedimen klastik di

utara Cekungan Bintuni.

Cekungan Bintuni merupakan cekungan Tersier di selatan Blok Kemum, di

bagian timurnya dibatasi oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru. Cekungan ini dipisahkan dari

Page 4: Cekungan Bintuni sebagai Cekungan Pra Tersier

Cekungan Salawati oleh Paparan Ayamaru dan dari Cekungan Berau oleh Perbukitan Sekak

(Gambar 2).

Gambar 2. Elemen Tektonik Kepala Burung (dimodifikasi dari Pigram dkk., 1982).

Plateu Ayamaru dan Pematang Sekak merupakan tinggian di tengah Kepala Burung,

dicirikan oleh sedimen tipis berumur Mesozoikum dan Tersier. Kedua tinggian ini memisahkan

Cekungan Bintuni dan Salawati (Visser and Hermes,1962; Pigram and Sukanta, 1981).

Page 5: Cekungan Bintuni sebagai Cekungan Pra Tersier

Antiklin Misol-Onin-Kumawa merupakan bagian antiklinorium bawah laut

yang memanjang dari Peninsula Kumawa sampai ke Pulau Misool (Pigram dkk., 1982). Jalur

Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdaya-tenggara diperlihatkan oleh suatu seri bentukan

ramps dan thrust. Di bagian selatannya, jalur ini terpotong oleh Zona Sesar Tarera-Aiduna

(Hobson, 1997). Tanjung Wandaman pada arah selatan-tenggara, merupakan jalur sesar

yang dibatasi oleh batuan metamorf. Daerah ini dapat dibagi menjadi zona metamorfisme derajat

tinggi di utara dan derajat rendah di selatan (Pigram dkk.,1982).

Zona Sesar Tarera-Aiduna merupakan zona sesar mendatar mengiri di daerah selatan

Leher Burung. Jalur Lipatan Anjakan Lengguru secara tiba-tiba berakhir di zona berarah barat-

timur ini (Dow dkk., 1985). Sesar ini digambarkan (Hamilton, 1979 dan Doutch, 1981 dalam

Pigram dkk., 1982) memotong Palung Aru dan semakin ke barat menjadi satu dengan zona

subduksi di Palung Seram.

Pada Cekungan ini terbukti batuan Pra- Tersier menghasilkan Gas, bukan merupakan

bessement, Gas ditemukan pada batuan umur Jura. Stratigrafi Pra-Tersier. Cekungan ini diduga

terbentuk karena sesar geser yang menghasilkan Transpressional struktur sesar sungkup dari

Jakur Lengguru pada penampang berbentuk asimetri.

Cekungan-cekungan yang terbentuk karena pengaruh Sesar Geser Sorong (Sorong Fault

Zone), berbentuk Half Graben, Cekungan Banggai merupakan belahan dari cekungan Salawati

yang telah ditransport beberapa ribu Km, ke arah Barat pada zaman Tersier. Urutan Pre-Rift,

Syn-Rift dan Passive-margin, serta terakhir Drift dapat dikenali pada kedua cekungan ini.

Transpressional pada akhir Tersier telah menghasilkan ribuan meter sedimen klastik yang

berpotensi untuk minyak dan Gasbumi

Cekungan Bintuni berada disekitar kepala burung Papua termasuk dalam Zona

tumbukan (collision zone), merupakan tempat endapan-endapan kontinen bertumbuk dengan

kompleks subduksi, dan sangat prospektif minyak bumi. Geologi Papua sangat kompleks karena

kawasan ini terbentuk dari dua interaksi lempeng yaitu lempeng Australia dan lempeng pasifik.

Cekungan Bintuni, tidak seintensif Cekungan Salawati yang merupakan cekungan yang paling

Page 6: Cekungan Bintuni sebagai Cekungan Pra Tersier

prospek hidrokarbon . Kehadiran minyak di Papua berasosiasi dengan lipatan dan patahan

Lenguru, yang merupakan tumbukan mikro kontinen Papua Barat dengan tepi benua Australia.

Sumber reservoar hidrokarbon terperangkap struktur di bagian bawah foot-wall sesar normal

serta di bagian bawah hanging-wall sesar sungkup. Pola struktur irian jaya menjadi sangat rumit

dan khas, daerah badan burung merupakan jalur memanjang dari timur ke barat yang telah

mengalami pelipatan.

Sesar Sorong merupakan kenampakan struktur regional yang dominan, pergerakan

lateral strike-slip mengiri sepanjang sesar Sorong mengakibatkan munculnya konfigurasi struktur

pada basin Bintuni. Konfigurasi struktur ini mempunyai struktur dominan berupa sesar normal

yang sangat tajam dengan jurus kearah timurlaut - baratdaya dan kemiringan kearah tenggara.

Pergerakan kebawah menuju basin sepanjang sesar tersebut diikuti oleh pengendapan yang rapat

dari formasi Klasaman pada jaman Pliocene. Stratigrafi Bintuni Basin sebagai blok kepala

burung dapat diuraikan sebagai berikut:

Masa Pre-tertiary

Pada masa ini telah diendapkan batuan pasir merah kecoklatan dan batuan gamping

pasiran dari kelompok Permian Aifam, disini tidak dijumpai batuan dari masa Mesozoic yang

mungkin akan dijumpai di bagian selatan. Periode terbentuknya penyesaran blok terbentuk pada

masa Cretaceus akhir.

Masa Tertiary

Proses tektonik pada masa Cretaceus akhir yang menggantikan transgresi pada masa

Eocene akhir mempengaruhi pengendapan platform Faumi dan urutan reef karbonat. Karbonat

penyusun terumbu ini terkenal sebagai Formasi Kais berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir.

Kenampakan reef di bagian utara merupakan hasil erosi selama turunnya permukaan laut pada

masa Mid-oligocene.