Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya...

52
A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar. Masalah pembelajaran itu sendiri merupakan masalah yang cukup kompleks dan banyak factor yang mempengaruhinya.Oleh karena itu ada tiga prinsip yang layak diperhatikan dalam pembelajaran.Pertama, proses pembelajaran menghasilkan perubahan perilaku anak didik yang relative permanen. Tentunya dalam proses ini terdapat peran penggiat pembelajaran, yakni guru sebagai pelaku perubahan (agent of change). Kedua, anak didik memiliki potensi, kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa henti.Oleh karena itu, proses pembelajaran seyogyanya menyirami benih kodrati ini hingga tumbuh subur dan berbuah.Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh linear sejalan proses kehidupan. Artinya, proses belajar mengajar memang bagian dari kehidupan itu sendiri, tetapi ia didesain secara khusus dan diniati demi tercapainya kondisi dan kualitas ideal. Ketiga hal ini menegaskan definisi pembelajaran. 1 Dewasa ini, seperti yang kita ketahui dampak globalisasi yang begitu hebatnya mampu membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa.Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting 1 Munadi, Yudhi.2010. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press.Hal 4. 1

Transcript of Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya...

Page 1: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha

yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar.

Masalah pembelajaran itu sendiri merupakan masalah yang cukup kompleks dan banyak

factor yang mempengaruhinya.Oleh karena itu ada tiga prinsip yang layak diperhatikan

dalam pembelajaran.Pertama, proses pembelajaran menghasilkan perubahan perilaku anak

didik yang relative permanen. Tentunya dalam proses ini terdapat peran penggiat

pembelajaran, yakni guru sebagai pelaku perubahan (agent of change). Kedua, anak didik

memiliki potensi, kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan

tanpa henti.Oleh karena itu, proses pembelajaran seyogyanya menyirami benih kodrati ini

hingga tumbuh subur dan berbuah.Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak

tumbuh linear sejalan proses kehidupan. Artinya, proses belajar mengajar memang bagian

dari kehidupan itu sendiri, tetapi ia didesain secara khusus dan diniati demi tercapainya

kondisi dan kualitas ideal. Ketiga hal ini menegaskan definisi pembelajaran.1

Dewasa ini, seperti yang kita ketahui dampak globalisasi yang begitu hebatnya mampu

membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa.Padahal, pendidikan

karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak

dini kepada anak-anak.Dari berbagai peristiwa saat ini, mulai dari tawuran antar pelajar,

pengrusakan fasilitas pendidikan, kenakalan remaja, sampai pembunuhan sesama pelajar

telah menunjukkan betapa rendahnya karakter dari diri bangsa Indonesia.2

Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia saat ini tidak hanya disebabkan oleh krisis

ekonomi melainkan juga oleh krisis akhlak.Oleh karena itu, perekonomian bangsa menjadi

ambruk, korupsi, kolusi, nepotisme dan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa

merajalela.Perbuatan-perbuatan yang merugikan dimaksud adalah perkelahian, perusakan,

perkosaan, minum-minuman keras, dan bahkan pembunuhan.Keadaan seperti itu, terutama

krisis akhlak terjadi karena kesalahan dunia pendidikan atau kurang berhasilnya dunia

pendidikan dalam menyiapkan generasi muda bangsanya.

Dunia pendidikan telah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu mengembangkan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara seimbang.Dunia pendidikan kita telah

1 Munadi, Yudhi.2010. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press.Hal 4.2 Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Kasus Multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hal 1.

1

Page 2: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan

sikap/nilai dan perilaku dalam pembelajarannya.Dunia pendidikan sangat meremehkan mata-

mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa.

Di sisi lain, tidak dipungkiri bahwa pelajaran-pelajaran yang mengembangkan karakter

bangsa seperti Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Pendidikan Agama serta Ilmu

Pengetahuan Sosial dalam pelaksanaan pembelajarannya lebih banyak menekankan pada

aspek kognitif dari pada aspek afektif dan psikomotor. Di samping itu, penilaian dalam mata-

mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan nilai belum secara total mengukur sosok

utuh pribadi siswa.

Berdasarkan kondisi peserta didik, peserta didik di kelas 1-3 berada di rentangan usia

dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ dan SQ

tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangannya masih

meilhat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) sehingga pembelajarannya

bergantung pada objek-objek yang konkret. Selain itu, jika pembelajaran dilakukan secara

terpisah maka akan memunculkan permasalahan pada kelas awal (kelas 1-3) yaitu tingginya

angka mengulang kelas dan putus sekolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesiapan

sekolah sebagian besar peserta didik kelas awal SD/MI di Indonesia masih rendah.3

Atas dasar pemikiran tersebut, maka model pembelajaran untuk kelas awal (kelas 1-3)

lebih sesuai jika menggunakan pembelajaran tematik berbasis karakter. Untuk mencapai

tujuan pendidikan karakter yang utuh perlu ditunjang oleh kurikulum yang mendukungnya,

yaitu kurikulum holistic yang berupa pembelajaran tematik.Pembelajaran tematik merupakan

sebuah pembelajaran yang “menyentuh” semua aspek kebutuhan anak.Sebuah pembelajaran

yang terkait, tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan

menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual. Bidang-bidang pengembangan yang

ada di setiap satuan pendidikan dikembangakan dalam konsep pendidikan kecakapan hidup

yang terkait dengan pendidikan personal dan social, pengembangan berpikir, kognitif,

pengembangan karakter dan pengembangan persepsi motoric dapat teranyam dengan baik

apabila materi ajarnya dirancang melalui pembelajaran terpadu (tematik) dan menyeluruh

(holistik).4

3 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/latarbelakang-pembelajaran-tematik4 Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Kasus Multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hal. Hal 32.

2

Page 3: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Secara teknis, pembelajaran terpadu (tematik) dan menyeluruh (holistik) terjadi apabila

kurikulum dapat menampilkan tema yang mendorong terjadinya eksplorasi atau kejadian-

kejadian secara autentik dan alamiah. Dengan munculnya tema atau kejadian yang alami ini

akan terjadi suatu proses pembelajaran yang bermakna dan materi yang dirancang akan

saling terkait dengan berbagai bidang pengembangan yang ada dalam kurikulum sehingga

pendidikan mampu membentuk manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter, yaitu

dengan mengembangkan aspek fisik, emosi, social, kreativitas, spiritual dan intelektual siswa

secara optimal, serta membentuk manusia yang long life learners (pembelajar sejati).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul:

“Implementasi Pembelajaran Tematik Berbasis Karakter Terhadap Keberhasilan

Akademik Siswa MI Miftahul Huda Ngasem Ngajum Malang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana langkah-langkah penerapan pembelajaran tematik berbasis karakter di MI

Miftahul Huda Ngasem Ngajum Malang?

2. Adakah pengaruh penerapan pembelajaran tematik berbasis karakter terhadap

keberhasilan akademik siswa MI Miftahul Huda Ngasem Ngajum Malang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan pembahasan diatas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai

berikut:

1. Untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran tematik berbasis karakter di Miftahul

Huda Ngasem Ngajum Malang.

2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran tematik berbasis karakter terhadap

keberhasilan akademik siswa MI Miftahul Huda Ngasem NgajumMalang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Penelitian ini sangat penting bagi peneliti guna untuk meningkatkan wawasan serta

pedoman bagi peneliti sebagai calon sarjana yang professional. Selain itu, dengan

3

Page 4: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

melaksanakan PTK peneliti sedikit demi sedikit mengetahui strategi pembelajaran yang

sesuai untuk meningkatkan keberhasilan akademik peserta didik.

2. Bagi guru

Dengan penelitian ini, diharapkan hasil dari penelitian itu bisa menambah wawasan guru

serta menjadi pedoman guru dalam melaksanakan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)

guna meningkatkan keberhasilan akademik peserta didik dalam era globalisasi ini.

3. Bagi peserta didik

Meningkatkan keberhasilan akademik serta mempunyai karakter yang unggul.

4. Bagi sekolah

Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam pelaksanaan

pendidikan untuk meningkatkan keberhasilan akademik peserta didik.

E. Kajian Kepustakaan

1. Konsep teori

a. Kajian tentang pembelajaran tematik

1) Hakikat pembelajaran tematik

Pembelajaran tematik merupakan pola pembelajaran yang

mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan, kreativitas, nilai dan sikap

pembelajaran dengan menggunakan tema.Pembelajaran tematik dengan demikian

adalah pembelajaran terpadu atau terintegrasi yang melibatkan beberapa pelajaran

bahkan lintas rumpun mata pelajaran yang diikat dalam tema-tema

tertentu.Pembelajaran ini melibatkan beberapa kompetensi dasar, hasil belajar,

dan indiaktor dari suatu mata pelajaran atau bahkan beberapa mata pelajaran.

Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu,

aspek kurikulum dan aspek belajar mengajar. Diterapkannya pembelajaran

tematik dalam pembelajaran, membuka ruang yang luas bagi peserta didik untuk

mengalami sebuah pengalaman belajar yang lebih bermakna, berkesan dan

menyenangkan.5

Pembelajaran tematik sebagi model pembelajaran termasuk salah satu tipe

atau jenis daripada model pembelajaran terpadu.Istilah pembelajaran tematik pada

dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk

5 SB, Mamat. 2005. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Departemen Agama RI. Hal 3.

4

Page 5: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman

bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006:5).6

Istilah model pembelajaran terpadu sebagai konsep sering dipersamakan

dengan integrated teaching and learning, integrated curriculum approach, a

coherent curriculum approach. Jadi berdasarkan istilah tersebut, maka

pembelajaran terpadu pada dasarnya lahir salah satunya dari pola pendekatan

kurikulum yang terpadu (integrated curriculum approach). Definisi mendasar

tentang kurikulum terpadu dikemukakan oleh Humphreys, et al. (1981:11-12)

bahwa:

“studi terpadu adalah studi di mana para siswa dapat mengeksplorasi pengetahuan mereka dalam berbagai mata pelajaran yang berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari lingkungan mereka. Ia melihat pertauatan anatar kemanusiaan, seni komunikasi, ilmu pengetahuan alam, matematika, studi social, music dan seni. Keterampilan pengetahuan dikembangkan dan diterapkan di lebih dari satu wilayah studi.”7

Konsep pembelajaran terpadu pada dasarnya telah lama dikemukakan oleh John

Dewey sebagai upaya untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan

siswa dan kemampuan pengetahuannya (Beans, 1993 dalam Udin Syaefudin dkk,

2006:4). Ia memberikan pengertian bahwa pembelajaran terpadu adalah

pengdekatan untuk mengembangkan pengetahuan siswa dalam pembentukan

pengetahuan berdasarkan pada interaks dengan lingkungan dan pengalaman

kehidupannya. Hal ini membantu siswa untuk belajar menghabungkan apa yang

telah dipelajari dan apa yang sedang dipelajari.Menurut T. Raka Joni (1996)

bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu system pembelajaran yang

memungkinkan siswa secara individual ataupun kelompok aktif mencari,

menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistic,

bermakna dan autentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-

peristiwa autentik atau eksplorasi topic/tema menjadi pengendali di dalam

kegiatan pembelajaran. Dengan berpartisipasi di dalam eksplorasi tema/peristiwa

6Trianto. 2011. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal 147.7Ibid. hal 148.

5

Page 6: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

tersebut siswa belajar sekaligus proses dan isi beberapa mata pelajaran secara

serempak.8

Pendekatan tematik atau terpadu dalam pembelajaran sangat membuka

peluang bagi guru untuk mengambangakan berbagai strategi dan metodologi

paling tepat.Pemilihan dan pengembangan strategi pembelajaran

mempertimbangkan kesesuaian dengan tema-tema yang dipilih

sebelumnya.Disinilah guru dituntut lebih kreatif dalam menghadirkan suasana

pembelajaran yang menggiring peserta didik mampu memahami kenyataan hidup

yang dijalaninya setiap hari baik menyangkut dirinya sebagai pribadi maupun

dalam hubungannya dengan keluarga, masyarakat, lingkungan dan alam

sekitarnya.

Adapun pendekatan yang dipilih, yang terpenting dalam pembelajaran

adalah menempatkan peserta didik sebagai pusat aktivitas. Peserta didik tidak

hanya terbatas “mempelajari tentang suatu hal”, melainkan bagaimana proses

belajar itu mampu memperkaya khazanah pengalaman belajar dan mempelajari

bagaimana cara belajar. Proses pengalaman belajar tersebut dituangkan dalam

kegiatan belajar yang menggali dan mengembangkan fenomena alam di

sekitarnya. Dalam pembelajaran tematik, pembelajaran tidak semata-mata

mendorong peserta didik untuk mengetahui (learning to know), tapi belajar juga

untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi (learning to be), dan

belajar untuk hidup bersama (learning to live together).9

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut di atas, dapat diambil

kesimpulan bahwa pembelajaran tematik/terpadu merupakan suatu model

pembelajaran yang memadukan beberapa materi pembelajaran dari berbagai

standar kompetensi dan kompetensi dasar dari satu atau beberapa mata pelajaran.

Penerapan pembelajaran ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yakni

penentuan berdasarkan keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar,

tema dan masalah yang dihadapi.

2) Prinsip dasar pembelajaran tematik

8Trianto. 2011. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal 150.9 SB, Mamat. 2005. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Departemen Agama RI. Hal 4.

6

Page 7: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Sebagai bagaian dari pembelajaran terpadu, maka pembelajaran tematik

memiliki prinsip dasar sebagaimana halnya pembelajaran terpadu.Menurut Ujang

sukandi, dkk (2001: 109), pembelajaran terpadu memiliki satu tema actual, dekat

dengan dunia siswa da nada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.Tema ini

menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran.

Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan

menjadi:10

a. Prinsip penggalian tema

Prinsip penggalian tema merupakan prinsip utama (focus) dalam pembelajaran

tematik. Artinya tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan

menjadi target utama dalam pembelajaran. Dengan demikian, dalam

penggalian tema tersebut hendaklah memerhatikan beberapa persyaratan:

a) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat

digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.

b) Tema harus bermakna, makudnya ialah tema yang dipilih untuk dikaji

harus memberikan bekal bagi sisa untuk belajar selanjutnya.

c) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologiss anak.

d) Tema dikembangkan harus meadahi sebagian besar minat anak.

e) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa

autentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar.

f) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang

berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi).

g) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan

sumber belajar.

b. Prinsip pengelolaan pembelajaran

Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan

dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan

diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Oleh sebab

10Trianto. 2011. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal 154-156

7

Page 8: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

menurut Prabowo (2000), baha dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah

guru dapat berlaku sebagai berikut:

a) Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi

pembicaraan dalam proses belajar mengajar.

b) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam

setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok.

c) Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali

tidak terpikirkan dalam perencanaan.

c. Prinsip evaluasi

Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan. Bagaimana

suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi. Dalam

hal ini, maka dalam melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran tematik,

maka diperlukan beberapa langkah-langkah positif antara lain:

a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self

evaluation/self assesment) disamping bentuk evalusi lainnya.

b) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar

yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapain tujuan

yang akan dicapai.

d. Prinsip reaksi

Dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi perilaku secara sadar

belum tersentuh oleh guru dalam KBM. Karena itu, guru dituntut agar mampu

merncanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas

tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam

semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit tetapi kesebuah

kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal

ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke

permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.

3) Arti penting pembelajaran tematik

Pembelajaran tematik, sebagai model pembelajaran memiliki arti penting

dalam membangun kompetensi peserta didik, antara lain: pertama, pembelajaran

tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara

8

Page 9: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman

langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang

dipelajarinya. Kedua, pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan

konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu,

guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan

memengaruhi kebermaknaan belajar siswa.11

Ada beberapa alasan tentang pengtingya pendekatan tematik dalam

pembelajaran, terutama bagi peserta didik madrasah tingkat dasar. Pertama,

pendekatan tematik mengharuskan perubahan paradigma pembelajaran lama yang

keliru. Dulu, proses belajar mengajar masih berpusat kepada guru. Guru adalah

segalanya bagi peserta didik. Sehingga yang terjadi adalah sekedar “pengajaran”,

bukan “pembelajaran”. Tidak demikian halnya bagi pembelajaran tematik.

Dengan pendekatan tematik, pembelajaran (bukan pengajaran) dipusatkan kepada

peserta didik, bukan guru. Sebab dalam hal ini guru memerankan fungsi fasilitator

dan motivator yang membantu pengembangan kreativitas peserta didik, tanpa

harus ada penyeragaman atau pemaksaan untuk mengikut pemahaman guru.

Disana peserta didik diberikan ruang bebas untuk mewujudkan potensi dan

menampilkan karakteristiknya masing-masing. Kedua, pembelajaran tematik

meruapakan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan

dan kecenderungan anak usia dini rentang umur antara 0-8 tahun. Dalam tinjauan

psikologi, anak tumbuh dan berkembang secara holistik dan menyeluruh.

Perkembangan aspek kognitif seorang anak, berkaiatan erat dengan

perkembangan aspek psikomotorik. Pada rentang umur tersebut, perkembangan

berbagai kecerdasan anak IQ, EQ dan SQ sangat luar biasa. Ketiga, pendekatan

tematik memungkinkan penggabungan berbagai perspektif dan kajian interdisiplin

dalam memahami suatu tema tertentu. Penerapan pendekatan tematik merupakan

upaya pengembangan kemampuan dan potensi peserta didik dalam memahami

kenyataan hidup yang serba kompleks dan multivariabel. Keempat, pendekatan

tematik mendorong peserta didik memahami wacana aktual dan kontekstual.

Sehingga pembelajaran digiring bukan hanya untuk memperkaya wawasan

11 Ibid. Hal 156

9

Page 10: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

keilmuan peserta didik, tetapi juga melibatkan peserta didik untuk mendapatkan

pengalaman langsung dari realitas gejala sosiokultural ataupun gejala alam yang

terus berubah. Kelima, pendekatan temtik menuntut penerapan metodologi

pembelajaran yang bervariasi. Metodologi pembelajaran hendaknya disesuaikan

dengan (content) tema yang sedang menjadi materi pembelajaran serta waktu dan

tempat.12

Selain itu, pembelajaran tematik juga memiliki arti penting dalam kegiatan

belajar belajar. Ada beberapa alasan yang mendasarinya13, yaitu:

1) Dunia anak adalah dunia nyata

Tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dengan tahap berpikir

nyata. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak melihat mata pelajaran

berdiri sendiri. Mereka melihat objek atau peristiwa yang didalamnya

memuat sejumlah konsep/materi beberapa mata pelajaran.

2) Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu peristiwa/objek

lebih terorganisasi

Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu objek sangat

bergantung pada pengetahuan yang sudah dimiliki anak sebelumnya.

Masing-masing anak selalu membangun sendiri pemahaman terhadap konsep

baru.

3) Pembelajaran akan lebih bermakna

Pembelajaran akan lebih bermakna kalau pelajaran yang sudah dipelajari

siswa dapat memanfaatkan untuk mempelajari materii berikutnya.

Pembelajaran terpadu sangat berpeluang untuk memanfaatkan pengetahuan

sebelumnya.

4) Memberi peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan diri

Pengajaran terpadu memberi peluang siswa untuk mengembangkan tiga

ranah sasaran pendidikan secara bersamaan. Ketiga ranah pendidikan itu

meliputi sikap (jujur, teliti, tekun dan terbuka terhadap gagasan ilmiah),

12 SB, Mamat. 2005. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Departemen Agama RI. Hal 7-1013 Trianto. 2011. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal 158

10

Page 11: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

keterampilan (memperoleh, memanfaatkan, dan memilih informasi,

menggunakan alat dan kepemimpinan) dan ranah kognitif (pengetahuan).

5) Memperkuat kemampuan yang diperoleh

Kemampuan yang diperoleh dari satu mata pelajaran akan saling memperkuat

kemampuan yang diperoleh dari mata pelajaran lain.

6) Efisiensi waktu

Guru dapat lebih menghemat waktu dalam menyusun persiapan mengajar.

Tidak hanya siswa, guru pun dapat belajar lebih bermakna terhadap konsep-

konsep sulit yang akan diajarkan.

4) Kelebihan pembelajaran tematik

Pembelajaran tematik pada kenyataannya memiliki beberapa kelebihan seperti

pembelajaran terpadu. Menurut Departemen Pendidikan Kebudayaan (1996),

pembelajaran terpadu memiliki kelebihan sebagai berikut:

1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat

perkembangannya.

2) Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

3) Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama.

4) Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.

5) Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak.

6) Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.

Keterampilan sosial ini antara lain: kerja sama, komunikasi dan mau

mendengarkan pendapat orang lain.

Selain keenam kelebihan tersebut, apabila pembelajaran tematik dirancang

bersama, dapat meningkatkan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru

dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru

dengan narasumber, sehingga belajara lebih menyenangkan, belajar dalam situasi

nyata dan dalam konteks yang lebih bermakna (Indrawati, 2009:2). Pembelajaran

terpadu juga menyajikan beberapa keterampilan dalam suatu proses pembelajaran.

Selain mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu memberikan hasil yang

dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (Depdiknas, 2000:2).

11

Page 12: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Apabila ditinjau dari aspek guru dan peserta didik, pembelajaran tematik

memiliki beberapa keuntungan.14 Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru

antara lain:

1) Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran.

2) Hubungan antar-mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan

alami.

3) Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinu, tidak

terbatas pada buku paket. Guru dapat membantu siswa memperluas

kesmpatan belajar ke berbagai aspek kehidupan.

4) Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi atau topik dari berbagai

sudut pandang.

5) Pengembangan masyarakat belajara terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi

bisa dikurangi dan diganti dengan kerjasama dan kolaborasi.

Adapun keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain:

1) Dapat lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.

2) Menghilangkan batas semu antarbagian kurikulum dan meyediakan

pendekatan proses belajar yang integratif.

3) Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa yang dikaitkan dengan

minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong untuk membuat

keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar.

4) Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas.

5) Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide sehingga

meningkatkan apresiasi dan pemahaman.

Selain kelebihan yang dimiliki, pembelajaran tematik juga memiliki

keterbatasan, terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perencanaan dan

pelaksaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi

proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja (Indrawati,

2009: 2).

5) Karakteristik pembelajaran tematik

14 http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/tematik.pdf

12

Page 13: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Menurut Depdiknas (2006: 6) pembelajaran tematik memiliki ciri khas antara

lain:

a. Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan

dan kebutuhan anak usia sekolah dasar.

b. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik

bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.

c. Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil

belajar dapat bertahan lebih lama.

d. Membantu mengembangkan keterampilan berfikir siswa.

e. Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan

permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya.

f. Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi,

komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Selain itu, sebagai model pembelajaran tematik di sekolah dasar/madrasah

ibtidaiyah, pembelajaran tematik memiliki karakteristik antara lain, (Depdiknas:

2006) :

1) Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student center), hal ini sesuai

dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa

sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai

fasilitator, yaitu memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan

aktivitas belajar.

2) Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik memberikan pengalaman langsung kepada siswa

(direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini siswa dihadapkan

pada sesuatu yang nyata/konkret sebagai dasar untuk memahami hal-hal

yang lebih abstrak.

3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar amat pelajaran menjadi tidak

begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema

yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

13

Page 14: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata

pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu

memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk

membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi

dalam kehidupan sehari-hari.

5) Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat

mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang

lainnya, bahkan mengaitkan dengan kehidupan siswa dan keadaan

lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.

6) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Pembelajaran tematik mengadopsi prinsip belajar PAIKEM, yaitu

pembelajaran aktif, kreatuf, efektif dan menyenangkan.

Aktif, bahwa dalam pembelajaran peserta didik aktif secara fisik dan mental

dalam hal mengemukakan penalaran (alasan), menemukan kaitan yang satu

dengan yang lain, mengkomunikasikan ide/gagasan, mengemukakan bentuk

representasi yang tepat dan menggunakan semua itu untuk memecahkan

masalah.

Kreatif, berarti dalam pembelajaran peserta didik melakukan serangakaian

proses pembelajaran secara runtut dan berkesinambungan yang meliputi:

a) Memahami masalah

- Menemukan ide yang terkait

- Mempresentasikan dalam bentuk lain yang mudah diterima

- Menemukan gap yang harus diisi untuk memecahkan masalah

b) Merencanakan pemecahan masalah

- Memikirkan macam-macam strategi yang mungkin dapat digunakan

untuk memecahkan masalah

- Memilih strategi atau gabungan strategi yang palling efektif dan

efisien

- Merancang tahap-tahap eksekusi

14

Page 15: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

c) Melaksanakan rencana pemecahan masalah

- Menentukan titik awal kegiatan pemecahan masalah

- Menggunakan penalaran untuk memperoleh solusi yang dapat

dipertanggung jawabkan

d) Memeriksa ulang pelaksanaan pemecahan masalah

- Memeriksa ketepatan jawaban dan langkah-langkahnya

Efektif, artinya adalah berhasil mencapai tujuan sebagaimana yang

diharapkan. Dalam pembelajaran telah terpenuhi apa yang menjadi tujuan

dan harapan yang hendak dicapai.

Menyenangkan, berarti sifat terpesona dengan keindahan, kenyamanan,

dan kemanfaatannya sehingga mereka terlibat dengan asyik dalam belajar

sampai luap waktu, penuh percaya diri, dan tertantang untuk melakukan hal

serupa atau hal yab]ng lebih berat lagi.

6) Langkah-langkah pembelajaran tematik

Pada dasaranya langkah-langkah (sintaks) pembelajaran tematik mengikuti

langkah-langkah pembelajaran terpadu. Secara umum sintaks tersebut mengikuti

tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran meliputi tiga tahap

yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (Prabowo, 2000: 6). Adapun

secara umum langkah-langkah pembelajaran tematik sebagai berikut:

1) Tahap perencanaan

a) Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan.

Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini.

Seperti contoh yang diberikan Fogarty (1991: 28), untuk jenis mata

pelajaran sosial dan bahasa dapat dipadukan keterampilan berfikir dengan

keterampilan sosial.

b) Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar dan

indikator.

Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan sub-keterampilan

dari masing-masing keterampilan yang dapat diintegrasikan dalam suatu

unit pembelajaran.

c) Menentukan sub-keterampilan yang dipadukan

15

Page 16: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Secara umum keterampilan yang harus dikuasai meliputi keterampilan

berfikir, keterampilan sosial, dan keterampilan mengorganisasi yang

masing-masing terdiri atas sub-sub keterampilan.

d) Merumuskan indikator hasil belajar

Berdasarkan kompetensi dasar dan sub keterampilan yang dipillih

dirumuskan indikator. Setiap indikator dirumuskan berdasarkan kaidah

penulisan yang meliputi: audience, behaviour, condition dan degree.

e) Menentukan langkah-langkah pembelajaran

Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan

setiap sub-keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah

pembelajaran.

2) Tahap pelaksanaan

Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu, meliputi:

a) Guru hendaknya tidak menjadi single actor yang mendominasi dalam

kegiatan pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran

memungkinkan siswa menjadi pembelajaran mandiri.

b) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam

setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama dalam kelompok.

c) Guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak

terpikirkan dalam proses perencanaan. (Depdiknas, 1996: 6)

3) Tahap evaluasi

Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi

hasil pembelajaran. Tahap evaluasi menurut Depdiknas (1996: 6), hendaknya

memerhatikan prinsip evaluasi pembelajaran terpadu, yaitu:

a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di

samping bentuk evaluasi lainnya.

Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevalusi perolehan belajar

yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan

yang akan dicapai.

b. Kajian tentang pendidikan karakter

1) Hakikat pendidikan dan pendidikan karakter

16

Page 17: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Pendidikan menurut John Dewey adalah proses pembentukan kecakapan

fundamental secara intelektual dan emosional kea rah alam dan sesame manusia.

Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai generasi penerus

bangsa dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma

tersebut dengan cara mewariskan segala pengalaman, peengetahuan, kemampuan

dan keterampilan yang melatarbelakangi nilai-niali dan norma-norma hidup dan

kehidupan.15

Selain itu pendidikan juga merupakan proses internalisasi budaya ke dalam diri

seseorang dan masyarkat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab.

Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih

luas lagi, yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan

sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar

kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar,

yaitu:

1) Afektif, yang tercermin pada kual,its keimanan, ketakwaan, akhlak mulia

termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul dan kompetisi estetis.

2) Kognitif, yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektu7alitas untuk

menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi.

3) Psikomotorik, yang tercermin pada kemampuan mengembangkan

keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Sedangkan karakter menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter

Bangsa (2008: 235), karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada susatu

system yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan.

Sementara itu Koesoema A (2007: 80) menyatakan bahwa karakter sam dengan

kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai “ cirri atau karakteristik atau gaya

atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang

diterima lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan

seseorang sejak lahir.” Prof. Suyanto, Ph.D menyatakan bahwa karakter adalah

cara berpikir dan berperilaku yang menjadi cirri kahs tiap individu untuk hidup 15 Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan karakter: menjawab tantangan krisis multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hal 67.

17

Page 18: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.

Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bias membuat keputusan dan

sisap mempertanggungjawabkab tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Imam

Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas

manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia

sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.16

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter itu

berkaiatn dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi ‘orang

berkarakter’ adalah oranr yang mempunyai kualitas moral positif. Dengan

demikian, pendidikan adalah membangun karakter, yang secara implicit

mengandung arti membangung sifat atau pola perilaku yang didasari atau

berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan negative atau

yang buruk. Hal ini didukung oleh Peterson dan Seligan (Raka, 2007:5) yang

mengaitlkan secara langsung ‘character strength’ dengan kebajikan. Character

strength dipandang sebagi unsure-unsur psikologis yang membangun kebajikan.

Dimana salah satu criteria utamanya adalah karakter tersebut berkontribusi besar

dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam

membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang

lain.

Untuk dapat memahami pendidikan karakter itu sendiri, kita perlu memahami

struktur antroplogis yang ada dalam diri manusia (Koesoema A, 2007:80).

Struktur antropologis manusia terdiri atas jasad, ruh dan akal. Hal ini selaras

dengan pendapat Lickona (1992) yang menekankan tiga komponen karakter yang

baik, yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan

tentang moral), dan moral action (perbuatan moral), yang diperlukan agar anak

mampu memahami, merasakan dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan. Istilah

lainnya adalah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Dalam mewujudkan pendidikan karakter, tidak dapat dilakukan tanpa

penanaman nilai-nilai (Azra, 2002:172). Terdapat Sembilan karakter yang berasal

dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:

16 Ibid. hal 70

18

Page 19: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

1) Cinta Tuhan segenap ciptaan-Nya.

2) Kemadirian dan tanggung jawab

3) Kejujuran/amanah, diplomatis

4) Hormat dan santun

5) Dermawan, suka tolong menolong dan gotong-royong/kerjasama

6) Percaya diri dan pekerja keras

7) Kepemimpinan dan keadilan

8) Baik dan rendah hati

9) Karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan

holistic dengan menggunakan metode knowing the good, feeling the good dan

acting the good. Knowing the good bias mudah diajarkan sebab pengetahuan

bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditrumbuhkan feeling

loving the good, yakni bagaiman merasakan dan mencintai kebajikan menjadi

engine yang bias membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan.

Dengan cara demikian akan tumbuh kesadaran bahwa orang mau melakukan

perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa

melakukan kebajikan maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.

Dengan demikian tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan

mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian

pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan

seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara

mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan

menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia

sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pada tingkat institusi, pendidikan

karakter mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang

melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan symbol-simbol yang

dipraktikan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya

sekolah merupakan cirri khas, karakter atau watak dan citra sekolah tersebut di

mata masyarakat luas.

2) Ciri dasar dan sasaran pendidikan karakter

19

Page 20: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Menurut Foerster, pencetus pendidikana karakter dan pedagog Jerman, ada

empat cirri dasar dalam pendidikan karkater, yaitu:

1) Keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai.

Nilai menjadi pedoman normative setiap tindakan.

2) Koherensi yang member keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip,

tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi

merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya

koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.

3) Otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai

menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas

keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain.

4) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna

mengingini apa yang dipandang baik dan kesetiaan meruapakan dasar bagi

penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Kematangan keempat karakter ini, lanjut Foerster, memungkinkan manusia

melewati tahap individualitas menuju personalitas. “orang-orang modern sering

mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan

aku rohani, antara independensi eksterior dan imperior.” Karakter inilah yang

menentukan performa seseorang pribadi dalam segala tindakannya.17

Adapun sasaran pendidikan karakter adalah seluruh warga civitas

akademika yang terdapat pada setiap satuan pendidikan, baik negeri maupun

swasta. Semua warga sekolah yang meliputi peserta didik, guru, karyawan

administrasi dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah

yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik

dapat dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan

ke sekolah-sekolah lain. Melalui program ini diharapkan lulusannya memiliki

keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus

memilik kepribadian yang baik seuai norma-norma dan buday-budaya Indonesia.

17 Ibid. Hal 129.

20

Page 21: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi

budaya sekolah.

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui

pencapaian indicator oleh peserta didik sebagiamana tercantum dalam Standar

Kompetensi Lulusan, yang natara lain meliputi sebagai berikut:18

1) Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan

remaja.

2) Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.

3) Menunjukkan sikap percaya diri.

4) Mematuhi aturan-aturan social yang berlaku dalam lingkungan yang lebih

luas.

5) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras dan golongan social

ekonomi dalam lingkup nasional.

6) Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-

sumber lain secara logis, kritis dan kreatif.

7) Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif.

8) Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang

dimilikinya.

9) Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari.

10) Mendeskripsikan gejala alam dan social.

11) Memanfatkan lingkungan secara bertanggung jawab.

12) Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara kesatuan

Republik Indonesia.

13) Menghargai karya seni dan budaya nadional.

14) Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.

15) Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar aman, dan memanfaatkan waktu luang

dengan baik.

16) Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun

18 Ibid. Hal 88.

21

Page 22: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

17) Memahami hak dann kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di

masyarakat. Menghargai adanya perbedaan pendapat.

18) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana.

19) Menunjukkna keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis

dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana.

20) Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan

menengah.

21) Memiliki jiwa kewirausahaan.

3) Pendekatan pendidikan karakter

Pendekatan pendidikan karakter menurut Superka, et. Al. (1976) yang

dirumuskan dalam tipologinya berdasarkan pada berbagai pendidikan karakter

yang berkembang dan digunakan dalam dunia pendidikan. Dalam kajian tersebut

dibahas delapan pendekatan pendidikan nilai berdasarkan kepada berbagai

literature dalam bidang psikologi, sosiologi, filsafat dan pendidikan yang

berhubungan dengan nilai. Selanjutnya, berdasarkan hasil pembahasan dengan

para pendidik dan alasan-alasan praktis dalam penggunaannya di lapangan,

berbagai pendekatan tersebut telah diringkas menjadi lima tipologi pendekatan

yaitu:19

1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach)

Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi

penekanan pada penanaman nilai-nilai social dalam diri siswa. Menurut

pendeketan ini, tujuan pendekatan nilai adalah diterimanya nilai-nilai social

tertentu oleh siswa dan berubahnya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-

nilai social yang diinginkan. (Superka, et al. 1976). Menurut pendekatan ini

metode yang digunakan dalam proses pembelajaran antara lain keteladanan,

penguatan positif dan negative, simulasi, permainan peran dan lain-lain.

2) Pendekatan pengembangan moral kognitif (cognitive moral development

approach)

Dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya

memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya.

19 Ibid. Hal 106

22

Page 23: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-

maslaah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Menurut

pendekatan ini, perkembangan moral dilihat sebagai perkembangan tingkat

berfikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih

rendah menuju tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1998).

Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai oleh pendekatan ini. Pertama,

membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks

berdasrkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk

mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam

suatu masalah morla (Lihat Superka, et al. 1976; Banks, 1985).

3) Pendekatan analisis nilai (values clarification approach)

Pendekatan analisis nilai memberikan penekanan pada perkembangan

kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah

yang berhubungan dengan nilai-nilai social. Jika dibandingkan dengan

pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan analisis nilai lebih

menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai

social. Sementara itu, pendekatan perkembangan kognitif lebih berfokus pada

dilemma moral yang bersifat perseorangan.

Ada dua tujuan utama pendidikan moral menurut pendekatan ini. Pertama,

membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan

penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah social, yang

berhubungan dengan nilai moral tertentu. Kedua, membantu siswa untuk

menggunakan proses berpikir rasional dan analitik, dalam menghubungkan

dan merumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Selanjutnya, metode-

metode pengajaran yang sering digunakan adalah pembelajaran secara

individu atau kelompok tentang masalah-masalah social yang memuat nilai

moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan dan diskusi kelas

berdasarkan kepada pemikiran rasioanal (Superka, et al. 1976).

4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)

Pendekatan klarifikasi nilai member penekanan pada usaha membantu siswa

dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan

23

Page 24: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Menurut pendeketaan ini,

tujuan pendidikan akarakter ada tiga. Pertama, membantu siswa agar

menyadari dan mengidentifikasi nilai-nlai mereka sendiri serta nilai-nialai

orang lain. Kedua, membantu siswa agar mampu berkomunikasi secara

terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya

sendiri. Ketiga, membantu siswa agar mampu menggunakan secara bersama-

sma kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, mampu

memahami perasaan, nilai-nilai dan pola tingkah laku mereka sendiri

(Superka, et al. 1976). Dalam proses pengajarannya, pendekatan ini

menggunakan metode dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar atau

kecil dan lain-lain (Raths, et. Al., 1978).

5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach)

Pendekatan pembelajaran berbuat menekankan pada usaha memberikan

kesempatankepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik

secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam satu kelompok.

Superka, et al. (1976) menyimpulkan ada dua tujuan utama pendidikan moral

berdasrkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan kepada

siswa untuk melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun

secara bersama-sama berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri. Kedua,

mednorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk individu dan

makhluk social dalam pergaualan dengan sesame, yang tidak memiliki

kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari suatu masyarakat yang

harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi.

Metode-metode pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai

dan klarifikasi bilai digunakan juga dalam pendekatan ini. Metode-metode

lain yang digunakan juga adalah proyek-proyek tertentu untuk dilakukan di

sekolah atau dalam masyarakat dan praktik keterampilan dalam berorganisasi

atau berhubungan antara sesame (Superka, et al. 1976)

4) Strategi pendidikan karakter

24

Page 25: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Dalam penerapan pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai strategi

pengintegrasian. Strategi yang dapat dilakukan adalah:20

a. Pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari

Pelaksanaan strategi ini dapat dilakukan melalui cara berikut:

1. Keteladanan/contoh

Kegiatan ini bias dilakukan oleh pengawa, kepala sekolah, staf

administrasi di sekolah yang dapat dijadikan model bagi peserta didik.

2. Kegiatan spontan

Yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan

ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku

peserta didik yang kurang baik, seperti meminta sesuatu dengan berteriak,

mencoret dinding.

3. Teguran

Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan

mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru

dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.

4. Pengkondisian lingkungan

Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana

fisik. Contoh: penyediaan tempat sampah, jam dinding dan lain

sebagainya.

5. Kegiatan rutin

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara

terus-menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan berbaris masuk

ruang kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan.

b. Pengintegrasian dalam kegiatan yang diprogramkan

Strategi ini dilaksanakan setelah terlebih dahulu guru membuat perencanaan

atas nilai-nilai yang akan diintegrasikan dalam kegiatan tertentu. Hal ini

dilakukan jika guru menganggap perlu memberikan pemahaman atau prinsip-

prinsip moral yang diperlukan.

c. Kajian tentang prestasi belajar20 Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan karakter: menjawab tantangan krisis multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hal 175

25

Page 26: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

1) Hakikat prestasi belajar

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak pernah habis-habisnya

dibicarakan di dunia pendidikan. Karena prestasi belajar merupakan simbol dari

keberhasilan seorang siswa dalam studinya. Sehingga prestasi yang tinggi

merupakan dambaan setiap siswa, guru, juga orang tua.

Pengertian prestasi belajar menurut Darmadi (2009: 100) adalah sebagai berikut:21

Sebuah kecakapan atau keberhasilan yang diperoleh seseorang setelah melakukan sebuah kegiatan dan proses belajar sehingga dalam diri seseorang tersebut mengalami perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya.

Sedangkan menurut Nurkencana (dalam Ade Sanjaya, 2011) adalah sebagai berikut: Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.

Lanawati (dalam Reni Akbar Hawadi, 2004: 168) berpendapat bahwa “prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan oleh siswa”.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah sesuatu yang merupakan hasil dari proses belajar yang mengakibatkan perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

21 Prestasi Belajar. 2012. (Online) (http://elnicovengeance.wordpress.com/2012/09/30/prestasi-belajar/. Diakses tgl 13 Desember 2012, 19:50)

26

Page 27: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Menurut Djaali (dalam Muhammad Baitul Alim, 2009) prestasi belajar seorang siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Faktor Intrinsik (faktor dari dalam diri) a) Kesehatan

Apabila kesehatan anak terganggu dengan sering sakit kepala, pilek, deman dan lain-lain, maka hal ini dapat membuat anak tidak bergairah untuk mau belajar. Secara psikologi, gangguan pikiran dan perasaan kecewa karena konflik juga dapat mempengaruhi proses belajar.

b) IntelegensiFaktor intelegensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan belajar anak. MenurutGardner dalam teori Multiple Intellegence, intelegensi memiliki tujuh dimensi yang semiotonom, yaitu linguistik, musik, matematik logis, visual spesial, kinestetik fisik, sosial interpersonal dan intrapersonal.

c) Minat dan motivasiMinat yang besar terhadap sesuatu terutama dalam belajar akan mengakibatkan proses belajar lebih mudah dilakukan. Motivasi merupakan dorongan agar anak mau melakukan sesuatu. Motivasi bisa berasal dari dalam diri anak ataupun dari luar lingkungan

d) Cara belajarPerlu untuk diperhatikan bagaimana teknik belajar, bagaimana bentuk catatan buku, pengaturan waktu belajar, tempat serta fasilitas belajar.

2) Faktor Eksternal (faktor dari lingkungan)a) Keluarga

27

Page 28: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Situasi keluarga sangat berpengaruh pada keberhasilan anak. Pendidikan orangtua, status ekonomi, rumah, hubungan dengan orangtua dan saudara, bimbingan orangtua, dukungan orangtua, sangat mempengaruhi prestasi belajar anak.

b) SekolahTempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat kelas, relasi teman sekolah, rasio jumlah murid per kelas, juga mempengaruhi anak dalam proses belajar.

c) MasyarakatApabila masyarakat sekitar adalah masyarakat yang berpendidikan dan moral yang baik, terutama anak-anak mereka. Hal ini dapat sebagai pemicu anak untuk lebih giat belajar.

d) Lingkungan sekitarBangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas dan iklim juga dapat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar.Berdasarkan faktor-faktor tersebut, jelas bahwa tinggi atau

rendahnya prestasi belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran di sekolah saja. Ada faktor dari dalam diri siswa ataupun dari lingkungan siswa. Maka dari itu untuk dapat meningkatkan prestasi siswa, diharapkan ada keinginan dari dalam diri siswa dan juga dukungan ataupun motivasi dari keluarga dan lingkungan disekitarnya.

2. Penelitian terdahulu

Untuk menambah referensi dan sebagai rujukan, penulis mengungkapkan

beberapa penelitian terdahulu yang pertama ditulis oleh Sarah yang berjudul

Pembelajaran Tematik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran

IPS dengan Tema Permainan di Kelas III Sekolah Dasar, bahwa dengan menerapkan

pembelajaran tematik pada proses pembelajaran IPS di kelas III SDN Karyabakti

Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

28

Page 29: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Disini ada perbedaan dan persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian

yang akan peneliti lakukan, persamaannya antara lain adalah model pembelajaran yang

digunakan sama-sama menggunakan model pembelajaran tematik untuk meningkatkan

hasil/prestasi belajar, sedangkan perbedaannya adalah kalau penelitian terdahulu itu

menggunakan pembelajaran tematik untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata

pelajaran IPS, sedang penelitian sekarang itu menggunakan pembelajaran tematik

berbasis karakter dalam meningkatkan keberhasilan akademik.

Sedangkan penelitian yang kedua dilakukakn oleh Neneng Yani yang berjudul

Penerapan Pendekatan Contextual Teaching Learning dalam Pembelajaran Tematik

untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA di Kelas 2 SD Negeri

Soka 34/4 Kota Bandung, bahwa dengan menerapkan pendekatan CTL dalam

pembelajaran tematik pada proses pembelajaran IPA di kelas 2 SD Negeri Soka 34/4

Kota Bandung terbukti efektif dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Disini ada perbedaan dan persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian

yang akan peneliti lakukan, persamaannya antara lain adalah model pembelajaran yang

digunakan sama-sama menggunakan model pembelajaran tematik untuk meningkatkan

hasil/prestasi belajar, sedangkan perbedaannya adalah kalau penelitian terdahulu itu

menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) dalam pembelajaran

tematik untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA, sedang

penelitian sekarang itu menerapkan pembelajaran tematik berbasis karakter dalam

meningkatkan keberhasilan akademik.

3. Kerangka teoritik

29

Kondisi Awal

Tindakan

Kondisi Akhir

1. Tingginya angka mengulang kelas2. Karakter bangsa yang mulai hilang3. Efek pembelajaran yang kurang dirasakan

siswa

Pembelajaran tematik berbasis karakter

1. Prestasi akademik meningkat2. Angka mengulang kelas menurun3. Kognitif 4. Afektif5. Psikomotorik

Page 30: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

F. Metode Penelitian

1. Lokasi penelitian

Adapun lokasi yang dijadikan subyek penelitian ini adalah MI MIftahul Huda

Ngasem Ngajum Malang. Penerapan pembelajaran tematik berbasis karakter

dilaksanakan pada kelas III semester genap tahun ajaran 2012-2013, dengan alasan

berdasarkan survei keberhasilan akademik atau prestasi siswa dari proses pembelajaran

konvensional yang dilakukan selama ini menunjukkan kurang baik, maka dari itu peneliti

melakukan penelitian MI Miftahul Huda Ngasem Ngajum Malang.

2. Jenis penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan,maka

jenis dari penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian penjelasan atau

eksplanatory. Singarimbun menyatakan bahwa “Penelitian eksplanatory adalah

penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variable-variabel penelitian dan

melalui pengujian hipotesa”.

Dalam penelitian jenis ini yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah

akan diuji untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel-variabel dalam

penelitian yaitu mengenai implementasi pembelajaran tematik berbasis karakter

berpengaruh terhadap keberhasilan akademik siswa MI Miftahul Huda Ngasem Ngajum

Malang.

3. Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari subyek penelitian. Populasi dapat berupa

manusia, benda, gejala-gejala, pola hidup, tingkah laku, dan sebagainya. Ada dua

macam populasi dalam penelitian yaitu, populasi terhingga yang terdiri dari elemen

dengan jumlah tertentu dan populasi tak terhingga yang terdiri dari elemen yang

sukar dicari batasannya. Dalam penelitian ini peneliti menentukan populasi yaitu

siswa MI Miftahul Huda Ngasem Ngajum Malang kelas III.

30

Page 31: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada

pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti

dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari

sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel

yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Dalam

penelitian ini peneliti menentukan sampel dari penelitian yaitu siswa kelas III A MI

Miftahul Huda Ngasem Ngajum Malang.

4. Instrument penelitian

Hal yang terpenting dalam penelitian adalah menentukan instrumen yang

digunakan untuk mengukur variabel. Dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel

yaitu pembelajaran tematik berbasis karakter sebagai variabel bebas, sedangkan

keberhasilan akademik atau prestasi siswa sebagai variabel terikat.

5. Validitas dan reliabilitas

Hasil dari sebuah penelitian akan sangat tergantung pada kualitas data yang

dipakai dalam pengujian tersebut. Data penelitian yang didalam proses

pengumpulanya seringkali menuntut pembiayaan, waktu dan tenaga yang besar tidak

akan berguna apabila alat pengukur yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut

tidak memiliki validitas dan reliabilitas.

a. Validitas instrument

Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data

(pengukuran) itu valid atau shahih. Valid disini berarti instrument tersebut dapat

digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Seperti meteran yang valid

dapat digunakan untuk mengukur panjang dengan teliti, karena memang meteran

digunakan untuk mengukur panjang. Meteran tersebut menjadi tidak valid jika

digunakan untuk mengukur berat.22

b. Reliabilitas instrument

22 Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta. Hal 121

31

Page 32: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

Instrument yang reliable adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk

mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Alat ukur panjang

dari karet adalah contoh instrument yang tidak reliable/konsisten.23

6. Teknik pengumpulan data

Untuk menentukan data yang yang diperlukan maka dibutuhkan adanya teknik

pengumpulan data agar bukti-bukti dan fakta-fakta yang diperoleh berfungsi sebagai

data obyektif dan tidak terjadi penyimpangan dari keadaan yang sebenarnya. Untuk

menggali data dari sumber yang telah ditentukan, maka diperlukan alat kerja untuk

mengumpulkan data yang disebut dengan teknik atau metode pengumpulan data. Adapun

metode-metode yang diperlukan tersebut di antaranya adalah:

a. Kuesioner (angket)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan

pasti variable yang akan diukur dan tahu apa yang bias diharapkan dari responden.24

b. Observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila

dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau

wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak

terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain.25

7. Analisis data

Dari hasil penelitian maka diperolehlah data, dari data yang diperoleh tersebut

maka dilakukan analisis untuk memastikan bahwa dengan penerapan pembelajaran

tematik berbasis karakter dapat meningkatkan keberhasilan akademik atau prestasi siswa

MI Miftahul Huda Ngasem Ngajum Malang.

Data yang diperoleh peneliti dari penelitian tersebut merupakan data yang

bersifat kuantitatif, sehingaa dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif

kuantitatif. Sajian tersebut untuk menggambarkan bahwa dengan tindakan yang

23 Ibid. hal 12124 Ibid. Hal 142 25 Ibid. Hal 145

32

Page 33: Web viewLatar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar, dimana didalamnya terdapat usaha-usaha yang terencana

dilakukan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan, atau perubahan ke arah

yang lebih baik.

G. Daftar Pustaka

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis

Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Trianto. 2010. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik bagi Anak Usia Dini TK/RA &

Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

SB, Mamat. 2005. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Departemen

Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.

Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah: dari Gagasan

ke Tindakan. Jakarta: PT Media Elex Komputindo.

Ihsan, Fuad. 2010. Dasar-Dasar Kependidikan: Komponen MKDK. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Muhnadi, Yudhi.2010. Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru). Jakarta: Gaung

Persada Press.

H. Lampiran (halaman selanjutnya)

33