CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

27
Rika Murdika Ulfah, 2011 Penerapan Model Pembelajaran Novick .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pemecahan masalah menurut Dahar (Melani, 2005:16) merupakan suatu kegiatan manusia yang menerapkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya dan pada dasarnya pemecahan masalah merupakan tujuan utama proses pendidikan. Kegiatan-kegiatan yang diklasifikasikan sebagai pemecahan masalah dalam matematika menurut Branca (Melani, 2005:16) adalah: (1) penyelesaian masalah sederhana (soal cerita) dalam buku teks; (2) penyelesaian teka-teki non rutin; (3) penerapan matematika dalam dunia nyata; dan (4) membuat dan menguji konjektur matematis. Dengan demikian pemecahan masalah dapat dikatakan sebagai usaha mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak begitu saja dengan segera dapat dicapai. Dalam belajar matematika, pemecahan masalah merupakan salah satu hasil belajar yang ingin dicapai dan merupakan suatu hal yang sangat penting. Ada dua pengertian pemecahan masalah sebagai kemampuan dasar yang banyak digunakan, yaitu (1) kemampuan minimal yang harus dimiliki siswa dan dievaluasi di tingkat lokal dan nasional, dan (2) kemampuan minimal yang diperlukan siswa agar dapat berfungsi dalam masyarakat. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan: (1) mengidentifikasi yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang diperlukan; (2) merumuskan masalah dari situasi sehari-

Transcript of CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

Page 1: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

Rika Murdika Ulfah, 2011 Penerapan Model Pembelajaran Novick ....

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Pemecahan masalah menurut Dahar (Melani, 2005:16) merupakan suatu

kegiatan manusia yang menerapkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang

diperoleh sebelumnya dan pada dasarnya pemecahan masalah merupakan tujuan

utama proses pendidikan.

Kegiatan-kegiatan yang diklasifikasikan sebagai pemecahan masalah

dalam matematika menurut Branca (Melani, 2005:16) adalah: (1) penyelesaian

masalah sederhana (soal cerita) dalam buku teks; (2) penyelesaian teka-teki non

rutin; (3) penerapan matematika dalam dunia nyata; dan (4) membuat dan menguji

konjektur matematis.

Dengan demikian pemecahan masalah dapat dikatakan sebagai usaha

mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak begitu saja

dengan segera dapat dicapai.

Dalam belajar matematika, pemecahan masalah merupakan salah satu hasil

belajar yang ingin dicapai dan merupakan suatu hal yang sangat penting. Ada dua

pengertian pemecahan masalah sebagai kemampuan dasar yang banyak

digunakan, yaitu (1) kemampuan minimal yang harus dimiliki siswa dan

dievaluasi di tingkat lokal dan nasional, dan (2) kemampuan minimal yang

diperlukan siswa agar dapat berfungsi dalam masyarakat. Kemampuan tersebut

meliputi kemampuan: (1) mengidentifikasi yang diketahui, ditanyakan, serta

kecukupan unsur yang diperlukan; (2) merumuskan masalah dari situasi sehari-

Page 2: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

12

hari dalam matematika; (3) menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai

masalah (sejenis dan masalah baru) di dalam atau di luar matematika; (4)

menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan asal; (5)

menyusun model matematika dan penyelesaiannya untuk masalah nyata dan

menggunakan matematika secara bermakna. Sedangkan pandangan bahwa

pemecahan masalah sebagai proses, merupakan suatu kegiatan yang lebih

mengutamakan pentingnya prosedur, langkah-lagkah, strategi, dan statistik yang

ditempuh siswa dalam menyelesaikan masalah, sehingga dapat menemukan

jawaban soal dan bukan pada jawaban itu sendiri.

Berkaitan dengan jenis-jenis masalah, Hudoyo (Sartika, 2009:20)

membagi masalah dalam matematika ke dalam enam jenis, yaitu:

1. Masalah rutin, yaitu masalah yang prosedur penyelesaiannya hanya sekedar

mengulang, misalnya secara algoritmik;

2. Masalah non-rutin, yaitu masalah yang prosedur penyelesaiannya memerlukan

perencanaan penyelesaian, tidak sekedar menggunakan rumus, teorema, atau

dalil;

3. Masalah rutin-terapan, yaitu masalah rutin yang dikaitkan dengan dunia nyata

atau kehidupan sehari-hari yang prosedur penyelesaiannya sebagaimana yang

sudah diajarkan;

4. Masalah rutin-nonterapan, yaitu masalah rutin yang lebih ke matematikanya

daripada dikaitkan dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari;

5. Masalah non-rutin terapan, yaitu masalah yang penyelesaiannya menuntut

perencanaan dengan mengaitkan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari;

Page 3: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

13

6. Masalah non-rutin non-terapan, yaitu masalah yang berkaitan murni tentang

hubungan matematika.

Ada tiga cara dalam membantu siswa dalam menyelesaikan masalah

(Rahman, 2009:19), yaitu:

1. Cara yang paling tidak efektif, yaitu memperlihatkan kepada siswa cara

memecahkan masalah;

2. Cara yang lebih baik, yaitu dengan memberikan instruksi kepada siswa secara

verbal untuk membantu siswa memecahkan masalah;

3. Cara yang terbaik, yaitu memecahkan masalah-masalah itu langkah demi

langkah dengan menggunakan contoh-contoh atau gambar.

Membelajarkan pemecahan masalah akan meningkatkan siswa berpikir

lebih kritis dalam menyelidiki masalah sehingga menjadikan siswa lebih baik

dalam menanggapi suatu permasalahan yang muncul dalam permasalahan

matematika ataupun pelajaran lain. Pemecahan masalah juga dapat membantu

siswa dalam mengembangkan kemandirian, kesabaran, dan kegigihan dalam

menyelesaikan masalah.

Menurut Sumarmo (1994) (Sartika, 2009:19) bahwa pemecahan masalah

dapat berupa menciptakan idea baru, menemukan teknik, atau produk baru.

Pemecahan masalah merupakan puncak bagi pembelajaran matematika. Elemen-

elemen pengetahuan, kemahiran, dan nilai digunakan sebagai tindakan dalam

menyelesaikan suatu masalah.

Ruseffendi (Sartika, 2009:22) menjelaskan alasan soal-soal tipe

pemecahan masalah diberikan kepada siswa, yaitu:

Page 4: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

14

1. Dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi serta menumbuhkan

sifat kreatif;

2. Di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan, disyaratkan adanya

kemampuan untuk terampil membaca dan membuat pernyataan yang benar;

3. Dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beranekaragam, serta

dapat menambah pengetahuan baru;

4. Dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya;

5. Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat

analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil

pemecahannya;

6. Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan dirinya bukan

saja satu bidang studi tetapi (bila diperlukan) banyak bidang studi, sehingga

dapat melibatkan pelajaran lain diluar pelajaran sekolah, merangsang siswa

untuk menggunakan segala pengetahuannya.

Berkaitan dengan pentingnya pemecahan masalah ini, terutama selama

proses pembelajaran sedang berlangsung, W.W Sawyer pernah menulis di dalam

bukunya Mathematician’s Delight, sebagaimana dikutip Jacobs (Tn, 2003) suatu

pernyataan berikut: “Everyone knows that it is easy to do a puzzle if someone has

told you the answer. That is simply a test of memory. You can claim to be a

mathematician only if you can solve puzzle that you have never studied before.

That is the test of reasoning.” Pernyataan Sawyer ini telah menunjukkan bahwa

pengetahuan yang diberikan atau ditransformasikan langsung kepada para siswa

akan kurang meningkatkan kemampuan bernalar (reasoning) mereka. Sawyer

Page 5: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

15

menyebutnya hanya meningkatkan kemampuan untuk mengingat saja. Padahal di

era global, kemampuan bernalarlah serta kemampuan bernalar tingkat tinggi yang

akan menentukan kemampuan mereka. Karenanya, pemecahan masalah akan

menjadi hal yang sangat menentukan juga keberhasilan pendidikan matematika,

sehingga pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving) selama proses

pembelajaran berlangsung hendaknya menjadi suatu keharusan.

Keterampilan serta kemampuan berpikir yang didapat ketika siswa

memecahkan masalah diyakini dapat ditransfer atau digunakan siswa tersebut

ketika menghadapi masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Karena setiap orang

akan selalu dihadapkan dengan masalah, maka pembelajaran pemecahan masalah

atau belajar memecahkan masalah dijelaskan Cooney et al. (Tn, 2003) sebagai

berikut: “…the action by which a teacher encourages students to accept a

challenging question and guides then in their resolution.” Hal ini menunjukkan

bahwa pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu tindakan (action) yang

dilakukan guru agar siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang ada

pada pertanyaan (soal) dan mengarahkan para siswa dalam proses pemecahannya.

Hal yang telah dipaparkan di atas telah menunjukkan pentingnya tantangan

serta konteks yang ada pada suatu masalah sebagai motivasi bagi para siswa.

Sangatlah penting untuk memformulasikan kalimat pada masalah yang akan

disajikan kepada para siswa dengan cara yang menarik, berkaitan dengan

kehidupan nyata mereka sehingga tidak terlalu abstrak, dan dapat dipecahkan para

siswa, baik dengan bantuan ataupun tanpa bantuan gurunya.

Page 6: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

16

Dengan demikian jelaslah bahwa inti dari belajar memecahkan masalah

adalah para siswa hendaknya terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya

memerlukan ingatan yang baik saja. Karenanya, proses pembelajaran di kelas

dimulai dengan penayangan masalah nyata yang pernah dialami atau dapat

dipikirkan para siswa, dilanjutkan dengan kegiatan bereksplorasi dengan benda

konkret, lalu para siswa akan mempelajari idea-idea matematis secara informal,

belajar matematika secara formal, dan diakhiri dengan kegiatan pelatihan. Dengan

kegiatan seperti ini, diharapkan para siswa akan memahami konsep, rumus,

prinsip, dan teori-teori matematika sambil belajar memecahkan masalah.

Ross (Kartikasarie, 2008:14) mengemukakan indikator pemecahan

masalah, yaitu:

1. Siswa dapat menggunakan informasi untuk mengidentifikasi pertanyaan-

pertanyaan yang memuat permasalahan;

2. Siswa dapat merencanakan dan menentukan informasi serta langkah-langkah

yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah;

3. Memilih penggunaan operasi untuk memberikan situasi permasalahan;

4. Mengorganisasikan, menginterpretasikan, dan menggunakan informasi-

informasi yang relevan;

5. Mengidentifikasi jalan alternatif untuk menemukan solusi.

B. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual

Belajar matematika lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami

sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat,

dan memahami. Guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang

Page 7: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

17

variatif dengan prinsip membelajarkan dan memberdayakan siswa, bukan

mengajar siswa. Pengetahuan bukan lagi seperangkat fakta, konsep, dan aturan

yang siap diterima siswa, melainkan harus dikonstruksi (dibangun) sendiri oleh

siswa dengan fasilitasi dari guru. Siswa harus tahu makna belajar dan

menyadarinya, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dapat

dipergunakan untuk bekal kehidupannya.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual adalah kaidah

pembelajaran matematika yang menggabungkan isi kandungan materi dengan

pengalaman harian individu, masyarakat, dan alam pekerjaan. Kaidah ini

menyediakan pengalaman secara konkret yang melibatkan hands-on dan minds-on

(Ramdan, 2008: 22).

Dalam pendekatan kontekstual, pembelajaran dimulai atau dikaitkan

dengan dunia nyata, diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang

kondisi aktual dalam kehidupan siswa, kemudian diarahkan dengan informasi

melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berpikir,

constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa dapat

menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa

dapat dan terbiasa berkolaborasi dan berkomunikasi berbagai pengetahuan dan

pengalaman, reflection agar siswa dapat mengulang kembali pengalaman

belajarnya untuk koreksi dan revisi, serta authentic assessment agar asesmen yang

diberikan menjadi sangat objektif.

Page 8: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

18

Menurut Yulaelawati (Ramdan, 2008: 22) dalam proses pembelajaran

secara kontekstual, peserta didik akan melalui satu atau lebih bentuk pembelajaran

sebagai berikut.

Gambar 2.1

Bentuk Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual memperhatikan

tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni sebagai berikut.

R

T

C

A

E

Relating (mengaitkan)

Experiencing

(mengalami)

Applying

(mengaplikasikan)

Cooperating

(bekerjasama)

Transfering

(memindahkan)

Belajar dalam konteks menghubungkan

pengetahuan baru dengan pengalaman

hidup

Belajar dalam konteks penemuan dan

daya cipta

Belajar dalam konteks bagaimana

pengetahuan atau informasi dapat

digunakan pada berbagai situasi

Belajar dalam konteks saling tukar

pengetahuan atau informasi yang

diperoleh secara bersama-sama

Belajar dalam konteks pengetahuan

yang ada atau membina dari apa yang

sudah diketahui

Page 9: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

19

1. Konstruktivisme (Constructivism)

Pembentukan pengetahuan menurut model konstruktivisme Piaget dalam

Wilantra (Kartikasarie, 2008:8) memandang subyek aktif menciptakan struktur-

struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Melalui bantuan struktur

kognitif ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan

terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan

oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan

berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses

penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Pengetahuan dalam konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan yang

logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan

gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam

konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti

sehari-hari. Pengalaman tidak harus pengalaman fisis seseorang seperti melihat,

merasakan dengan inderanya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu

berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Wilantra dalam Kartikasarie,

2008:9).

2. Inkuiri (Inquiry)

Inkuiri adalah metode penemuan (terbimbing) dengan maksud untuk

mengembangkan kemampuan pemahaman, penalaran, eksplorasi, identifikasi, dan

generalisasi. Biasanya metode penemuan dilakukan dengan diawali contoh-contoh

kemudian diidentifikasi pola yang sesuai dan kemudian dikonstruksi

generalisasinya.

Page 10: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

20

Inkuiri (Wahyu, 2007: 13) merupakan cara siswa dalam menemukan

sesuatu yang baru menurut mereka. Pada dasarnya proses inkuiri merupakan

proses menemukan kembali, karena sesuatu yang ditemukan itu merupakan hal

yang telah ada sebelumnya. Namun dalam inkuiri juga tidak menutup

kemungkinan terjadi penemuan baru yang belum diketahui sebelumnya.

3. Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan strategi utama dalam pendekatan kontekstual.

Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran,

kegiatan bertanya berguna untuk menggali informasi, baik administrasi maupun

akademis, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa,

mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang sudah

diketahui siswa, memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru,

merangsang pertanyaan dari siswa, menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4. Masyarakat belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Masyarakat belajar didasarkan

pada adanya asumsi bahwa manusia adalah makhluk sosial, dimana setiap

individu membutuhkan bantuan orang lain. Dengan adanya saling membantu ini,

diharapkan siswa dapat saling membelajarkan. Siswa yang tidak bisa dapat

meminta bantuan kepada siswa yang bisa.

Masyarakat belajar dalam pembelajaran dapat terwujud melalui (1)

pembentukan kelompok besar atau kecil, (2) kedatangan ahli ke kelas (jika

Page 11: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

21

diperlukan), (3) bekerja dalam kelas sederajat, (4) bekerja kelompok dengan kelas

di atasnya, (5) bekerja dengan masyarakat.

5. Pemodelan (Modeling)

Dalam pembelajaran konsep atau topik tertentu, diperlukan adanya model

untuk ditiru. Model ini bisa berupa cara untuk mengoperasikan sesuatu, cara

menyelesaikan soal, dan sebagainya. Dengan cara demikian, guru memei model

“bagaimana cara belajar”.

Dalam matematika, salah satu contoh pemodelan adalah bagaimana guru

menyelesaikan soal. Guru memperagakan bagaimana langkah-langkah yang

ditempuh dalam menyelesaikan suatu soal dengan baik. Selain guru, teman atau

pihak lain pun bisa dijadikan sebagai model.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan atau tidak dilakukan.

Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas yang dilakukan atau

pengetahuan yang baru diterima. Misalkan setelah pelajaran berakhir, siswa

merenung “Jika demikian, cara yang saya lakukan selama ini perlu diperbaiki”

dan “Masih banyak hal yang perlu dibenahi” setelah memperoleh pengetahuan

baru. Refleksi dilakukan oleh siswa dan guru, bertujuan untuk memperbaiki

kesalahan dan mengembangkan apa yang telah dikerjakan.

7. Asesmen Otentik (Authentic Assessment)

Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru untuk

bisa memastikan bahwa siswa telah mengalami proses pembelajaran yang benar.

Page 12: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

22

Dalam pembelajaran kontekstual, gambaran tentang kemajuan siswa dilihat sejak

awal pembelajaran, sepanjang proses pembelajaran, dan pada akhir pembelajaran.

Gambaran kemajuan belajar ini diketahui melalui asesmen otentik. Data yang

dikumpulkan pada asesmen otentik adalah data yang diperoleh dari hasil kegiatan

siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan hasil belajar siswa.

Karakteristik asesmen otentik sebagai berikut.

a. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran;

b. Dapat digunakan untuk sumatif dan formatif;

c. Aspek yang diukur adalah keterampilan performasi bukan mengingat fakta;

d. Berkesinambungan;

e. Terintegrasi;

f. Dapat digunakan sebagai feed back.

Dalam setiap kegiatan pembelajaran kontekstual, guru harus

mengupayakan ketujuh komponen tersebut dapat dilakukan oleh siswa, namun

tetap disesuaikan dengan karakteristik materi yang dibahas.

C. Model Pembelajaran Novick

Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses perubahan konseptual namun

tidak berarti bahwa pembelajaran tersebut bersifat mengumpulkan fakta-fakta

baru melainkan membentuk kembali konsep baru yang lebih ilmiah dalam

menjelaskan suatu peristiwa. Pembelajaran untuk perubahan konseptual terutama

melibatkan penggalian konsepsi awal siswa pada peristiwa tertentu dan kemudian

menggunakan cara-cara untuk membantu para siswa mengubah konsep mereka

Page 13: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

23

yang kurang tepat sehingga mereka mendapat suatu konsep baru yang lebih

ilmiah.

Mengingat pentingnya perubahan konseptual dari pengetahuan awal siswa

pada proses pembelajaran berdasarkan pandangan para konstruktivis, Novick

(Solikhin, 2009:12) mengemukakan bahwa “perubahan konseptual terjadi melalui

akomodasi kognitif yang berawal dari pengetahuan awal siswa”. Untuk

menciptakan proses akomodasi kognitif, Novick mengusulkan suatu model

pembelajaran yang dikenal dengan model pembelajaran Novick. Model

pembelajaran Novick tersebut mempunyai pola umum seperti bagan berikut ini.

Gambar 2.2

Diagram Alir Model Pembelajaran Novick

Exposing alternative

framework

(mengungkap

konsepsi awal siswa)

Creating conceptual

conflict (menciptakan

konflik konseptual)

Encouraging cognitive

accommodation

(mengupayakan

terjadinya akomodasi

kognitif)

Page 14: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

24

1. Fase Pertama, Exposing Alternative Framework (Mengungkap Konsepsi

Awal Siswa)

Terdapat dua hal utama yang perlu dilakukan dalam fase pertama, yaitu

sebagai berikut.

a. Mengungkap Konsepsi Awal Siswa

Mengungkap konsepsi awal siswa di dalam mengajar ditujukan agar

terjadi perubahan konseptual sesuai dengan gagasan konstruktivis yang

memungkinkan siswa membentuk konsepsi baru yang lebih ilmiah dari konsepsi

awalnya. Pengetahuan awal yang dimiliki siswa bisa benar atau salah, untuk itu

langkah paling penting yang harus dilakukan terlebih dahulu di dalam mengajar

agar terjadi perubahan konseptual adalah membuat para siswa sadar akan gagasan

mereka sendiri tentang topik atau peristiwa yang sedang dipelajari.

Konsepsi awal siswa ini bersifat pribadi, sulit berubah, dan dapat

menghambat pemahaman belajar lebih jauh. Karena itu perlu diperhatikan dengan

sungguh-sungguh dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan

konsepsinya kearah konsepsi yang ilmiah.

Dalam mengungkap konsepsi awal siswa mengenai pokok bahasan yang

sedang dipelajari, guru harus melakukan dua hal yaitu menghadirkan suatu

peristiwa baik yang sudah diketahui oleh siswa maupun yang baru diketahui siswa

kemudian meminta mereka untuk mendeskripsikannya.

1) Menghadirkan suatu Peristiwa

Sajikan suatu fenomena untuk menimbulkan konsepsi para siswa,

kemudian instruksikan siswa untuk membongkar atau menelaah fenomena

tersebut.

Page 15: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

25

Membongkar atau menelaah fenomena adalah situasi yang

memerlukan para siswa untuk menggunakan konsepsi yang telah ada untuk

menginterpretasikan peristiwa itu. Pada saat membongkar atau menelaah

fenomena mungkin akan ada dua jenis situasi, yaitu situasi dimana hasil

tidaklah dikenal atau hasil dikenal (Chinn dan Brewer, 1993) (Komala,

2008:22).

Dalam kasus yang tidak dikenal, guru meminta para siswa untuk

meramalkan apa yang terjadi dengan fenomena tersebut dan menjelaskan hal

apa yang mendasari ramalan mereka. Dalam kasus yang dikenal, guru tidak

harus meminta para siswa membuat ramalan apapun tetapi siswa harus

menjelaskan peristiwa tersebut.

2) Meminta Siswa untuk Mendeskripsikan atau Menampilkan Konsepsinya

Para siswa dapat menghadirkan gagasan mereka dengan banyak cara.

Mereka dapat menuliskan uraian, menggambarkan ilustrasi, menciptakan

model, menggambarkan peta konsep, atau menciptakan banyak kombinasi

dari cara tersebut sebagai bukti pemahaman mereka pada konsep tertentu.

Tujuan langkah ini adalah untuk membantu para siswa mengenali dan

mulai untuk memperjelas pemahaman dan gagasan mereka sendiri. Ketika

konsepsi awal siswa telah terungkap secara eksplisit maka para guru dapat

menggunakan hal ini sebagai dasar untuk instruksi lebih lanjut.

b. Mendiskusikan dan Mengevaluasi Konsepsi Awal Siswa

Tujuan langkah ini adalah untuk memperjelas dan meninjau kembali

konsepsi asli para siswa melalui kelompok dan diskusi kelas. Hal pertama yang

Page 16: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

26

dapat dilakukan guru adalah dengan bertanya pada siswa tentang uraian konsepsi

mereka. Setelah semua konsepsi siswa diungkapkan, guru memimpin kelas itu

untuk mengevaluasi masing-masing konsepsi yang diajukan. Menurut Natsir

(Solikhin, 2009:13), “Evaluasi konsepsi yang diajukan berdasarkan kejelasannya

atau kemengertiannya (intelligible), dapat masuk akal (plausible), dan peluang

keberhasilan (fruitfull) dalam menjelaskan peristiwa yang dihadirkan.”

Nussbaum dan Novick (Solikhin, 2009:12) menyatakan bahwa pada

langkah ini guru harus menerima semua penyajian dan menahan diri untuk tidak

memberikan penilaian salah atau benar. Walaupun guru tidak memberikan

asesmen salah atau benar tetapi guru tetap harus mengevaluasi gagasan mereka

yang didasarkan pada kejelasannya, kemengertiannya dan peluang

keberhasilannya.

Pada saat memimpin diskusi, guru bisa memulai diskusi dengan

memberikan pertanyaan, misalnya: “siapa yang berpikir gambar grafik Nina

adalah benar?”. Setelah diskusi kelas, para siswa dengan konsepsi yang berbeda

bekerja berkelompok untuk mengevaluasi gagasan mereka satu sama lain.

Masing-masing kelompok memilih satu konsepsi berdasarkan hasil kesepakatan

dan menampilkannya pada teman-teman sekelas. Motivasi siswa dapat meningkat

dengan membiarkan para siswa untuk memilih konsepsi yang mereka pikir terbaik

untuk menjelaskan atau membongkar peristiwa tersebut.

Page 17: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

27

2. Fase Kedua, Creating Conceptual Conflict (Menciptakan Konflik

Konseptual)

Menciptakan konflik konseptual atau biasa juga disebut konflik kognitif

merupakan suatu fase penting dalam pembelajaran, sebab dengan adanya konflik

tersebut siswa merasa tertantang untuk belajar apalagi jika peristiwa yang

dihadirkan tidak sesuai dengan pemahamannya.

Setelah para siswa menyampaikan gagasannya pada orang lain dan telah

dievaluasi melalui diskusi kelas, para siswa akan menjadi tidak puas dengan

gagasan mereka sendiri karena terdapat perbedaan dengan gagasan siswa lainnya.

Dengan mengenali kekurangan pemahaman mereka, para siswa menjadi lebih

terbuka untuk mengubah konsepsinya.

Untuk dapat menciptakan konflik lebih besar, guru menciptakan suatu

keanehan atau situasi ganjil (discrepant event). Keanehan atau situasi ganjil

(discrepant event) adalah suatu peristiwa atau situasi yang tidak bisa diterangkan

oleh konsepsi siswa sekarang tetapi dapat diterangkan oleh konsep yang sedang

dipelajari.

Menurut Piaget (Komala, 2008:26) belajar adalah pengaturan diri (self

regulation), yang dilakukan seseorang dalam mengatasi konflik kognitif. Konflik

kognitif timbul pada saat terjadi ketidakseimbangan (disequilibration) antara

informasi yang diterima dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Menurut

pandangan konstruktivisme, konflik atau kontradiksi merupakan hal yang penting

dalam memfasilitasi perubahan konsep yang terjadi pada siswa.

Page 18: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

28

Champagne, et al. (Solikhin, 2009:26) menyatakan bahwa strategi

pembelajaran yang diharapkan dapat memfasilitasi proses belajar pada diri siswa

adalah dengan menciptakan konflik yaitu menghadapkan siswa pada situasi ganjil

(discrepant event) dan gagasan atau idea yang bertentangan (ideational

confrontation) dengan konsep yang ada pada struktur kognitifnya, sehingga

memicu terjadinya perubahan konsep.

Strike dan Posner (Solikhin, 2009:26) menyatakan bahwa peristiwa atau

pengalaman ganjil (discrepant event) merupakan salah satu cara utama untuk

membangkitkan ketidakpuasan terhadap konsepsi lama, sehingga memacu proses

akomodasi dalam struktur kognitif seseorang. Berdasarkan pernyataan tersebut,

jika siswa dihadapkan pada situasi atau gagasan baru yang terasa ganjil, maka

dalam struktur kognitif akan terjadi konflik dan tertantang untuk mengubah

konsep-konsep atau pengetahuan sebelumnya sesuai dengan situasi atau gagasan

baru yang disebut anomali sehingga akan menghasilkan ketidakpuasan dengan

konsepsi yang ada pada diri siswa, jika:

a. Siswa mengetahui mengapa temuan percobaan menggambarkan anomali;

b. Siswa percaya bahwa hal itu diperlukan untuk menerima kembali temuan

sesuai dengan konsep yang dimiliki;

c. Siswa melakukan pengurangan ketidaksesuaian antara keyakinan yang mereka

miliki;

d. Usaha tidak menerima kesimpulan atau temuan percobaan ke dalam

konsepsinya yang mereka anggap tidak berhasil.

Page 19: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

29

Dalam proses konflik konseptual, guru menciptakan situasi anomali, yaitu

situasi yang bertentangan dengan pengetahuan awal siswa. Situasi anomali dapat

diciptakan melalui demonstrasi yang bertentangan dengan prediksi siswa

sebelumnya. Pada tahap ini diamati respon siswa terhadap situasi anomali yang

diberikan. Pengakuan terhadap situasi anomali dapat berupa ketertarikan ataupun

kecemasan. Fase inilah yang disebut fase konflik, di mana siswa mengalami

pertentangan dalam struktur kognitifnya atas apa yang mereka ketahui

sebelumnya dan fakta apa yang mereka lihat melalui demonstrasi atau percobaan

yang mereka lakukan. Kemudian pada fase penyelesaian, siswa akan berusaha

menyelesaikan konflik dalam struktur kognitifnya dengan berbagai cara.

Untuk menciptakan konflik konseptual, Niaz (Solikhin, 2009:14)

memberikan contoh beberapa situasi yang sekaligus menjadi indikator terjadinya

konflik konseptual dalam diri siswa, antara lain:

a. Kejutan (surprise) yang ditimbulkan oleh munculnya dugaan seseorang yang

kontradiksi dengan persepsinya, atau dihasilkan dari timbulnya kegelisahan;

b. Pengetahuan yang penuh teka-teki, merasa gelisah, atau sebuah keingintahuan

intelektualnya;

c. Kekosongan akan pengalaman kognitif, seperti jika seseorang sadar bahwa

sesuatu dalam struktur kognitifnya telah hilang;

d. Ketidakseimbangan kognitif, di mana pertanyaan atau perasaan kosong

muncul pada situasi yang diberikan.

Page 20: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

30

Dalam pembelajaran guru dapat melakukan diskusi dengan siswa untuk

membantu mereka mendeskripsikan idea-ideanya dan menginterpretasikan apa

yang ditemukan dalam pengamatannya.

3. Fase Ketiga, Encouraging Cognitive Accommodation (Mengupayakan

Terjadinya Akomodasi Kognitif)

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru, seseorang tidak

dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah

dimiliki. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan

skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan

akomodasi.

Untuk mendorong terjadinya akomodasi dalam struktur kognitif siswa,

guru menyajikan sesuatu yang lebih meyakinkan mereka bahwa konsepsinya

kurang tepat. Untuk sampai pada tahap meyakinkan siswa, guru perlu

menggunakan pertanyaan yang sifatnya menggali konsepsi siswa, misalnya:

“mengapa…bisa terjadi”, “bagaimana hasilnya jika…”, dan sebagainya.

Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan

rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok

dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan

antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat

mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya, maka terjadilah

ketidakseimbangan (disequilibrium).

Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur

kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru.

Page 21: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

31

Bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih

tinggi daripada sebelumnya.

Dengan akomodasi, siswa mengubah konsep yang tidak cocok lagi dengan

fenomena baru yang ia hadapi. Menurut Natsir (Solikhin, 2009:15) adapun syarat

terjadinya akomodasi yaitu:

a. Harus ada ketidakpuasan (dissatisfaction) terhadap konsepsi lama yang telah

ada dalam struktur kognitif, yaitu kondisi yang menyebabkan siswa merasa

tidak puas terhadap konsepsi awal atau gagasannya;

b. Ada konsepsi baru yang lebih bisa dimengerti (intelligible), yaitu kondisi yang

mengarahkan pemahaman minimal siswa terhadap konsep yang sedang

dipelajari;

c. Ada konsepsi baru yang lebih masuk akal (plausible), yaitu kondisi yang

memungkinkan konsep yang sedang dipelajari dapat diterima oleh akal siswa;

d. Ada konsepsi baru yang menyajikan peluang keberhasilan (fruitfull), yaitu

kondisi yang dapat menimbulkan rasa kebermaknaan dalam diri siswa

terhadap konsep yang sedang dipelajari.

Tabel 2.1 berikut ini menyajikan kegiatan guru dan siswa pada model

pembelajaran Novick.

Page 22: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

32

Tabel 2.1

Tabel Kegiatan Guru dan Siswa pada Model Pembelajaran Novick

No Fase Kegiatan Siswa Kegiatan guru

1 Pertama,

exposing

alternative

framework

(mengungkap

konsepsi awal

siswa)

1. Siswa memberikan

pendapat untuk

menyelesaikan

permasalahan yang

diberikan dan

menjelaskan hal apa

yang mendasari

pendapat mereka dalam

bentuk tulisan uraian

2. Siswa melakukan

diskusi kelompok

1. Menyajikan suatu

permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari

2. Menuntun siswa untuk

melakukan diskusi

kelompok

2 Kedua, creating

conceptual

conflict

(menciptakan

konflik

konseptual)

1. Siswa mengerjakan

LKS yang diberikan

guru

2. Mendeskripsikan

pendapat dalam bentuk

tulisan

3. Siswa mengutarakan

pendapatnya dalam

diskusi kelompok

1. Menyajikan suatu

permasalahan yang

bisa menimbulkan

konflik konseptual

yang lebih mendalam

2. Membimbing siswa

melakukan diskusi

dalam mengerjakan

LKS

3 Ketiga,

encouraging

cognitive

accommodation

(mengupayakan

terjadinya

akomodasi

kognitif)

1. Siswa menjawab

pertanyaan yang

diajukan guru

2. Siswa mengkonstruksi

pengetahuannya tentang

konsep yang sedang

dipelajari

3. Siswa membuat

kesimpulan atas konsep

yang dipelajari

1. Guru memberikan

pertanyaan yang

bersifat menggali

2. Guru memberikan

penguatan konsep

Page 23: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

33

D. Sikap

Menurut Syah (Yunita, 2009:30) dalam arti sempit, sikap adalah

“pandangan atau kecenderungan mental.” Dengan demikian, pada prinsipnya

sikap itu bisa kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara

tertentu. Menurut Ruseffendi (1991:234) “sikap seseorang terhadap sesuatu itu

erat sekali kaitannya dengan minat.” Jika seorang siswa berminat pada

matematika, maka siswa tersebut akan bersikap positif terhadap pelajaran

matematika.

Sikap dapat kita lihat dari perilaku yang ditunjukkan siswa pada saat

pembelajaran baik berupa tanggapan pada saat menerima pelajaran maupun dalam

mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan tingkah laku selama belajar dalam

kelas.

Menurut Suherman (2003:187) ada beberapa hal yang dapat diperoleh

guru dengan melaksanakan evaluasi sikap antara lain sebagai berikut.

1. Memperoleh balikan (feed back) sebagai dasar untuk memperbaiki proses

belajar mengajar dan program pengajaran remedial;

2. Memperbaiki perilaku diri sendiri (guru) maupun siswa;

3. Memperbaiki atau menambah fasilitas belajar yang masih kurang;

4. Mengetahui latar belakang kehidupan siswa yang berkenaan dengan aktivitas

belajarnya.

Sikap dapat memberikan pengaruh terhadap pembelajaran dan hasil

belajar. Oleh sebab itu, guru harus memberi rasa nyaman kepada siswa untuk

belajar supaya siswa bersikap positif terhadap pelajaran yang diberikan. Dengan

Page 24: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

34

begitu siswa merasa senang dengan pelajaran yang guru berikan, siswa tidak akan

terbebani dengan tugas-tugas yang diberikan. Jika seorang siswa mempunyai

pikiran yang negatif terhadap pelajaran matematika, maka ia tidak akan

menguasai pelajaran matematika dengan baik, walaupun ia mempunyai

kemampuan yang tinggi. Menurut Ruseffendi (2005:129), “Terdapat beberapa

cara bagaimana sikap seseorang bisa diungkapkan, yakni melalui angket dengan

skala sikap, observasi, dan wawancara.” Dengan begitu dapat diketahui

pandangan seseorang terhadap suatu obyek atau kejadian yang ingin kita ketahui.

Sikap terbentuk melalui interaksi antara individu dengan lingkungan.

Johansyah (Yunita, 2009:32) menjelaskan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi

oleh faktor diri sebagai subyek dan faktor dari luar sebagai obyek.

1. Faktor Diri sebagai Subyek

Segala sesuatu di luar subyek, yang akan diterima atau ditolak melalui

proses penilaian. Jika subyek mengetahui obyek, maka terjadi pembentukan sikap

dan subyek menentukan sendiri bentuk respon individu terhadap dunia luarnya

adalah kebutuhan, nilai dan norma serta pengetahuan yang dimilikinya.

2. Faktor dari Luar sebagai Obyek

Segala sesuatu di luar subyek (individu) yang dapat berpengaruh terhadap

pembentukan sikap selalu diawali dengan komunikasi. Tiga hal yang dipengaruhi

komunikasi, yaitu siapa yang menyampaikannya, bagaimana cara

menyampaikannya, dan kepada siapa disampaikannya.

Penyampaian pesan berfungsi menentukan seberapa besar suatu materi

diterima atau ditolak oleh penerima pesan. Materi yang sama dapat berbeda

Page 25: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

35

penerimaannya jika disampaikan dengan cara yang berbeda. Hal ini disebabkan

perbedaan penyampaian pesan.

Selain faktor-faktor di atas, masih ada bermacam-macam cara

terbentuknya sikap, seperti yang dijelaskan Slameto (Yunita, 2005:33) bahwa

sikap bisa terbentuk melalui bermacam-macam cara, antara lain sebagai berikut.

1. Melalui pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula mengenai suatu

pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumatik);

2. Melalui imitasi, yaitu peniruan yang terjadi tanpa disengaja maupun yang

disengaja. Individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap model.

Di samping itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal

dan mengingat model yang hendak ditiru. Peniruan akan terjadi lancar bila

dilakukan secara kolektif daripada perorangan;

3. Melalui sugesti, yaitu terbentuknya suatu sikap terhadap obyek tanpa suatu

alasan dan pemikiran yang jelas, melainkan semata-mata karena pengaruh

yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam

pandangannya;

4. Melalui identifikasi, yaitu seseorang yang meniru orang lain atau organisasi

tertentu didasari suatu ketertarikan emosional sikapnya. Meniru dalam hal ini

lebih banyak dalam arti berusaha menyamai.

E. Hasil Penelitian yang Relevan

Awalnya model pembelajaran Novick ini dikembangkan di Amerika oleh

Osborne (Solikhin, 2009:3) yang dilakukan pada tingkat Elementary School.

Namun, untuk pertama kalinya model pembelajaran ini diterapkan di Indonesia,

Page 26: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

36

yaitu oleh Muhammad Natsir (Solikhin, 2009:3) pada tahun 1997. Ia

menunjukkan keberhasilannya dalam meningkatkan kemampuan konsep fisika

siswa. Selain penelitian Muhammad Natsir, model pembelajaran Novick juga

sudah banyak diterapkan pada penelitian-penelitian di jurusan pendidikan fisika.

Salah satunya yaitu Solikhin pada tahun 2009 dalam skripsinya yang berjudul

“Penerapan Model Pembelajaran Novick untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMP”, ditemukan bahwa kemampuan

pemahaman konsep fisika siswa SMP meningkat setelah diberikan model

pembelajaran Novick.

Pada tahun 2010, Tika Nurlaela menerapkan model pembelajaran Novick

dalam pembelajaran matematika. Dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan

Model Pembelajaran Novick untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Logis

Siswa SMP”, ditemukan bahwa peningkatan kemampuan penalaran logis siswa

yang diberikan model pembelajaran Novick lebih tinggi daripada peningkatan

kemampuan penalaran logis siswa yang diberikan pembelajaran konvensional.

Selain itu, berdasarkan hasil angket dan jurnal harian siswa menunjukkan bahwa

antusias siswa terhadap penerapan model pembelajaran Novick dan soal-soal

penalaran logis semakin baik.

Selain itu, dari hasil studi yang dilakukan oleh Siti Sumiyati pada tahun

2008 dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa SMP Menggunakan Pembelajaran Berorientasi

Aktivitas Siswa (PBAS)”, ditemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini

Page 27: CBL Bermanfaat Bagi Dosen Pengampu Dan Mahasiswa. Dosen Pengampu Terbiasa

37

dikarenakan penggunaan pembelajaran berorientasi aktivitas siswa yang lebih

membelajarkan siswa sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam belajar.

Berdasarkan hasil jurnal dan angket pun ditemukan bahwa siswa merespon positif

terhadap pembelajaran ini dengan alasan bahwa melalui pembelajaran seperti ini

mereka menjadi lebih tertantang dan belajar pun jadi menyenangkan karena

seperti bermain, namun ada sebagian kecil saja yang merespon negatif dengan

alasan bahwa melalui pembelajaran seperti ini cara pengerjaannya menjadi

panjang dan menyulitkan.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori, dan hasil penelitian

sebelumnya yang relevan, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut: “Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran melalui model Novick dengan pendekatan kontekstual

lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.”