Case

38
KASUS STRUMA NON TOKSIK Fathi Zahra 030.10.102 Tarash Burhanuddin 030.10.265 Pembimbing : dr. Solya Wijaya, Sp.B

Transcript of Case

KASUS

STRUMA NON TOKSIK

Fathi Zahra 030.10.102

Tarash Burhanuddin 030.10.265

Pembimbing :

dr. Solya Wijaya, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSU DR. H. MARZOEKI MAHDI

BOGOR

2014

PENDAHULUAN

Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika

terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit gondok. Fungsi kelenjar

gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga

terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya

goiter atau penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid

yang letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid

yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar

kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu

aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu

perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik).

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi

utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY

tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik

berat. Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga

timbul kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan

neuromotor.

Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan

karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di

luar daerah endemik, strumanodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga

tertentu. Etiologinya umumnya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia

muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewas. Struma multinodosa

biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada

kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk  involusi. Kebanyakan struma multinodosa

dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan

karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi

kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.Degenerasi jaringan

menyebabkan kista atau adenoma. Karena  pertumbuhannya yang sering berangsur-

angsur, struma dapat menjadi besar  tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian

penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.

PEMBAHASAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Syaiful

Usia : 31 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Jl. Dramaga, Bogor

Pekerjaan : Guru SMK

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Tanggal masuk RS : 16 Juni 2014

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis

II.1 Keluhan Utama : benjolan di leher kiri sejak 5 tahun yang lalu.

II.2 Keluhan Tambahan : -

II.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang laki – laki datang ke poliklinik bedah RS MM Bogor dengan keluhan

benjolan pada leher kiri sejak 5 tahun sebelum masuk rumah sakit. Benjolan dirasakan

semakin lama semakin membesar dan tidak nyeri. Nafsu makan baik, tidak ada penurunan

BB. BAB dan BAK lancar dan normal. Pasien juga menyangkal adanya sakit menelan, suara

serak, tangan gemetaran dan emosi tidak stabil. Segala aktivitas yang dilakukan terasa seperti

biasa, tidak ada keluhan, hanya saja benjolan di leher yang menganggu perasaan pasien.

Pasien sempat ke RS 2 bulan yang lalu dan didiagnosis sebagai tumor thyroid, hanya

saja saat itu pasien belum setuju untuk dilakukan pembedahan.

II.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit keganasan.

Riwayat radiasi leher, alergi obat dan makanan disangkal.

II.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat keganasan maupun penyakit seperti yang

dialami pasien.

II.6 Riwayat Kebiasaan

Merokok dan minum minuman beralkohol disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

III.1 Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : Nadi: 80x / menit, reguler, kuat, ekwalitas simetris

Suhu: 36.5oC

Pernapasan: 18x / menit, tipe abdominotorakal

Tekanan darah: 130/90 mmHg

Gizi : kesan cukup

Sianosis : (-)

Oedem umum : (-)

Sesak napas : (-)

Cara berjalan : Tidak ada kelainan cara berjalan

Mobilitas : aktif

Umur menurut taksiran : sesuai

III.2 Status Generalisata

Kepala : normocephali

Rambut : hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut

Wajah : simetris, pucat (-), sianosis (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

: refleks pupil (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), isokor, bentuk

pupil bulat

Mulut : mukosa mulut baik, mukosa pipi tenang, palatum baik, tidak ada kelainan

pada gigi geligi

Hidung : deviasi septum (-), epistaksis (-/-), sekret (-/-), pernapasan cuping hidung

(-)

Telinga : normotia (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), sekret

(-/-)

Tenggorokan : dinding faring hiperemis (-/-)

Leher : pada status lokalis

Thorax :

Paru-paru

Inspeksi : bentuk dada nomal, bentuk tulang dada datar, sela iga normal, retraksi

sela iga (-/-), gerakan dinding dada saat statis dan dinamis simetris

Palpasi : pergerakan dinding dada saat bernapas simetris

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronchi (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial linea midclavicularis sinistra

Perkusi : -

Auskultasi : bunyi jantung I dan II, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : perut tampak datar, tidak tampak pergerakan usus, gerakan abdomen saat

pernapasan (+), simetris

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, nyeri tekan (-) seluruh kuadran, defense muscular (-), massa (-),

hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan Murphy sign (-),

Ballotement (-/-)

Perkusi : timpani pada seluruh kuadran

Ekstremitas

Lengan dan Tangan Kanan Kiri

Otot

Tonus Normotoni Normotoni

Massa Tidak ada Tidak ada

Sendi Bebas Bebas

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Oedem Tidak ada Tidak ada

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

Varises Tidak ada Tidak ada

Otot Normal Normal

Tonus Normotoni Normotoni

Massa Tidak ada Tidak ada

Sendi Bebas Bebas

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Oedem Tidak ada Tidak ada

III.3 Status Lokalis

Regio coli sinistra

Inspeksi : tampak benjolan di leher kiri ukuran ± 4x2x2 cm.

tidak tampak tanda-tanda radang.

Palpasi : teraba benjolan dengan konsistensi lunak, mobile, nyeri tekan (-).

tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Perkusi : -

Auskultasi : bruit (-), thrill (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini antara lain:

1. Pemeriksaan Laboratorium darah

Pemeriksaan dilakukan ketika pasien datang ke IGD tanggal 16 Juni 2014. Hasil yang

didapatkan pada pemeriksaan sebagai berikut.

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Interpretasi

Leukosit 8870 /mm3 4000-10000 Normal

Hemoglobin 15,1 g/dl 14-16 Normal

Hematrokit 45 % 40-50 Normal

Trombosit296000 /mm3

150000-

400000Normal

Masaperdarahan 1’30’’ menit 1-3 Normal

Masa 5’30’’ menit Sampai 7 Normal

pembekuan

SGOT 22 U/I <42 Normal

SGPT 27 U/I <47 Normal

Ureum 17.9 mg/dl 10-50 Normal

Creatinin 0.96 mg/dl 0.7-1.4 Normal

Glukosa

sewaktu104 mg/dl <140 Normal

ENDOKRINOLOGI

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Interpretasi

TSHs 1.2230.550-

4.780μlIU/ml Normal

T3 (total) 1.13 0.60-1.81 ng/ml Normal

T4 (total) 8.90 4.5-10.9 μg/dl normal

V. RESUME

Pasien laki – laki usia 31 tahun datang ke poliklinik bedah RS Marzoeki Mahdi

Bogor pada tanggal 16 Juni 2014 dengan keluhan benjolan pada leher kiri sejak 5 tahun

sebelum masuk rumah sakit. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar dan

tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum, tanda vital baik. Pemeriksaan pada

regio coli sinistra tampak tumor ukuran ± 4x2x2 cm, tidak tampak tanda-tanda radang,

teraba tumor dengan konsistensi lunak, mobile, nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran

kelenjar getah bening. Hasil Laboratorium hematologi, kimia darah, dan endokrinologi

normal.

VI. DIAGNOSIS KERJA

Struma non toksik

VII. PENATALAKSANAAN

Pada pasien ini direncanakan tindakan pembedahan (tiroidektomi)

VIII. FOLLOW UP

Tanggal : 19 Juni 2014

S. terasa nyeri pada luka bekas operasi, sakit menelan, sulit tidur.

O. KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

TD : 130/90 mmHg

N : 80 x/menit

RR : 16 x/menit

suhu : 36,5 oC

status lokalis : perdarahan (-)

A. Post-op tiroidektomi

P. diet tinggi protein

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad sanationam : bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau

perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Struma adalah

istilah untuk pembesaran kelenjar tiroid / gondok. Struma nodusa atau struma adenomathosa

adalah struma yang tanpa disertai hipertiroidisme yang ditemukan di daerah pegunungan

kerena difisiensi yodium. Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang

secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda.

Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal pada garis

tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula. Nantinya penebalan ini

berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus thyroglossalis. Dengan berlanjutnya

perkembangan, duktus ini memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini

merubah menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau

posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke tujuh, tiba pada

posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu tali padat yang menghubungkan

glandula thyroidea dengan lidah, terputus dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada

lidah menetap sebagai suatu sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua

lobus pada ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi

epitel dan membentuk glandula thyroidea.

Anatomi

Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus yang

sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya ke atas sampai linea oblique

cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5.

Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang

berasal dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan trachea.

Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari isthmus, biasanya ke

kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embryonic thyroid yang ketinggalan

pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini

dikenal sebagai pole atas dari kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah.

Suatu pita fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os

hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea.

Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung kepada ukuran

tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-

6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm,

dan ketebalan 20-39 mm.

Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis. Di dalam

ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar

tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan melingkari duapertiga bahkan sampai

tigaperempat lingkaran. A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak

bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal

sebelum masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang

antara fascia media dan prevertebralis.

Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl. cervicales profundi.

Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl. paratracheales.

Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang dinamakan true capsule.

Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis profundus yang mengelilingi tiroid

dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus

dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi

penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi

penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid.

Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et sinistra

memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang truncus

brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan diatur oleh n. recurrens

dan cabang dari n. laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang penting menerima

aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari

pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan ventral

dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang menerima cairan limfe

dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral.

Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas kanan dan kiri,

karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n. laryngeus superior, kerusakan

nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat sementara

namun dapat pula permanen.

Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian

berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganic yang diserap

dari saluran cerna merupakan bahan baku hormone tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya

menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid.

Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap didalam

kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormone tiroid akan terikat

dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau

prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator

tiroid (thyroid stimulatimg hormone, TSH) memegang peranan penting untuk mengatur

sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang

dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid ke

sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang menghasilkan

kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium, yaitu menurunkan kadar

kalsium serum terhadap tulang.

Histologi

Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang

dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh

epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid.

Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells

(parafollicular cells). Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone,

yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat calcitonin, suatu

hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium

Etiologi

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun

sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga

tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan

sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian

kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini

biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak

akibat tiroiditis.

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor

penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

1. Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang

kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah

pegunungan.

2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,

kacang kedelai).

b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,

sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi,

kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan

nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan

dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.

Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni

makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid

sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH.

Beberapa bahan goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis.

Klasifikasi

Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:

1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan

2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan

3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal

4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh.

Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:

Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.

Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala

ditegakkan.

Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:

1. Nontoxic diffuse goiter

2. Endemic

3. Iodine deficiency

4. Iodine excess

5. Dietary goitrogenic

6. Sporadic

7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis

8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid

9. Iodine deficiency

10. Compensatory following thyroidectomy

11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above

12. Uninodular or multinodular

13. Functional, nonfunctional, or both.

Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin, maka

bisa dibagi menjadi:

1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita

ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan.

2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.

3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.

4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi

Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:

1 Berdasarkan jumlah nodul;

a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)

b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

3. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid

yaitu :

a. nodul dingin

b. nodul hangat

c. nodul panas.

4. Berdasarkan konsistensinya

a. nodul lunak

b. nodul kistik

c. nodul keras

d. nodul sangat keras.

PATOFISIOLOGI

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid menyebabkan perubahan dalam

struktur dan fungsi kelenjar tiroid. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor

Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan

struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase

ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.

Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan

produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel

kelenjar tiroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan

terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon

tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen.

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk

stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten

terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang

memproduksi human chorionic gonadotropin.

STRUMA NON TOKSIK

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak

berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini

disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut

struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah

pegunungan karena defisiensi iodium. Umumnya tiroid sudah mulai membesar pada usia

muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi

pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi hingga

bentuk involusi.

Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak

mengalami hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal tetapi kebanyakan

berkembang menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi. Degenerasi jaringan

menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat

membesar tanpa memberikan gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan

terutama atas alasan kosmetik.

Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena

pertumbuhannya ke arah lateral atau ke anterior, sebagian lain dapat menyebabkan

penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat

terlihat melalui foto Roentgen polos leher sebagai ‘’trakea pedang’’. Struma nodosa unilateral

dapat menyebabkan gangguan akibat obstruksi pernapasan. Penyempitan yang hebat dapat

menyebabkan gangguan pernapasan dengan gejala stridor inspiratoar.

Secara umum, struma adenomatosa benigna. Sekitar 5% struma nodosa mengalami

degenerasi maligna. Berbagai tanda keganasan yang dapat dievaluasi meliputi perubahan

bentuk, pertumbuhan lebih cepat, dan tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta

fiksasi dengan jaringan sekitar. Dapat terjadi penekanan atau infiltrasi ke nervus rekurens

(perubahan suara), trakea (dispnea), atau esophagus (disfagia).

Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh

pengobatan supresi hormone tiroid atau pemberian hormone tiroid. Penanganan struma lama

adalah dengan tiroidektomi subtotal atas indikasi yang tepat.

Diagnosis

Anamnesa sangat penting untuk mengetahui patogenesis atau bentuk kelainan dari

struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis

dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya

penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh

(tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita

(karsinoma tiroid tipe meduler).

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai :

1. jumlah nodul

2. konsistensi

3. ada atau tidak nyeri pada penekanan

4. pembesaran Kelenjar getah bening

Inspeksi dari depan penderita, tampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah

yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya

apakah hiperemi, seperti kulit jeruk atau ulserasi.

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita

dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)

ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

konsistensi

mobilitas

infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian

yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada

umumnya keganasan terjadi pada nodul yang soliter dan konsistensinya keras. Yang multiple

biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras

dari pada yang lainnya. Serta harus diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening

leher.

Penatalaksanaan

Indikasi operasi pada struma non toksik ialah :

- Eksisi nodulus tunggal (yang mungkin ganas)

- Struma multinodular yang berat

- Struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain

- Struma retrosternal yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur

lain

- Kosmetik (tiroidektomi subtotal)

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila

hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan

subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan

juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung

ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel

2. kontraindikasi operasi

3. ada residu tumor setelah operasi

4. metastase yang non resektabel

STRUMA TOKSIK

Struma difus toksik (Grave’s Disease)

Grave’s disease, juga disebut penyakit basedow, adalah bentuk umum dari

tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating

Hormone) yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan produksi hormon tiroid.

Goiter dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :

1. kekurangan yodium akibat autoregulasi kelenjar tiroid

2. stimulasi oleh TSH karena rendahnya hormon tiroksin dalam darah

3. masuknya bahan goitrogenik yang terkandung dalam makanan, air, obat, rokok, yang

menganggu masuknya yodium ke dalam sel folikuler kelenjar tiroid

4. adanya kelenjar kongenital yang menimbulkan gangguan sistem hormon tiroid

5. terjadi kelebihan yodium, sehingga proses iodinasi dalam kelenjar tiroid menjadi

terhambat

Gejala klinis

Gejala dan tanda penyakit ini merupakan manifestasi peningkatan metabolisme di

semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat jelas.

- peningkatan metabolisme menyebabkan meningkatnya kebutuhan kalori sehingga berat

badan menurun drastis bila asupan kalori tidak tercukupi

- pada sistem kardiovaskular terlihat dalam bentuk peningkatan sirkulasi darah, antara lain

meningkatnya curah jantung sampai dua-tiga kali dari normal. Irama nadi naik dan tekanan

denyut bertambah sehingga menjadi pulsus seler; penderita akan mengalami takikardi dan

palpitasi.

- terjadi peningkatan sekresi maupun peristalsis saluran cerna sehingga timbul polidefekasi

dan diare

- hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, susah tidur. Penderita

mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan tidak

beralasan.

- pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea

- gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder dan metroragia.

- kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor

pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi di dalam rongga mata. Jaringan ikat dengan jaringan

lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot mata terjepit.

Akibatnya, terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan rusaknya bola mata akibat keratitis.

Gangguan faal otot mata menyebabkan strabismus.

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan

laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien

usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan

diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan

fisiologis pada kehamilan, pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti

tirotoksikosis. Pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone

sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang

berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid

(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Indikasi :

1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap,

pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.

2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau

sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

3. Persiapan tiroidektomi

4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

5. Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi :

1. pasien umur 35 tahun atau lebih

2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi

3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik

3. Operasi

Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan hipertiroidisme dilakukan terutama

jika terapi medikamentosa gagal dan ukuran tiroid membesar.

Indikasi :

1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat

antitiroid.

2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis

besar

3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif

4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik

5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Jenis Contoh indikasi

Biopsi insisi Struma difus pradiagnosis

Biopsi eksisi Tumor (nodul) terbatas pradiagnosis

Tiroidektomi Hipertiroid (Graves)

Subtotal Struma nodosa benigna

Hemitiroidektomi (istmolobektomi) Kelainan unilateral (adenoma)

Tiroidektomi totalKeganasan terbatas tanpa kelainan

kelenjar limf

Tiroidektomi radikalKeganasan tiroid dengan kemungkinan

metastasis ke kelenjar limf regional

KARSINOMA TIROID

Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak ke-9 diantara 10 kanker terbanyak.

Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid. Keganasan tiroid dikelompokkan menjadi

karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, yaitu bentuk papilar, folikular, atau campuran

keduanya, karsinoma medular yang berasal dari sel parafolikular dan mengeluarkan

kalsitonin, dan karsinoma berdiferensiasi buruk/anaplastik. Karsinoma sekunder pada

kelenjar tiroid sangat jarang dijumpai.

Beberapa kriteria klinis yang dapat menunjukkan bahwa suatu tumor tiroid

diperkirakan bersifat ganas :

1. umur <20 tahun dan >50 tahun

2. riwayat terpapar radiasi leher pada masa kanak-kanak

3. pembesaran kelenjar tiroid yang cepat

4. struma dengan suara parau

5. disfagia

6. nyeri spontan

7. riwayat keluarga menderita kanker

8. struma hyperplasia yang tetap membesar setelah diobati dengan tiroksin

9. sesak napas

Patologi

Adenokarsinoma papilar (60%) biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita

memperlihatkan sarang ganas di lobus homolateral dan lobus kontralateral. Tumor ini mula-

mula bermetastasis ke kelenjar limf regional dan akhirnya dapat terjadi metastasis

hematogenik.

Sebaliknya, adenokarsinoma folikular biasanya bersifat unifokal dan jarang

bermetastasis ke kelenjar limf leher. Jenis ini lebih sering menyebar secara hematogenik,

antara lain ke tulang dan paru.

Adenokarsinoma medular berasal dari sel C/ sel parafolikular sehingga kadang

mengeluarkan kalsitonin (sel APUD).

Adenokarsinoma anaplastik yang jarang ditemukan (10%) merupakan tumor yang

agresif, bertumbuh cepat, dengan infiltrasi masif ke jaringan sekitarnya.

Infiltrasi karsinoma tiroid dapat ditemukan di trakea, laring, faring, esophagus, nervus

rekurens, pembuluh darah karotis, vena jugularis, dan struktur lain dalam leher dan kulit.

Metastasis limfogenik dapat meliputi semua region leher. Sedangkan metastasis hematogen

ditemukan terutama di paru, tulang, otak, dan hati.

Diagnosis

Kebanyakan karsinoma tiroid bermanifestasi sebagai struma mononodular dan multinodular.

Sekitar 25% nodul tunggal yang muncul merupakan karsinoma tiroid. Oleh karena itu, jika

menghadapi penderita dengan nodul tiroid tunggal perlu dipertimbangkan faktor risiko, dan

ciri keganasan lain. Diagnosa pasti ditegakkan dengan biopsy aspirasi jarum halus (FNAB),

kecuali pada karsinoma folikular.

Ganas Jinak

Usia <40 tahun >40 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

Benjolan Tunggal Multipel

Lamanya Baru Lama

Terapi supresi Mungkin berpengaruh Ada kemungkinan regresi

Diagnosis radioaktif Dingin/fungsi (-) Fungsi (-) atau (+)

Ultrasonografi Padat Mungkin kista

Lain-lain Pernah radiasi leher -

Risiko dan diagnosis keganasan nodul tiroid tunggal

- risiko pada pria lebih tinggi

- bila diet yodium cukup, risiko lebih kecil (dataran rendah, konsumsi ikan)

- defisiensi yodium (di pegunungan) membuat risiko lebih besar

- usia muda (risiko keganasan sekitar 30%)

- anamnesis radiasi masa muda (risiko tinggi)

- sidik yodium : nodul dingin

adenokarsinoma

kista adenomatosa (jinak)

- ultrasonografi untuk membedakan nodul padat dan kista

- biopsy aspirasi jarum halus biasa menentukan diagnosis

Untuk menentukan stadium karsinoma tiroid, biasanya digunakan klasifikasi TNM yang

menggambarkan tahap pertumbuhan dan penyebarannya

T. Tumor primer

T0 Tidak terbukti ada tumor

T1 <1 cm

T2 1-4 cm

T3 >4 cm

T4Tumor (meskipun kecil) menembus simpai

tiroid

N. Kelenjar getah bening regional

N0 Tidak ditemukan

N1 Pembesaran (dapat dipalpasi)

N1a Hanya ipsilateral

N1b Kontralateral, bilateral,garis tengah, atau

mediastinum

M. Metastasis jauh

M0 Tidak ada

M1 Ada

Terapi

Pada adenokarsinoma berdiferensiasi baik, usia muda, unilateral, berdiameter kecil dan tidak

menyebar ke kelenjar leher (Skor prognosis baik), istmolobektomi (hemitiroidektomi) dapat

dipertimbangkan. Bila skornya buruk, dipertimbangkan tiroidektomi total. Jika terdapat

pembesaran kelenjar limf leher, harus dilakukan tiroidektomi total disertai diseksi kelenjar

leher pada sisi yang sama.

Tiroiditis

Radang tiroid dapat terjadi akut, subakut, atau menahun. Radang akut biasanya disebabkan

oleh infeksi Staphylococcus aureus. Tiroiditis subakut (jarang) umumnya terjadi pada infeksi

virus di saluran napas. Tiroiditis menahun pada umumnya adalah penyakit autoimun yang

disertai kenaikan kadar antibody terhadap hormone tiroid/produk tiroid di dalam darah.

Tiroiditis kronik yang sering dijumpai adalah tiroidits limfositik atau tiroiditis

Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto didapatkan infiltrasi limfosit ke seluruh kelenjar tiroid

yang menyebabkan destruksi progresif folikel kelenjar. Dalam beberapa tahun terjadi atrofi

kelenjar dengan fibrosis. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Biasanya mulai pada

usia dewasa dengan atau tanpa pembesaran tiroid. Jika terdapat pembesaran tiroid, akan

dirasakan sedikit nyeri, padat pada palpasi, dan nyeri pada penekanan. Pada awalnya

penderita eutiroidisme, kemudian berubah secara bertahap menjadi hipotiroidisme yang

memerlukan terapi substitusi dengan sediaan hormone tiroid. Struma Hashimoto sering

asimetrik.

DIAGNOSIS SECARA UMUM

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui

dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

Mengenai 1 lobus

Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang Multilobaris

Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

Batas Jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma

tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Kelejar getah bening : Para trakea dan jugular vein

Dari faal struma dibedakan menjadi : 

1. Eutiroid

2. Hipotiroid

3. Hipertiroid

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :

1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid

2. Toksik : Hipertiroid

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis :

1. Tekanan darah meningkat

2. Nadi meningkat

3. Mata :

Exopthalmus

Stelwag Sign : Jarang berkedip

Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli

waktu melihat ke bawah

Morbus Sign : Sukar konvergensi

Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi

Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus

5. Jantung : Takikardi

Status Lokalis :

1. Inspeksi

Benjolan

Warna

Permukaan

Bergerak waktu menelan

3. Palpasi

Permukaan, suhu

Batas :

Atas : Kartilago tiroid

Bawah : incisura jugularis

Medial : garis tengah leher

Lateral : M. Sternokleidomastoideus

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3th ed. Tiroid. Jakarta: EGC;

2014. p. 806-14.

2. Adediji. Oluyinka S. 2004. Goiter, Diffuse Toxic. eMedicine.

http://www.emedicine.com/med/topic917.htm

3. Davis, Anu Bhalla. 2005. Goiter, Toxic Nodular. eMedicine.

http://www.emedicine.com/med/topic920.htm