Catchment Area

30
CATCHMENT AREA TUGAS HIDROLOGI DAN PENGALIRAN TAMBANG Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hidrologi dan Pengaliran Tambang pada Jurusan Teknik Pertambangan Oleh : I.Q SASMITHA LOVA MARJI ( 03111002001 ) M. RIKI ABRIAN ( 03111002039 ) AHMAR ( 03111002053 ) M. ADE DWI MAESANDI ( 03111002055 ) RISKA FEBRIANI ( 03111002091 )

description

chatchment area

Transcript of Catchment Area

CATCHMENT AREA

TUGAS HIDROLOGI DAN PENGALIRAN TAMBANG

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Hidrologi dan Pengaliran Tambang pada Jurusan Teknik Pertambangan

Oleh :

I.Q SASMITHA LOVA MARJI ( 03111002001 )

M. RIKI ABRIAN ( 03111002039 )

AHMAR ( 03111002053 )

M. ADE DWI MAESANDI ( 03111002055 )

RISKA FEBRIANI ( 03111002091 )

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

2013

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Pendahuluan

Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap air di

atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Lalu air hujan yang

jatuh ke bumi ini akan masuk ke bawah tanah menjadi air tanah. Air bawah tanah

adalah air yang terdapat di pori-pori tanah atau batuan. Air tanah berasal dari proses

peresapan (recharge) dan dapat keluar ke permukaan (discharge) dengan beberapa

cara seperti melalui mata air atau pemompaan.

Pola aliran air tanah regional dipengaruhi oleh keadaan topografi dan geologi,

kondisi geologi antara lain stratigrafi, misalnya perbedaan lapisan lensa bawah

permukaan, struktur geologi misalnya rekahan dan perlipatan. Semua kondisi ini

menyebabkan perbedaan nilai permeabilitas yang menentukan pola aliran air tanah.

Menurut Todd (1993), permeabilitas merupakan suatu ukuran kemudahan

aliranmelalui suatu media porous.

Air hujan jatuh di permukaan tanah yang selanjutnya mengalir ke arah sungai,

danau dan laut dan sebagian dari air tanah akan muncul dalam bentuk mata air yang

diserap ke dalam tanah pada daerah tangkapan air (Catchment Area). Air yang jatuh

ke permukaan, sebagian meresap ke dalam tanah, sebagian ditahan oleh tumbuhan

dan sebagian lagi akan mengisi liku-liku permukaan bumi kemudian mengalir ke

tempat yang lebih rendah. Air tanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi menuju ke

daerah yang lebih rendah dan dengan akhir perjalanannya menuju ke laut. Semua air

yang mengalir dipermukaan belum tentu menjadi sumber air dari suatu sistem

penyaliran. Kondisi ini tergantung dari daerah tangkapan hujan dan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, kerapatan vegetasi serta keadaan

geologi.

BAB II

ISI

II.1 DAS (Daerah Aliran Sungai)

Berdasarkan PP No 37 tentang Pengelolaan DAS Pasal 1 , Daerah Aliran Sungai

yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,

menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut

secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut

sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Menurut Mulyo (2004) , Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah yang

terhampar di sisi kiri dan dan kanan dari suatu aliran sungai, dimana semua anak sungai

yang terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai bermuara ke dalam suatu sungai induk.

Seluruh hujan yang terjadi didalam suatu drainage basin, semua airnya akan mengisi

sungai yang terdapat di dalam DAS tersebut. Oleh sebab itu, areal DAS juga

merupakan daerah tangkapan hujan atau disebut catchment area. Semua air yang

mengalir melalui sungai bergerak meninggalkan daerah tangkapan sungai (DAS)

dengan atau tanpa memperhitungkan jalan yang ditempuh sebelum mencapai limpasan

(run off).

Menurut Suripin (2001) Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan

sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang

jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada

sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan

menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk

perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam.

Menurut I Made Sandy (1985), seorang Guru Besar Geografi Universitas

Indonesia, Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah bagian dari muka bumi, yang airnya

mengalir ke dalam sungai yang bersangkutan, apabila hujan jatuh. Sebuah pulau

selamanya terbagi habis ke dalam Daerah-Daerah Aliran Sungai. Antara DAS yang satu

dengan DAS yang lainnya dibatasi oleh titik-titik tertinggi muka bumi berbentuk

punggungan yang disebut stream devide atau batas daerah aliran (garis pemisah DAS).

GAMBAR 2.1

DAERAH ALIRAN SUNGAI

Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara

alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan

laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak

pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau atau

waduk, dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk

hidup.

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap)

ke dalam tanah (infiltrasi), sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan

tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention)

untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah

(runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah

oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah.

Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang

baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya

pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) yang

kemudian akan mengalir ke sungai. Batas wilayah DAS diukur dengan cara

menghubungkan titik-titik tertinggi di antara wilayah aliran sungai yang satu dengan

yang lain.

DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan hilir.

Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran.

Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air, sedangkan ekosistem

hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara ekosistem-ekosistem ini menjadikan

DAS sebagai satu  kesatuan hidrologis. Di dalam DAS terintegrasi berbagai faktor yang

dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung bagaimana suatu DAS

dikelola.

Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS. Sub DAS adalah bagian dari DAS

yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.

Sub DAS dapat pula didefinisikan sebagai suatu wilayah kesatuan ekosistem yang

terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui cabang aliran sungai

yang membentuk bagian wilayah DAS. Komponen-komponen dari DAS yaitu :

1. Luas DAS

DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai. Luas

daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut pada peta

topografi. Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat

memisahkan dan membagi air hujan ke masing-masing DAS. Garis batas tersebut

ditentukan berdasarkan perubahan kontur dari peta tofografi sedangkan luas DAS

nya dapat diukur dengan alat planimeter. Peta yang digunakan akan mempengaruhi

ketelitian perhitungan luasnya. Adapun formula untuk perhitungan luas yaitu:

Luas = Jumlah kotak x (skala)2

2. Panjang dan lebar

Panjang DAS adalah sama dengan jarak datar dari muara sungai ke arah hulu

sepanjang sungai induk. Sedangkan lebar DAS adalah perbandingan antara luas

DAS dengan panjang sungai induk.

Lebar = Luas DAS : Panjang Sungai Induk

3. Kemiringan atau Gradien Sungai

Gradien atau kemiringan sungai dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

Gradien = Jarak Vertikal : Jarak Horisontal

Ket :

Jarak Vertikal = Beda tinggi antara hulu dengan hilir (m)

Jarak Horisontal = Panjang sungai induk (m)

4. Orde dan tingkat percabangan sungai

A. Orde Sungai

Alur sungai dalam suatu DAS dapat dibagi dalam beberapa orde sungai. Orde

sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk

sungai di dalam suatu DAS. Dengan demikian makin banyak jumlah orde

sungai akan semakin luas pula DAS nya dan akan semakin panjang pula alur

sungainya.Tingkat percabangan sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau

indeks yang ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde.

B. Tingkat percabangan sungai

Tingkat percabangan sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau indeks yang

ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde.

5. Kerapatan sungai

Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak

sungai di dalam suatu DAS.

6. Bentuk Daerah Aliran Sungai

Pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempunyai arti penting

dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan

terpusat aliran. Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang

mengalir menuju outlet.

Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang

diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya

semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama

sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Bentuk DAS secara kuantitatif dapat

diperkirakan dengan menggunakan nilai nisbah memanjang dan kebulatan.

Macam-macam benntuk Daerah Aliran Sungai:

DAS berbentuk bulu burung

     DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan memanjang, dimana anak-anak sunga

(sub-DAS) mengalir memanjang di sebalah kanan dan kiri sungai utama.

Umumnya memiliki debit banjir yang kecil tetapi berlangsung cukup lama karena

suplai air datang silih berganti dari masing-masing anak sungai.

DAS berbentuk radial

Sebaran aliran sungai membentuk seperi kipas atau nyaris lingkaran. Anak-anak

sungai (sub-DAS) mengalir dari segala penjuru DAS dan tetapi terkonsentrasi

pada satu titik secara radial, akibat dari bentuk DAS yang demikian. Debit banjir

yang dihasilkan umumnya akan sangat besar, dalam catatan, hujan terjadi merata

dan bersamaan di seluruh DAS tersebut.

DAS berbentuk paralel

Sebuah DAS yang tersusun dari percabangan dua sub-DAS yang cukup besar di

bagian hulu, tetapi menyatu di bagain hilirnya. Masing-masing sub-DAS tersebut

dapat memiliki karakteristik yang berbeda. Dan ketika terjadi hujan di Kedua sub-

DAS tersebut secara bersamaan, maka akan berpotensi terjadi banjir yang relative

besar.

7. Pola Pengairan Sungai

Sungai di dalam semua DAS mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai

dihubungkan oleh suatu jaringan suatu arah dimana cabang dan anak sungai

mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola

tertentu. Pola itu tergantungan dari pada kondisi topografi, geologi, iklim, vegetasi

yang terdapat di dalam DAS bersangkutan.

Adapun Pola-pola Pengairan Sungai yaitu:

Pola trellis dimana memperlihatkan letak anak-anak sungai yang paralel menurut

strike atau topografi yang paralel. Anak-anak sungai bermuara pada sungai induk

secara tegak lurus. Pola pengaliran trellis mencirikan daerah pegunungan lipatan

(folded mountains). Induk sungai mengalir sejajar dengan strike, mengalir di atas

struktur synclinal, sedangkan anak-anak sungainya mengalir sesuai deep dari

sayap-sayap synclinal dan anticlinal-nya. Jadi, anak-anak sungai juga bermuara

tegak lurus terhadap induk sungainya.

Pola Rektanguler, dicirikan oleh induk sungainya memiliki kelokan-kelokan ±

90o, arah anak-anak sungai (tributary) terhadap sungai induknya berpotongan

tegak lurus. Biasanya ditemukan di daerah pegunungan patahan (block

mountains). Pola seperti ini menunjukkan adanya pengaruh joint atau bidang-

bidang dan/atau retakan patahan escarp-escarp atau graben-graben yang saling

berpotongan.

Pola Denritik, yaitu pola sungai dimana anak-anak sungainya (tributaries)

cenderung sejajar dengan induk sungainya. Anak-anak sungainya bermuara pada

induk sungai dengan sudut lancip. Model pola denritis seperti pohon dengan

tatanan dahan dan ranting sebagai cabang-cabang dan anak-anak sungainya. Pola

ini biasanya terdapat pada daerah berstruktur plain, atau pada daerah batuan yang

sejenis (seragam, homogen) dengan penyebaran yang luas.

Pola Radial Sentripugal, Pola pengaliran beberapa sungai di mana daerah hulu

sungai-sungai itu saling berdekatan seakan terpusat pada satu “titik” tetapi

muaranya menyebar, masing-masing ke segala arah. Pola pengaliran radial

terdapat di daerah gunungapi atau topografi bentuk kubah seperti pegunungan

dome yang berstadia muda, hulu sungai-sungai berada di bagian puncak, tetapi

muaranya masing-masing menyebar ke arah yang lain, ke segala arah.

Pola Radial Sentripetal, kebalikan dari pola radial yang menyebar dari satu

pusat, pola sentripetal ini justru memusat dari banyak arah. Pola ini terdapat pada

satu cekungan (basin), dan biasanya bermuara pada satu danau. Di daerah

beriklim kering dimana air danau tidak mempunyai saluran pelepasan ke laut

karena penguapan sangat tinggi, biasanya memiliki kadar garam yang tinggi

sehingga terasa asin.

Pola Paralel, Adalah pola pengaliran yang sejajar. Pola pengaliran semacam ini

menunjukkan lereng yang curam. Beberapa wilayah di pantai barat Sumatera

memperlihatkan pola pengaliran parallel.

Pola Annular, Pola pengaliran cenderung melingkar seperti gelang; tetapi bukan

meander. Terdapat pada daerah berstruktur dome (kubah) yang topografinya telah

berada pada stadium dewasa. Daerah dome yang semula (pada stadium remaja)

tertutup oleh lapisan-lapisan batuan endapan yang berselang-seling antara lapisan

batuan keras dengan lapisan batuan lembut.

GAMBAR 2.2

POLA PENGAIRAN SUNGAI

DAS juga merupakan sebidang lahan yang menampung air hujan dan

mengalirkannya menuju parit, sungai dan akhirnya bermuara ke danau atau laut. Istilah

yang juga umum digunakan untuk DAS adalah daerah tangkapan air (DTA) atau

catchment atau watershed. Batas DAS adalah punggung perbukitan yang membagi satu

DAS dengan DAS lainnya. Karena air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang

lebih rendah sepanjang lereng maka garis batas sebuah DAS adalah punggung bukit

sekeliling sebuah sungai. Garis batas DAS tersebut merupakan garis khayal yang tidak

bisa dilihat, tetapi dapat digambarkan pada peta.

Batas DAS kebanyakan tidak sama dengan batas wilayah administrasi. Akibatnya

sebuah DAS bisa berada pada lebih dari satu wilayah administrasi. Ada DAS yang

meliputi wilayah beberapa negara, beberapa wilaya, atau hanya pada sebagian dari

suatu kabupaten. Tidak ada ukuran baku untuk suatu DAS. Ukurannya mungkin

bervariasi dari beberapa hektar sampai ribuan hektar. DAS Mikro atau tampungan

mikro (micro catchment) adalah suatu cekungan pada bentang lahan yang airnya

mengalir pada suatu parit. Parit tersebut kemungkinan mempunyai aliran selama dan

sesaat sesudah hujan turun (intermitten flow) atau ada pula yang aliran airnya

sepanjang tahun (perennial flow). Sebidang lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada

suatu titik penyalur aliran air keluar dari DAS tersebut.

GAMBAR 2.3

SKEMA SEBUAH DAERAH ALIRAN SUNGAI

II.2 Catchment Area

Catchment Area atau area tangkapan hujan adalah suatu area ataupun daerah

tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi

tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup, yang mana polanya

disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti arah aliran air. Aliran air

tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di dalam alur sungai, tetapi

termasuk juga aliran di lereng-lereng bukit yang mengalir menuju alur sungai sehingga

daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai. Daerah ini umumnya dibatasi oleh

batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan air permukaan. Batas ini tidak

ditetapkan berdasarkan air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah

sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian (Sri Harto, 1993).

Daerah yang lebih tinggi merupakan daerah tangkapan (recharge area) dan daerah

yang lebih rendah merupakan daerah buangan (discharge area), yang merupakan daerah

pantai maupun lembah dengan suatu sistem aliran sungai. Secara lebih spesifik daerah

tangkapan didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran (watershed/catchment

area) dimana aliran air tanah (yang saturated) menjauhi muka air tanah. Biasanya di

daerah tangkapan, muka air tanahnya terletak pada suatu kedalaman tertentu.

GAMBAR 2.4

SKEMA SEBUAH DAERAH ALIRAN SUNGAI

Air hujan yang mempengaruhi secara langsung suatu sistem drainase tambang

adalah air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah atau air permukaan (run off) di

tambah sejumlah pengaruh air tanah. Air hujan atau air permukaan yang mengalir ke

area penambangan tergantung pada kondisi daerah tangkapan hujan yang dipengaruhi

oleh daerah disekitarnya. Luas daerah tangkapan hujan dapat ditentukan berdasarkan

analisa peta topografi. Berdasarkan kondisi daerahnya seperti adanya daerah hutan,

lokasi penimbunan, kepadatan alur drainase, serta kondisi kemiringan (gride).

Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air

hujan, jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka perlu penanganan

air hujan yang baik (sistem drainase) yang tujuannya produktivitas tidak menurun.

Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua perencanaan

hidrologi. Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS kecil,

dan DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi. Secara umum

DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti

punggung bukit-bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul

dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik

kontrol (outlet). Menurut kamus Webster, DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh

pemisah topografi yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke

sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. Komponen masukan dalam DAS adalah

curah hujan, sedangkan keluarannya terdiri dari debit air dan muatan sedimen (Suripin,

2004).

Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi

(Suripin, 2004) :

1. Luas dan bentuk DAS

Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan

bertambahnya luas DAS. Tetapi apabila aliran permukaan tidak dinyatakan sebagai

jumlah total dari DAS, melainkan sebagai laju dan volume per satuan luas, besarnya

akan berkurang dengan bertambahnya luasnya DAS. Ini berkaitan dengan waktu

yang diperlukan air untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke titik kontrol (waktu

konsentrasi) dan juga penyebaran atau intensitas hujan. Bentuk DAS mempunyai

pengaruh pada pola aliran dalam sungai. Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran

permukaan dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hidrograf-hidrograf yang

terjadi pada dua buah DAS yang bentuknya berbeda namun mempunyai luas yang

sama dan menerima hujan dengan intensitas yang sama.

GAMBAR 2.5

PENGARUH BENTUK DAS PADA ALIRAN PERMUKAAN

Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menghasilkan laju aliran

permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar

atau melingkar. Hal ini terjadi karena waktu konsentrasi DAS yang memanjang

lebih lama dibandingkan dengan DAS yang melebar, sehingga terjadinya

konsentrasi air dititik kontrol lebih lambat yang berpengaruh pada laju dan volume

aliran permukaan. Faktor bentuk juga dapat berpengaruh pada aliran permukaan

apabila hujan yang terjadi tidak serentak diseluruh DAS, tetapi bergerak dari ujung

yang satu ke ujung lainnya. Pada DAS memanjang laju aliran akan lebih kecil

karena aliran permukaan akibat hujan di hulu belum memberikan kontribusi pada

titik kontrol ketika aliran permukaan dari hujan di hilir telah habis, atau mengecil.

Sebaliknya pada DAS melebar, datangnya aliran permukaan dari semua titik di

DAS tidak terpaut banyak, artinya air dari hulu sudah tiba sebelum aliran di titik

kontrol mengecil atau habis.

2. Topografi

Tampakan rupa muka bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, keadaan

dan kerapatan parit dan atau saluran, dan bentuk-bentuk cekungan lainnya

mempunyai pengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. DAS dengan

kemiringan curam disertai parit atau saluran yang rapat akan menghasilkan laju dan

volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai

dengan parit yang jarang dan adanya cekungan-cekungan. Pengaruh kerapatan parit,

yaitu panjang parit per satuan luas DAS, pada aliran permukaan adalah

memperpendek waktu konsentrasi, sehingga memperbesar laju aliran permukaan.

GAMBAR 2.6

PENGARUH KERAPATAN PARIT ATAU SALURAN PADA HIDROGRAF ALIRAN PERMUKAAN

3. Tata guna lahan

Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien

aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara

besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran

permukan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu

DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua

air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1

menunjukkkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Nama

sebuah DAS ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dan dibatasi oleh titik

kontrol, yang umumnya merupakan stasiun hidrometri. Dalam praktek, penetapan

batas DAS sangat diperlukan untuk menetapkan batas-batas DAS yang akan

dianalisis. Penetapan ini mudah dilakukan dari peta topografi. Peta topografi

merupakan peta yang memuat semua keterangan tentang suatu wilayah tertentu,

baik jalan, kota, desa, sungai, jenis tumbuh-tumbuhan, tata guna lahan lengkap

dengan garis-garis kontur. Dari peta ditetapkan titik-titik tertinggi di sekeliling

sungai utama (main stream) yang dimaksud, dan masing-masing titik tersebut

dihubungkan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk garis utuh yang

bertemu ujung pangkalnya. Garis tersebut merupakan batas DAS di titik kontrol

tertentu (Sri Harto, 1993).

II.3 Curah Hujan Area

Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam

perencanaan pembuatan embung. Ketetapan dalam memilih lokasi dan peralatan baik

curah hujan maupun debit merupakan faktor yang menentukan kualitas data yang

diperoleh. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan

dan analisis statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data

curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi

pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama. Curah hujan yang diperlukan untuk

penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah

curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada

suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan area dan dinyatakan dalam mm

(Sosrodarsono, 2003).

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi

hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat

bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar

hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan

hujan area yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar

hujan yang ada di dalam dan atau di sekitar kawasan tersebut (Suripin, 2004).

Curah hujan area ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah

hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan area dari pengamatan curah hujan di beberapa

titik adalah sebagai berikut :

1. Metode Rata-Rata Aljabar

Metode ini adalah perhitungan dengan mengambil nilai rata-rata hitung

(arithmetic mean) pengukuran curah hujan di stasiun hujan di dalam area tersebut.

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua stasiun hujan mempunyai

pengaruh yang setara. Metode ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika

topografi rata atau datar, stasiun hujan banyak dan tersebar secara merata di area

tersebut serta hasil penakaran masing-masing stasiun hujan tidak menyimpang jauh

dari nilai rata-rata seluruh stasiun hujan di seluruh area.

dimana :

R = curah hujan rata-rata DAS (mm)

R1, R2, Rn = curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)

n = banyaknya stasiun hujan

2. Metode Poligon Thiessen

Metode ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Metode ini

memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk mengakomodasi

ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-

garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun hujan

terdekat. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi hujan antara stasiun

hujan yang satu dengan lainnya adalah linear dan stasiun hujannya dianggap dapat

mewakili kawasan terdekat (Suripin, 2004).

Metode ini cocok jika stasiun hujan tidak tersebar merata dan jumlahnya

terbatas dibanding luasnya. Cara ini adalah dengan memasukkan faktor pengaruh

daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang disebut faktor pembobotan atau

koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi

daerah aliran sungai yang akan dibangun. Besarnya koefisien Thiessen dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :

dimana :

C = Koefisien Thiessen

Ai = Luas daerah pengaruh dari stasiun pengamatan i (Km2)

Atotal = Luas total dari DAS (Km2)

Prosedur penerapan metode ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

a. Lokasi stasiun hujan di plot pada peta DAS. Antar stasiun dibuat garis lurus

penghubung.

b. Tarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian

rupa, sehingga membentuk poligon Thiessen (Gambar 2.3). Semua titik dalam

satu poligon akan mempunyai jarak terdekat dengan stasiun yang ada di

dalamnya dibandingkan dengan jarak terhadap stasiun lainnya. Selanjutnya,

curah hujan curah hujan pada stasiun tersebut dianggap representasi hujan

pada kawasan dalam poligon yang bersangkutan.

c. Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas total

DAS (A) dapat diketahui dengan menjumlahkan luas poligon.

d. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan rumus :

dimana :

R = Curah hujan rata-rata DAS (mm)

A1 ,A2 ,...,An = Luas daerah pengaruh dari setiap stasiun hujan (Km2)

R1 ,R2 ,...,Rn = Curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)

n = Banyaknya stasiun hujan

GAMBAR 2.7

METODE POLIGON THIESSEN

3. Metode Rata – Rata Isohyet

Metode ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap stasiun hujan

dengan kata lain asumsi metode Thiessen yang menganggap bahwa tiap-tiap stasiun

hujan mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi.

Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur (Suripin, 2004).

Prosedur penerapan metode ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

a. Plot data kedalaman air hujan untuk tiap stasiun hujan pada peta.

b. Gambar kontur kedalaman air hujan dengan menghubungkan titik-titik

yang mempunyai kedalaman air yang sama. Interval isohyet yang umum

dipakai adalah 10 mm.

c. Hitung luas area antara dua garis isohyet yang berdekatan dengan

menggunakan planimeter. Kalikan masing-masing luas areal dengan rata-

rata hujan antara dua isohyet yang berdekatan.

d. Hitung hujan rata-rata DAS dengan rumus :

dimana :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1, R2, ......., Rn = Curah hujan di garis isohyet (mm)

A1, A2, ….. , An = Luas bagian yang dibatasi oleh

isohyet-isohyet (Km2 )

Cara ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata

jika stasiun hujannya relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat garis

isohyet. Peta isohyet harus mencantumkan sungai-sungai utamanya dan garis-garis

kontur yang cukup. Pada pembuatan peta isohyet harus turut mempertimbangkan

topografi, arah angin, dan lain-lain di daerah bersangkutan. Jadi untuk membuat

peta isohyet yang baik, diperlukan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang

cukup (Sosrodarsono, 2003).

GAMBAR 2.8

METODE ISOHYET

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

III.1 Kesimpulan

1. Air tanah berasal dari proses peresapan (recharge) dan dapat keluar ke permukaan

(discharge) dengan beberapa cara seperti melalui mata air atau pemompaan.

2. Air hujan jatuh di permukaan tanah yang selanjutnya mengalir ke arah sungai,

danau dan laut dan sebagian dari air tanah akan muncul dalam bentuk mata air

yang diserap ke dalam tanah pada daerah tangkapan air atau catchment area.

3. Berdasarkan PP No 37 tentang Pengelolaan DAS Pasal 1 , Daerah Aliran Sungai

yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,

menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami.

4. Areal DAS juga merupakan daerah tangkapan hujan atau disebut catchment area.

5. Komponen penting dari DAS yaitu : luas DAS , panjang dan lebaar DAS ,

kemiringan sungai , ored dan tingkat percabangan sungai , kerapatan sungai ,

bentuk daerah aliran sungai dan pola aliran sungai.

6. Bentuk-bentuk daerah aliran sungai yaitu : bentuk bulu burung , bentuk radial , dan

bentuk paralel.

7. Pola aliran sungai terdiri atas : pola trellis , pola rectangular , pola dendritic, pola

radial , pola paralel dan pola annular.

8. DAS terbagi atas 3 bagian yaitu : hulu , tengah dan hilir.

9. Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran.

10. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air sedangkan ekosistem

hilir merupakan pemakai air.

III.2 Saran

Beberapa proses alami dalam DAS ataupun catchment area memiliki pengaruh

yang penting bagi mahluk hidup. Karena sistem ini sangat berkaitan erat dengan sistem

ketersediaan dan pengelolaan air. Sehingga DAS bisa memberikan dampak

menguntungkan kepada sebagian kawasan tetapi pada saat yang sama bisa merugikan

bagian yang lain misalnya banjir. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi

sehingga sangat perlu dikelola dengan baik dan jangan samapi kita merusaknya. Semua

pihak bertanggung jawab untuk menjaga dan memeliharanya tidak hanya pemerintah

tetapi penduduk sekitar juga memilki peranan penting dalam hali ini.