Case Wahid
-
Upload
awanda-herman -
Category
Documents
-
view
278 -
download
6
Transcript of Case Wahid
Laporan Kasus
Infark Miokard Akut
Anterior Luas
Oleh :
Nurwahidah
1408465579
Pembimbing :
dr. Irwan, Sp.JP-FIHA
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala klinik yang sejalan
dengan gejala iskemia miokard. SKA merupakan bagian dari perjalanan penderita
penyakit jantung koroner (aterosklerosis koroner). SKA dapat berupa angina
pectoris tidak stabil, infark miokard tanpa ST elevasi dan infark miokard dengan
ST elevasi dan atau kematian jantung mendadak.1
Data dari European Society of Cardiolog (ESC) pada tahun 2012
menunjukkan bahwa secara global penyakit jantung koroner adalah penyebab
kematian nomor satu. Lebih dari 7 juta orang meninggal akibat penyakit jantung
koroner setiap tahunnya yang menjadikan penyakit jantung koroner penyumbang
12.8% kematian di seluruh dunia.2
Faktor risiko dari penyakit jantung koroner itu sendiri terbagi dua yaitu
faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Faktor
resiko yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga
dengan penyakit jantung koroner. Faktor risiko yang dapat diubah seperti kadar
serum lipid, obesitas, kebiasaan merokok dan sedentary life style.3,4
Dengan melihat besarnya angka kematian akibat penyakit jantung koroner
dan adanya faktor resiko yang dapat diubah, maka pemberian edukasi yang tepat
pada masyarakat mengenai penyakit jantung koroner adalah langkah yang baik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah yang digunakan untuk
merujuk pada sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia
miokard akut. SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil (UAP), infark
miokard dengan non-ST elevasi (NSTEMI) , infark miokard dengan ST elevasi
(STEMI) dan atau kematian jantung mendadak.1
Infark miokard adalah nekrosis ireversibel dari otot jantung sebagai akibat
dari iskemia yang lama.2 Infark miokard dengan ST elevasi adalah sindroma
klinik yang didefinisikan oleh gejala iskemia miokard dengan gambaran EKG ST
elevasi persisten dan adanya pelepasan biomarker nekrosis miokard.3 Suatu
penyakit dapat dikatakan infark miokard akut bila adanya bukti nekrosis miokard
yang konsisten dengan iskemia miokard.4
European Society of Cardiology (ESC) pada tahun 2012 menyatakan
bahwa diagnosis infark miokard akut dapat ditegakkan bila menemui salah satu
dari kriteria dibawah ini :
1. Adanya penurunan dan/atau peningkatan nilai penanda kardio (terutama
troponin) dengan minimal satu penanda bernilai >99% dari batas bawah
dengan satu gejala klinik dibawah :
a. Gejala iskemia
b. Perubahan ST-T yang signifikan yang baru atau LBBB baru
3
c. Adanya gelombang P patologis
d. Gambaran Imaging menunjukkan hilangnya miokard viable
yang baru atau adanya abnormalitas pergerakan dinding regional
yang baru.
e. Adanya thrombus intrakoroner saat angiografi atau autopsi
2. Kematian jantung dengan gejala yang mengarah ke iskemia miokard,
dengan perubahan pada EKG atau LBBB yang baru, namun pasien telah
meninggal sedangkan nilai biomarker kardio belum keluar atau belum
meningkat.
3. Thrombosis stent yang terkait dengan infark miokard yang terdeteksi
saat angiografi koroner/autopsi pada keadaan iskemia miokard dan dengan
peningkatan atau penurunan nilai biomarker kardio dengan minimal satu
nilai ≥99% batas atas.2
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi dari sindrom koroner akut adalah 90% akibat adanya trombus
yang menyumbat pada arteri koroner yang aterosklerosis. Diyakini faktor utama
pemicu terjadinya trombosis koroner adalah plak yang ruptur dan erosi. Derajat
sumbatan arteri koroner akan mempengaruhi gejala klinis yang timbul. Infark
miokard dengan ST elevasi terjadi akibat penyumbatan total pembuluh darah
koroner dalam jangka waktu yang lama.2,3,4
Etiologi lain dari sindrom koroner akut adalah emboli arteri koronaria,
anomali arteri kongenital seperti aneurisma arteri koroner, spasme koronaria
terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, diseksi aorta, oklusi arteri
4
koroner akibat vaskulitis, ventrikel hipertrofi, dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.2-4
Faktor risiko aterosklerosis, terbagi atas faktor risiko yang dapat diubah
dan faktor risiko yang tidak dapat diubah.
Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain:
1. Laki-laki
2. Usia
3. Ras
4. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner.3
Faktor risiko aterosklerosis yang dapat diubah adalah :
1. Kadar serum lipid
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Gangguan toleransi glukosa / diabetes melitus
5. Diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori.
6. Obesitas
7. Kurang aktifitas fisik / gaya hidup sedentary.
8. Stress psikososial.3,6
2.3 Epidemiologi
Secara global, penyakit jantung koroner adalah penyebab kematian nomor
satu didunia dengan lebih dari 7 juta orang meninggal akibat penyakit jantung
koroner setiap tahunnya. Penyakit jantung koroner menyumbang 12,8% dari
seluruh kematian di dunia. Di Eropa, setiap 1 dari 6 pria dan setiap 1 dari 7 wanita
akan meninggal karena penyakit jantung koroner.2,7,8
5
Insidensi infark miokard dengan ST elevasi bervariasi dari beberapa
negara. Di Swedia kejadian infark miokard dengan STelevasi adalah
66/100.000/tahun. Mortalitas infark miokard dengan ST elevasi dipengaruhi oleh
usia, kelas Killip, selang waktu untuk mendapat terapu, riwayat infark miokard,
diabetes mellitus, gagal ginjal, jumlah arteri koroner yang terganggu, fraksi ejeksi
jantung dan penatalaksanaan saat serangan. Angka mortalitas infark miokard
dengan ST elevasi pada pasien yang dirawat inap berkisar antara 6-14%.7,8
2.4 Patogenesis
Tahap awal aterosklerosis diawali oleh akumulasi LDL yang berikatan
dengan protein dibawah endotel pembuluh darah. LDL yang terakumulasi ini
kemudian akan teroksidasi oleh zat sisa oksidatif yang dikenal sebagai radikal
bebas. LDL yang teroksidasi akan memicu respons dari sel endotel yang akan
melepaskan senyawa yang menarik monosit. Monosit kemudian berkembang
menjadi makrofag, makrofag kemudian memfagosit LDL sehingga membentuk
sel busa (foam cell). Foam cell ini akan menumpuk dibawah dinding pembuluh
darah dan membentuk fatty streak, bentuk awal plak aterosklerotik. Sel-sel otot
polos pembuluh darah akan tetap berkembang , membesar didekat fatty streak
sehingga membentuk ateroma. Seiring perkembangannya, plak akan menonjol
kedalam pembuluh darah secara progresif. LDL yang teroksidasi akan
menghambat pelepasan nitrat oxide sehingga pembuluh darah akan kesulitan
berdilatasi.3,4,8
6
Gambar 2.1 Patofisiologi aterosklerosis
Plak aterosklerotik memiliki penutup fibrosa, bila penutup fibrosa tebal
maka plak stabil. Bila penutup fibrosa tipis, maka bisa terjadi plak yang pecah dan
terpajan darah. Hal ini memicu proses trombosis, yang menghasilkan trombus.
Bila trombus berukuran cukup besar, trombus dapat menutup total pembuluh
darah di area tersebut sehingga timbul gejala infark miokard.8
7
Gambar 2.2 Proses agregasi trombosit pada SKA
Gambar 2.3 Perbandigan lumen arteri normal dan abnormal
8
2.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui kombinasi anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan secara cepat, tepat dan
terarah.
Anamnesis
Dari auto dan alloanamnesis dapat kita gali keluhan utama pasien. Keluhan
utama dapat berupa nyeri dada, perasaan dada dihimpit, perasaan seperti diremas.
Gejala klinis infark miokard dapat muncul beberapa hari sebelum, namun pada
pasien infark miokard dengan ST elevasi dapat muncul mendadak tanpa gejala
pendahuluan. Gejala klinis infark miokard adalah
1. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman di dada
2. Fatigue
3. Malaise
Karakteristik nyeri dada pada pasien infark miokard adalah :
1. Nyeri bersifat intens selama 30-60 menit.
2. Retrosternal dan dapat menjalar ke leher, bahu, rahang dan sisi dalam
lengan kiri.
3. Pasien umumnya mendeskripsikan keluhan dengan sensasi tertekan
substernal, atau perasaan seperti terikat dan dada terasa terbakar.
4. Pasien sulit melokalisir rasa nyeri
5. Pada beberapa pasien keluhan dapat berupa rasa penuh atau sesak di
perut dan adanya perasaan kembung di perut.3,8,10
Keluhan lain yang dapat muncul berupa gejala sistemik seperti mual,
muntah atau keringat dingin..
9
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang baik dan cepat untuk
menyingkirkan diagnosis banding, menegakkan diagnosis dan menilai adanya
komplikasi SKA. Pemeriksaan fisik pada pasien umumnya normal. Beberapa
pasien terlihat cemas dan gelisah dengan eksterimitas yang pucat dan keringat
dingin. Kelainan seperti takipneu, takikardia/bradikardia, adanya gallop S3,
ronkhi basah halus atau bunyi mumur muncul bila ada komplikasi. Bila tidak ada
komplikasi hampir tidak ada kelainan berarti.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemasangan EKG 12
sadapan dan pemeriksaan enzim jantung. Pada EKG bila terdapat elevasi ST
>2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada
sandapan ekstremitas.
Pada keadaan infark miokardium yang sedang berlangsung, maka
gambaran EKG berevolusi melalui 3 stadium yaitu :
1. Gelombang T meninggi diikuti inversi gelombang T
2. Elevasi segmen ST
3. Munculnya gelombang Q baru.
Meski demikian, satu perubahan tidak selalu diikuti oleh perubahan
lainnya, atau dengan kata lain dapat muncul sendiri-sendiri.8
10
Pada awal infark , terjadi gelombang T tinggi dan sempit yang disebut
sebagai ‘meninggi’ atau peaking. Beberapa jam kemudian muncul gelombang T
yang inversi. Perubahan gelombang T ini mencerminkan iskemia miokard dan
tidak diagnostik untuk infark miokardium.11
Elevasi pada segmen ST menunjukkan adanya cedera pada miokardium,
dengan gambaran segmen ST yang terelevasi dan menyatu dengan gelombang T
dengan halus. Cedera kemungkinan menggambarkan derajat kerusakan yang lebih
dari iskemia. Elevasi ST dapat menghilang dalam beberapa hari.11
Munculnya gelombang Q baru menunjukkan adanya kematian sel yang
ireversibel dan menjadi parameter diagnostik infark miokardium. Gelombang Q
dapat muncul beberapa jam sejak infark namun dapat juga baru muncul beberapa
hari kemudian saat segmen ST telah normal. Gelombang Q cenderung menetap
sepanjang hidup pasien.11
Pada pemeriksaan kadar enzim jantung didapatkan peningkatan, maka
akan memperkuat diagnosis. Terdapat beberapa enzim jantung yang dapat
diperiksa seperti kreatinin kinase (CK), kreatinin kinase-MB (CK-MB), cardiac-
spesific troponin T (cTnT) dan cardiac-spesific troponin I (cTnI). Kini enzim
jantung yang dipercaya cukup spesifik untuk cedera sel miokard adalah troponin
I.2
Penanda Meningkat Memuncak Durasi
CK 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
CK-MB 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
cTnT 4-6 jam 18-24 jam 10 hari
cTnI 4-6 jam 18-24 jam 10 hari
11
2.7 Penatalaksanaan
Penatalakasanaan terbagi dua , yaitu penatalaksanaan pra rumah sakit dan
rumah sakit.
a. Penatalaksanaan pra rumah sakit
Monitoring dan amankan ABC. Persiapan RJP dan defibrilasi
Beri aspirin , dan pertimbangkan beri oksigen, nitrogliserin, dan morfin
jika diperlukan.
Pemeriksaan EKG 12-sadapan dan interpretasi
Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan penerimaan
pasien dengan STEMI.
Bila akan diberi fibronolitik prehospital, lakukan check-list terapi
fibrinolitik.1
b. Penatalaksanaan rumah sakit
Penilaian awal di IGD (<10menit)
Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
Pasang jalur intravena
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah
Lengkapi check-list fibrinolitik, cek kontraindikasi
Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan darah
Pemeriksaan sinar X (<30menit setelah pasien sampai di IGD).1
1. Terapi awal di IGD
Segera beri oksigen 4L/menit nasal kanul, terutama bila saturasi <94%
12
Pemberian oksigen dianjurkan dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian
oksigen lebih dari 6 jam tidak bermanfaat kecuali pada keadaan :
Pasien dengan nyeri dada menetap atau berulang atau
hemodinamik yang tidak stabil
Pasien dengan tanda bendungan paru
Pasien dengan saturasi oksigen < 90%
Beri aspirin 160-325mg dikunyah
Aspirin direkomendasikan untuk semua pasien dengan SKA kecuali
terdapat kontraindikasi. Aspirin diberikan 160-325mg dikunyah untuk
pasien tanpa riwayat alergi, pasien yang belum mendapat aspirin dan
tidak ada bukti perdarahan lambung saat pemeriksaan.
Nitrogliserin sublingual atau spray
Pemberian nitrogliserin tablet sublingual dapat diulang sampai 3 kali
dengan interval 3-5menit jika tidak ada kontraindikasi.
Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin
sublingual atau semprot.1,12
2. Terapi Reperfusi pada STEMI
Terapi reperfusi pada STEMI terdiri atas terapi reperfusi secara kimiawi
yaitu terapi fibrinolitik dan terapi secara mekanik yaitu dengan PCI (percutaneous
coronary intervention).
. Terapi reperfusi pada pasien SKA bertujuan untuk mengembalikan aliran
koroner pada arteri yang berhubungan dengan area infark, mengurangi luas infark,
dan menurunkan mortalitas jangka panjang.
13
Pada pasien dengan STEMI dan LBBB baru atau diduga baru, harus
dievaluasi dengan :
– Langkah 1 nilai waktu serangan
Risiko STEMI
Risiko fibrinolisis
Waktu yang diperlukan dari transportasi kepada ahli
intervensi PCI yang tersedia
– Langkah 2 Strategi terapi reperfusi ( fibrinolisis atau invasif).1,2
2.1 Terapi fibrinolitik
Terapi fibrinolitik yang cepat (door-drug<30 menit) dapat membatasi
luasnya infark dan mengurangi angka kematian. Beberapa jenis obat fibrinolitik
yang tersedia seperti alteplase recombinant, reteplase, tenecplase dan
streptokinase. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada terapi fibrinolitik adalah
Fibrinolisis bermanfaat pada pasien dengan :
ST elevasi atau LBBB baru
Infark miokard yang luas
Pada usia muda dengan risiko perdarahan intraserebral yang rendah\
Fibrinolisis kurang bermanfaat pada pasien yang
Onset serangan setelah 12-24 jam atau infark kecil
Pasien usia > 75tahun
Fibrinolisis mungkin berbahaya pada
Depresi segmen ST
Onset lebih 24 jam
Pada tekanan darah tinggi (TD sistolik > 175mmHg).1
14
Di Indonesia, umumnya digunakan streptokinase dengan dosis
pemberian 1,5juta U dilarutkan dalam 100cc NaCl 0,9% atau Dextrose 5%,
diberikan secara infus selama 30-60 menit.
Kontraindikasi absolut pemberian terapi fibrinolitik :
1. perdarahan intrakranial kapanpun
2. stroke iskemik kurang dari 3 bulan dan lebih dari 3 jam
3. kecurigaan diseksi aorta
4. tumor intrakranial
5. adanya kelainan struktur vaskular serebral (AVM)
6. perdarahan internal aktif atau gangguan sistem pembekuan darah
7. cedera kepala tertutup atau cedera wajah dalam 3 bulan terakhir
Kontraindikasi relatif pemberian terapi fibrinolitik adalah :
1. Tekanan darah yang tidak terkontrol
2.TD sistolik >180mmHg, TD diastolik >110mmHg
3. riwayat stroke iskemik >3bulan, demensia
4. Trauma atau RJP lama (>10menit) atau operasi besar < 3bulan
5. Perdarahan internal dalam 2-4minggu
6. Penusukan pembuluh darah yang sulit dilakukan penekanan.
7. Pernah mendapat streptokinase/anistreplase dalam 5 hari yang lalu
atau lebih, atau riwayat alergi terhadap obat tersebut.
8. Hamil
9. ulkus peptikum aktif
10. sedang menggunakan antikoagulan dengan INR tinggi.1,7
2.2 Tindakan Percutaneous coronary intervention (PCI) priner
15
Tindakan PCI adalah tindakan angioplasti koroner dengan atau tanpa
pemasangan stent. Terapi ini adalah terapi pilihan pada tata laksana STEMI
dengan kontak doctor-balloon atau door-balloon <90menit.
PCI menjadi pilihan pada pasien dengan :
Syok kardiogenik
STEMI usia >75tahun dan syok kardiogenik
Pasien kontraindikasi fibrinolisis.1
TERAPI JANGKA PANJANG STEMI
Intervensi gaya hidup
Berhenti merokok
Kontrol diet dan BB
Kontrol tekanan darah
Terapi antitrombotik
Aspirin 75-325mg/hari dan diberikan selama 12 bulan bila dilakukan
PCI, selama 1 bulan bila diberi terapi fibrinolitik dan minimal 1 bulan
maksimal 12 bulan pada pasien tanpa fibrinolitik.
Dapat diberikan beta-blocker per oral.2,8
2.8 PROGNOSIS
Penilaian prognosis pada pasien SKA dapat berdasarkan klasifikasi Killip.
Kelas Killip Mortalitas RS (%)
I Tidak ada komplikasi 6
II Gagal jantung ringan,
ronkhi, S3, tanda
17
16
bendungan paru
III Edema paru 38
IV Syok kardiogenik 81
2. 9 Komplikasi
Komplikasi yang sering dari infark miokard adalah
2.9.1 Syok kardiogenik
Rekomendasi terapi untuk syok kardiogenik dan STEMI adalah
Kelas I
1. Revaskularisasi emergensi dengan PCI atau CABG pada pasien syok
kardiogenik akibat gagal pompa post STEMI dengan tanpa melihat onset
infark miokard.
2. Bila tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada
pasien STEMI dan syok kardiogenik yang tidak dapat dilakukan PCI atau
CABG.10
Kelas IIa
1. Dapat dilakukan IABP pada pasien syok kardiogenik post STEMI yang
tidak segera stabil dengan terapi farmakologis.
Syok kardiogenik pada pasien STEMI dapat disebabkan infark ventrikel
kiri yang luas atau akibat komplikasi mekanis, seperti ruptur otot papilare,
ruptur septal ventrikular dan infark ventrikel kanan.10,12
2.9.2. Gagal Jantung berat
Adanya gagal jantung setelah STEMI adalah indikasi angiografi dan
dilanjutkan dengan revaskularisasi jika belum dilakukan. Pada keadaan tertentu
bisa ditemukan adanya regurgitasi mitral akibat remodeling ventrikel kiri. Terapi
17
farmakologis yang dapat diberikan adalah diuretik, vasodilator dan agen
inotropik.
2.9.3. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan dapat ditemukan pada hampir sepertiga psien
dengan STEMI inferior, dan paling sering akibat oklusi proksimal pada arteri
koroner kanan. Infark ventrikel kanan dihubungkan dengan resiko mortalitas yang
lebih tinggi.10
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn.PS
18
Umur : 38 tahun 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Status : Menikah
Alamat : Tembilahan
Masuk RS : 24 November 2015
ANAMNESIS (auto anamnesis)
Keluhan Utama
Nyeri dada sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri pada dada kiri, muncul tiba-
tiba saat sedang bekerja, nyeri terasa seperti ditindih benda berat, menjalar
ke punggung kiri dan lengan kiri hingga ke jari-jari terasa kram. trauma
disangkal, pasien dibawa ke rumah sakit terdekat yakni RS Tengku Sulung
Kecamatan Reteh dan di beri penanganan, di rawat selama 1 hari 1 malam
kemudian di rujuk ke RSUD Puri Husada Tembilahan, di rawat selama
sehari dan akhirnya di rujuk ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri saat menelan makanan,
nyeri dirasakan hanya saat menelan makanan tidak saat menelan minuman.
Serak pada suara disangkal, rasa mengganjal pada tenggorokan disangkal,
flu dan batuk disangkal.
Sejak 10 tahun yang lalu pasien memiliki kebiasaan merokok 1-2 bungkus
perhari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi tidak diketahui, riwayat nyeri pada tengkuk di sangkal,
pandangan kabur disangkal.
19
Riwayat trauma (-)
Riwayat diabetes Melitus (-)
Riwayat stroke (-)
Riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang serupa
Riwayat hipertensi pada keluarga (-)
Riwayat diabetes melitus pada keluarga (-)
Riwayat stroke pada keluarga (-)
Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai buruh bangunan, dalam beberapa minggu terakhir
sedang banyak proyek sehingga pasien bekerja lebih berat dari biasanya
Pasien merokok sejak 10 tahun yang lalu, merokok sebanyak 1-2 bungkus
per hari.
Riwayat minum alkohol disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Tekanan darah : 95/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 100 x/menit, regular
20
- Frekuensi napas : 24 x/menit
- Suhu : 36,70 C
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kepala – Leher
Mata
- Konjungtiva pucat (-)
- Sklera ikterik (+/+) berwarna kuning-orange
- Refleks pupil (+/+) isokor
Telinga – Hidung – Mulut
- Tidak ada kelainan
Leher
- JVP dalam batas normal
- Pembesaran KGB (-)
Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vocal fremistus simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIK 5 linea midclavicula kiri
Perkusi : Batas kanan linea parasternalis dextra
Batas kiri linea midclavicula sinistra
21
Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, venektasi (-), spider naevi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani, shifting dullness (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas
Clubbing finger (-)
Akral hangat
Pitting oedem (-/-)
CRT < 2detik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium (23/11/2015) :
– Hb : 15,5 g/dL (N)
– Ht : 47 % (N)
– Leukosit : 15.800 uL (↑)
– Eritrosit : 5,75 x 106 uL (N)
– Trombosit : 148.000 uL (N)
– GDS : 131 mg/dL (N)
– Ureum : 21 mg/dL (N)
– Kreatinin : 1,15 mg/dL (N)
– AST : 167 U/L (↑)
– ALT : 124 U/L (↑)
Pemeriksaan Imunoserologi (24/11/2015) :
– CKMB : 42 U/L (↑)
22
Pemeriksaan laboratorium (24/11/2015) :
– GDS : 101 mg/dL (N)
– Kolesterol : 144 mg/dL (N)
– HDL : 31,7 mg/dL (↓)
– Trigliserid : 170 mg/dL (↑)
– Bilirubin Direct : 3,19 mg/dL (↑)
– Bilirubin Indirect : 3,09 mg/dL (↑)
– Bilirubin Total : 6,28 mg/dL (↑)
– Ureum : 28 mg/dL (N)
– Kreatinin : 0,90 mg/dL (N)
– AST : 122 IU/L (↑)
– ALT : 101 U/L (↑)
– Albumin : 3,77 g/dL (N)
– LDL chol : 78 mg/dL (N)
– Globulin : 2,13 g/dL
– Troponin I : 11,62 ug/I (↑)
Pemeriksaan Imunoserologi (24/11/2015) :
– Troponin I : 11,62 ug/l (↑)
PEMERIKSAAN EKG
EKG (23/11/2015)
23
- Irama sinus
- Heart rate 120 x/menit
- Interval PR 0,12 s
- Durasi QRS 0,12 s
- ST elevasi pada Lead I, II, III, aVL, aVF, V2-V6
Kesan : STEMI anterior luas
DIAGNOSIS
1. STEMI inferior akut.
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi:
Posisikan pasien semi fowler
Diet rendah garam
Farmakologis :
24
Oksigen 4 Liter/menit
IVFD Ringer laktat 15 tpm
Drip nitrogliserin
Lovenox 2 x 0,6 U SC
ISDN 3 x 5 mg PO
Aspilet 1 x 1 tablet PO
Clopidogrel 1 x 1 tablet PO
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa pasien mengalami infark miokard akut dengan ST elevasi. Dari
anamnesis didapatka keluhan yang dialami pasien yaitu nyeri dada yang muncul
secara tiba-tiba saat pasien bekerja, dirasakan seperti dihimpit benda berat dan
menjalar ke punggung kiri dan lengan kiri. Nyeri tidak berkurang dan tidak hilang
25
dengan beristirahat. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria infark miokard akut
yaitu nyeri dada yang bersifat substernal dengan durasi nyeri lebih dari 20 menit,
tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat, disertai penjalaran. Pasien
memiliki kebiasaan merokok selama 10 tahun terakhir 1-2 bungkus perhari Hal ini
merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan terbentuknya plak
aterosklerotik di arteri koroner. Pasien merupakan pasien rujukan dari RSUD Puri
Husada Tembilahan dengan diagnosis STEMI akut extensive late onset (>12 jam).
Hasil pemeriksaan fisik dari pasien ini ditemukan kelainan berupa sklera
mata tampak ikterik. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
leukosit, peningkatan AST, ALT, bilirubin penurunan HDL, peningkatan
trigliserda, peningkatan enzim jantung (CKMB dan Troponin I). Dari gambaran
EKG ditemukan adanya ST elevasi pada hamper semua lead yang menandakan
adanya infark anterior luas.
Penatalaksanaan pada pasien saat datang ke IGD adalah pasien diposisikan
semi fowler dan diberikan Oksigen 4 liter permenit. Pasang IVFD Nacl 0,9% 15
tpm, berikan nitrogliserin secara drip, lovenox 2 x 0,6 U SC, ISDN 3 x 5 mg PO,
aspilet 1 x 1 tablet PO, clopidogrel 1 x 1 tablet PO. .
KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan pasien ini mengalami infark miokard akut anterior luas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kursus Bantuan Hidup Lanjut ACLS INDONESIA. Jakarta:2011. Hal 60-76.
2. Steg GP, James SK, Atar D, Bandano LP, Blomstrom-Lundqvist C, Borger MA, et.al. ESC guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. European Heart Journal (2012) 33. 2569-619.
3. Gray HH, Dawkins KD, Simpson IA, Morgan JM. Lecture Notes: Kardiologi. Edisi IV. Jakarta:2002. Hal 107-50.
26
4. Farissa IP. Komplikasi pada pasien IMA STEMI yang mendapat maupun tidak mendapat terapi reperfusi. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2012.
5. Haru, Sjaharuddin., Alwi, Idrus. 2006. Infark miokard akut tanpa elevasi ST dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.
6. Firdaus I. Strategi farmakoinvasif pada STEMI akut. J Kardiol Indonesia. 2011;(32).266-71
7. Steg GP, James SK. ESC Essential Messages. European Heart Journal 2012;33(15).
8. ESC management of Stable Coronary Artery Disease. 20159. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2009.hal.492-504. 10. O’gara PT, Kushnen FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, delemos
JA. 2013 ACCF/AHA guideline for the management of STEMI: A report of the american college of cardiology foundation/american heart association. Circulation 2012;127
11. Thaler MS. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. EGC.Jakarta.2012.
12. Thygesen K, Aiport JS, Jaffie AS, Simoons ML, Chaitman BR, White HD. Third universal definition of myocardial infarction. AHA Journals. 2012(60).162
27