Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

download Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

of 36

Transcript of Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    1/36

    CASE REPORT

    SEORANG PRIA 62 TAHUN DENGAN

    WEILS DISEASE, GANGGUAN GINJAL AKUT (GGA),

    DAN SYOK SEPTIK

    Oleh:

    Ovi Rizky Astuti

    J500080039

    Pembimbing:

    dr. Asna Rosida, Sp.PD

    KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMRSUD DR. HARJONO PONOROGO

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

    2013

    1

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    2/36

    CASE REPORT

    SEORANG PRIA 62 TAHUN DENGAN

    WEILS DISEASE, GANGGUAN GINJAL AKUT (GGA),

    DAN SYOK SEPSIS

    Diajukan Oleh:

    Ovi Rizky Astuti

    J500080039

    Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas

    Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

    Pada hari Rabu, tanggal 30 Januari 2013.

    Pembimbing:

    dr. Asna Rosidah, Sp. PD ( )

    Dipresentasikan dihadapan:

    dr. Asna Rosidah, Sp.PD ( )

    Disahkan Ka. Program Profesi:

    dr. Hj. Yuni Prasetyo, M. M. Kes ( )

    KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

    RSUD DR. HARJONO PONOROGO

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

    2013

    2

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    3/36

    STATUS PASIEN

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama pasien : Tn. K

    Umur : 62 tahun

    Jenis kelamin : laki-laki

    Alamat : Cepoko, Ngrayun, Ponorogo

    Pekerjaan : petani

    Status perkawinan : menikah

    Agama : islam

    Suku : Jawa

    Tanggal rawat di RS : 20 Januari 2013

    Tanggal pemeriksaan : 23 Januari 2013

    II. ANAMNESISRiwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dan aloanamnesis.

    A. Keluhan Utama

    Nyeri pada kedua betis.

    B. Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke IGD RSUD Ponorogo pada pukul 17.00 WIB dengan

    keluhan nyeri pada kedua betis. Keluhan ini sudah dirasakan beberapa jam

    SMRS. Awalnya, nyeri dirasakan tiba-tiba setelah makan. Rasa nyeri disertai

    kaki terasa berat, kaku, dan tegang sehingga pasien merasa sulit untuk berjalan.

    Nyeri tidak berkurang dengan istirahat. Selain nyeri pada betis, pasien juga

    3

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    4/36

    mengeluhkan nyeri pada punggung yang timbul secara bersamaan. Pasien juga

    merasa kembung dan mual tetapi tidak disertai muntah.

    Sebelumnya, pasien mengalami demam sejak 3 hari SMRS. Demam

    muncul tiba-tiba dirasakan naik turun disertai dengan pusing dan nyeri telan.

    Batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan turun (+), lemas (+).

    Pasien juga mengeluh BAK berwarna seperti teh sejak 1 hari SMRS

    sebanyak 1 kali gelas belimbing (100 cc), nyeri saat kencing (-), panas (-),

    darah (-), buih (-). BAK ini merupakan BAK terakhir SMRS dan pasien tidak

    BAK lagi. BAB normal 1-2 kali per hari konsistensi padat, hitam (-), darah (-),

    lendir (-).

    C. Riwayat Penyakit Dahulu

    1. Riwayat hipertensi : diakui ( 3 tahun yang lalu)

    2. Riwayat diabetes melitus : disangkal

    3. Riwayat penyakit jantung : disangkal

    4. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

    5. Riwayat penyakit liver : disangkal

    6. Riwayat maag : disangkal

    7. Riwayat atopi : disangkal

    8. Riwayat opname : disangkal

    9. Riwayat trauma : disangkal

    10. Riwayat penyakit serupa : diakui (chikungunya 3 tahun yang lalu)

    D. Riwayat Penyakit Keluarga

    1. Riwayat penyakit serupa : disangkal

    2. Riwayat hipertensi : disangkal

    3. Riwayat diabetes melitus : disangkal

    4. Riwayat penyakit jantung : disangkal

    5. Riwayat atopi : disangkal

    4

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    5/36

    E. Riwayat Pribadi

    1. Merokok : disangkal

    2. Konsumsi alkohol : disangkal

    3. Konsumsi obat bebas : disangkal

    4. Konsumsi jamu : disangkal

    5. Konsumsi kopi : disangkal

    6. Makan tidak teratur : disangkal

    7. Riwayat kontak dengan hewan : diakui (di rumah banyak terdapat tikus)

    8. Riwayat tidak pakai alas kaki : diakui (jika pergi ke sawah)

    9. Riwayat konsumsi air sungai : disangkal (sumur)

    F. Riwayat Sosial Ekonomi

    Pasien tinggal di rumah bersama istri dan anak-anaknya. Pasien merupakan

    seorang petani dan setiap hari pergi ke sawah. Pasien berobat dengan fasilitas

    jamkesmas.

    III. PEMERIKSAAN FISIK(23 Januari 2013)

    Keadaan umum : lemah

    Kesadaran : kompos mentis, E4 V5 M6

    Vital Sign :

    Tekanan darah : 110/70 mmHg (berbaring, pada lengan kanan)

    Nadi : 100 x/menit (isi dan tegangan cukup), irama reguler

    Respiratory rate : 26 x/menit tipe thorakoabdominal

    Suhu : 35,7 0C per aksiler

    A. Kulit

    Ikterik (+), petekie (-), purpura (-), akne (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-),

    bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-).

    5

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    6/36

    B. Kepala

    Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-).

    C. Mata

    Sklera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (-/-), injeksi konjungtiva (+/+),

    perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm,

    reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).

    D. Hidung

    Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

    E. Telinga

    Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

    F. Mulut

    Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), lidah

    tifoid (-), papil lidah atrofi (-), luka pada tengah bibir (-), luka sudut bibir (-).

    G. Leher

    Leher simetris, deviasi trakea (-), JVP R0, pembesaran kelenjar limfe (-).

    H. Thorak

    1. Paru

    - Inspeksi : kelainan bentuk (-), simetris (+), ketinggalan gerak (-),

    retraksi otot-otot bantu pernapasan (-).

    6

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    7/36

    - Palpasi :

    Ketinggalan gerak

    Depan Belakang

    - - - -

    - - - -

    - - - -

    Fremitus

    Depan Belakang

    n n n n

    n n n n

    n n n n

    - Perkusi :

    Depan Belakang

    S S S S

    S S S SS S S S

    S: sonor

    - Auskultasi :

    Suara dasar vesikuler

    Depan Belakang

    + + + +

    + + + +

    + + + +

    Suara tambahan: wheezing(-/-), ronkhi (-/-).

    2. Jantung

    - Inspeksi : iktus kordis tidak tampak.

    - Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat.

    - Perkusi : batas jantung.

    Batas kiri jantung

    Atas : SIC II linea parasternalis sinistra.

    Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra.

    Batas kanan jantun g

    Atas : SIC II linea parasternalis dextra.

    7

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    8/36

    Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra.

    - Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, reguler, bising(-), gallop (-).

    3. Abdomen

    - Inspeksi : dinding abdomen lebih tinggi dari dinding dada, distended

    (+), venektasi (-).

    - Auskultasi : peristaltik (+) normal, metallic sound(-).

    - Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-), hepatomegali (-),

    splenomegali (-).

    -Palpasi : hepar dan lien tidak teraba membesar, defans muskuler (-),

    nyeri tekan hipokondriaka dekstra (+).

    Nyeri tekan

    + - -

    - - -

    - - -

    4. Pinggang

    Nyeri ketok kostovertebra (-/-).

    5. Ekstremitas

    - Superior : clubbing finger(-), koilonikia (-), palmar eritema (-), edema (-),

    akralhangat (+).

    - Inferior : clubbing finger(-), koilonikia (-), nyeri tekan m. gastroknemius

    (+) edema (-), akralhangat (+).

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    A. Pemeriksaan darah rutin

    PemeriksaanHasil

    Satuan Nilai Normal20/1/13 25/1/13

    Leukosit 11.9 10.4 103 ul 4.0-10.0

    8

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    9/36

    Limfosit# 0.7 1.1 103 ul 0.8-4

    Mid# 1.4 0.9 103 ul 0.1-0.9

    Granulosit# 9.8 8.4 103

    ul 2-7Limfosit% 6.1 11 % 20-40

    Mid% 11.5 8.5 % 3-9

    Granulosit% 82.4 80.5 % 50-70

    Hemoglobin 12.5 15.3 gr/dl 11.0-16.0

    Eritrosit 4.71 5.44 106 ul 3.50-5.50

    Hematokrit 40.1 43.7 % 37-50

    Indeks eritrosit

    MCV

    MCH

    MCHC

    85.2

    26.5

    31.1

    80.5

    28.1

    35

    fl

    pg

    g/dl

    82-95

    27-31

    32-36

    Trombosit 34 24 103 ul 100-300

    Gula darah

    sewaktu

    160 mg/dl

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    10/36

    a. Frekuensi : 110 x/menit

    b. Ritme : reguler

    c. Jenis irama : sinus

    d. Aksis : normal (lead I (+), aVF (+))

    e. Morfologi gelombang : gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T

    interval PR 0,12 detik

    gelombang QRS 0,08 detik

    D. Dower Catheter

    Produksi urin : 400 cc

    V. RESUME / DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif)

    A. Anamnesis

    1. Nyeri kedua betis (berat, kaku, tegang) dan nyeri punggung tidak berkurang

    dengan istirahat sejak beberapa jam SMRS.

    2. Kembung dan mual tetapi tidak disertai muntah.

    3. Demam muncul tiba-tiba naik turun sejak 3 hari SMRS disertai pusing,

    nyeri telan, nafsu makan menurun, dan lemas.

    4. BAK seperti teh sejak 1 hari SMRS 1 kali gelas belimbing (BAK

    terakhir SMRS dan tidak BAK lagi).

    B. Pemeriksaan

    1. Vital sign

    Tekanan darah : 110/70 mmHg (berbaring, pada lengan kanan).

    Nadi : 100 x/menit (isi dan tegangan cukup), irama reguler.

    RR : 26 x/menit tipe thorakoabdominal (takipnea)

    Suhu : 35,7 0C per aksiler (hipotermia)

    10

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    11/36

    2. Pemeriksaan fisik

    Sklera ikterik (+/+), injeksi konjungtiva (+/+), kulit ikterik (+), abdomen

    distended (+), nyeri tekan hipokondriaka dekstra (+), nyeri tekan m.

    gastroknemius (+).

    3. Pemeriksaan darah rutin

    PemeriksaanHasil

    Satuan Nilai Normal20/1/13 25/1/13

    Leukosit 11.9 10.4 103 ul 4.0-10

    Granulosit% 82.4 83.3 % 50-70Trombosit 34 24 103 ul 100-300

    4. Pemeriksaan kimia darah

    PemeriksaanHasil

    Satuan Nilai Normal20/1/13 24/1/13

    SGOT 74.5 74.2 u/l 0-31

    SGPT 37.6 82.6 u/l 0-31

    Ureum 85.73 322.51 mg/dl 10-50

    Kreatinin 2.75 5.83 mg/dl 0.7-1.2

    Asam urat 3.8 7.2 mg/dl 2.4-6.1

    5. Produksi urin : 400 cc

    VI. POMR (Problem Oriented Medical Record)

    Daftar Masalah Problem AssesmentPlanning

    Diagnosa

    Planning

    Terapi

    Plannin

    Monitori

    -Nyeri betis (berat, kaku,

    tegang), nyeri punggung,

    demam, pusing, nyeri telan,

    mual, kembung, nafsu makan

    turun, lemas, BAK seperti teh.

    Nyeri m.

    gastroknemius

    Granulositosis

    Trombositopenia

    Gangguan LFT

    Weil disease

    (leptospirosis

    fulminan)

    Darah

    lengkap

    IgG-IgM

    leptospirosis

    LFT

    EKG

    PZ 20 tpm

    Meropenem 2x1

    amp

    Metoklopramid

    3x1 amp

    Ranitidin 2x1

    Klinis

    Vital sign

    Darah

    lengkap

    LFT

    11

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    12/36

    - Sklera ikterik, injeksi

    konjungtiva, kulit ikterik,

    abdomen distended, nyeri

    tekan regio hipokondriaka

    dekstra & m. gastroknemius.

    - Granulosit%: 82.480.5

    Trombosit: 34 24

    SGOT: 74.574.2

    SGPT: 37.682.6

    Gama GT: 12.2 83.3Albumin: 3.42.8

    amp

    Ketorolac 3x1

    amp

    B complex 3x1

    amp

    Hepato-protektor

    - BAK gelas belimbing

    (100 cc).

    - Urea: 85.73322.51

    Kreatinin: 2.75 5.83

    Asam urat: 3.8 7.2

    Produksi urin: 400 cc

    Gangguan RFT

    Oliguria

    GGA

    (gangguan

    ginjal akut)

    RFT

    Urin lengkap

    Cek elektrolit

    Furosemid I-I-0 Klinis

    Vital sign

    RFT

    Urin outpu

    - T: 70 per palpatoir

    N: 100 x/menit

    RR: 26 x/menit

    S: 35.70C

    Leukosit: 11.910.4

    Hipotensi

    Takikardi

    Takipnea

    Hipotermia

    Leukositosis

    Syok sepsis Darah

    lengkap

    Kultur darah

    Sensitivitas

    antibiotik

    O2 3 l/m

    Drip dopamin

    Meropenem 2x1

    amp

    Dexamethason

    3x1 amp

    Klinis

    Vital sign

    Darah

    lengkap

    12

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    13/36

    FOLLOW UP

    Date Subject Object Assesmen

    t

    Planning

    21/1/13 Demam,sesak,

    lemas,

    pusing

    KU: lemah KS: CMT: 70/palpatoir N: 112

    RR:32 S: 35.4

    K/L: CA (-/-), SI (+/+), IK (+/+), PKGB (-/-).

    Thorak: dbn.

    Abdomen: distended, nyeri tekan hipokondriaka

    dekstra (+).

    Ekstremitas: ikterik, nyeri tekan m.

    gastroknemius, akral dingin

    Produksi urin: (-) anuria

    Weilsdisease,

    GGA

    Syok sepsis

    PZ 24 tpm (drip Dopamin)Ceftriaxon 2x1 amp

    Dexamethason 3x1 amp

    Ranitidin 3x1 amp

    Antasid 3x1 tab

    B complex 3x1 tab

    Paracetamol 3x1 tab (k/p)

    22/1/13 Demam,

    sesak,

    lemas,pusing

    KU: lemah KS: CM

    T: 90/60 N: 80-100

    RR:28 S: 36

    K/L: CA (-/-), SI (+/+), IK (+/+), PKGB (-/-).

    Thorak: dbn.

    Abdomen: distended, nyeri tekan hipokondriaka

    dekstra (+).

    Ekstremitas: ikterik, nyeri tekan m.

    gastroknemius.

    Produksi urin: 100 cc

    Weils

    disease,

    GGA

    Syok sepsis

    PZ 20 tpm (drip Dopamin)

    Meropenem 2x1 amp

    Dexamethason 3x1 amp

    Furosemid 1-1-0

    Ranitidin 3x1 amp

    Antasid 3x1 tab

    B complex 3x1 tab

    Paracetamol 3x1 tab (k/p)

    23/1/13 Demam,

    batuk, sesak,

    lemas

    KU: lemah KS: CM

    T: 110/70 N: 100

    RR:26 S: 35.6

    K/L: CA (-/-), SI (+/+), IK (+/+), PKGB (-/-).

    Thorak: dbn.

    Abdomen: distended, nyeri tekan hipokondriaka

    dekstra (+).

    Ekstremitas: ikterik, nyeri tekan m.

    gastroknemius.

    Produksi urin: 400 cc

    Weils

    disease,

    GGA

    Syok sepsis

    PZ 20 tpm (drip Dopamin)

    Meropenem 2x1 amp

    Dexamethason 3x1 amp

    Furosemid 1-1-0

    Ranitidin 3x1 amp

    Antasid 3x1 tab

    B complex 3x1 tab

    24/1/13 Batuk , KU: lemah KS: CM Weils PZ 20 tpm (drip Dopamin)

    13

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    14/36

    sesak ,

    lemas

    T: 120/90 N: 88

    RR: 24 S: 36

    K/L: CA (-/-), SI (+/+), IK (+/+), PKGB (-/-).

    Thorak: dbn

    Abdomen: distended, nyeri tekan hipokondriaka

    dekstra.

    Ekstremitas: ikterik, nyeri tekan m.

    gastroknemius .

    Produksi urin: 1.800 cc

    disease,

    GGA

    Syok sepsis

    Meropenem 2x1 amp

    Dexamethason 3x1 amp

    Furosemid 2-2-0

    Ranitidin 3x1 amp

    Antasid 3x1 tab

    B complex 3x1 tab

    25/1/13 Batuk,

    sesak, lemas

    T: 110/80 N: 88

    RR:26 S: 36.5

    K/L: CA (-/-), SI (+/+), IK (-/-), PKGB (-/-)

    Thorak: dbn.

    Abdomen: distended, nyeri tekan epigastrium,

    hipokondriaka dekstra, & lumbalis dekstra,ascites (+).

    Ekstremitas: ikterik, edema ekstremitas inferior

    dekstra & sinistra, nyeri tekan m. gastroknemius

    .

    Produksi urin: 2.000 cc

    Weils

    disease,

    GGA

    Syok sepsis

    PZ 20 tpm (drip Dopamin)

    Meropenem 2x1 amp

    Dexamethason 3x1 amp

    Furosemid 2-2-0

    Ranitidin 3x1 amp

    Antasid 3x1 tabB complex 3x1 tab

    CPZ 12.5 mg

    26/1/13 Batuk,

    sesak, lemas

    KU: lemah KS: CM

    T: 90/60 N: 80

    RR:28 S: 35.6

    K/L: CA (-/-), SI (+/+), IK (-/-), PKGB (-/-)

    Thorak: dbn.

    Abdomen: distended, nyeri tekan hipokondriaka

    dekstra, ascites .

    Ekstremitas: ikterik, edema ekstremitas inferior

    dekstra & sinistra .

    Produksi urin: 1.200 cc

    Weils

    disease,

    GGA

    Syok sepsis

    PZ 20 tpm (drip Dopamin)

    Meropenem 2x1 amp

    Dexamethason 3x1 amp

    Furosemid 2-2-0

    Ranitidin 3x1 amp

    Antasid 3x1 tab

    B complex 3x1 tab

    27/1/13 Batuk,

    sesak, lemas

    KU: lemah KS: CM

    T: 90/60 N: 100

    RR:26 S: 35.6

    K/L: CA (-/-), SI (+/+), IK (-/-), PKGB (-/-)

    Thorak: dbn

    Abdomen: -

    Ekstremitas: ikterik, edema ekstremitas inferior

    dekstra & sinistra .

    Weils

    disease,

    GGA

    Syok sepsis

    PZ 20 tpm (drip Dopamin)

    Meropenem 2x1 amp

    Dexamethason 3x1 amp

    Ranitidin 3x1 amp

    Antasid 3x1 tab

    B complex 3x1 tab

    14

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    15/36

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    16/36

    dan L. biflexa yang non patogen atau saprofit. Kedua spesies tersebut dibagi menjadi

    beberapa serogrup dan serovar (Speelman, 2005).

    Saat ini telah ditemukan 240 serovar tergabung dalam 23 serogrup. Subgrup

    yang dapat menginfeksi manusia adalah L. icterohaemorrhagiae, L. javanica, L.

    celledoni, L. canicola, L ballum, L. pyrogenes, L. cynopteri, L. automnalis, L.

    australis, L. panama, L. pomona, L. grippothyphosa, L. hebdomadis, L. bataviae, L.

    tarassovi, L. bufonis, L. andamana, L. shermani, L. ranarum, L. copenhageni

    (Speelman, 2005; Zein, 2006).

    Beberapa serogrup menyebabkan panyakit dengan gejala berat bahkan dapat

    fatal seperti L. icterohaemorrhagiae. Namun, ada serogrup dengan gejala ringan

    seperti infeksi L. automnalis, L. bataviae, L. pyrogenes, dan sebagainya. Menurut

    beberapa peneliti yang tersering menginfeksi manusia adalah L. icterohaemorrhagiae

    dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing, dan L. pomona dengan

    reservoir sapi atau babi (Speelman, 2005; Zein, 2006).

    Gambar 1. Bakteri leptospira menggunakan mikroskop elektron tipescanning

    C. Epidemiologi

    Di negara subtropis infeksi leptospira jarang ditemukan. Iklim yang sesuai

    untuk perkembangan leptospira adalah udara hangat, tanah basah, dan pH alkalis.

    Keadaan demikian dijumpai di negara tropis sepanjang tahun. Di negara tropis

    kejadian leptospirosis lebih banyak 1.000 kali dibandingkan subtropis dengan risiko

    penyakit lebih berat. Angka insiden leptospirosis di negara tropis 5-20 per 100.000

    penduduk per tahun (Hatta dkk, 2002).

    16

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    17/36

    Leptospirosis tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia

    dilaporkan bahwa sejak 1936 telah diisolasi berbagai serovar leptospira baik dari

    hewan liar maupun peliharaan. Angka kematian di Indonesia termasuk tinggi

    mencapai 2,5-16,45%. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56%.

    Penderita leptospirosis dengan ikterik (kerusakan jaringan hati), risiko kematian lebih

    tinggi (Widarso & Wilfried, 2002). Angka kematian dilaporkan antara 3-54%

    tergantung sistem organ yang terinfeksi (Esen et al, 2004).

    Leptospirosis umumnya menyerang para petani, pekerja perkebunan, pekerja

    tambang, pekerja potong hewan, dan militer. Ancaman ini berlaku juga bagi mereka

    yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau di sungai seperti berenang

    (Sarkaret al, 2002).

    D. Patogenesis

    Leptospira masuk melalui lesi pada kulit atau menembus mukosa seperti

    konjungtiva, nasofaring, dan vagina. Setelah menembus kulit atau mukosa, organisme

    ini ikut aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Leptospira juga dapat menembus

    jaringan seperti kamera okuli anterior mata dan subarahnoid tanpa menimbulkan

    reaksi inflamasi berarti. Faktor yang bertanggung jawab untuk virulensi leptospira

    masih belum diketahui. Sebaliknya leptospira yang virulen dapat bermutasi menjadi

    tidak virulen. Virulensi berhubungan dengan resistensi terhadap proses penghancuran

    antigen di serum oleh neutrofil. Antibodi meningkatkan klirens leptospira dari darah

    melalui peningkatan opsonisasi dan dengan mengaktifkan fagositosis (Poerwo, 2002).

    Leptospira yang lisis dapat mengeluarkan enzim, toksin, atau metabolit lain

    yang menimbulkan manifestasi klinis. Hemolisis pada leptospira dapat terjadi karena

    hemolisin yang tersirkulasi diserap oleh eritrosit sehingga eritrosit lisis walaupun di

    dalam darah sudah ada antibodi. Diastesis hemoragik terbatas pada kulit dan mukosa,

    pada keadaan tertentu dapat terjadi perdarahan gastrointestinal atau organ vital dan

    dapat menyebabkan kematian (Poerwo, 2002).

    17

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    18/36

    Proses hemoragik tersebut disebabkan rendahnya protrombin serum dan

    trombositopenia. Namun, terbukti walaupun aktivitas protrombin dapat dikoreksi

    dengan pemberian vitamin K, beratnya diastesis hemoragik tidak terpengaruh.

    Trombositopenia tidak selalu ditemukan pada pasien dengan perdarahan. Jadi,

    diastesis hemoragik ini merupakan refleksi dari kerusakan endotel kapiler yang luas.

    Penyebab kerusakan endotel ini belum jelas tetapi diduga disebabkan oleh toksin

    (Poerwo, 2002).

    Terdapat bukti menunjukkan bahwa hemolisis bukanlah penyebab ikterik, di

    samping itu hemoglobinuria dapat ditemukan pada awal perjalanan leptospirosis

    bahkan sebelum terjadi ikterik. Namun, akhir ini ditemukan bahwa anemia hanya ada

    pada pasien leptospirosis dengan ikterik. Tampaknya hemolisis hanya terjadi pada

    kasus leptospirosis berat dan dapat menimbulkan ikterik pada beberapa kasus.

    Penurunan fungsi hati juga sering terjadi tetapi nekrosis sel hati jarang terjadi

    sedangkan SGOT dan SGPT hanya sedikit meningkat. Gangguan fungsi hati yang

    mencolok adalah ikterik, gangguan faktor pembekuan, albumin serum menurun, dan

    globulin serum meningkat (Poerwo, 2002).

    Gangguan ginjal merupakan penyebab kematian pada leptospirosis. Pada kasus

    yang meninggal minggu pertama perjalanan penyakit, terlihat pembengkakan atau

    nekrosis sel epitel tubulus ginjal. Pada kasus yang meninggal pada minggu ke-2,

    terlihat banyak fokus nekrosis pada epitel tubulus ginjal. Sedangkan yang meninggal

    setelah hari ke-12 ditemukan sel radang yang menginfiltrasi seluruh ginjal (medula

    dan korteks). Penurunan fungsi ginjal disebabkan oleh hipotensi, hipovolemia, dan

    kegagalan sirkulasi. Gangguan aliran darah ke ginjal menimbulkan nefropati pada

    leptospirosis. Kadang dapat terjadi insufisiensi adrenal karena perdarahan pada

    kelenjar adrenal (Poerwo, 2002).

    Gangguan fungsi jantung seperti miokarditis, perikarditis, dan aritmia dapat

    menyebabkan hipoperfusi pada leptospirosis. Gangguan jantung ini terjadi sekunder

    karena hipotensi, gangguan elektrolit, hipovolemia, atau anemia. Mialgia merupakan

    keluhan umum pada leptospirosis, disebabkan oleh vakuolisasi sitoplasma pada

    18

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    19/36

    miofibril. Keadaan lain yang dapat terjadi yaitu pneumonia hemoragik akut,

    hemoptisis, meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis, mielitis, radikulitis, dan

    neuritis perifer. Peningkatan titer antibodi di dalam serum tidak disertai peningkatan

    antibodi leptospira (hampir tidak ada) di dalam cairan bola mata sehingga leptospira

    masih dapat bertahan hidup di kamera okuli anterior mata selama berbulan-bulan. Hal

    ini penting dalam terjadinya uveitis rekuren, kronis, atau laten pada kasus leptospirosis

    (Poerwo, 2002).

    Gambar 2. Patogenesis leptospirosis.

    E. Manifestasi Klinis

    Manifestasi klinis leptospirosis dibagi atas tiga fase yaitu:

    1. Fase akut, septikemia, atau leptospiremia

    Fase ini dimulaisetelah masa inkubasi antara 2-20 hari.Timbulnya lesi jaringan

    akibat invasi langsung leptospira dan toksin menandakan fase akut. Gejala akan

    berkurang bersamaan dengan berhentinyaproliferasi organisme di dalam darah.

    Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot,

    hiperestesia kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterik, dan injeksi silier

    19

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    20/36

    mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari dan berakhir dengan hilangnya gejala untuk

    sementara.

    2. Fase imun

    Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah dan inflamasi organ yang

    terinfeksi sehingga gejala bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan

    fungsi ginjal maupun hati, dan gangguan hemostatis dengan manifestasi

    perdarahan spontan. Secara garis besar manifestasi klinis dapat dibagi menjadi

    leptospirosis anikterik dan ikterik.

    3. Fase penyembuhan (konvalesen)

    Fase ini terjadi pada minggu ke 2-4 dengan patogenesis yang belum jelas. Gejala

    berupa demam dengan atau tanpa muntah, sakit kepala, nyeri otot, batuk, ikterik,

    perdarahan, hepatomegali, dan splenomegali (Saroso, 2003).

    Menurut berat ringannya leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat.

    Namun, untuk pendekatan diagnosis klinis dan penanganannya dibagi menjadi

    leptospirosis anikterik (non ikterik) dan leptospirosis ikterik.

    1. Leptospirosis anikterik

    Onset leptospirosis ini mendadak dan ditandai dengan demam ringan atau

    tinggi bersifat remiten, nyeri kepala, dan mialgia. Nyeri kepala mirip infeksi

    dengue disertai nyeri retroorbita dan fotofobia. Nyeri otot di daerah betis,

    punggung, dan paha. Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga kreatinin

    fosfokinase pada sebagian besar kasus akan meningkat dan membantu diagnosis

    klinis leptospirosis. Akibat nyeri betis berat, pasien mengeluh sulit berjalan. Mual,

    muntah, dan anoreksia dilaporkan oleh sebagian besar pasien.

    Pemeriksaan fisik khas adalah conjunctival suffusion dan nyeri tekan pada

    betis. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, dan rash makulopapular bisa

    ditemukan walaupun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat

    dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik. Gambaran klinis

    penting leptospirosis anikterik adalah meningitis aseptik yang tidak spesifik.

    Dalam fase leptospiremia, bakteri leptospira dapat ditemukan di dalam cairan

    20

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    21/36

    serebrospinal tetapi dalam minggu ke-2 bakteri ini menghilang setelah muncul

    antibodi. Pasien dengan leptospirosis anikterik pada umumnya tidak berobat

    karena keluhan ringan. Sebagian pasien, dapat sembuh sendiri (self limited) dan

    gejala menghilang dalam waktu 2-3 minggu.

    2. Leptospirosis ikterik

    Ikterik umumnya dianggap sebagai indikator utama leptospirosis berat. Gangguan

    ginjal akut, ikterik, dan manifestasi perdarahan merupakan gambaran klinis khas

    penyakit weil. Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten sehingga fase

    imun menjadi tidak jelas atau overlapping dengan fase leptospiremia. Ada

    tidaknya fase imun juga dipengaruhi oleh jenis serovar, jumlah bakteri leptospira

    yang menginfeksi, status imun, nutrisi penderita, dan kecepatan mendapat terapi.

    Leptospirosis adalah penyebab tersering gangguan ginjal akut (Iskandar dkk, 2002;

    Zein, 2006).

    Fase Manifestasi KlinisSpesimen

    Laboratorium

    Leptospirosis anikterik- fase leptospiremia

    (3-7 hari)

    - fase imun (3-30 hari)

    demam tinggi, nyeri kepala,

    mialgia, nyeri perut, mual,

    muntah, conjungtiva suffusion

    demam ringan, nyeri kepala,

    muntah

    darah, LCS

    urin

    Leptospirosis ikterik

    - fase leptospiremia dan

    fase imun (overlapping)

    terdapat periode

    asimptomatik

    (1-3 hari)

    demam tinggi, nyeri kepala,

    mialgia, ikterik, gangguan ginjal,

    hipotensi, manifestasi perdarahan,

    pneumonitis, leukositosis

    darah, LCS

    minggu ke-1

    urin minggu

    ke-2

    Tabel 1. Gambaran klinis leptospirosis anikterik dan ikterik.

    Organ-organ yang menjadi sasaran leptospirosis antara lain yaitu:

    1. Mata

    21

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    22/36

    Pada fase akut ditemukan dilatasi pembuluh darah konjungtiva, perdarahan

    subkonjungtiva, dan retina vaskulitis. Sedangkan pada fase imun, sering

    ditemukan iridosiklitis.

    2. Saluran cerna

    Gejala berupa ikterik, hepatitis, kolesistitis, pankreatitis, dan perdarahan GIT.

    Terdapat peningkatan ringan kadar enzim transaminase dan gamma GT.

    Namun, pada anak dengan ikterik kadar enzim transaminase dapat normal

    sedangkan bilirubin pada weil disease dapat mencapai 30 mg/dl. Pada

    leptospirosis yang disertai keluhan nyeri perut, mual, dan muntah perlu

    dipikirkan adanya pankreatitis.

    3. Paru

    Gejala berupa batuk, hemoptisis, dan pneumonia. Pada pemeriksaan foto

    thoraks dapat ditemukan infiltrat unilateral atau bilateral dan efusi pleura.

    Gangguan napas dapat berkembang menjadi acute respiratory distress

    syndrome (ARDS).

    4. Sistem saraf pusat

    Meningitis mempunyai hubungan yang klasik dengan fase imun. Nyeri kepala

    merupakan gejala awal. Leptospira dapat ditemukan pada likuor serebrospinal

    pada fase leptospiremia. Limfosit predominan terjadi pada hari ke-4. Hitung

    jenis mencapai puncak antara hari ke-5 sampai hari ke-10. Walaupun lebih dari

    80% ditemukan organisme pada biakan likuor serebrospinal pada kasus

    meningitis, hanya setengah kasus terdapat tanda rangsang meningeal.

    5. Ginjal

    Pada urinalisis dapat ditemukan piuria, hematuria, dan proteinuia. Nekrosis

    tubulus akut dan nefritis intersisiel merupakan dua kelainan ginjal klasik pada

    leptospirosis. Nekrosis tubulus akut disebabkan langsung oleh leptospira

    sedangkan nefritis terjadi lebih lambat diduga berhubungan dengan komplek

    antigen antibodi pada fase imun. Fungsi ginjal yang normal dapat terjadi

    gangguan yang memerlukan dialisis. Hipokalemia sekunder dapat terjadi

    22

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    23/36

    akibat rusaknya tubulus. Hiperkalemia dilaporkan pada kasus leptospirosis.

    Gangguan ginjal akut yang ditandai oleh oliguria atau poliuria dapat timbul 4-

    10 hari setelah gejala timbul.

    6. Kulit

    Ruam pada kulit dapat timbul dalam bentuk makulopapular dengan eritema,

    urtikaria, petekie, atau lesi deskuamasi.

    7. Otot

    Miositis sering timbul pada minggu pertama dan berakhir hingga minggu ke-3

    atau ke-4 dari perjalanan penyakit. Perdarahan pada otot, sebagian pada

    dinding abdomen dan ekstremitas bawah menyebabkan nyeri yang hebat dan

    diyakini sebagai penyebab akut abdomen.

    8. Perdarahan

    Perdarahan dapat terjadi pada 39% pasien yang berupa epistaksis, perdarahan

    gusi, hematuria, hemoptisis, dan perdarahan paru.

    9. Sistem kardiovaskular

    Vaskulitis akibat leptospira dapat menimbulkan syok hipovolemik dan

    pembuluh darah yang kolaps. Komplikasi pada jantung terjadi pada kasus

    berat, dapat timbul miokarditis, arteritis koroner, dan friction rubs. Pada

    pemeriksaan EKG dapat dijumpai kelainan berupa AV blok derajat 1, inversi

    gelombang T, elevasi segmen ST, dan disritmia.

    10. Kelenjar limfe

    Limfadenopati pada kelenjar limfe leher, aksila, dan mediastium dapat timbul

    dan berkembang selama perjalanan penyakit (WHO, 2003; Zein, 2006).

    F. Diagnosis

    Pada kasus leptospirosis anikterik dijumpai jumlah leukosit normal dengan

    neutrofilia, peningkatan LED, dan protein dalam likuor serebrospinal.Kelainan paru

    dan jantung, peningkatan bilirubin serum, alkali fosfatase, enzim amino transferase,

    23

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    24/36

    kreatin fosfokinase, kreatinin, dan ureum serta trombositopenia pada umumnya

    terdapat pada leptospira ikterik (Iskandar dkk, 2002).

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan isolasi dari organisme dari

    berbagai spesimen atau serokonversi antibodi 4 kali lipat antara akut dan konvalesen.

    Namun, reaksi silang dengan penyakit spirochaeta lainnya sering dijumpai. Bakteri

    dapat diisolasi dari darah atau likuor serebrospinal pada 10 hari pertama. Leptospira

    dapat diidentifikasi secara langsung dari jarigan yang terinfeksi dengan menggunakan

    mikroskop lapangan gelap atau dengan direct fluorescent antibody assay. Biakan

    darah, likuor serebrospinal, urin, dan jaringan yang terkena dapat memberikan hasil

    positif (Riyanto dkk, 2002).

    Leptospira dapat dibiakkan pada media tertentu (Fletcher, Stuart,

    Ellinghausen) yang dikombinasikan dengan neomisin atau 5-fluorouracil. Selama 7-10

    hari pertama setelah timbul gejala, sampel diambil dari darah dan likuor serebrospinal.

    Setelah itu dapat diambil dari urin yang bertahan lebih lama sekitar beberapa minggu

    sampai bulan (Riyanto dkk, 2002).

    Pemeriksaan serologis leptospira lebih berguna secara klinis jika diperiksa

    pada awal penyakit. Microscopic agglutination test (MAT) dan indirect

    hemagglutination assay (IHA) adalah dua uji yang biasanya tersedia. MAT

    menggunakan antigen yang diperoleh dari serovar leptospira yang umum ditemukan.

    Hasil positif didefinisikan sebagai peningkatan titer 4 kali antara fase akut dan

    konvalesen. Titer tunggal yang melebihi 1:200 atau titer serial yang melampaui 1:100

    menunjukkan dugaan ke arah infeksi leptospira tetapi keduanya tidak diagnostik.

    Sensitivitas dan spesifisitas MAT adalah 92% dan 95% sedangkan nilai prediktif

    positif 95% dan negatif 100%. Hasil negatif palsu MAT dapat terjadi pada sampel

    tunggal yang diambil sebelum fase imun. Hasil positif palsu MATdapat terjadi pada

    kasus legionella, penyakit lyme, dan sifilis. Uji IHA cepat dan mudah dilakukan serta

    berdasarkan atas antibodi spesifik genus dengan sensitivitas 92-100% dan spesifisitas

    94-95%. Uji yang sedang dalam penelitian adalah enzyme linked immunosorbent

    24

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    25/36

    assay (ELISA), polymerase chain reaction (PCR), dan dipstick assays (Riyanto dkk,

    2002).

    G. Diagnosis Banding

    Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utamafever of unknown origin di

    beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Diagnosis banding leptospirosis

    anikterik harus mencakup penyakit infeksi virus seperti influenza, HIV, infeksi

    dengue, hepatitis, infeksi mononukleosis, serta infeksi bakteri atau parasit seperti

    demam tifoid, bruselosis, riketsia, dan malaria (Speelman, 2005).

    Leptospirosis ikterik didiagnosis banding dengan malaria falsifarum berat,

    hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with

    renal failure, dan demam berdarah virus lain dengan komplikasi (Speelman, 2005).

    H. Tatalaksana

    1. Pencegahan

    Pencegahan penularan leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur

    intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, jalur penularan, dan penjamu

    manusia. Leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah serta mati

    oleh desinfektan seperti lisol. Maka perlu upaya lisolisasi seluruh permukaan

    lantai, dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang

    mungkin sudah terinfeksi leptospira (Speelman, 2005).

    Selain sanitasi lingkungan, higiene perorangan dilakukan dengan menjaga

    tangan selalu bersih. Hindari kontak dengan urin hewan piaraan. Biasakan

    memakai pelindung seperti sarung tangan sewaktu kontak dengan air kotor,

    pakaian pelindung kulit, dan alas kaki terutama jika kulit ada luka, borok, atau

    eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis kontak dengan hewan atau

    membersihkan tempat-tempat kotor (Speelman, 2005).

    Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati dan yang

    masih sehat diberi vaksin. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang

    25

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    26/36

    memiliki risiko tinggi terjangkit dan pemberiannya harus diulang setiap tahun

    yaitu diberikan terapi profilaksis dengan Doksisiklin 200 mg 1 x seminggu (WHO,

    2003).

    2. Kuratif

    Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah

    Penicillin G dosis dewasa 4 x 1,5 juta unit /im, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/im

    selama 7 hari (Saroso, 2003).

    Tujuan Pemberian Obat Regimen

    1. Kuratif

    a. Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau

    Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau

    Amoxicillin 4 x 500 mg/oral

    b. Leptospirosis sedang/berat Penicillin G 1,5 juta unit/6 jam im atau

    Ampicillin 1 g/6 jam iv atau

    Amoxicillin 1 g/6 jam iv atau

    Eritromycin 4 x 500 mg iv

    2. Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/oral/minggu

    Tabel 2. Antibiotik leptospirosis.

    Berdasarkan ringan dan beratnya penyakit, pemberian terapi pada

    leptospirosis dibedakan menjadi:

    1. Leptospirosis ringan

    Pada golongan ini tidak perlu dirawat. Penatalaksanaan konservatif padaleptospirosis ringan yaitu:

    a. Antipiretik (> 38 0C)

    b. Cairan dan nutrisi adekuat

    26

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    27/36

    Kalori diberi dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen,

    dianjurkan sekitar 2.000-3.000 kalori tergantung berat badan penderita.

    Karbohidrat dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis.

    Protein diberikan 0,2-0,5 gram/kgBB/hari yang cukup mengandung asam

    amino esensial.

    c. Antibiotik

    Paling tepat diberikan pada fase leptospiremia yaitu diperkirakan pada

    minggu ke-1 setelah infeksi. Pemberian Penicilin setelah hari ke-7 atau

    setelah terjadi ikterik tidak efektif. Penicillin diberikan dalam dosis 2-8 juta

    unit bahkan pada kasus berat atau sesudah hari ke-4 diberikan sampai 12

    juta unit. Lama pemberian bervariasi bahkan ada yang memberikan selama

    10 hari.

    d. Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi berat. Pengawasan terhadap

    fungsi ginjal sangat perlu.

    2. Leptospirosis berat

    a. Antipiretik

    b. Nutrisi dan cairan

    Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita

    biasanya menurun maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi

    seimbang dengan kebutuhan kalori serta keadaan fungsi hati dan ginjal

    yang berkurang. Diberikan protein esensial dalam jumlah cukup. Karena

    kemungkinan sudah terjadi hiperkalemia maka masukan kalium dibatasi

    sampai hanya 40 mEq/hari. Kadar Na tidak boleh terlalu tinggi. Pada faseoliguria maksimal 0,5 gram/hari. Pada fase oliguria pemberian cairan harus

    dibatasi. Hindari pemberian cairan terlalu banyak karena membebani kerja

    hati maupun ginjal. Infus ringer laktat justru akan membebani kerja hati.

    Cairan berlebihan akan menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan

    27

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    28/36

    cairan dalam jumlah yang cukup atau tidak berlebihan secara sederhana

    dapat dikerjakan monitoring atau balance cairan secara cermat. Pada

    penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan

    secara parenteral.

    c. Antibiotik

    Pada kasus berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta

    unit. Penelitian terakhir golongan Fluoroquinolone dan Beta Laktam

    (Sefalosporin, Ceftriaxone) lebih baik dibanding antibiotik konvensional

    tersebut di atas walaupun perlu dibuktikan keunggulannya secara in vivo.

    d. Penanganan gangguan ginjal

    Gangguan ginjal mendadak adalah salah satu komplikasi berat dari

    leptospirosis. Kelainan berupa akut tubuler nekrosis (ATN). ATN dapat

    diketahui dengan melihat rasio osmolaritas urin dan plasma (normal < 1).

    Juga dengan melihat perbandingan kreatinin urin dan plasma, renal failure

    index, dan lain-lain.

    e. Infeksi sekunder

    Penderita leptospirosis rentan terhadap terjadinya beberapa infeksi

    sekunder akibat dari penyakitnya sendiri atau tindakan medis seperti

    bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis (komplikasi dialisis

    peritoneal), dan sepsis. Pengelolaan tergantung dari jenis komplikasi yang

    terjadi. Pada penderita leptospirosis, sepsis atau syok septik mempunyai

    angka kematian yang tinggi.

    f. Penanganan khusus

    28

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    29/36

    1) Hiperkalemia C glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20 unit

    insulin dalam infus dextrose 40%). Keadaan yang harus segera

    ditangani karena menyebabkan cardiac arrest.

    2) Asidosis metabolik natrium bikarbonas dengan dosis (0,3 x kgBB x

    defisit HCO3 plasma dalam mEq/l).

    3) Hipertensi antihipertensi.

    4) Gagal jantung pembatasan cairan, digitalis, dan diuretik.

    5) Kejang akibat dari hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi

    ensefalopati, dan uremia. Penting untuk menangani etiologi primernya,

    mempertahankan oksigenasi atau sirkulasi darah ke otak, dan

    pemberian obat anti konvulsan.

    6) Perdarahan transfusi. Manifestasi perdarahan dapat dari ringan

    sampai berat, kadang terjadi pada waktu mengerjakan dialisis

    peritoneal. Untuk menyampingkan etiologi lain perlu dilakukan

    pemeriksaan koagulasi lengkap. Perdarahan terjadi akibat timbunan

    bahan-bahan toksik dan akibat trpmbositopati.

    7) Gagal ginjal akut hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik,

    serta dialisis (Riyanto dkk, 2002).

    I. Komplikasi

    1. Gangguan ginjal akut (GGA)

    Keterlibatan ginjal pada gangguan ginjal akut bervariasi dari insufisiensi

    ginjal ringan sampai gangguan ginjal akut (GGA) yang fatal. GGA pada

    leptospirosis disebut sindrom pseudohepatorenal. Selama periode demam

    29

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    30/36

    ditemukan albuminuria, piuria, hematuria, azotemia, bilirubinuria, dan urobilinuria

    (Drunl, 2001).

    Terjadinya GGA pada leptospirosis melalui tiga mekanisme yaitu:

    a. Invasi atau nefrotoksik langsung dari leptospira

    Invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek

    dari migrasi leptospira yang menyebar hematogen ke kapiler peritubuler

    menuju jaringan intersisiel tubulus dan lumen tubulus. Kerusakan jaringan

    tidak jelas apakah hanya efek migrasi atau efek endotoksin leptospira.

    b. Reaksi imunologi

    Reaksi imunologi berlangsung cepat, adanya kompleks imun dalam sirkulasi,

    komplemen, dan electron dance bodies pada glomerulus bukti adanya proses

    immune complexs glomerulonephritis dan terjadi tubule interstitial nefritis

    (TIN).

    c. Reaksi non spesifik terhadap infeksi

    Invasi bakteri menyebabkan terjadinya GGA sehingga terjadi pelepasan

    mediator inflamasi (TNF-, IL-1, PAF, PDGF-, TXA2, LTC4, TGF-) dan

    terekspresinya leucocyte adhesion molecules yang akan meregulasi fungsi

    leukosit sebagai respon adanya renal injury (Drunl, 2001).

    Manifestasi klinis GGA pada leptospirosis ada dua tipe yaitu:

    a. GGA oliguria

    Disebut GGA oliguria jika produksi urin < 600 ml/24 jam dan disebut anuria

    jika produksi urin < 100 ml/24 jam. Terjadi kira-kira pada 54% penderita

    leptospirosis dan mempunyai mortalitas tinggi. Prognosis kurang baik jika

    terdapat oliguria atau anuria yang berlangsung lama, BUN selalu meningkat >

    60 mg%/24 jam, dan rasio ureum urin dengan ureum darah tidak meningkat.

    Pada histopatologi tampak gambaran obstruksi tubulus, nekrosis tubulus,

    endapan komplemen pada membran basalis glomerulus, dan infiltrasi sel

    radang pada jaringan intersisiel.

    30

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    31/36

    b. GGA non oliguria

    Produksi produksi urin > 600 ml/24 jam. GGA oliguria mempunyai prognosis

    kurang baik dibandingan non oliguria dengan mortalitas 50-90%. Pada

    histoppatologi tampak edema pada tubulus dan jaringan intersisiel tanpa

    adanya nekrosis. Duktus kolektifus pars medularis resisten terhadap vasopresin

    sehingga tidak mampu memekatkan urin dan terjadi poliuria (Drunl, 2001).

    Perubahan abnormal elektrolit dan hormon pada GGA leptospirosis

    meliputi:

    a. Hipokalemia terjadi karena peningkatan fractional urinary excretion (Fe)

    kalium yang diikuti Fe Na. Terjadi karena sekresi K meningkat dan adanya

    gangguan reabsorbsi Na oleh tubulus proksimal. Fe K dan Fe Na berkorelasi

    dengan beratnya GGA.

    b. Hormon kortisol dan aldosteron meningkat akibatnya ekskresi kalium lewat

    urin juga meningkat sehingga makin menambah hipokalemia.

    c. CD3, CD4 menurun, dan limfosit B meningkat yang bersifat reversibel (Drunl,

    2001).

    Adapun tatalaksana pada GGA oliguria maupun non oliguria meliputi:

    a. Suportif

    1) Hidrasi dengan cairan yang mengandung elektrolit sampai tercapai

    rehidrasi.

    2) Monitoring elektrolit, produksi urin, dan balance cairan/24 jam.

    3) Diuretika (furosemid atau manitol) untuk mengubah GGA oliguria menjadi

    poliuria.

    4) Dopaminergik agen untuk memperbaiki perfusi ginjal (dopamin).

    5) Arterial natriuretik peptid.

    31

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    32/36

    6) Untuk preservasi integritas sel calcium channel blocker.

    7) Stimulasi regenerasi sel asam amino (glisin,growth factor).

    8) Antibiotika eradikasi leptospira.

    b. Nutrisi

    Meminimalkan balance nitrogen negatif, intake kalori yang adekuat, dan

    mencegah volume overload.

    c. Dialisis

    Indikasi berupa hiperkatabolik (produksi ureum > 60 mg/24 jam), hiperkalemia

    (serum kalium > 6 mEq/L), asidosis metabolik (HCO3 < 12 mEq/L),

    perdarahan, dan kadar ureum yang sangat tinggi diikuti gejala klinis.

    Hemodialisis tidak lebih menguntungkan untuk terapi pengganti pada GGA

    leptospirosis, lebih dipilih tindakan dialisis peritoneal jika ada indikasi. Dialisis

    peritoneal dapat mengkoreksi kelainan biokimiawi akibat GGA dan

    mengeluarkan bahan-bahan toksik akibat penurunan faal hati (Drunl, 2001).

    2. Perdarahan paru

    Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, patogenesisnya tidak jelas

    diduga akibat endotoksin yang merusak kapiler. Hemoptisis terjadi pada awal

    septikemia. Perdarahan terjadi pada pleura, alveoli, dan trakeobronkial dengan

    manifestasi berupa batuk, blood tinged sputum, dan hemoptisis masif sehingga

    menyebabkan asfiksia (Zein, 2006).

    3. Liver failure

    Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6 dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau

    ke-9. Pada hati terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer.

    Terjadinya ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh:

    a. Kerusakan sel hati.

    32

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    33/36

    b. Gangguan fungsi ginjal yang akan menurunkan sekresi bilirubin sehingga

    meningkatkan kadar bilirubin darah.

    c. Perdarahan jaringan dan hemolisis intravaskuler.

    d. Proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatis intrahepatik.

    e. Kerusakan parenkim hati akibat penurunan hepatic flow dan toksin yang

    dilepas leptospira (Zein, 2006).

    4. Perdarahan gastrointestinal

    Perdarahan terjadi akibat adanya lesi endotel kapiler (Zein, 2006).

    5. Syok

    Infeksi menyebabkan terjadi perubahan homeostasis tubuh yang berperan pada

    timbulnya kerusakan jaringan. Perubahan ini adalah hipovolemia dan

    hiperviskositas. Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang dan

    meningkatnya permeabilitas kapiler efek dari mediator yang dilepaskan. Keadaan

    ini menyebabkan hipoperfusi jaringan sehingga menyokong terjadinya disfungsi

    organ (Zein, 2006).

    6. Miokarditis

    Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem

    konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi

    klinis miokarditis bervariasi dari tanpa keluhan sampai berat berupa gagal jantung

    kongesif yang fatal. Sebagian akan berlanjut menjadi kardiomiopati kongestif,

    aritmia, gangguan konduksi, atau gagal jantung yang secara struktural dianggap

    normal (Zein, 2006).

    33

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    34/36

    7. Ensefalopati

    Didapatkan gejala meningitis atau meningoensefalitis seperti nyeri kepala, pada

    likuor serebrospinal didapatkan pleositosis, santokrom, leukosit 10-100/mm3,

    glukosa normal atau rendah, protein meningkat (mencapai 100 mg%). Kadang

    didapatkan menigismus tanpa ada kelainan LCS dan sindrom Guillian Barre. Pada

    pemeriksaan patologi didapatkan infiltrasi leukosit pada selaput otak dan LCS.

    Setiap serotipe leptospira yang patologis mungkin dapat menyebabkan meningitis

    aseptik, paling sering Conicola,Icterohaemorrhagiae, danPamoma (Zein, 2006).

    8. Prognosis

    Mortalitas pada leptospirosis berat sekitar 10%, kematian paling sering

    disebabkan karena gagal ginjal,perdarahan masif, atau ARDS. Fungsi hati dan ginjal

    akan kembali normal walaupun terjadi disfungsi berat bahkan pada pasien yang

    menjalani dialisis. Sekitar sepertiga kasus yang menderita meningitis aseptik dapat

    mengalami nyeri kepala periodik. Beberapa pasien dengan riwayat uveitis akan

    mengalami kehilangan ketajaman penglihatan dan pandangan yang kabur (Riyanto

    dkk, 2002).

    34

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    35/36

    DAFTAR PUSTAKA

    Ashford, D.A. et al. 2000. Asymtomatic Infection and Risk Factors for Leptospirosis in

    Nicaragua. American Journal Tropical Medicine and Hygiene. pp: 249-54.

    Drunl, W. 2001. Nutritional Support in Patients ARF: Acute Renal Failure. (Brenners &

    Rectors) ed WB Saunders. pp: 465-83.

    Esen, S. et al. 2004. Impact of Clinical and Laboratory Findings on Prognosis inLeptospirosis. Swiss Medical Weekly. pp: 347-52.

    Hatta, M., dkk. 2002.Detection of IgM to Leptospira Agent with ELISA ang LeptodipstickMethod. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan FK Universitas Tarumanegara Vol.1.

    Ebers Papyrus.

    Iskandar, Z., Nelwan, Suhendro, dkk. 2002. Gambaran Klinis Leptospirosis. RSUP NCM.

    Levett. 2001.Leptospirosis: Clinical Microbiology Reviews. pp: 296-326.

    Riyanto, B., dkk. 2002. Leptospira Sevoars in Patients with Severe Leptospirosis

    Admitted to Hospitals of Semarang: Buku Abstrak Konas VIII PETRI. Malang.

    Sarkar, U. et al. 2002. Population Based Case-Control Investigation of Risk Factors for

    Leptospirosis during an Urban Epidemic. American Journal Tropical Medicine

    and Hygiene. pp : 605-10.

    Speelman, P. 2005. Leptospirosis: Harrisons Principles of Internal Medicine Edisi 16.New York: Mc. Graw-Hill. pp: 988-91.

    Saroso, S. 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan LaboratoriumLeptospirosis di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

    WHO. 2003. International Leptospirosis Society: Human Leptospirosis Guidance for

    Diagnosis, Surveillance, and Control. Geneva. pp: 109.

    35

  • 7/30/2019 Case Weil Disease, GGA, & Syok Septik

    36/36

    Widarso, H.S & Wilfried. 2002. Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam

    Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia. Kumpulan Makalah Simposium

    Leptospirosis, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

    Zein, U. 2006. Leptospirosis: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. FKUI:Jakarta. pp: 1845-8.