Cccc

47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tumbuhan Lantana Camara Linn Lantana camara Linn. merupakan tumbuhan perdu dengan tinggi 0,5 - 1,5m. Tumbuhan ini dapat tumbuh baik di daerah tropis. Tumbuhan ini tumbuh tersebar di daerah tropis hampir seluruh benua, dan dapat tumbuh hingga ketinggian 1700 m diatas permukaan laut. Lantana camara Linn. merupakan tumbuhan dengan ciri-ciri: Kulit batang berwarna coklat dengan permukaan kasar, daun berwarna hijau berbentuk oval dengan pinggir daun bergerigi, permukaan daun kasar karena terdapat bulu, dan kedudukan daun berhadapan dan tulang daun menyirip (Wardiyono, 2010). Lantana camara Linn. memiliki bunga yang bersifat rasemos dan memiliki warna beraneka ragam, putih, merah muda, jingga, kuning. Lantana camara Linn. memiliki buah seperti buah buni. Bewarna hijau dan bila telah matang 7

description

4c

Transcript of Cccc

9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tumbuhan Lantana Camara Linn

Lantana camara Linn. merupakan tumbuhan perdu dengan tinggi 0,5 - 1,5m. Tumbuhan ini dapat tumbuh baik di daerah tropis. Tumbuhan ini tumbuh tersebar di daerah tropis hampir seluruh benua, dan dapat tumbuh hingga ketinggian 1700 m diatas permukaan laut. Lantana camara Linn. merupakan tumbuhan dengan ciri-ciri: Kulit batang berwarna coklat dengan permukaan kasar, daun berwarna hijau berbentuk oval dengan pinggir daun bergerigi, permukaan daun kasar karena terdapat bulu, dan kedudukan daun berhadapan dan tulang daun menyirip (Wardiyono, 2010).Lantana camara Linn. memiliki bunga yang bersifat rasemos dan memiliki warna beraneka ragam, putih, merah muda, jingga, kuning. Lantana camara Linn. memiliki buah seperti buah buni. Bewarna hijau dan bila telah matang berwarna hitam. Tanaman ini dapat dikembang biakkan melalui biji dan stek (Wardiyono, 2010).Selain sebagai tanaman hias, L. Camara Linn. juga berpotensi sebagai bioinsektisida dan obat. Ekstrak daun dan bunga ditemukan senyawa - senyawa yang berfungsi sebagai insektisidal, fungisidal, nematisidal, dan anti mikrobakterial. (Yusni Bandini & Nurudin Aziz. 2009).Tumbuhan Lantana camara Linn. adalah tumbuhan yang termasuk dalam famili tumbuhan verbenaceae. Verbenaceae adalah tumbuhan herbaceus yang mana merupakan famili dari tumbuhan yang disebut semak belukar ataupun pohon, yang terdiri dari sekitar 100 genera dan 2.600 jenis dan banyak terdapat di daerah tropis (Kaneohe,2004). Verbenaceae atau verbena memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan Lamiaceae (Labiatae), dan perbedaan batasan antara kedua famili ini belum jelas, tetapi karakter dari kedua famili ini yang kaitannya menjadikan perbedaan. Studi phyllogenetik terbaru telah menunjukkan bahwa pada beberapa jenis tumbuhan memiliki kesalahan pengelompokkan yang mana dikelompokkan ke dlam Verbenaceae yang akhirnya kelompok jenis ini dipindahkan dri Verbenaceae ke dalam Labiatae. Contoh Avicennia sp. Kadang-kadang ditempatkan ke dalam kelompok Avicenniaceae, selain itu Verbenaceae sudah terbukti lebih memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan Lamiales dibanding dengan Lamiaceae.(sumber)Verbenaceae merupakan tumbuhan terna, semak atau perdu, kadang-kadang juga berupa pohon atau liana dengan ranting-ranting jelas berbentuk segiempat, jelas kelihatan terutama pada ujung-ujung yang masih muda. Daun tunggal tanpa daun penumpu,duduknya berhadapan, jarang tersebar atau berkarang. Bungan dalam rangkaian yang bersifat rasemos. Kelopak berlekuk atau bergigi, dan dapat bervariasi, seringkali zigomorf. Mahkota membentuk buluh yang nyata, berbilangan 5 jarang 4, kebanyakan dengan mahkota yang tidak sama besar,sedikit miring. Benang sari biasanya tidak sama panjang dan jarang. Bakal buah menumpang, tersusun dari 2 sampai 4 daun buah yang tepinya melipat ke dalam membentuk sekat, hingga bakal buah terbagi-bagi dalam 4 sampai 8 ruang. Dun kadang-kadang tereduksi, sehingga bakal buah hanya beruang 2. Pada setiap daun buah terdapat dua bakal biji yang apotrop atau anatrop,menempel pada tepi daun buah. Tangkai putik pada ujung bakal buah tidak terbagi. Buahnya buah batu yang berisi 2,4,atau 8 biji. Biji dengan sedikit endosperm, lembaga lurus (Tjitrosoepomo,2000).

Gambar 2.1. Daun Lantana camara LinnSumber :1. Klasifikasi TumbuhanMenurut Dalimartha, S. (2003) tumbuhan Lantana Camara dapat diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom: PlantaeDevisio : AngiospermsSub Devisio: EudicotsKelas: MagnoliopisidaSub Kelas: AsteridsOrdo: LamialesFamili : VerbenaceaeGenus : LantanaSpesies : Lantana camara LinnTumbuhan Lantana camara Linn sebagai salah satu spesies dari tumbuhan famili Verbenaceae, berasal dari Amerika tropis , dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1.700 m dari permukaan laut. Ditemukan pada tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau agak ternaung, dan banyak di pakai sebagai tanaman pagar. Perbanyakan tumbuhan ini dapat dilakukan dengan cara generatif melalui biji atau stek batang (Wardiyono,2010).2. Morfologi TumbuhanHerba batang berbulu dan berduri serta berukuran lebih kurang 2 m. Daunnya kasar, beraroma dan berukuran panjang beberapa sentimeter dengan bagian tepi daun yang bergerigi. Bercabang banyak, ranting bentuk segi empat, ada varietas berduri dan ada varietas yang tidak berduri. Daun tunggal, duduk berhadapan bentuk bulat telur ujung meruncing pinggir bergerigi tulang daun menyirip, permukaan atas berambut banyak terasa kasar dengan perabaan permukaan bawah berambut jarang. Bunga dalam rangkaian yang bersifat rasemos mempunyai warna putih, merah muda, jingga kuning, dan sebagainya. Buah seperti buah buni berwarna hitam mengkilap bila sudah matang. (Dalimartha,S. 2003)3. Kandungan Kimia Daun Lantana camaraKandungan daun Lantana camara adalah lantadena A, lantadena B, asam lantanaloat, asam lantat, -kariofilen, -terpidena, -pinena dan -simena. Selain itu pada tahun 1994, Rini Asterina melakukan pemeriksaan pada daun Lantana camara dan memperoleh adanya senyawa golongan flavanoid (Dalimartha, S., 2003).

Gambar.2.2. lantadena A [1], Lantadena B[2], asam lantanolat [3],-kariofilen [4], dan -terpidena, -pinena[5] sumber : 4. Kegunaan TumbuhanSalah satu tumbuhan yang berpotensi untuk digunakan dan dikembangkan sebagai obat untuk mencegah infeksi pada luka adalah tumbuhan Lantana camara. Akar bersifat tawar dan sejuk berkhasiat mengatasi influenza disertai demam tinggi, sebagai pereda demam (antiperik), penawar racun (antitoksik), penghilang nyeri (analgesik) dan penghenti pendarahan (hemostatis), TBC kelenjar (skofuloderma), rematik, bengkak terbentur (memar), keputihan (leukorea), kencing nanah (gonore), gondongan (parotitis, mumps) dan sakit kulit yang berkaitan dengan gangguan emosi (neuridermatitis). Daun berasa pahit, sejuk, berbau dan sedikit bersifat racun (toksik), yang berkhasiat menghilangkan gatal (antipruritus), antitoksik, menghilangkan bengkak dan perangsang muntah, mengatasi sakit kulit, gatal-gatal, bisul, luka, batuk, rematik, memar, dan bengkak. Daun mengandung lantadena A [1], lantadena B [2], asam lantanaloat [3], -kariofilen [4], -terpidena [5], -pinena [6]. Bunga tembelekan manis rasanya dan sejuk berkhasiat sebagai penghenti pendarahan, mengatasi, TBC dengan batuk berdarah, sesak napas (asmatik). (Dalimartha, S., 2003). Khususnya di Sulawesi Selatan, daun Lantana camara digunakan sebagai obat penyembuh luka ada kulit dan dipercaya berkhasiat mempercepat penyembuhan pada luka kulit. Informasi ini diperoleh dari masyarakat.B. Senyawa Metabolit SekunderSenyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan dari metabolisme sekunder pada tumbuhan. Senyawa ini umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung suatu tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya. Senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan sangat bergantung pada spesies tumbuhan tersebut dan sistem yang penyebarannya tidak merata dalam tiap tumbuhan. Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolit sekunder dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan yaitu alkaloid terpenoid, flavonoid dan steroid (Lenny, 2006b).1. AlkaloidAlkaloid merupakan komponen-komponen senyawa metabolit sekunder yang terbesar dalam tumbuhan dan pada umumnya bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne, 1987).Atom nitrogen alkaloid hampir selalu berada dalam bentuk gugus amina (NR2) atau gugus amida (-CO-NR2), sedangkan substituen oksigen biasanya ditemukan sebagai gugus fenol (-OH), metoksi (-OCH3) atau metilendioksi (-O-CH2-O-). Substituen-substituen oksigen ini dan gugus N-metil merupakan ciri sebagian besar alkaloid (Lenny, 2006b).Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara meluas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987).a. Penggolongan alkaloidSenyawa alkaloid dapat diklaisikasikan berdasarkan cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekulnya, maka alkaloid dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu alkaloid pirolidin, alkaloid piperidin, alkaloid isokuinolin, alkaloid kuinolin dan alkaloid indol. (Lenny, 2006b).Beberapa golongan alkaloid di bawah ini merupakan alkaloid yang banyak terdapat di alam, yaitu golongan fenil alanin (8-oxoprotoberberine) [6], kafein [7], sitisina [8], nikotina [9] dan kuinina [10].

[6] [7]

[8] [9] [10]

b. Identifikasi AlkaloidAlkaloid umumnya merupakan kristal tak bewarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks dan termasuk golongan aromatik memiliki warna (contoh, berberin berwarna kuning dan betanin merah), berbentuk amorf dengan titik lebur yang tajam, tidak mudah menguap, tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik seperti etanol, eter dan kloroform, tetapi beberapa pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid kuarterner sangat larut dalam air (Matsjeh, S, 1994).Identifikasi adanya alkaloid pada ekstrak tumbuhan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu; menggunakan berbagai pereaksi seperti pereaksi Mayer, Dragendroff, Wagner, asam silikotungstat 5%, asam tanat 5%, dan larutan asam pikrat jenuh. Dari berbagai jenis pereaksi di atas, pereaksi Mayer paling banyak digunakan untuk mendeteksi alkaloid karena pereaksi ini memberikan endapan putih hampir pada semua senyawa golongan alkaloid. Pereaksi Mayer dapat dibuat dengan cara melarutkan 1,36 gram HgCl2 dalam 60 ml air suling pada bagian lain melarutkan pula 5 gram KI dalam 10 ml air suling. Dicampur dan diencerkan dengan air suling sampai 100 ml (Robinson, T., 1996).KLT dan KKt juga dapat dilakukan dengan membandingkan harga Rf dari beberapa alkaloid terkenal seperti dalam Tabel 2.1. Selain itu alkaloid juga dapat dideteksi dengan mengunakan metode spektroskopis namun, uji ini tidak dapat diterapkan jika dalam ekstrak yang diperiksa terdapat lebih dari satu alkaloid utama (Harborne, 1987). Metode pemurnian alkaloid umumnya mengandalkan sifat basa. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan tumbuhan memakai air yang diasamkan yang melarutkan alkaloid sebagai garam atau bahan tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya dan basa bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter dan sebagainya (Robinson, 1995).Harga Rf dan beberapa sifat alkaloid dapat diberikan pada tabel 2.1, dimana larutan pengembang yang digunakan pada kertas adalah n-BuOH-asam sitrat dalam air (80 ml : 4,8 g asam sistrat dalam 130 ml air). Sedangkan larutan pengembang pada silika gel adalah MeOH-NH4OH (200:3). Untuk pereaksi-peraksinya seperti Dragendroff warna yang dihasilkan adalah bercak coklat jingga, Marquis warna yang dihasilkan adalah bercak kuning hingga merah lembayu, dan Iodoplatinat warna yang dihasilkan adalah sederetan warna (Harborne, 1987).

Tabel 2.1. Rf dan sifat beberapa alkaloid terkenal.AlkaloidRf (x100)* padaDi bawah sinar UVPerekasi**Spectrum maks (nm) dalam H2SO4 0,1 M

KKtKLT

Sitisina0332BiruDragendroff303

Nikotina0757MenyerapIodoplatinat260

Tomatina0862Tak tampakIodoplatinat--

Morfina1434MenyerapIodoplatinat284

Solalina1552Tak tampakMarquis--

Kodeina1635MenyarapIodoplatinat284

Berberina2507Flouresensi kuningIodoplatinat--

Striknina3022MenyerapIodoplatinat284

Tebaina3241MenyerapIodoplatinat228

Atropina3718MenyerapIodoplatinat258

Kuinina4652Biru terangIodoplatinat250254

Koniina5626Tak tampakIodoplatinat268

Sumber :2. TerpenoidTerpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai aroma dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid (Lenny, 2006b).Senyawa-senyawa organik bahan alam yang tergolong terpenoid memperlihatkan keteraturan, yang antara lain dirumuskan dalam kaidah isoprena dan mencakup dua segi. Dari segi jumlah atom karbon, molekul terpenoid mengandung sejumlah atom karbon yang merupakan kelipatan lima. Dari segi struktur, molekul terpenoid dibangun oleh dua atau lebih unit isoprena yang umumnya bergabung secara kepala-ke-ekor. Keteraturan ini disebabkan oleh asal usul dari senyawa-senyawa ini dalam jaringan organisme mempunyai banyak persamaan (Ahmad, S.A. 1985).

Gambar 2.3. Kerangka Dasar Terpenoida. Penggolongan TerpenoidGolongan terpenoid biasanya mengandung 10 atom karbon yang berasal dari fraksi yang mudah menguap, yang merupakan hasil penyulingan terfraksi dari minyak atsiri. Fraksi yang mempunyai titik didih lebih tinggi biasanya terdiri dari terpenoid yang mengandung 15 atom karbon. Bahan-bahan alam lainnya, selain minyak atsiri, mengandung pula terpenoid dengan 20, 30, dan 40 atom karbon atau lebih. Berdasarkan penemuan ini, terpenoid dapat dikelompokkan sebagai berikut (tabel 2)Tabel 2.2. Kelompok Terpenoid dan SumbernyaKelompok TerpenoidJumlah KarbonSumber

MonoterpenSeskuiterpenDiterpenTriterpenTetraterpenPoliterpenC10C15C20C30C40C > 40Minyak atsiriminyak atsiriResin pinusDamarZat warna karotenKaret alam

Sumber :

Senyawa terpenoid dapat diklasifikasikan sesuai dengan jumlah satuan C5 penyusunnya seperti pada Gambar 2.3, yaitu hemiterpen (C5) [11], monoterpen (C10) [12], seskuiterpen (C15) [13], diterpen (C20) [14], sesterterpen (C25), triterpen (C30) [15], dan tertraterpen (C40) [16] (Sastrohamidjojo, 1996).

[11][12] [13]

[14] [15]

[16]Gambar 2.4. Beberapa contoh senyawa terpenoid

b. Identifikasi terpeniodSenyawa terpenoid sebagian besar merupakan senyawa non polar larut dalam benzena dan eter. Sedangkan dalam bentuk glikosidanya, terpenoid larut dalam etanol dan metanol. Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Deteksi terpenoid dapat dilakukan dengan menyemprot plat KLT menggunakan H2SO4 pekat misalnya untuk terpena limonena dan -pinena, setelah disemprot akan membentuk noda berwarna coklat. Geraniol, setelah disemprot akan membentuk noda lembayung. Selain itu, terpenoid memberikan reaksi positif (range warna dari merah hingga ungu) ketika dipanaskan dengan asam asetat anhidrat dan ditetesi dengan sedikit asam sulfat pekat yang dikenal dengan reaksi Liebermann-Burchard (Tobo, Taebe & Makhmud, 2001). Beberapa harga Rf dari senyawa terpenoid diberikan dalam Tabel 2.3, dimana larutan pengembangnya menggunakan n-Bu-OH-HO-Ac (4:15) dan IsoProOH-H2O (3:2). Untuk memperoleh warna yang jelas maka dilakukan penyemprotan dengan antimon klorida 15% dan anisaldehehid-H2SO4 p-etanol (1:1:8) dengan pemanasan pada suhu 100oC selama 2-3 menit (Harbone, 1987).Tabel 2.3. Rf dan warna iridiod (suatu monoterpena)IrodiodRF (x 100) dalamWarna dengan

BAAIsoPrOH-airAntimon kloridaAnisaldehid-H2SO4

Asperulin5190BiruBiru

Aukubin3878CoklatUngu-merah

Katalpol3279CoklatJingga

Harpagid34--Coklat-unguMerah

Loganin6393MerahJingga

Monotropein3370BiruBiru

Sumber :3. Flavanoid

Flavanoid merupakan senyawa yang tersebar luas di alam terutama pada tumbuhan yang terdapat pada akar, ranting,bunga, buah, biji dan kayu. Flavanoid juga merupakan senyawa fenolik alam selain poliketida dan fenilpropanoid. Selain itu, flavanoid digolongkan sebagai salah satu kelompok aromatik alifatik karena memiliki kerangka dasar aromatik (Usman, H. 2002).Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon (Matsjeh, S., dkk, 1996). Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya, kerangka karbonya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubsitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, T., 1995). Sebagian besar senyawa flavonoid ditemukan sebagai zat warna alami berupa warna merah, kuning, ungu dan biru. Warna-warni flavonoid ditimbulkan oleh sistem konyugasi elektron dalam senyawa aromatik tersebut (Lenny, 2006a).

Gambar 2.5. Kerangka Dasar Flavanoid

a. Penggolongan FlavanoidSesuai dengan kerangka dasar flavanoid, maka senyawa-senyawa flavonoid dapat dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propana. golongan senyawa flavonoid tersebut yaitu Flavonoid atau 1,3-diarilpropana [17], Isoflavonoid atau 1,2-diarilpropana [18], Neoflavonoid atau 1,1-diarilpropana [19]. Banyaknya senyawa flavonoid ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilalsi atau glikosilasi dari struktur tersebut (Lenny, 2006a).

[17] [18] [19] Gambar 2.6. Beberapa golongan senyawa flavonoidSenyawa flavonoid mempunyai beberapa ciri struktur yaitu: cincin A dari struktur flavonoid mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling pada posisi 2, 4 dan 6. Cincin B flavonoid mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta . Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa sehingga memberi kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosiklik dalam senyawa trisiklis (Lenny, S., 2006a.).b. Identifikasi FlavanoidSenyawa flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, aseton, air, dan lain-lain. Flavonoid umumnya di alam terikat dengan gula terutama dengan gula sederhana seperti glukosa, ramnosa, galaktosa dan gula sederhana lainnya, senyawa ini dikenal sebagai glikosida. Flavonoid dapat ditemukan dalam bentuk mono-, di-, maupun triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dari flavonoid terikat dengan gula, Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dengan demikian campuran pelarut tersebut dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida (Markham, K.R, 1981).Untuk mendeteksi adanya flavonoid, dapat digunakan FeCl3 1% dalam air atau etanol sebagai pereaksi semprot. Apabila positif flavonoid, pereaksi ini memberikan noda berwarna hijau, biru atau hitam kuat pada kromatogram (tabel 2.4).

Tabel 2.4. Beberapa pereaksi uji senyawa flavanoid (Markham, K. R., 1981)NoPereaksiHasilKeterangan

1AlCl3 dalam metanolTampak bercak berflouresensi kuning bila dilihat di bawah sinar UV (366 nm)+ Flavonoid

2Kompleks difenil-asam borat-etanol amin (Naturstoffreagent)Tampak bercak hijau kuning + Flavonoid

3Asam sulfinat yang terdiazotasiTampak bercak kuning, jingga atau merah+ Flavonoid

4Vanilin-HClTampak bercak merah atau merah merah lembayu+ Flavonoid

5FeCl3 dalam air dan etanolTampak warna kehijauan, hitam atau biru.+ Flavonoid

Sumber :Perbandingan harga Rf dari hasil karomatografi dan spektrum maksimal dari panjang gelombang pada beberapa jenis senyawa flavonoid pada Tabel 2.5 juga dapat dijadikan acuan untuk mendeteksi beberapa senyawa flavanoid. Dimana beberapa larutan pengembang forestall mengandung HClp-HOAc (3:30:10), larutan pengembang BAA mengandung n-Bu-OH-HOAc-H2O (4:1:5); dan larutan PhOH pengembang PhOH-H2O (3:1) (Harborne, 1987).

Tabel 2.5. Rf dan sifat beberapa senyawa flavanoidFlavonoidRF (x 100) dalamWarna dengan UV dan UV+ NH3 maks dalam EtOH (nm)Pergeseran dengan Na borat

ForestalBAAPhOH

Flavanol

Kemferol558358Kuning murup268,3680

Kuersetin416429255,374+

Mirisetin284313256,378+

Isoramnetin537466254,3690

Azaleatin494850Flouresensi kuning254,369+

gosipetin263112Hitam redup262,278341,386+

Flavon

Apigenin838988Hartal redupKuningMurup atau hijau kuning269,3360

Luteolin667866255,268,350+

Krisoeriol778290252,269, 3500

Trisin727387248,269,3550

Sumber :4. SteroidSteroid merupakan triterpen yang mempunyai kerangka dasar dengan sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena [10]. Steroid juga dapat diartikan sebagai hidrokarbon jenuh dengan 17 atom karbon dalam sistem cincin dimana tiga cincin beranggota enam atom karbon dan satu cincin beranggota lima atom karbon (Harborne, 1987).

Gambar 2.7. Kerangka Dasar Steroida. Penggolongan steroidSteroid dapat dibedakan atas beberapa kelompok tergantung dari jenis substituen R1, R2 dan R3, hal ini didasarkan pada efek fisiologis. Kelompok-kelompok tersebut adalah asam empedu seperti asam kolat [20]; hormon seks seperti testosteron [21]; hormon adrenokortikoid seperti aldosteron [22]; aglikon kardiak seperti diqitoksigenin [23]; sapogenin seperti diosgenin [24] dan sterol seperti stigmasterol [25] (Robinson, 1995).Ditinjau dari sturktur molekulnya, perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lain pada suatu kelompok tertentu ditentukan oleh panjang rantai karbon R1, gugus fungsi yang terdapat pada substituen R1, R2 dan R3, jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen dan ikatan rangkap dan konfigurasi dari pusat-pusat asimetris pada kerangka dasar karbon tersebut (Lenny, 2006b).

[20] [21]

[22] [23]

[24] [25]Gambar 2.8. Beberapa contoh senyawa steroid

b. Identifikasi steroidSenyawa steroid sebagian besar merupakan senyawa non polar sehingga mudah larut dalam pelarut non polar seperti benzena dan eter. Untuk mendeteksi adanya steroid dapat digunakan pereaksi Liebermann-Burchard. Jika positif steroid, pereaksi ini akan memberikan noda berwarna biru atau hijau ketika disemprotkan pada plat kromatogram (Robinson, 1995). Beberapa harga Rf dari senyawa steroid diberikan dalam Tabel 2.4.Struktur senyawa steroid yang juga beragam menyebabkan tidak ada metode isolasi umum yang dapat dipakai untuk semuanya. Akan tetapi, sebagian besar senyawanya merupakan senyawa nonpolar sehingga dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut nonpolar (Robinson, 1995). Harga Rf untuk steroid dapat diberikan pada tabel 2.6, dimana larutan pengembang 1 mengandung larutan CHCl3 Me2CO (4:1), untuk pengembang 2 mengandung larutan CHCl3 EtOAc (1:1), dan untuk pengembang 3 mengandung larutan Heksan- Me2CO (4:1) (Harborne, 1987).

Tabel 2.6. Angka Rf sapogenin (suatu triterpen dan steroid)SenyawaRf (x 100) dalam pengembang

123

Diosgenin555534

Tigogenin565529

Smilagenin6261--

Yamogenin5555--

Hekogenin413219

Gitogenin162111

Sumber :

C. Isolasi Senyawa Bahan AlamIsolasi adalah proses pemisahan komponen-komponen kimia yang terdapat dalam suatu bahan alam. Pemisahan ini didasarkan pada adsorpsi dan partisi senyawa terhadap penyerap dan cairan pengelus. Isolasi senyawa bahan alam terdiri dari ekstraksi, fraksinasi, pemurnian dan identifikasi.1. EkstraksiEkstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari pelarut di dalam air atau suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan air. Tujuan ekstraksi adalah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik (Soebagio, 2002).Proses ekstraksi untuk isolasi senyawa kimia antibakteri mengikuti prosedur isolasi senyawa organik bahan alam secara umum. Yang paling sering dilakukan adalah dengan cara maserasi karena merupakan cara yang paling aman, sangat kecil kemungkinan dapat merusak senyawa yang ada pada jaringan tumbuhan yang akan diekstraksi. Maserasi biasanya dilakukan bertahap, mulai dari pelarut yang paling nonpolar sampai pada pelarut yang paling polar. Bisa juga dilakukan dengan menggunakan pelart polar seperti methanol secara langsung selanjutnya dilakukan partisi dengan pelarut pada kepolaran yang terus ditingkatkan melalui proses ekstraksi.a. MaserasiMaserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang terdapat dalam sel akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena lama perendaman sampel dapat diatur. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa yang akan diekstraksi dalam pelarut (Darwis, 2000, dalam Lenny, 2006c).Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan seperti bunga, buah, daun kulit batang dan akar menggunakan sistem maserasi menggunakan pelarut organik (Lenny, 2006c).b. SoxhletasiSoxhletasi merupakan metode ekstraksi secara berkesinambungan, pelarut dipanaskan sehingga menguap dan kemudian terkondensasi yang akan turun membasahi sampel dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (Dinda, 2008). Pelarut yang digunakan dalam metode ini dapat dihemat, karena terjadi sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Metode ini sangat baik untuk senyawa yang tidak mudah terpengaruh oleh panas (Darwis, 2000 dalam Lenny, 2006c).c. Perkolasi Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelart akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut. Tetapi efektifitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan.2. Metode PemisahanPemisahan kandungan tumbuhan didasarkan pada adsorpsi dan partisi senyawa terhadap penyerap dan cairan pengelusi. Pemisahan biasanya dilakukan dengan menggunakan berbagai macam kromatografi atau gabungan teknik tersebut.. Beberapa macam kromatografi yang sering digunakan yaitu kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi gas cair dan kromatografi lapis tipis (KLT). Berikut ini diuraikan dua macam kromatografi.a. Kromotofrafi Lapis Tipis (KLT)Hasil yang diperoleh dari proses ekstraksi berupa ekstrak yang mengandung senyawa bahan alam yang terlarut dalam pelarut. Penentuan jumlah komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Campuran yang akan dipisah dalam bentuk larutan ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah plat atau lapisan diletakkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fasa gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Jika fasa gerak dan fasa diam telah dipilih dengan tepat, bercak cuplikan awal akan dipisahkan menjadi sederet bercak dan masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran. Selanjutnya, jika bercak tidak berwarna harus ditampakkan dengan menyinari lapisan dengan sinar ultraviolet dengan menyemprotkan pereaksi pembentuk warna yang cocok (Gritter, 1991).Sistem deteksi yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis ditentukan oleh sifat senyawa dalam campuran. Hal ini diketahui dari uji kimia pendahuluan. Meskipun beberapa komponen dalam suatu ekstrak berwarna sehingga mudah divisualisasikan jika fase diamnya putih, sebagian besar memiliki warna yang lemah atau bahkan tidak berwarna dan dibutuhkan metode lain untuk membuatnya tampak. Metode yang paling sering digunakan yaitu pemeriksaan di bawah lampu UV atau menggunakan pereksi penyemprot untuk menghasilkan fluoresen atau yang lebih sering menghasilkan derivat yang berwarna (Tobo, F., dkk, 2001)Pemilihan eluen sebaiknya dimulai dari pelarut organik dengan tingkat kepolaran rendah, seperti heksan dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih polar lainnya (Harborne, 1987). Kecepatan senyawa-senyawa sebagai komponen-komponen dibandingkan dengan kecepatan pelarut yang mendahuluinya dikenal sebagai harga perbandingan (Rf), dan didefenisikan dengan rumus sebagai berikut:Jarak yang ditempuh oleh senyawa Rf = Jarak yang ditempuh oleh pelarutHal yang perlu diperhatikan dalam memilih adsorben adalah besar partikel dan homogenitasnya. Karena partikel yang kasar tidak akan memisah dengan baik. Adsorben yang biasa digunakan pada KLT adalah silika gel, aluminium, pati atau selulosa (Zenta, F., 1999).b. Kromografi Kolom Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada plat KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kromatografi kolom, dimana silika gel sebagai fasa diamnya (Lenny, 2006a). Ada tiga jenis kromotografi kolom yang biasa digunakan yaitu: kromatografi kolom vakum, kromatografi kolom gravitasi, kromatografi kolom flash (Darwis, 2000 dalam Lenny, 2006c).1) Kromotografi kolom vakumKromatografi kolom vakum ini menggunakan vakum dengan tujuan agar tidak ada udara didalamnya sehingga dapat mempercepat elusi. Kolom kromatografi dipacking secara kering dengan menggunakan penyerap silika gel ukuran 10-20 m. Proses ini dilakukan pada keadaan vakum agar diperoleh kerapatan kemasan yang maksimum. Setelah itu, vakum dihentikan dan eluen yang kepolarannya paling rendah dituangkan ke permukaan penyerap, kemudian divakum kembali untuk melihat kelayakan packing dari kolom tersebut. Cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau diabsorbsi dengan adsorben yang sesuai, kemudian dimasukkan ke dalam kolom pada lapisan penyerap dan dihisap perlahan-lahan dengan pompa vakum. Selanjutnya, sampel dielusi dengan eluen yang cocok mulai dari eluen yang kepolarannya rendah ke eluen yang kepolarannya tinggi. Kromatografi kolom cair vakum menggunakan tekanan rendah untuk meningkatkan laju aliran fasa gerak (Zenta, 1999).Dalam proses pengemasan kolom, tinggi pelarut harus dijaga agar tetap di atas permukaan adsorben. Seperempat bagian kolom pada puncak biasanya tidak diisi dengan adsorben. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan penampung pelarut. Pada saat kolom sudah terisi dengan adsorben dengan ketinggian yang diinginkan, pelarut dialirkan dari kolom hingga tinggi cairan hanya mencapai permukaan adsorben. 2) Kromatografi Kolom GravitasiKromatografi kolom gravitasi ini menggunakan kolom yanng lebih kecil dari kromotografi vakum, sehingga elusinya lebih lambat. Oleh karena itu, jumlah sampel yang digunakan pun sedikit. Untuk tahapan perlakuan sama halnya dengan kromatografi kolom vakum, dimana silika gel sebagai fasa diam dan terlebih dahulu dilakukan impregnasi pada sampel. Pelarut yang digunakan juga dengan pelarut yang sama dan menggunakan kepolaran bertingkat. Kelebihan metode ini yakni pelarut yang digunakan hanya sedikit namun membutuhkan waktu yang lama untuk mengelusinya karena menggunakan gaya gravitasi. Akan tetapi jika sampel yang tersedia hanya sedikit lebih baik menggunakan metode ini.3) Kromatografi Kolom FlashKromatografi kolom flash merupakan kromatografi dengan menggunakan tekanan sehingga elusinya berlangsung lebih cepat dibanding kromatografi vakum dan gravitasi. Metode ini tidak sesuai untuk pemisahan campuran terdiri dari bermacam-macam zat (mengandung banyak komponen), tetapi sangat baik untuk memurnikan senyawa. Keistimewaan dari kolom-kolomnya adalah panjangya yakni 30 sampai 40 cm. Adapun teknik pengemasan kolomnya sama dengan kromatografi kolom vakum hanya saja kromatografi kolom flash menggunakan alat penekan.3. Metode PemurnianTeknik pemurnian yang paling umum dilakukan untuk pemurnian padatan senyawa organik adalah dengan kristalisasi atau rekristalisasi. Senyawa dalam bentuk kristal lebih mudah ditangani, kemurniannya lebih mudah ditentukan dan lebih mudah diidentifikasi daripada senyawa dalam bentuk cairan atau minyak. Kristal dapat terbentuk dengan cara penjenuhan larutan yang diikuti dengan penguapan pelarut perlahan-lahan sampai terbentuk kristal. Selain itu, pengkristalan dapat pula dilakukan dengan cara mendinginkan larutan jenuh pada temperatur yang sangat rendah. Beberapa pelarut yang biasa digunakan dalam proses rekristalisasi diberikan dalam tabel 2.7.Tabel 2.7. Pelarut-pelarut untuk rekristalisasi (Zenta, F., 1999)Kelompok senyawaPelarut-pelarut yang disarankan

HidrokarbonEterHalidaSenyawa karbonilAlkohol, asamGaram organikPetroleum eter, heksana, sikloheksana, toluenaEter, diklorometanaDiklorometana, kloroformEtil asetat, asetonEtanolAir

Sumber :

4. Identifikasia. Uji Pereaksi Senyawa metabolit sekunder yang akan diisolosi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu tumbuhan, terlebih dahulu harus dilakukan identifikasi pendahuluan, untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat diketahui kandungan senyawa yang ada, baik secara kualitatif maupun kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut. Untuk tujuan tersebut maka diperlukan metode persiapan sampel dan metode identifikasi pendahuluan dari senyawa metabolit sekunder sebagai berikut (Lenny, 2006c):1) Senyawa terpenoid, steroid, fenolik, flavonoid dan saponin4 gram sampel segar dirajang halus dan didihkan dengan 25 mL etanol selama lebih kurang 25 menit, disaring dalam keadaan panas, kemudian pelarut diuapkan sampai kering. Ekstrak dikocok kuat dengan kloroform kemudian ditambahkan air suling, biarkan sampai terbentuk dua lapisan.a) Lapisan kloroform diteteskan pada plat tetes dan biarkan kering, kemudian ditambahkan beberapa tetes asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman Burchard). Terbentuknya warna merah atau pink menandakan positif untuk senyawa terpenoid dan terbentuknya warna biru atau hijau positif untuk steroid b) Lapisan Air(1) 1 mL lapisan air dikocok selama satu menit, terbentuknya busa yang tidak hilang selama 5 menit menandakan adanya saponin.(2) Beberapa tetes ditempatkan dalam tabung reaksi ditambahkan besi (III) klorida, timbul warna hijau sampai ungu menandakan positif fenolik.(3) Beberapa tetes ditempatkan dalam tabung reaksi, ditambahkan asam klorida pekat dan serbuk magnesium dan timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

2) Senyawa AlkaloidMetode yang sering digunakan dan cukup dikenal untuk mengetahui adanya alkaloid adalah metode identifikasi pendahuluan Culvenor Fitgerald yaitu 4 gram sampel dipotong halus, digerus dengan lumpang dengan bantuan pasir yang bersih dan dibasahi dengan 10 ml kloroform, kemudian ditambah dengan kloroform amoniak 0,05 M, digerus kembali dan disaring kedalam tabung reaksi, ditambah 0,5 ml asam sulfat 2 N, dikocok dan dibiarkan terjadi dua lapisan. Mengambil lapisan asam sulfat dan memasukkan kedalam tabung reaksi dan kemudian ditambahkan satu tetes pereaksi Meyer. Terbentuknya endapan putih menandakan positif alkaloid (Lenny, 2006c).b. Uji Titik LelehTitik leleh suatu zat murni adalah temperatur dimana cairan mulai tampak dan temperatur dimana padatan tidak tampak lagi menyatakan jarak titik leleh atau trayek leleh. Meskipun tidak selalu benar tetapi dapat dipertimbangkan jarak titik leleh yang tajam (