CBD AYUQ.docx

56
ANATOMI MULUT Mulut adalah suatu rongga terbuka yang merupakan jalan masuk sistem pencernaan berisi organ asesoris berfungsi dalam proses awal pencernaan. Gbr. Rongga mulut Bagian-bagian yang terdapat pada mulut: 1. Bibir Tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat. Permukaan luar bibir yang dilapisi kulit dan mengandung folikel rambut, kelenjar keringat serta kelenjar subasea. Sedangkan permukaan dalam bibir adalah membran mukosa. 1

Transcript of CBD AYUQ.docx

Page 1: CBD AYUQ.docx

ANATOMI MULUT

Mulut adalah suatu rongga terbuka yang merupakan jalan masuk sistem pencernaan

berisi organ asesoris berfungsi dalam proses awal pencernaan.

Gbr. Rongga mulut

Bagian-bagian yang terdapat pada mulut:

1. Bibir

Tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat. Permukaan luar bibir

yang dilapisi kulit dan mengandung folikel rambut, kelenjar keringat serta kelenjar

subasea. Sedangkan permukaan dalam bibir adalah membran mukosa.

Gbr. Anatomi bibir

1

Page 2: CBD AYUQ.docx

2. Gigi (dens)

Gbr. Anatomi gigi

Bagian-bagian gigi:

Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi. Terdiri atas:

Lapisan email, merupakan lapisan yang paling keras.

Tulang gigi (dentin), di dalamnya terdapat saraf dan pembuluh darah.

Rongga gigi (pulpa), merupakan bagian antara corona dan radiks.

Leher gigi atau kolum, merupakan bagian yang berada di dalam gusi.

Akar gigi atau radiks, merupakan bagian yang tertanam pada tulang rahang. Akar

gigi melekat pada tulang rahang dengan perantaraan semen gigi.

Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar tetap melekat

pada gusi. Terdiri atas:

o Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dalam gusi.

o Gusi, merupakan tempat tumbuh gigi.

3. Lidah

Lidah dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua yang berfungsi untuk

menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan, atau untuk pengecapan dan

produksi bicara.

2

Page 3: CBD AYUQ.docx

Gbr. Anatomi lidah

4. Kelenjar ludah (glandula salivatorius)

Kelenjar saliva dibagi atas 2 kelompok, yaitu: kelenjar saliva mayor dan kelenjar

saliva minor. Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan yang terdiri atas

kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Sedangkan kelenjar

saliva minor terdiri atas kelenjar labialis, kelenjar bukalis, kelenjar palatinus (kelenjar

Weber), kelenjar retromolar (kelenjar Carmalat), dan kelenjar lingualis. Kelenjar

lingualis dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: inferior apical (kelenjar Blandin

Nuhn),taste buds (kelenjar Ebner), dan kelenjar lubrikasi posterior.

Gbr. Anatomi glandula salivatorius

3

Page 4: CBD AYUQ.docx

KELAINAN JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT

I. ORAL CANDIDIASIS

Candidiasis atau candidosis merupakan bentuk paling umum dari mikosis oral

superficial (George Laskaris, 2000) Candidiasis oral merupakan infeksi oportunistik yang

paling umum mempengaruhi mukosa oral. Pada sebagian besar kasus, lesi tersebut

disebabkan oleh jamur Candida albicans (Martin S et al, 2008).

ETIOLOGI

Candidiasis utamanya disebabkan oleh Candida albicans, dan jarang karena spesies

candida lainnya (George Laskaris, 2000). Candida albicans, Candida tropicalis, Candida

glabratabersama terdiri lebih dari 80% dari spesies yang terisolasi dari infeksi Candida

pada manusia (Martin S et al, 2008).

PATOGENESIS

Delapan puluh persen orang normal menunjukkan kolonisasi C.albicans pada

orofaring, traktus gastrointestinalis dan vagina. Perkembangan penyakit karena spesies

Candida bergantung pada interaksi kompleks antara organisme yang patogen dengan

mekanisme pertahanan tubuh pejamu. Infeksi kandida merupakan infeksi oportunistik

yang dimungkinkan karena menurunnya pertahanan tubuh pejamu (Wolff et al, 2008).

Terdapat hubungan yang jelas antara kandidiasis oral dan pengaruh faktor

predisposisi lokal dan umum. Faktor predisposisi lokal yang mampu untuk

mempromosikan pertumbuhan candida atau mempengaruhi respon imun oral mucosa.

Faktor predisposisi umum biasanya berhubungan dengan status imun dan endokrin pasien

(Martin S et al, 2008).

FAKTOR PREDISPOSISI

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya candidiasis. Faktor-

faktor tersebut adalah faktor predisposisi dan terbagi menjadi faktor predisposisi lokal dan

umum.

Status kekebalan tubuh dapat dipengaruhi oleh obat-obatan juga penyakit, yang

menekan sistem imun bawaan. Candidiasis pseudomembranous juga berhubungan dengan

infeksi jamur pada anak-anak, yang tidak memiliki sistem imun yang berkembang

sempurna.

4

Page 5: CBD AYUQ.docx

Denture stomatitis, angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis disebut

sebagai infeksi yang berhubungan dengan candida, dan lesi ini dapat, selain karena

candida, disebabkan oleh bakteri.

Faktor Predisposisi lokal untuk oral candidiasis dan lesi lain yang berhubungan

dengan Candida :

1. Pemakaian gigi tiruan

2. Merokok

3. Berhubungan dengan atopik

4. Inhalasi steroid

5. Steorid topikal

6. Hyperkeratosis

7. Tidak seimbangnya mikroflora mulut

8. Kualitas dan kuantitas saliva

Faktor Predisposisi umum untuk oral candidiasis dan lesi lain yang berhubungan

dengan Candida :

1. Penyakit yang menekan sistem imun

2. Status kesehatan yang terganggu

3. Obat yang menekan sistem imun

4. Kemotrapi

5. Kelainan endokrin

6. Kekurangan hematin

KLASIFIKASI ORAL CAMDIDIASIS

1. Kandidiasis oral primer (Samaranayahe LP et al, 2002)

1.1. Bentuk akut

1.1.1. Pseudomembranous (Kandidiasis pseudomembranous)

1.1.2. Eritematous (Kandidiasis atrofi akut)

1.2. Bentuk Kronis

1.2.1. Hiperplastik : a. Nodular, b. Plak

1.2.2. Eritematous

1.3. Lesi berhubungan Candida

1.3.1. Denture Stomatitis (Kandidiasis atrofi kronis)

1.3.2. Angular Cheilitis (Kheilosis Kandida)

5

Page 6: CBD AYUQ.docx

2. Kandidiasis Oral Sekunder

2.1 Glositis romboid median

2.2 Linear gingival erythema

(Burket’s Oral Medicine, 2008)

GEJALA KLINIS 1. Pseudomembranous Candidiasis.

Bentuk akut dari

pseudomembran candidiasis (thrush)

dikelompokkan ke primary oral

candidiasis dan dikenal sebagai

infeksi candida yang klasik. Infeksi

biasanya mempengaruhi pasien yang

mengkonsumsi antibiotic, obat

imunosupresan, atau penyakit yang

menekan sistem imun.

Infeksi ini biasanya menampilkan membrane yang melekat longgar yang terdiri

dari organism jamur dan debris cellular yang meninggalkan sebuah peradangan,

terkadang area perdarahan jika pseudomembran dihilangkan.

Gejala klinis kandidiasis pseudomembran akut dan kronis dapat dibedakan.

Bentuk kronis terjadi sebagai akibat infeksi HIV dimana pasien dengan penyakit ini

6

Page 7: CBD AYUQ.docx

dapat terkena infeksi candida pseudomembran untuk waktu yang lama. Pasien yang

dirawat dengan inhaler steroidjuga dapat terkena lesi pseudomembran yang kronis.

Pasien jarang melaporkan lesi mereka, walau beberapa ketidaknyamanan dirasakan saat

adanya pseudomembran.

2. Erythematous Candidiasis.

Dulu dikenal sebagai atrophic

oral candidiasis. Permukaan eritema

menunjukkan atrofi dan peningkatan

vaskularisasi. Lesi ini memiliki tepi yang

difus, yang membantu membedakannya

dari erythroplakia, yang mempunyai

demarkasi yang lebih tajam. Candidiasis

ini dianggap penerus candidiasis

pseudomembran namun juga dapat

muncul sendiri.

Biasanya ditemui pada palatum dan dorsum lidah pada pasien yang menggunakan

inhaler steroid. Faktor predisposisi lain adalah merokok dan perawatan dengan antibiotic

spectrum luas. Bentuk akut dan kronisnya hadir dengan tampilan klinis yang identik.

3. Chronic Plaque-Type and Nodular Candidiasis

Dulu disebut candidal leukoplakia.

Gejala bervariasi dari bercak putih, yang

hampir tidak teraba sampai plak kasar yang

melekat erat pada lidah, palatum atau mukosa

bukal (Wolff et al, 2008). Keluhan umumnya

rasa kasar atau pedih di daerah yang terkena.

Tidak seperti pada kandidiasis

pseudomembran, plak disini tidak dapat

dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia

oral oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan rokok sigaret dan keganasan.

Terbanyak pada pria, umumnya di atas usia 30 tahun dan perokok (Hay RJ, 2010).

7

Page 8: CBD AYUQ.docx

4. Denture Stomatitis.Area yang paling sering terkena adalah mukosa palatal yang tertutupi gigi tiruan,

Tidak sering terjadi di mandibula. Denture stomatitis diklasifikasikan menjadi 3 tipe, Tipe

I terletak di area eritema minor yang disebebkan oleh trauma dari gigi tiruan. Tipe II

mempengaruhi sebagian besar mukosa yang tertutupi gigi tiruan. Tipe III memiliki

mukosa granular pada bagian tengah palatum. Gigi tiruan berfungsi sebagai tempat yang

melindungi mikroorganisme dari pengaruh fisik seperti saliva. Microflora yang terlibat

adalah kompleks dan selain candida, juga mengandung bakteri

seperti Streptococcus, Veillonella, Lactobacillus, Prevotella, dan Actinomyces. Tidak

diketahui sampai mana peran bakteri terhadap pathogenesis denture stomatitis.

5. Angular Cheilitis.

Merupakan fissure yang terinfeksi

dari komisura mulut, sering dikelilingi oleh

eritema. Lesi ini sering terinfeksi

oleh Candida dan Staphylococcus aureus,

kekurangan vitamin B12, kekurangan zat

besi, dan hilangnya dimensi vertikal

dikaitkan berhubungan dengan kelainan

ini. Atopi juga dikaitkan degnan angular

cheilitis. Kulit kering dapat mempercepat

perkembangan fissure di komisura,

memungkinkan invasi mikroorganisme. Tiga puluh persen pasien denture stomatitis juga

mengalami angular cheilitis, yang hanya mempengaruhi pasien pemakai gigi tiruan tanpa

denture stomatitis.

8

Page 9: CBD AYUQ.docx

6. Median Rhomboid Glossitis

Dikarakteristikkan dengan lesi eritema pada tengah bagian posterior dorsal lidah.

Lesi ini memiliki konfigurasi oval. Area eritema ini dihasilkan dari atrofi papilla filiform

dan permukaan dapat menjadi lobulated. Etiologinya belum diklarifikasi, namun lesi

sering menunjukkan campuran microflora bakteri/fungal. Biopsi menunjukkan Candida

hypnea pada lebih dari 85% lesi. Perokok dan pemakai gigi tiruan meningkatkan

terjadinya median rhomboid glossitis, juga pada pasien yang menggunakan inhalasi

steroid. Terkadang lesi eritema bersamaan dapat dilihat pada mukosa palatal. Media

rhomboid glossitis asimtomatik, dan manajemennya dibatasai untuk mengurangi faktor

predisposisi. Lesi tidak menyebabkan risiko transformasi ganas.

7. Oral Candidiasis Associated with HIVLebih dari 90% pasien AIDS terkana oral oral candidiasis selama infeksi HIV

mereka, dan infeksi dianggap sebagai pertanda perkembangan AIDS. Bentuk paling umum yang berhubungan dengan HIV adalah candidiasis pseudomembran, candidiasis eritema, angular cheilitis, dan chronic hyperplastic candidiasis.

(Burket’s Oral Medicine, 2008)

9

Page 10: CBD AYUQ.docx

8. Secondary Oral CandidiasisDisertai dengan candidiasis mucocutan sistemik dan kekurangan imun lainnya.

CMC (Chronic Mucocutanous Candidiasis) mencakup sekelompok gangguan heterogen

yang selain oral candidiasis, juga mempengaruhi kulit, kuku dan lapisan mukosa lain

seperti mukosa genital. Wajah dan kulit kepala dapat terlibat massa granuloma terdapat

pada area ini. Sekita 90% pasien CMC terkena oral candidiasis. Keterlibatan mulut pada

lidah, dan lesi hiperplastik putih terlihat pada perhubungan fisura. CMC dapat terjadi

karena kelainan endokrin sebagai hipertiroid dan penyakit Addison. Gangguan fungsi

fagositosis oleh neutrofil granulosit dan makrofag disebabkan oleh kekurangan

myeloperoxidase yang juga dengan CMC. Baik kekebalan tubuh bawaan dan adaptif

sangat penting untuk mencegah perkembangan CMC. Klasifikasi kandidiasi oral

sekunder dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Glositis romboid median

Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik kronis. Pada bagian

tengah permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papila (Hay RJ, 2010)

b. Linear gingival erythema :

- Bentuk terbaru dijumpai pada pasien HIV

- Lesinya berupa garis merah minimal 2 mm meluas antara papilla gingiva yang

berdekatan/ mengitari tepi gingiva.

- Dapat lokalisata pada tepi gingiva satu atau dua gigi atau generalisata

- Ini dapat karena infeksi campuran bakteri dan jamur karena dasarnya defisiensi

imun generalisata (Samaranayahe LP et al, 2002).

10

Page 11: CBD AYUQ.docx

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

(Burket’s Oral Medicine, 2008)

PENATALAKSAANSebelum memulai medikasi antifungal, penting untuk mengidentifikasi faktor

predisposisi. Faktor lokal biasanya diidentifikasi namun kadang tidak mungkin

dikurangi. Disitulah terdapat peran penting obat antifungal. Obat antifungal yang paling

sering digunakan adalah golongan polyenes atau azoles. Polien seperti nystatin dan

amphotericin B adalah alternative pertama pada perawatan candidiasis oral primer dan

ditoleransi dengan baik. Polien tidak diserap pada saluran pencernaan dan tidak terkait

dengan perkembangan resisten. Mereka mengerahkan tindakan melalui efek negatif pada

produksi ergosterol, yang sangan penting untuk integritas membrane sel candida.

Walaupun kurang realistic, pelepasan permanen gigi tiruan merupakan perawatan

efektif untuk denture stomatitis. Bagaimanapun, pengurangan atau penghilangan faktor

predisposisi adalah tujuan utama perawatan denture stomatitis serta infeksi oportunistik

lain. Hal ini termasuk permbaikan kebersihan gigi tiruan dan rekomendasi untuk tidak

memakai gigi tiruan saat tidur. Bersihkan gigi tiruan juga berguna untuk mengganggu

kematangan lingkungan mikroma dibawah gigi tiruan. Gigi tiruan disimpan pada cairan

antimicrobial.

11

Page 12: CBD AYUQ.docx

Perawatan topical dengan azoles seperti miconazol adalah pilihan perawatan

untuk angular cheilitis yang terinfeksi oleh S.aureus dan candidiasis. Asam fusidic dapat

digunakan sebagai pelengkap obat-obatan. Jika angular cheilits terdiri dari eritema

disekitar fisura, salep steroid mungkin diperlukan untuk menekan inflamasi. Untuk

mencegah kambuh, pasien harus mengoles krim pelembab, yang akan mencegah

pembentukan fisura baru.

Azoles sistemik digunakan pada candidiasis primer yang terletak dalam, seperti

candidiasis hyperplastic kronis, denture stomatitis, median rhomboid glossitis dengan

tampilan granular, dan untuk infeksi resisten terapi, kebanyakan terkait dengan

ketidakpatuhan. Ada beberapa kerugian azoles, mereka berinteraksi dengan warfarin,

menyebabkan peningkatan kecenderungan perdarahan. Efek merugikan juga terdapat

pada aplikasi topical azoles atau yang sebagian teresorpsi saluran pencernaan.

Azoles juga digunakan dalam pengobatan candidiasis oral sekunder terkait

dengan faktor predisposisi sistemik dan untuk candidiasis sistemik.

12

Page 13: CBD AYUQ.docx

(Burket’s Oral Medicine, 2008)

(Burket’s Oral Medicine, 2008)

13

Page 14: CBD AYUQ.docx

Indikasi pengobatan sistemik:

- Risiko tinggi terjadinya diseminasi (kandidiasis sistemik) yaitu pada pasien

granulositopenia/imunokompromais, dan pasien yang mendapat terapi

imunosupresif.

- Dengan terapi topikal tidak berhasil atau tidak sembuh.

- Bila terjadi reinfeksi (Wolff et al, 2008)

- Pada pasien AIDS : terbaik dengan kapsul Flukonazol dari pada kapsul

Itrakonazol (Hay RJ, 2010) Sebaiknya tablet ketokonazol tidak digunakan

(Samaranayahe LP, 2002).

14

Page 15: CBD AYUQ.docx

II. GLOSSITIS

Anatomi Lidah

Lidah merupakan massa jaringan ikat yang tersusun otot lurik yang diliputi oleh

membran mukosa. Membran mukosa melekat erat pada otot karena jaringan penyambung

lamina propia menembus ke dalam ruang-ruang antar berkas-berkas otot.Struktur lainnya

yang berhubungan dengan lidah sering disebut lingual. Lidah merupakan bagian tubuh

penting untuk indra pengecap yang terdapat kemoreseptor untuk merasakan respon rasa

asin, asam, pahit dan rasa manis. Tiap rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut

akan direspon oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Lidah sebagian besar terdiri dari

dua kelompok otot yaitu otot intrinsik dan ektrinsik. Otot intrinsik lidah melakukan

semua gerakan halus,sementara otot ektrinsik mengaitkan lidah pada bagian-bagian 

sekitarnya serta melaksanakan gerakan-gerakan kasar yang sangat penting pada saat

mengunyah dan menelan. Lidah mengaduk makanan, menekannya pada langit-langit dan

gigi dan akhirnya mendorongnya masuk faring. Lidah terletak pada dasar mulut,

sementara pembuluh darah dan urat saraf masuk dan keluar pada akarnya.Ujung serta

pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi-gigi bawah, sementara dorsum merupakan

permukaan melengkung pada bagian atas lidah.

15

Page 16: CBD AYUQ.docx

GLOSSITIS

Glositis merupakan suatu kondisi peradangan yang terjadi pada lidah yang ditandai

dengan terjadinya deskuamasi papila filiformis sehingga menghasilkan daerah

kemerahan yang halus dan mengkilat.Glositis bisa terjadi akut atau kronis.Penyakit ini

dapat mencerminkan kondisi dari lidah itu sendiri atau merupakan cerminan dari

penyakit tubuh yang gejalanya muncul pada lidah. Keadaan ini dapat menyerang pada

semua tingkatan usia.

ETIOLOGI GLOSITIS

Penyebab glositis bermacam-macam, baik lokal dan sistemik. Penyebab glositis bisa

diuraikan sebagai berikut:

a. Sistemik:

1. Malnutrisi (kurang asupan vitamin B12, niasin, riboflavin, asam folat)

2. Anemia (kekurangan Fe)

3. Penyakit kulit (lichenplanus, erythema multiforme, syphilis, lesi apthous)

4. HIV (candidiasis, HSV, kehilangan papillae)

5. Obat lanzoprazole, amoxicillin, metronidazole.

b. Lokal:

1. Infeksi (streptococcal, candidiasis, Tb, HSV, EBV)

2. Trauma (luka bakar)

3. Iritan primer (alkohol, tembakau, makanan pedas, permen berlebihan)

Faktor resiko:

1. Nutrisi yang kurang bagus

2. Merokok

3. Mengkomsumsi alcohol

16

Page 17: CBD AYUQ.docx

4. Usia

5. Stres, gelisah, depresi

TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala dari glositis bervariasi oleh karena penyebab yang bervariasi

pula.Tanda dasar kelainan ini adalah perubahan warna lidah dan rasa nyeri.Warna yang

dihasilkan bervariasi dari gelap merah sampai dengan merah terang.Kondisi ini

menyebabkan kesulitan mengunyah, menelan atau berbicara. Lidah yang mempunyai

kelainan ini permukaannya akan terlihat halus.Terdapat beberapa ulserasi yang terlihat

pada glositis.Perawatan dari glositis tergantung pada penyakit yang mendasari.Apabila

glositis terjadi pada anemia pernisiosa maka lidah akan tampak merah dan terasa panas.

DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis dimulai dari anamnesis. Dari anamnesis, dapat ditemukan

keluhan nyeri lidah, ada massa atau pembengkakan (massa fokal; fibroma, lipoma.

Massa difus; sengatan tawon, kista mukosa, erythema bollusum).

Pada pemeriksaan fisik, dilihat nodul ataupapilla lidahyang menghilang. Selain itu

juga dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti biopsi, kikisan KOH, CBC, tes

serologi untuk sifilis, tes untuk defisiensi vitamin B12, tes glukosa postprandial, profil

kimia darah, kultur lesi dan smear bila terdapat indikasi.

JENIS GLOSITIS

a. Atrofi Glositis

Glositis atrofi atau hunter glossitis adalah suatu kondisi yang ditandai oleh

lidah mengkilap halus dan nyeri yang disebabkan oleh atrofi dari papila lingual

(depapillation).  Permukaan lidah dorsal mungkin akan terasa panas, nyeri dan/atau

eritema. Atrophic glossitismemiliki banyak penyebab, biasanya terkait dengan

kekurangan nutrisi atau faktor lain seperti xerostomia (mulut kering) atau anemia. 

b.Benign Migratory Glossitis( Geografis Lidah)

Lidah Geografis atau Benign Migratory Glossitisadalah kondisi

peradangan selaput lendir dari lidah, biasanya terjadi pada permukaan lidah. Hal ini

ditandai dengan lidah yang halus, depapillation dengan warna merah

(hilangnya papila lingual ) yang berpindah atau meluas dari waktu ke waktu. Istilah

migratory berasal dari gambaran lidah yang berubah menjadi seperti peta, dengan

17

Page 18: CBD AYUQ.docx

patch menyerupai gambaran pulau-pulau.  Penyebabnya tidak diketahui, tetapi

kondisi ini sepenuhnya jinakdan tidak ada pengobatan kuratif.

Daerah yang mengalami depapillation biasanya sedikit terangkat, berwarna

putih, kuning atau abu-abu.  Sebuah lesi lidah geografis biasanyadimulai sebagai

patch putih Pada awal terjadinya penyakit, biasanya hanya terdapat satu lesi, tapi ini

jarang terjadi dan biasanya lesi dapat berada di beberapa lokasi yang berbeda di

lidah, dan kemudian seiring waktu, lesi-lesi tersebut meluas dan menyatu untuk

membentuk gambaran khas seperti peta. Lesi biasanya berubah bentuk, ukuran dan

berpindah ke bagian lidah lain.  Kondisi ini dapat mempengaruhi hanya sebagian dari

lidah, dengan kecenderungan dimulai pada ujung dan sisi lidah, yang akan

berkembang ke seluruh permukaan lidah.Glositis geografis seringkali tidak

menimbulkan gejala, tetapi dalam beberapa kasus, pasien dapat mengalami rasa sakit

atau terbakar misalnya ketika makan panas, asam, pedas atau lainnya jenis makanan

(misalnya keju, tomat, buah). 

Beberapa penelitian melaporkan hubungan penyakit ini dengan

beberapa antigen pada leukosit manusia , seperti peningkatan insiden dengan HLA-

DR5 , HLA-DRW6 dan HLA-Cw6 dan penurunan insiden di HLA-B51.  Kekurangan

vitamin B2 (ariboflavinosis) dapat menyebabkan beberapa tanda-tanda di mulut,

termasuk lidah geografis. Lidah pecah-pecah sering terjadi bersamaan dengan lidah

geografis  dan beberapa menganggap lidah pecah-pecah menjadi tahap akhir geografis

lidah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lidah geografis dikaitkan

dengan diabetes , dermatitis seboroik dan atopi.

18

Page 19: CBD AYUQ.docx

c. Median Rhomboid Glositis

Median rhomboid glossitis atau atrofi papila sentral adalah suatu kondisi yang

ditandai oleh daerah kemerahan dan kehilangan papilla lidah, terletak didorsum lidah

dalam garis tengah di depan papila sirkumvalata. Median rhomboid glossitis diduga

diakibatkan oleh infeksi jamur kronis, dan biasanya adalah jenis kandidiasis oral.

Rasa sakit jarang terdapat pada kondisi tersebut.  Penampilan khas lesi adalah

daerah berbentuk oval atau belah ketupat yang terletak di garis tengah permukaan

dorsal lidah, hanya anterior (depan) dari terminalis sulkus . Lesi biasanya simetris,

batas jelas, eritematosa dan depapillated. Biasanya dapat ditemukan pula lesi kandida

di tempat lain di mulut.

Faktor predisposisi, yaitu merokok, penggunaan gigi tiruan,

kortikosteroid semprotan atau inhaler danhuman immunodeficiency

virus (HIV). Kultur mikrobiologi dari lesi biasanya menunjukkan Candida yang

bercampur dengan bakteri. 

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkangambaran klinis, dan biopsi

jaringan, tetpai biasanya tidak diperlukan. Pengobatan dilakukan bersamaan dengan

penghentian konsumsi rokok dan pengobatan topikal atau obat antijamur oral.

d. Geometric Glossitis

Glossitis geometris, juga disebut geometrisherpetic glossitis adalah istilah

yang digunakan untuk lesi kronis yang berhubungan dengan infeksi virus herpes

simpleks (HSV) tipe I, dimana ditemukan celah (fissure) yang bercabang di garis

tengah lidah. Lesi biasanya sangat menyakitkan, dan terdapat erosi di kedalaman

celah. Istilah geometric glossitis ini berasal dari pola geometris pada celah yang

19

Page 20: CBD AYUQ.docx

membujur, menyeberang atau bercabang.Hubungan antara herpes simpleks dan

glossitis geometris ini dibantah oleh beberapa peneliti dan klinisi, karena belum ada

gold standard untuk diagnosis lesi herpes intraoral.

TERAPI GLOSITIS

Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan.Perawatan biasanya tidak

memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah.Kebersihan mulut sangat perlu,

termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali sehari dan flossing sedikitnya setiap

hari.Kortikosteroid seperti prednisone dapat diberikan untuk mengurangi peradangan

glositis.Untuk kasus ringan, aplikasi topis (seperti berkumur prednisone yang tidak ditelan)

dapat disarankan untuk menghindari efek samping dari kortikosteroid yang ditelan atau

disuntik.Antibiotik, obat anti jamur, atau anti mikroba lainnya mungkin diberikan jika

penyebab glositis adalah infeksi.Anemia dan kekurangan gizi harus diperlukan, sering dengan

perubahan pola makan atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti makan panas atau

pedas, alkohol, dan tembakau) untuk meminimalkan ketidaknyamanan.

KOMPLIKASI

Komplikasi pada glositis antara lain bisa terjadi kegelisahan pada penderita,

penghambatan jalan nafas, kesulitan berbicara, kesulitan mengunyah atau menelan,

bahkan pada kondisi yang berat bisa terjadi peradangan lidah yang kronis.

PENCEGAHAN

Pencegahan pada glositis bisa dilakukan dengan cara;

Menjaga kesehatan mulut dengan baik (sikat gigi yang baik dan benar)

Flossing, pembersihan teratur oleh profesional dan pemeriksaan yang rutin

Minimalkan iritasi atau cedera mulut bila memungkinkan

Hindari penggunaan berlebihan makanan atau zat yang mengganggu mulut atau lidah

PROGNOSA

Dalam beberapa kasus, glositis bisa menyebabkan lidah bengkak yang dapat

menghambat jalan nafas.Namun dengan penanganan yang tepat dan adekuat, gangguan

pada lidah ini dapat teratasi dan dicegah kekambuhannya.

20

Page 21: CBD AYUQ.docx

III. LEUKOPLAKIA

Menurut World Health Organization (WHO), Leukoplakia merupakan lesi putih

keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari

mukosa mulut secara usapan atau kikisan dan secara klinis maupun histopatologis

berbeda dengan penyakit lain di dalam mulut serta tidak dapat dihubungkan dengan

sebab fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau (Neville WB, 2002).

ETIOLOGI

Etiologi leukoplakia belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Menurut beberapa

ahli klinik, predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor yang multipel yiatu:

faktor lokal, faktor sistemik, dam malnutrisi vitamin (Martin S et al, 2008).

1. Faktor Lokal

Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:

a. Trauma

Trauma karena gigitan tepi atau akar gigi yang tajam

Iritasi dari gigi yang malposisi

Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi

Adanya kebiasaan menggigit jaringan mulut, pipi dan lidah

b. Kemikal atau termal

Tembakau

Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh

asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga

disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau yang ikut terkunyah.

Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan benda

yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada palatum

yang disebut "Stomatitis Nicotine". Pada lesi ini, dijumpai adanya warna

kemerahan dan timbul pembengkakan pada palatum. Selanjutnya, palatum

akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi penebalan yang sifatnya merata.

Ditemukan pula adanya "multinodular" dengan bintik-bintik kemerahan pada

pusat noduli. Kelenjar saliva yang membengkak dan terjadi perubahan di

daerah sekitarnya. Banyak penelitian yang kemudian berpendapat bahwa lesi

ini merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.

21

Page 22: CBD AYUQ.docx

Alkohol

Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang

memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat

menimbulkan iritasi pada mukosa.

Bakteri

Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal

yang disertai kebersihan mulut yang kurang baik.

2. Faktor Sistemik

Selain dari faktor yang terjadi secara lokal di atas, kondisi dari membran mukosa

mulut yang dipengaruhi oleh penyakit lokal maupun sistemik berperan penting dalam

meningkatkan efektifitas yang bekerja secara lokal.

a. Penyakit sistemik, penyakit sistemik yang behubungan dengan leukoplakia antara

lain adalah sifilis tertier, anemia sidrofenik, dan xeroftalmia yang disebabkan pleh

penyakit kelenjar saliva.

b. Bahan-bahan yang diberikan secara sistemik seperti alkohol, obat-obat

antimetabollit, dan serum antilimfosit spesifik (Martin S et al, 2008).

3. Faktor Malnutrisi Vitamin

Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi

dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius. Beberapa

ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan manifestasi dari pemasukkan

vitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan tersebut parah, gambarannya mirip

dengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan dengan menggunakan binatang tikus,

dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan menimbulkan perubahan

hiperkeratotik (Martin S et al, 2008).

PATOFISIOLOGI

Pasien dengan idiopatik leukoplakia memiliki resiko tinggi untuk berkembang

menjadi kanker. Penelitian yang dilakukan oleh Downer dan kawan-kawan pada

sejumlah pasien leukoplakia, 4% -17% lesi bertransformasi menjadi tumor maligna

pada kurun waktu 20 tahun.

Dasar perubahan molekular pada leukoplakia sampai saat ini masih belum

diketahui. Namun, beberapa data dari hasil penelitian pada pre-maligna leukoplakia

membuktikan bahwa perubahan epitel pada penyakit ini disebabkan oleh transformasi

displastik. Perubahan patologi yang utama pada leukoplakia diperlihatkan oleh

22

Page 23: CBD AYUQ.docx

diferensiasi epitel yang abnormal dengan peningkatan permukaan keratinisasi

menghasilkan penampakan mukosa yang putih. Hal ini diikuti pula oleh penebalan

pada epitelium, bahkan epitel bisa menjadi atrofi atau akantosis (perubahan lapisan

tanduk).

Banyak penelitian memperlihatkan adanya perubahan genetika akan

mempengaruhi perubahan pada ekspresi gen keratin, perubahan siklus sel, dan

peningkatan ekspresi sel yang kehilangan sifat heterozigotnya. Stres oksidatif dan

kerusakan DNA akibat produk nitrogen reaktif, seperti induksi nitrit oksida dan

mekanisme inflamasi, juga memiliki implikasi pada leukoplakia dan transformasinya

dari displasia menjadi karsinoma. Penelitian pada penanda molekular

memperlihatkan bahwa lesi jinak meningkat pada sel yang telah mengalami cacat

pada sel p53 dan pada antigen proliferation marker proliferating cell nuclear (Martin

S et al, 2008).

TANDA DAN GEJALA

Leukoplakia ditandai dengan adanya plak putih yang tidak bisa digolongkan

secara klinis atau patologis ke dalam penyakit lainnya (Anne Field, 2003).

Leukoplakia merupakan lesi prakanker yang paling banyak, yaitu sekitar 85% dari

semua lesi prakanker.

Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum,

daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge.

Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal

terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda.

Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit putih yang agak transparan,

berfisura atau keriput dan secara khas lunak dan datar. Biasanya batasnya tegas tetapi

dapat juga berbatas tidak tegas. Lesi dapat berkembang dalam minggu sampai bulan

menjadi tebal, sedikit meninggi dengan tekstur kasar dan keras. Lesi ini biasanya

tidak sakit, tetapi sensitif terhadap sentuhan, panas, makanan pedas dan iritan lainnya.

Selanjutnya leukoplakia dapat berkembang menjadi granular atau nodular

leukoplakia. Leukoplakia juga dapat berkembang dan berubah bentuk menjadi

eritroplakia.

Terdapat dua tipe klinis leukoplakia, yaitu homogen dan non- homogen (Soukos

N, 2002).

23

Page 24: CBD AYUQ.docx

1. Leukoplakia Homogen.

Dalam perkembangannya, leukoplakia dapat menjadi semakin meluas, menebal,

disebut leukoplakia homogen. Pada tipe ini, terutama berupa lesi putih yang datar dan

tipis. Lesi ini dapat terlihat sebagai retakan yang dangkal dengan permukaan yang

halus atau berkerut. Teksturnya konsisten. Tipe ini biasanya asimptomatik.

Gb.leukoplakia homogen

2. Leukoplakia non-homogen, terutama berupa lesi putih atau putih disertai merah

(eritroplakia). Permukaan lesi ireguler, bisa rata, nodular (speckled leukoplakia) atau

exophytic (exophytic atau verrucous leukoplakia). Pada verrucous leukoplakia,

permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat. Tipe

leukoplakia ini biasanya disertai dengan keluhan ringan berupa ketidaknyamanan atau

nyeri yang terlokalisir

Gb. Verrucous leukoplakia Gb. Eritroplakia

3. Proliferative verrucous leukoplakia merupakan tipe leukoplakia yang agresif yang

hampir selalu berkembang menjadi malignansi. Tipe ini ditandai dengan manifestasi

multifokal dan menyebar luas, sering terjadi pada pasien dengan faktor risiko yang

tidak diketahui. Secara umum, leukoplakia non-homogen memiliki risiko yang lebih

tinggi untuk bertransformasi menjadi malignan, tetapi oral carcinoma dapat

berkembang dari berbagai jenis leukoplakia (Hasibuan S, 2004)

24

Page 25: CBD AYUQ.docx

KLASIFIKASI

Ward dan Hendrick mendeskripsikan klasifikasi leukoplakia secara klinis menjadi:

1. Acute leukoplakia

Onsetnya mulai dari hari, minggu hingga bulan. Lesi ini berkembang dengan cepat,

terdapat penebalan berupa kerucut, beberapa kasus menunjukkan adanya ulserasi atau

pembentukan papilloma. Leukoplakia jenis ini memiliki kemungkinan lebih besar

untuk menjadi malignan dibandingkan dengan chronic leukoplakia.

2. Chronic leukoplakia

Onsetnya dapat terjadi selama sepuluh, lima belas, atau dua puluh tahun. Leukoplakia

tipe ini memiliki penampakan yang menyebar dan tipis, seperti selaput putih pada

permukaan dari membrane mucus. Pada palatum mungkin didapatkan lesi merah kecil

seukuran kepala peniti seperti kawah kecil. Di bagian tengahnya terdapat tumpukan

kapiler yang akan mengalami perdarahan walau dengan trauma yang ringan.

Leukoplakia jenis ini jarang menjadi ganas.

3. Tipe intermediate

Dapat dikatakan juga sebagai leukoplakia sub akut. Kemungkinan merupakan bentuk

awal dari leukoplakia kronik dan berada antara tipe akut dan kronik (Kai HL, 2009)

DIAGNOSIS

25

Page 26: CBD AYUQ.docx

Penegakan diagnosis leukoplakia masih sering mengalami kendala. Hal ini

disebabkan oleh beberapa hal seperti etiologi leukoplakia yang belum jelas serta

perkembangan yang agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai

hiperkeratosis ringan namun dapat menjadi karsinoma sel skuamosa dengan angka

kematian yang tinggi.

Berdasarkan konsep yang diterima oleh World Health Organization maka batasan

leukoplakia adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai hanya sebagai

deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu penebalan putih yang tidak dapat digosok

sampai hilang dan tidak dapat digolongkan secara klinis atau histologi sebagai penyakit-

penyakit spesifik lainnya (contoh: seperti likhen planus, lupus eritematosus, kandidiasis,

white sponge naevus) (Neville WB, 2008).

Leukoplakia di diagnosis banding dengan lesi putih lain seperti likhen planus,

jamur, sifilis, leukoplakia berambut, atau karsinoma. Untuk menyingkirkan diagnosis

banding, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. Pemeriksaan yang teliti pada

seluruh rongga mulut dan nodus limfa pada leher diperlukan untuk membuat diagnose

yang akurat dari leukoplakia mulut. Tes serological deperlukan untuk mengeksklusi

sifilis sebagai factor etiologi. Jika lesi mengandung nodul keras, atau terdapat ulserasi

atau papillomatous, atau terfixasi dengan jaringan dasarnya, maka diperlukan biopsy

untuk mengeksklusi bahwa lesi tersebut disebabkan oleh kanker. Terdapat juga lesi lain

dengan etiologi yang tidak diketahui yang mungkin akan menyulitkan penegakan

diagnosis. Psoriasis merupakan salah satunya, lesi ini memiliki gambaran seperti renda

(lacelike), mengkilat dan lebih superficial dibandingkan dengan leukoplakia. Yang kedua

26

Page 27: CBD AYUQ.docx

adalah lichen planus, biasanya tampak sebagai spot putih kecil hingga besar dapat juga

berbentuk gelang (annular) atau papular (Neville WB, 2008).

PENATALAKSANAAN

Penanganan leukoplakia dapat dibagi menjadi 2 tindakan, yaitu:

1. Penanganan medis

Tujuan dari penanganan ini adalah untuk mendeteksi dan mencegah perubahan

leukoplakia menjadi sel ganas. Bila leukoplakia masih berupa plak putih saja, tidak

diperlukan tindakan khusus untuk menanganinya. Terdapat beberapa tindakan yang

disarankan untuk dilakukan, akan tetapi hingga saat ini belum ditemukan pengobatan

definitif untuk penyakit ini.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan diantaranya:

Tunggu dan amati

Pemberian obat, misalnya agen antiinflamasi, vitamin, agen sitotoksik

Tindakan operasi, misalnya laser, scapel, cryosurgery, electrocautery, terapi

photodynamic

Pasien juga harus menghindari faktor-faktor yang menyebabkan leukoplakia seperti

rokok dan alkohol. Penyakit ini dapat dapat sembuh dengan sendirinya atau malah

bertambah buruk dengan mengalami displasia. Displasia pada lesi yang terdapat di

daerah dengan resiko tinggi kanker harus ditangani secara serius dan lesi harus segera

diangkat.

2. Penanganan operasi

Tindakan operasi masih menjadi penanganan pilihan untuk leukoplakia kecil.

Electrocautery, cryosurgery dan laser sama-sama efektif, dimana proses ini sangat

tergantung kepada kemampuan patologis untuk mengevaluasi luas serta derajat

displasia yang terjadi. Pasien juga harus diperiksa secara berkala, kira-kira setiap 2-3

bulan sekali karena tingkat kekambuhan penyakit yang sangat tinggi. Pasien yang

tidak mengalami kekambuhan selama 3 tahun tidak perlu melakukan pemeriksaan

berkala lagi, tapi pasien dengan residual leukoplakia harus melakukan pemeriksaan

berkala seumur hidup.

PROGNOSIS

Prognosis leukoplakia sangat bagus dan deformitas akibat operasi juga bisa

diminimalkan bila penyakit ditemukan pada stadium awal. Selain itu, kanker pada

27

Page 28: CBD AYUQ.docx

mukosa mulut yang diasosiasikan dengan leukoplakia sebagai lesi prakankernya juga

menunjukkan prognosis yang sangat bagus.

IV. STOMATITIS

Stomatitis merupakan istilah untuk menerangkan berbagai macam lesi yang timbul di

rongga mulut. Gejalanya berupa rasa sakit atau rasa terbakar satu sampai dua hari yang

kemudian bisa timbul luka (ulser) di rongga mulut. Rasa sakit dan rasa panas pada stomatitis

ini membuat kita susah makan dan minum. Sehingga pasien dengan stomatitis datang ke

dokter gigi dalam keadaan lemas. Stomatitis biasanya berupa bercak putih kekuningan

dengan permukaan agak cekung, dapat berupa bercak tunggal maupun bercak kelompok.

Walaupun stomatitis memang bukan penyakit yang mematikan, namun jika penyakit

ini terjadi di dalam mulut, maka akan sangat menyiksa penderitanya. Mulut terasa nyeri, tidak

nyaman dan di dalamnya muncul luka-luka yang terbuka, sehingga sangat tidak nyaman jika

luka tersebut disentuh oleh makanan atau benda asing yang masuk ke dalam mulut. Kondisi

tersebut menyebabkan penderita sulit makan dan bicara. Apalagi, bila penyakit di rongga

mulut ini menimbulkan komplikasi berupa selulitis (radang sel) mulut akibat infeksi bakteri

sekunder sariawan, infeksi dental (abses gigi) dan kanker mulut.4 Stomatitis dikatakan sering

kambuh jika dalam sebulan 2-3 kali. Proses penyembuhannya juga cukup lama, rata-rata 7-9

hari atau sampai 2 minggu.

Masyarakat awam kebanyakan menganggap bahwa stomatitis diakibatkan karena

kekurangan vitamin C. Maka dari itu, ketika penyakit tersebut menyerang, banyak yang

langsung berusaha menyembuhkannya dengan mengkonsumsi vitamin C. Baik vitamin C

dalam bentuk tablet, hisap, telan, effervescent (tablet yang dilarutkan), dan lain sebagainya

dalam takar berlebih. Pemahaman semacam ini tidak selamanya benar, sebab stomatitis bisa

terjadi akibat beberapa faktor, misalnya trauma. Trauma bisa terjadi pada saat makan, di

mana proses pengunyahan bahan makanan yang padat atau keras berikbat pada rusaknya

jaringan lunak rungga mulut. Stomatitis yang disebabkan karena trauma biasanya sembuh

sendiri tanpa pengobatan. Selain trauma, beberapa infeksi bisa menjadi penyebab timbulnya

stomatitis seperti herpes simpleks, tuberculosis (TBC), hingga infeksi karena HIV/AIDS.

Selain itu, stomatitis dapat juga diakibatkan munculnya penyakit sistemik.

JENIS-JENIS STOMATITIS

28

Page 29: CBD AYUQ.docx

Setelah kita membahas pengertia dari stomatitis, selanjutnya kita akan membahas

tentang pembagian dari stomatitis. Secara garis besar stomatitis terbagi atas:

1. Stomatitis Apthous

Yaitu sariawan yang terjadi akibat tergigit atau luka akibat benturan dengan sikat gigi.

Bila kuman masuk dan daya tahan tubuh anak sedang turun, maka bisa terjadi infeksi, timbul

peradangan dan melahirkan rasa sakit atau nyeri. Stomatitis jenis ini dibagi atas dua jenis

yaitu akut dan kronis.

- Stomatitis akut

Stomatitis akut adalah stomatitis yang disebabkan oleh trauma akibat sikat gigi,

tergigit, dan sebagainya. Bila dibiarkan saja stomatitis ini akan sembuh dengan

sednirinya dalam beberapa hari.

- Stomatitis kronis

Stomatitis kronis adalah stomatitis yang disebabkan xerostomia (mulut kering). Jenis

ini jika dibiarkan akan sulit sembuh.

Stomatitis apthous yang sifatnya rekuren dapat diklasifikasikan berdasarkan

karakteristik klinis yaitu ulser minor, ulser mayor, dan ulser hipertiform:

-Rekuren Apthous Stomatitis Minor

Sebagian besar pasien (80%) yang menderita bentuk minor (MIRAS, ditandai dengan

ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter yang kurang daro 5 mm serta

pada bagian tepinya terdiri dari eritematous. Ulserasi bisa tunggal ataupun merupakan

kelompok yang terdiri atas empat atau lima.

29

Page 30: CBD AYUQ.docx

Gambar 1: Recurrent Apthous Stomatitis Minor

Sumber : http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/564/resources/image/bp/1.html

Frekuensi RAS lebih sering pada laki-laki daripada wanita dan mayoritas penyakit

terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien dengan MIRAS mengalami ulserasu yang

berulang dan lesi individual dpapat terjadi dalam jangka waktu yang pendek dibandingkan

dengan tiga jenis yang lain. Ulser ini sering muncul pada mukosa non-keratin. Lesi ini

didahului dengan rasa terbakar, gatal, atau rasa pedih dan adanya pertumbuhan macula

eritematous. Klasiknya, ulserasi berdiameter 3 sampai 10 mm dan sembuh tanpa luka dalam 7

sampai 14 hari (Causon RA, 2002)

- Rekuren Apthous Stomatitis Major

Rekuren aphtous stomatitis major (MARAS), yang diderita kira-kira 10% dari

penderita RAS dan lebih hebat dari MIRAS. Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3

cm dan berlangsung 4 minggu termasuk daerah-daerah yang berkeratin. Tanda adanya ulser

seringkali dilihat pada MARAS. Jaringan parut terbentukkarena keparahan dan lamanya lesi

terjadi.

Gambar 2: Recurrent Apthous Stomatitis Mayor

Sumber : http://dentosca.wordpress.com/2011/04/08/recurrent-aphthous-stomatitis-ras/

Rekuren apthous stomatitis major lebih besar disbanding MIRAS dan terjadi dalam

jangkan waktu yang panjang. Awal dari MARAS terjadi setelah masa puberty dan akan terus

menerus hingga 20 tahun atau lebih.

- Hipertiformis Apthous Stomatitis

30

Page 31: CBD AYUQ.docx

Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis HU (yang dapat terdiri dari atas

100 ulser kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetic primer tetapi virus-

virus herpes tidak mempunyai peranan dalam etioologi HU atau dalam setiap bentuk ulserasi

aptosa.

Gambar 3: Herpertiformis Apthous Stomatitis

Sumber : http://dentosca.wordpress.com/2011/04/08/recurrent-aphthous-stomatitis-ras/

Herpertiformis apthous stomatitis menunjukkan lesi yang besar dan frekuensi

terjadinya berulang. Pada beberapa individu, lesi berbentuk kecil dan berdiameter rata-rata 1

sampai 3 mm.

Etiologi yang utama dari RAS adalah faktor keturunan. Faktor ini mempunyai

pengaruh yang cukup besar, karena itu bila dalam satu keluarga ada yang memiliki sariwan

maka anggota lainnya biasanya juga terkena. Adanya peningkatan terjadinya RAS pada anak

dengan orang tua yang positif RAS (Causon RA, 2002)

2. Oral thrush/moniliasis

Yaitu Sariawan yang disebabkan jamur candidas albican, biasanya banyak

dijumpai di lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat dalam mulut. Namun,

saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah penggunaan obat antibiotika yang

berlangsung lama atau melebihi jangka waktu pemakaian, jamur Candida Albican

tumbuh lebih banyak lagi (Causon RA, 2002)

3. Stomatitis herpetic

Yaitu sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan berlokasi di bagian

belakang tenggorokan. Sariawan di tenggorokan boasanya langsung terjadi jika ada virus

31

Page 32: CBD AYUQ.docx

yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh sedang rendah, sehingga

system imun tidak dapat mentralisir / mengatasi virus yang masuk sehingga terjadilah

ulser (Causon RA, 2002)

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA STOMATITIS

Sampai saat ini penyebab utama dari Sariawan belum diketahui. Namun para ahli

telah menduga banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya sariawan ini, diantaranya

adalah :

1. Faktor General antara lain :

- Hormonal maupun penyakit sistemik

- Stres

2. Faktor Lokal antara lain :

- Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan)

- Luka pada bibir akibat tergigit/benturan

- Defisiensi (kekurangan) vitamin B12 dan zat besi

Infeksi virus dan bkteri juga diduga sebagai pencetus timbulnya stomatitis ini. Ada

pula yang mengatakan bahwa stomatitis merupakan reakasi imunologik abnormal pada

rongga mulut. Sedangkan yang cukup sering terjadi pada kita, terutama warga kota yang

sibuk, adalah stres. Faktor psikologis ini (stres) telah diselidiki berhubungan dengan

timbulnya stomatitis (Greenberg MS, 2003).

Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya stomatitis adalah sebagai

berikut :

1. Trauma

Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa trauma pada bagian dalam rongga

mulut dapat menyebabkan RAS. Dalam banyak kasus, trauma ini disebabkan masalah-

masalah yang sangat sederhana. Trauma merupakan salah satu faktor yang dapat

menyebabkan ulser teruatama pada pasien yang mempunyai kelainan tetapi kebanyakan RAS

mempunyai daya perlindungan yang rlatif dan mukosa mastikasi adalah salah satu proteksi

yang paling umum (Greenberg MS et al, 2003).

32

Page 33: CBD AYUQ.docx

Faktor lain yang dapat menyebabkan trauma di dalam rongga mulut meliputi :

- Pemakaian gigi tiruan

Rekuren apthous stomatitis disebabkan oleh pemasangan gigi palsu. Seringkali,

gigitiruan yang dipasang secara tidak tepat dapat mengiritasi dan melukai jaringan

yang ada di dalam rongga mulut. Masalah yang sama sering pula dialami oleh porang-

orang yang menggunakan gigitiruan kerangka logam. Logam dapat melukai bagian

dalam rongga mulut.

- Trauma sikat gigi

Beberapa pasien berpikir bahwa ulser terjadi karena trauma pada mukosa rongga

mulut yang disebabkan oleh cara penggunaan dari sikat gigi yang berlebihan dan cara

menyikat gigi yang salah dapat merusak gigi dan jaringan yang ada di dalam rongga

mulut.

- Trauma makanan

Banyak jenis makanan yang kita makan dapat menorah, menggores atau melukai

jaringan-jaringan yang ada di dalam rongga mulut dan menyebabkan terjadinya RAS.

Contohnya adalah keripik kentang, kue kering yang keras, apel dan setelah mengunya

permen keras.

- Prosedur Dental

Prosedur dental dapat mengiritasi jaringan lunak mulut yang tipis dan menyebabkan

RAS. Terdapat informasi bahwa hanya dengan injeksi novacaine dengan jarum dapat

menyebabkan timbulnya RAS beberapa hari setelah dilakukan penyuntikan.

- Menggigit bagian dalam mulut

Banyak orang menderita luka di daam mulutnya karena menggigit bibir dan jaringan

lunak yang ada di dalam rongga mulut secara tidak sengaja. Sering kali, hal ini dapat

menjadi sebuah kebiasaan yang tidak disadari atau dapat terjadi selama tidur dan luka

juga disebabkan oleh tergigitnya mukosa ketika makan dan tertusuk kawat gigi

sehingga dapat menimbulkan ulser yang mengakibatkan RAS. Luka gigit pada bibir

atau lidah akibat susunan gigi yang tidak teratur (Greenberg MS et al, 2003)

2. Infeksi

Tidak terdapat fakta yang menunjukkan bahwa stomatitis secara langsung disebabkan

oleh mikroba karena hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh infeksi silang dari

33

Page 34: CBD AYUQ.docx

Streptococci. Biasanya, untuk mencegah infeksi rongga mulut dapat digunakan providone-

iodine (obat kumur) (Lewis et al, 1998).

Namun pada dasarnya, providone-iodine merupakan iodine kompleks yang berfungsi

sebagai antiseptic. Povidone-iodine mapu membunuh mikroorganisme seperti jamur, bakteri,

virus, protozoa, dan spora bakteri. Tak heran agen ini berguna untuk terapi infeksi yang

berkaitan dengan makhluk-makhluk renik tesebut. Selain sebagai obat kumur (mouthwash)

yang digunakan setelah gosok gigi, povidone-iodine gargle memang digunakan untuk

mengatasi infeksi-infeksi mulut dan tenggorokan, seperti gingivitis (inflamasi di gusi) dan

tukak mulut (sariawan) (Lewis et al. 1998)

3. Abnormalitas Imunologi

Abnormalitas imonologi kemungkinan juga dapat menybabkan ulser. Sirkulasi

antibody diduga berhubungan dengan keadaan mukosa dari rongga mulut. Dimana antibody

tersebut bergantung pada mekanisme sitoksik atau proses penetralisir racun yang masuk ke

dalam tubuh. Sehingga jika system immunologi mengalami abnormalitas, maka dengan

mudah bakteri ataupun virus menginfeksi jaringan lunak disekitar mulut (Lewis et al. 1998).

4. Penyakit Gastrointestinal

Walaupun diketahui bahwa ulser dapat menyebabakn penderitan sukar mencerna

makanan, namun hal tersebut jarang dihubungkan dengan penyakit gastrointestinal. Tetapi

lebih sering dihubungkan dengan defisiensi vitamin B12. Akan tetapi, ditemukan bahwa 5%

psien dengan penyakit tersebut disebabkan oleh penyakit gastrointestinal (Lewis et al. 1998).

5. Defisiensi Hematologi

Pasien dengan RAS yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, folat atau besi

mencapai 20%. Seperti frekuensi defisiensi pada pasien awalnya akan menjadi lebih buruk

pada pertengahan usia. Banyak pasien yang defisiensinya tersembunyi, hemoglobin dengan

batasan normal dan cirri utama adalah mikrositosis atau makrositosis pada sel darah merah.

Defisiensi hematologi juga dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 atau folat (Lewis et

al. 1998).

6. Faktor Hormonal

Pada umumnya penyakit stomatitis banyak menyerang wanita, khususnya terjadi pada

fase stres dengan sirkulasi menstruasi. Dalam sebuah penlitian, ditemukan kadar hormone

34

Page 35: CBD AYUQ.docx

progesterone yang lebih rendah dari normal pada penderita RAS. Sementara kadar hormone

Estradiol, LH, Prolaktin, FSH pada kedua group adalah normal. Pada wawancara didapat

adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami RAS pada kelompok penderita

dibandingkan bukan penderita RAS (5% versus 10%, p=0,002). Dari penelitian tersebut dapat

disimpukan bahwa penderita RAS pada umumnya mempunyai kadar hormone progesterone

yang lebih rendah dari normal dan ada salah satu keluarganya yang menderita RAS (Lewis et

al. 1998).

7. Stres

Faktor stres dapat memicu terjadinya stomatitis sebab stres dapat mengganggu

proses kerja dari tubuh sehingga mengganggu proses metabolism tubuh dan menyebabkan

tubuh rentan terhadap serangan penyakit, tidak hanya kejadian stomatitis bahkan gangguan-

gangguan lainnya dapat dapat dipicu oleh stres.

Biasanya pasien mengalami ulser pada saat stres dan beberapa fakta menunjukkan hal

tersebut. Namun, stres sulit untuk diukur dan beberapa penelitian belum dapat menemukan

hubungan antara sters dengan munculnya ulser. Faktor psikologis (seperti emosi dan stres)

juga merupakan faktor penyebab terjadinya stomatitis (Neville et al, 2009).

8. Infeksi HIV

Stomatitis dapat digunakan sebagai tanda adanya infeksi HIV, dimana stomatitis

memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada keadaan defisiensi imun, seperti yang telah dibahas

sebelumnya. Namun infeksi akibat virus HIV biasanya menunjukkan tanda klinis yang sangat

jelas. Dimana jaringan sudah parah.

Infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan infeksi kronik,

yang memiliki 2 pola pada anak, yaitu :

- Pola pertama adalah yang didapati pada bayi dan anak-anak akibat penularan prenatal.

- Pola kedua adalah pada remaja melalui perilaku risiko tinggi seperti orang dewasa

(Lewis et al, 1998)

9. Kebiasaan merokok

Kelainan stomatitis biasanya terjadi pada pasien yang merokok. Bahkan dapat terjadi

ketika kebiasaan merokok dihentikan (Neville et al, 2009).

PENANGANAN STOMATITIS

35

Page 36: CBD AYUQ.docx

Pada umumnya stomatitis dapat sembuh dengan sendirinya, kecuali stomatitis yang

disebabkan jamur karena harus diobati dengan obat anti jamur. Biasanya butuh waktu

penyembuhan sekitar seminggu. Jika tak diobati, bisa berkelanjutan. Walaupun tidak sampai

menyebar ke seluruh tubuh dan hanya disekitar mulut, akan tetapi stomatitis yang

diakibatkan oleh jamur segera diobati. Sebab jika jamur ikut tertelan, sangat mungkin terjadi

diare (Causon RA et al, 2002).

Pengobatan untuk menyembuhkan stomatitis secara umum ada dua, yaitu :

- Dengan menghilangkan penyebabnya seperti anemia, avitaminosis (kekurangan

vitamin dan mineral) dan infeksi berat.

- Dengan menghindarkan penyebab seperti kebiasaan merokok, bumbu masak yang

merangsang, makan makanan panas, serta selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut.

Pengobatan secara local di mulut biasanya dengan memakai obat-obatan yang

diminum atau yang dikumur sehingga mengurangi keluhan penderita. Ada sifat unik dari

jaringa mulut yang memudahkan proses penyembuhan stomatitis tetapi juga rentan untuk

kambuh kembali yakni banyaknya pembuluh darah. Sering terkena trauma/ perlukaan, dan

terdapat sel-sel yang daya regenerasinya cepat (Causon RA et al, 2002).

Dengan mengetahui penyebabnya, diharapkan kita dapat menghindari timbulnya

stomatitis ini, diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta mengkonsumsi

nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Juga selain itu,

menghindari stres. Namun bila ternyata stomatitis timbul, maka dapat mencoba denga kumur-

kumur air garam dan pergi ke dokter gigi untuk meminta obat yang tepat. Hal tersebut untuk

menghindari kita dari mengkonsumsi obat yang salah (Causon RA et al, 2002).

Pengobatan sebaiknya diberika berdasarkan faktor penyebabnya. Dengan tujuan

menghindari efek samping dai obat tersebut, apakah obat tersebut bersifat karsinogenik, atau

merangsang kanker (Causon RA et al, 2002).

Apabila telah diberi obat dan berkumur dengan obat kumur, anak tidak juga sembuh,

maka harus dicari penyebab lain. Mungkin karena jumlah kuman bertambah, dosis

pemakaian obat kurang, atau akibat mengunyah terjadi lagi trauma baru di lidah. Bisa juga

lantaran daya tahan tubuh anak memang randah atau karena kebersihan mulut dan gigi tidak

terjaga (Causon RA et al, 2002).

36

Page 37: CBD AYUQ.docx

Selain cara penanganan stomatitis yang telah dibahas diatas ada beberapa bentuk

penanganan lain yaitu sebagai berikut (Causon RA et al, 2002) :

- Sebelum tidur, daerah yang mengalami stomatitis diolesi kenalog (sejenis salep untuk

sariawan) ditambah minum suplemen vitamin C cair.

- Olesi bagian yang terkena stomatitis dengan madu, namun hati-hati dalam

mengkonsumsi madu, karena jika kelebihan madu dapat menyebabkan panas dalam.

- Timbulnya sariawan bisa jadi karena pertanda akan sakit flu, oleh karena itu

disarankan mengkonsumsi vitamin C 1000mg agar tidak terkena sakit flu.

- Gunakan pasta gigi yang dapat meringankan sariawan.

- Perbanyaklah minum jus tomat, karena dapat mengurangi pembesaran dari stomatitis

dan mengurangi gejala klinisnya.

- Minum the bunga teratai/chyrantenum, teh ini juga sangat efektif untuk mengobati

panas dalam.

- Hindari gejala stres dan kecapekan, karena dapat menimbulkan dan memperparah

gejala stomatitis.

- Gejala stomatitis dapat juga dihilangkan dengan berkumur air rebusan daun saga.

- Minumlah air kacang hijau setiap pagi. Kacang hijaunya tidak direbus tapi hanya

diseduh dengan air panas sampai airnya warna hijau baru diminum ditambah denga

gula sedikit agar rasanya lebih enak.

- Gunakan obat-obatan yang dapat meredakan gejala stomatitis.

DAFTAR PUSTAKA

37

Page 38: CBD AYUQ.docx

Anne Field, Lesley Longman. Tyldesley’s Oral Medicine. 5th Ed. New York : Oxford University Press Inc. 2003. P. 111

Causon RA, Odell EW, Porter S. Causons Essentials of Oral Pathology and Oral

Medicine.7th ed.Edinburgh: Churchill Livingstone : 2002.pp.192-193

George Laskaris. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents. New York :

Thieme. 2000. P. 128

Greenberg MS,Michael Glick. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 10th

ed.Philadelpia: BC Decker Inc: 2003.pp.63-64

Hasibuan S. Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Rongga Mulut. USU Digital Library. 2004.

Hay RJ and Ashbee HR. Mycology. Dalam : Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffith SC,

editors. Rook’s Texbook of Dermatology, edisi ke 8. Oxford : Wiley-Blackwell; 2010.

p. 36.5 – 36.56

Kai HL, Ajith DP. Oral white lesions: pitfalls of diagnosis. MJA volume 190 number 5.

2009; 190: p. 276

Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed.

Ontario : BC Decker Inc. 2008. P. 79, 82

Neville, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology. 3nd

Ed.Philadelpia: WB Saunders Company: 2009.

Neville WB, Day AT. Oral cancer and precancerous lesions. In CA Cancer J Clin. 2002:

52:195

Samaranayahe LP, Cheung LK and Samaranayahe YH. Candidiasis and other fungal disease

of the mouth. Dermatol Ther; 2002. 15 : p. 251-269.

Soukos N. Oral Leukoplakia, Idiopathic. In Medscape Reference. 2008.

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine 7th ed. New York : Mc Graw Hill; 2008. p. 1822-

1830.

38