Case Spasmofilia Nia

41
Case Neurologi STATUS MAHASISWA BAGIAN NEUROLOGI RSUD dr. SLAMET GARUT I. IDENTITAS Nama : Ny. J Umur : 34 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Tarogong Kidul Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Suku Bangsa : Sunda Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam No. CM : 014612238 Tanggal masuk RS : 31 – Desember – 2011 Tanggal keluar RS : 3 – Januari – 2012 II. ANAMNESA Dilakukan secara : Autoanamnesis dan alloanamnesis (suami pasien) Tanggal : 2 Januari 2012 Keluhan Utama : Pingsan Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien seorang perempuan berusia 34 tahun datang dibawa oleh keluarganya ke RSU dr. Slamet Garut pada tanggal 31 Desember 2012 karena pingsan sebanyak 3x sejak + 1 hari SMRS. Menurut keluarga, pasien pingsan selama + 20 menit. Menurut pasien, selama pingsan pasien merasa pandangan Nia Astarina 110 2006 183 1

description

spasmofilia

Transcript of Case Spasmofilia Nia

Page 1: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

STATUS MAHASISWA BAGIAN NEUROLOGIRSUD dr. SLAMET GARUT

I. IDENTITAS

Nama : Ny. J

Umur : 34 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Tarogong Kidul

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku Bangsa : Sunda

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

No. CM : 014612238

Tanggal masuk RS : 31 – Desember – 2011

Tanggal keluar RS : 3 – Januari – 2012

II. ANAMNESA

Dilakukan secara : Autoanamnesis dan alloanamnesis (suami pasien)

Tanggal : 2 Januari 2012

Keluhan Utama : Pingsan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien seorang perempuan berusia 34 tahun datang dibawa oleh keluarganya ke

RSU dr. Slamet Garut pada tanggal 31 Desember 2012 karena pingsan sebanyak 3x sejak

+ 1 hari SMRS. Menurut keluarga, pasien pingsan selama + 20 menit. Menurut pasien,

selama pingsan pasien merasa pandangan kabur, kedua kaki dan tangan terasa kaku

namun pasien masih dapat mendengar suara dari lingkungan sekitar. Keluhan tersebut

dirasakan mendadak dan pada akhirnya pasien bangun dengan sendirinya. Sebelum

pingsan pasien mengaku kejang namun pada saat kejang pasien mengaku sadar. Menurut

keluarga pasien, saat kejang terjadi kaku pada tangan dan kaki pasien. Keluhan juga

disertai dengan sesak nafas. Sesak nafas tidak membaik walaupun pasien sudah

beristirahat. Selain itu keluhan disertai dengan sakit kepala yang berdenyut dan muntah.

Nia Astarina 110 2006 183 1

Page 2: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Riwayat adanya keluhan buang air kecil ataupun buang air besar disangkal. Riwayat

demam sebelumnya disangkal.

Awalnya keluhan dirasakan ketika pasien sedang gelisah karena memiliki masalah

dengan suami pasien. Ketika pasien gelisah karena ada faktor pemicu stress pasien sering

kali pasien merasa sesak ketika bernafas, tangan dan kaki terasa kram, sakit kepala,

muntah bahkan pernah hingga pingsan. Keluhan ini pertama kali dirasakan pasien sejak

15 tahun yang lalu dan terus berulang diarasakan bilang pasien sedang mendapatkan

masalah yang membuat pasien menjadi stress. Pasien mengaku sudah pernah berobat ke

dokter umum atas keluhannya ini, diberikan obat namun pasien tidak mengetahui obat

yang diberikan dan keluhan berkurang pada saat itu namun tetap kambuh kembali jika

pasien merasakan stress.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat menderita hipertensi disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal

- Riwayat penyakit asma disangkal

- Riwayat penyakit paru disangkat

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit dan keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi :

Pasien berasal dari keluarga yang cukup mampu.

III. OBJEKTIF

Status Praesens

Keadaan Umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4M6V5 (15)

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Respirasi : 24 x/menit

Nadi : 82 x/menit

Nia Astarina 110 2006 183 2

Page 3: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Heart Rate : 82 x/menit

Suhu : 36,6 ° C

Kepala : dalam batas normal

Leher : dalam batas normal

Status Interna

Paru-paru :

Inspeksi: Gerak hemitorak kanan kiri simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus vokal dan taktil kanan dan kiri simetris

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : VBS kanan = kiri, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : Batas jantung kiri ICS 5 linea midclavicula sinistra

Batas jantung kanan ICS 4 linea parasternal dekstra

Batas jantung atas ICS 3 linea parasternal kanan-kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni regular, murmur (-), gallop (-)

Perut :

Inspeksi : Tampak datar, lembut

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Palpasi : Dinding perut lembut

Hati tidak teraba

Limfa tidak teraba

Ginjal tidak teraba

Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran, ps/pp --/--

Nia Astarina 110 2006 183 3

Page 4: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Status Psikis

Cara berfikir : normoaktif

Perasaan hati : eutimik

Tingkah laku : normoaktif

Ingatan : baik

Kecerdasan : baik

Status Neurologis

Kepala :

Bentuk : normocephal

Nyeri tekan : (-)

Simetris : (+)

Pulsasi : (-)

Leher :

Sikap : dalam batas normal

Pergerakan : dalam batas normal

Kaku kuduk : (-)

Nervus Kranialis

N.I (olfaktorius) :

Subyektif : baik

Dengan bahan : tembakau, kopi

N.II (optikus) :

Tajam penglihatan : baik

Lapang penglihatan : baik

Melihat warna dan fundus okuli : Sulit dinilai

Lapang Penglihatan : baik

N.III (oculomotorius) :

Nia Astarina 110 2006 183 4

Page 5: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Sela mata : simetris

Pergerakan bulbus : baik ke segala arah

Strabismus : (-)

Nistagmus : (-)

Eksopftalmus : (-)

Pupil

Besarnya : 2 mm

Bentuknya : simetris bulat isokor

Refleks cahaya : (+/+)

Refleks konsensual : (+/+)

Refleks konvergensi : dalam batas normal

Melihat kembar : (-)

N.IV (trochlearis) :

Pergerakan mata (bawah-dalam) : (+)

Sikap bulbus : simetris

Melihat kembar : (-)

N.V (trigeminus) :

Membuka mulut : simetris kanan-kiri

Mengunyah : simetris kanan-kiri

Mengigit : dalam batas normal

Refleks kornea : +/+

Sensibilitas muka : simetris kanan dan kiri

N.VI (abducens) :

Pergerakan mata (ke lateral) : (+)

Sikap bulbus : simetris

Melihat kembar : (-)

N.VII (fascialis) :

Mengerutkan dahi : simetris kanan-kiri

Nia Astarina 110 2006 183 5

Page 6: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Menutup mata : simetris kanan-kiri

Memperlihatkan gigi : baik

Bersiul : baik

Perasaan lidah 2/3 bagian depan lidah : baik

N.VIII (vestibulocochlearis) :

Detik arloji : +/+

Suara berbisik : +/+

Tes Weber : tidak dilakukan

Tes Rinne : tidak dilakukan

Tes Swabach : tidak dilakukan

N.IX (glosofaringeus) :

Perasaan lidah

(1/3 bagian belakang) : tidak dilakukan

Sensibilitas faring : tidak dilakukan

N.X (vagus) :

Arkus faring : tidak ada kelainan

Berbicara : baik

Menelan : baik

N.XI (asesorius) :

Menengok : (+)

Mengangkat bahu : simetris kanan-kiri

N.XII (hipoglossus) :

Pergerakan lidah : (+) aktif

Lidah : (-)

Atrofi : (-)

Nia Astarina 110 2006 183 6

Page 7: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Badan dan anggota gerak

Badan :

Respirasi : torakoabdominal

Bentuk kolumna vetebralis : dalam batas normal

Pergerakan kolumna vetebralis : dalam batas normal

Refleks kulit perut atas : tidak dilakukan

Refleks kulit perut tengah : tidak dilakukan

Refleks kulit perut bawah : tidak dilakukan

Anggota Gerak Atas :

Motorik : dbn

Pergerakan : + / +

Kekuatan nilai motorik : 5 5

Tonus : baik

Atropi : (-)

Bisep : (+/+)

Trisep : (+/+)

Sensibilitas :

Taktil : baik

Nyeri : baik

Suhu : tidak dilakukan

Diskriminasi : tidak dilakukan

Lokalis : tidak dilakukan

Getar : tidak dilakukan

Anggota Gerak Bawah :

Motorik : dbn

Pergerakan :

Kekuatan : 5 5

Tonus : baik

Atropi : (-)

Nia Astarina 110 2006 183 7

Page 8: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Sensibilitas

o Taktil : baik

o Nyeri : baik

o Suhu : tidak dilakukan

o Diskriminasi dua titik : tidak dilakukan

o Lokalis : tidak dilakukan

o Getar : tidak dilakukan

Refleks fisiologis

o Patella : (+)

o Achilles : (+)

Refleks patologis

o Babinsky : (-/-)

o Chaddock : (-/-)

o Openhaeim : (-/-)

o Gordon : (-/-)

o Schaefer : (-/-)

o Mendel Bechtrew : tidak dilakukan

o Rosolimo : tidak dilakukan

o Klonus paha : (-)

o Klonus kaki : (-)

o Tes Laseque : (-)

o Tes Kernig : tidak dilakukan

o Patrick : tidak dilakukan

o Kontra patrick : tidak dilakukan

Koordinasi, gait, dan keseimbangan

Cara berjalan : tidak dilakukan

Test Romberg : tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : tidak dilakukan

Ataksia : tidak dilakukan

Rebound phenomen : tidak dilakukan

Nia Astarina 110 2006 183 8

Page 9: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Gerakan-gerakan abnormal

Tremor : (-)

Athetosis : (-)

Mioklonik : (-)

Khorea : (-)

Fungsi Luhur : baik

Fungsi Vegetatif

Miksi : baik

Defekasi : baik

PEMERIKSAAN LAIN :

Tanda Chovstek : (+)

Tanda Weiss : (-)

Tanda Trousseau : (+)

IV. RESUME

Subyektif

Pasien seorang perempuan berusia 34 tahun datang dibawa oleh keluarganya ke

RSU dr. Slamet Garut pada tanggal 31 Desember 2012 karena pingsan sebanyak 3x sejak

+ 1 hari SMRS. Menurut keluarga, pasien pingsan selama + 20 menit. Menurut pasien,

selama pingsan pasien merasa pandangan kabur, kedua kaki dan tangan terasa kaku

namun pasien masih dapat mendengar suara dari lingkungan sekitar. Sebelum pingsan

pasien mengaku kejang namun pada saat kejang pasien mengaku sadar. Menurut keluarga

pasien, saat kejang terjadi kaku pada tangan dan kaki pasien. Keluhan juga disertai

dengan sesak nafas, sakit kepala yang berdenyut dan muntah.

Awalnya keluhan dirasakan ketika pasien sedang gelisah karena memiliki masalah

dengan suami pasien. Ketika pasien gelisah karena ada faktor pemicu stress pasien sering

kali pasien merasa sesak ketika bernafas, tangan dan kaki terasa kram, sakit kepala,

muntah bahkan pernah hingga pingsan. Keluhan ini pertama kali dirasakan pasien sejak

15 tahun yang lalu dan terus berulang diarasakan bilang pasien sedang mendapatkan

masalah yang membuat pasien menjadi stress. Pasien mengaku sudah pernah berobat ke

dokter umum atas keluhannya ini, diberikan obat namun pasien tidak mengetahui obat

Nia Astarina 110 2006 183 9

Page 10: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

yang diberikan dan keluhan berkurang pada saat itu namun tetap kambuh kembali jika

pasien merasakan stress.

Status Praesens

Keadaan Umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4M6V5 (15)

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Respirasi : 24 x/menit

Nadi : 82 x/menit

Heart Rate : 82 x/menit

Suhu : 36,6 ° C

Kepala : dalam batas normal

Leher : dalam batas normal

Jantung : dalam batas normal

Paru dan abdomen : dalam batas normal

Status Neurologis

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)

Saraf Otak : Pupil bulat isokor, RC +/+, GBM baik ke segala arah

Motorik : baik 5 5

5 5

Sensorik : baik

Fungsi Luhur : baik

Fungsi vegetatif : baik

Refleks fisiologis : (+/+)

Refleks patologis : (-)

Tanda Chovstek : (+)

Tanda Weiss : (-)

Tanda Trousseau : (+)

V. DIAGNOSIS

Spasmofilia

Nia Astarina 110 2006 183 10

Page 11: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Ensefalitis

2. Tumor otak

3. Hiperkalemia

4. Tetanus

5. Alkalosis

6. Psikosomatis

VII. RENCANA AWAL

1. Rencana Diagnosis

- Pemeriksaan LAB darah (Hb, HT, Leukosit, Trombosit, Eritrosit, Natrium,

Kalium, Calsium, Magnesium)

- Analisa Gas Darah

- EMG

- EEG

- Neuroimaging : CT-scan

MRI

2. Rencana Terapi

Terapi Umum

A (Airway), B (Breathing), C (Circulation)

Penggunaan Face Mask dengan o2 7 liter/menit bila dalam serangan akut

Menjaga keseimbangan cairan elektrolit

Keseimbangan nutrisi

Terapi Khusus

• Suntikkan 10 cc larutan kalsium glukonas 10% intravena

• Golongan Benzodiazepin atau SSRI (Selective serotonin reuptake inhibitor)

Nia Astarina 110 2006 183 11

Page 12: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

VIII. Rencana Edukasi

Menghidari stress

Minum Obat teratur

Minum susu tinggi kalsium

Latihan Pernafasan

Psikoterapi

IX. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanasionam : dubia ad bonam

PEMBAHASAN

Nia Astarina 110 2006 183 12

Page 13: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

SPASMOFILIA

PENDAHULUAN

Di Indonesia, istilah spasmofilia dikenal pada tahun 1972 oleh Prof. Yos Utama.

Spasmofilia dapat terjadi pada semua usia dan tersering pada usia 15-55 tahun.

Spasmofilia merupakan istilah yang sangat popular pada permulaan abad 20 dan

masih sering digunakan. Spasmofilia merupakan suatu keadaan terdapatnya gejala subjektif

yang samar-samar berupa nyeri perut, nyeri kepala, kelelahan, gugup, vertigo, kesemutan,

berdebar, sesak, tercekik, muntah, kehilangan berat badan, nyeri punggung dan nyeri haid

yang disertai tanda-tanda tetani laten dengan atau tanpa memperlihatkan tetani hiperventilasi.

Spasmofilia merupakan suatu tetani laten akibat hiperiritabilitas atau hipereksitabilitas saraf

(neuromuskular) yang bermanifestasi sebagai kejang otot dan berbagai gejala neurastenia

berupa nyeri kepala, gelisah, gangguan gastrointestinal, palpitasi, parestesia, sinkope, sampai

kejang tonik.

Spasmofilia juga sering disebut sebagai tetani laten, kriptogenik tetani, kronik

idiopatik tetani, genuine tetani dan sindrom tetani. Tetani laten adalah suatu keadaan di mana

saraf sargat peka terhadap keadaan iskemik (tanda Trousseau, spasme karpal), perkusi saraf

(tanda Chvostek), stimulasi listrik (tanda Erb), atau alkalosis (spasme karpal) dan tanda-tanda

ini sangat umum didapat pada orang-orang yang mengalami tetani oleh sebab apapun. Dalam

kamus kedokteran, spasmofilia diartikan sebagai suatu keadaan di mana saraf motorik

memperlihatkan sensitivitas yang abnormal terhadap rangsangan mekanik atau listrik dan

penderita menunjukkan kemudahan untuk mendapatkan spasme, tetani dan kejang.

Spasmofilia atau tetani laten, telah lama dikenal sebagai gangguan neurovegetatif yang

ditandai suatu keadaan hiperiritatif neuromuskular disertai tanda klinis, listrik dan humoral

yang khas. Di sini keadaan hiperiritatif neuromuskular merupakan sifat dasar spasmofilia.

Pada keadaan spasmofilia ditemukan hipokalsemi sebagai inti gangguan pada susunan saraf,

walaupun pada keadaan tetani laten yang idiopati kadar kalsium dalam darah hampir selalu

normal sehingga bentuk ini dinamakan juga spasmofilia.

Keadaan hiperiritatif susunan saraf pada spasmofilia sangat mencolok, hal ini tampak

bahwa kekuatan listrik galvanik terkecil masih memberikan suatu reaksi.

Nia Astarina 110 2006 183 13

Page 14: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Spasmofilia yang merupakan suatu keadaan hiperiritabel neuromuskular dan

memberikan beragam gambaran klinis dapat dideteksi dengan baik oleh alat elektromiografi.

Pada pemeriksaan elektromiografi stimulus atau rangsangan akan menimbulkan suatu

potensial berupa gelombang listrik. Intensitas rangsangan supra maksimal yang berbeda dapat

memberi gelombang potensial listrik yang berbeda pula. Penderita tertentu dapat sangat peka

terhadap stimulasi listrik dan hal ini berkaitan dengan keadaan spasmofilia atau tetani laten.

Pada kepustakaan lain, spasmofilia juga disebut sebagai sindrom hiperventilasi yaitu

suatu sindrom yang mempunyai beberapa gejala klinis yang berhubungan dengan status

ansietas atau depresi. Sindroma hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu keadaan ventilasi

berlebihan yang menyebabkan perubahan hemodinamik dan kimia sehingga menimbulkan

berbagai gejala.

Sindrom hiperventilasi menurut DSM IV tergolong pada reaksi ansietas panik atau

neurosis ansietas, Keadaan ini lebih sering ditemukan di daerah urban dibandingkan di daerah

rural. Prevalensinya sekitar 2-4 % pada umur dewasa dan terutama mengenai wanita dengan

rasio pria-wanita sebesar 1:4 sehingga diperkirakan faktor hormonal memegang peranan yang

cukup penting. Keadaan ini merupakan ekspresi dari flight or flight yang bermanifestasi

dalam bentuk otonomik dan somatik.

Dalam praktek sehari-hari sulit membedakan antara spasmofilia, hiperventilasi, dan

sindrom panik. Disimpulkan bahwa antara hiperventilasi dan sindrom panik mempunyai

gejala yang tumpang tindih. Gejala hiperventilasi ditemukan pada 50% pasien dengan

gangguan panik dan 60% gangguan agorafobia. Di Amerika Serikat, sindrom hiperventilasi

ditemukan pada 10% pasien penyakit dalam, sedangkan data di Indonesia belum ada.

Gejala umum sindrom hiperventilasi adalah dispnea, parestesi, nyeri dadam

takikardia, dizziness, palpitasi, black out, cemas. Sedangkan sindrom panik mempunyai

gejala klinis seperti kecemasan, takut, dispnea, palpitasi, dizziness, vertigo atau bergoyang,

parestesia, berkeringat, muka berubah-ubah, rasa tercekik. Dari kedua gejala tersebut dapat

dilihat bahwa sindrom hiperventilasi dan sindrom panik merupakan disfungsi primer yang

bersifat sentral dan sekunder berupa disfungsi otonom. Sedangkan spasmofilia mempunyai

gejala campuran yang berbeda yakni campuran antara somatik dan otonom dengan berbagai

gejala kliniknya. Cowley dan Roy Byrne berpendapat bahwa pasien lain yang mempunyai

gejala hiperventilasi dan panik mempunyai kelainan yang sama yakni kelainan biologis dan

mungkin digolongkan kelainan genetic pada hipersensitivitas sistem saraf.

Nia Astarina 110 2006 183 14

Page 15: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Gregory J Morgan mengatakan hiperventilasi merupakan sindrom psikologis yang

normal dari stres yang berhubungan dengan hipokapnea dalam fase respiratorik alkalosis.

Gejala hiperventilasi yang sering muncul adalah dispnea, dizziness, nyeri dada, angina

pektoris, dan gejala neuropsikologis berupa kesemutan dan tebal terutama pada jari tangan

dan bibir, penglihatan kabur, nyeri kepala ringan, iritabel, kadang-kadang terjadi perubahan

kepribadian.

PATOFISIOLOGI

Hipokalsemia yang sering terjadi pada spasmofilia atau tetani laten terjadi akibat

kelainan sistem regulasi homeostatik konsentrasi kalsium darah. Di dalam darah, 45% total

kalsium darah terikat dengan albumin, 10% sebagai ion kompleks dan 45% sisanya dalam

bentuk ion. Fraksi ion yang diatur oleh hormon paratiroid dan vitamin D ini ternyata sangat

berpengaruh terhadap fungsi neuromuskular dan neuropsikiatrik.

Peti dkk, melakukan penelitian pada 82 anak dengan umur antara 2-12 tahun

mendapatkan 46 orang menderita spasmofilia dan dari 46 penderita spasmofilia tersebut 31

diantaranya didapatkan dengan hipokalsemia. Namun pada penelitian lain yang dilakukan

oleh Nuti dan oleh Widiastuti, didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada

kadar kalsium plasma antara penderita spasmofilia dengan populasi kontrol. Penelitian yang

dilakukan oleh Felinger menyatakan bahwa spasmofilia atau tetani laten terjadi akibat

hipokalsemia dan begitu juga dengan hipomagnesemia yang signifikan menyebabkan

spasmofilia. Riggs menunjukkan bahwa hipokalsemia dan hipomagnesemia menyebabkan

sistem saraf pusat maupun perifer menjadi iritabel dengan kejang dan respek terhadap tetani.

Secara fisiologis dan klinis, hipokalsemi sering terjadi karena kekurangan hormon

paratiroid, vitamin D, metabolit aktifnya atau respon yang abnormal dari tulang, usus dan

ginjal (target organ). Gejala dan tanda akan limbul bila konsentrasi ion kalsium dalam darah

di bawah 4 mg/dL, dan ini kira-kira kurang dari 8 mg/dL total kalsium. Pada hipokalsemi

yang kronik, sering didapatkan kadar kalsium darah sekitar 5-6 mg/dL dan ini biasanya

asimptomatik.

Rangsangan neuromuskular diatur menurut hukum LOEB di mana ada keseimbangan

antara ion K, Na, OH di satu pihak dengan ion Ca, Mg, H di lain pihak. Penurunan kadar

kalsium atau jumlah kalsium total dalam darah akan menuju ke arah hipereksitasi dalam arti

praktis hanya perlu pemeriksaan hipokalsemi yang merupakan tanda pokok.

Nia Astarina 110 2006 183 15

Page 16: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Tempat asal aktivitas tetani masih diselidiki, yang jelas bahwa tempatnya bukanlah

pada otot itu sendiri dan diduga jaringan saraf yang berperan dalam aktivitas tetani adalah

pusat spinal, motor end plate atau motorneuron di kornu anterior, sedangkan para psikolog

menganggap bahwa hiperiritabel neuromuskular merupakan suatu fenomena perifer yang

meliputi motor¬neuron sampai motor end plate.

Konsentrasi kalsium pada cairan serebrospinalis ternyata tetap konstan pada keadaan

hipokalsemi dan hiperkalsemi, di sini mungkin faktor lain berperanan penting dalam

mengatur jumlah kalsium pada jaringan otak. Perubahan kadar kalsium ternyata tidak

menunjukkan perubahan pada elektroensefalografi.

Keluhan neurologi atau neuromuskular paling sering sebagai manifestasi dari keadaan

hipokalsemi kronis yang tidak diobati.

Gregory mengatakan bahwa spasmofilia merupakan kelainan fungsional yang

disebabkan oleh hipereksitabilitas dari sistem saraf. Lazuardi menjelaskan bahwa spasmofilia

sama dengan sindrom hiperventilasi di mana ansietas yang menginduksi hiperventilasi akan

menimbulkan hipokapnea dan hipokalsemia yang akan bermanifestasi sebagai parestesi pada

muka dan tangan. Hal ini terjadi bila PCO2 turun sampai 20 mmHg namun aktivitas EMG

spontan baru akan terlihat apabila PCO2 menurun lagi sebesar 4 mmHg. Penurunan PCO2

akan meningkatkan eksitabilitas akson kutan dan motorik saraf perifer dan perubahan

kelistrikan selaput akson disebabkan oleh menurunnya kadar ion kalsium plasma.

Diperkirakan pula bahwa letupan spontan kutan tersebut adalah sama dengan potensial

repetitif pada pemeriksaan spasmofilia. Dengan menghirup udara dalam kantong bertujuan

meningkatkan kadar PCO2 sehingga eksitabilitas akson akan menurun dan akan

menormalisasi kadar kalsium.

Pitts dan Mc Clure menemukan bahwa para penderita ini sangat rentan terhadap

sodium lactate 0,5 M. Mereka akan memperlihatkan gejala gelisah, berdebar dan peningkatan

tensi. 15 menit setelah dipasang infus tersebut. Pemberian infus ini kemudian dapat

dipergunakan sebagai tes penyaringan untuk membedakannya dengan penyebab lain.

Pemberian obat anti ansietas dan preparat kalsium dapat mencegah timbulnya gejala

tersebut.

Menurut David Sheehan keadaan ini disebabkan oleh adanya gangguan pada locus

ceruleus yang menimbulkan cetusan yang sering serupa epilepsi. Pengeluaran katekolamin

Nia Astarina 110 2006 183 16

Page 17: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

berlebihan bermanifestasi sebagai ekspresi saraf simpatik yang eksesif akibat keadaan

hipersensitivitas berlebihan terhadap perubahan pH, kadar PCO2, ion H dan asam laktat.

Menurut Chrousous selain komponen locus ceruleus norepinefrin (LC-NE) atau

susunan saraf simpatik tersebut, didapatkan pula adanya komponen lain yaitu corticotrophin

releasing hormone dan vasopresin yang berpusat di nukleus paraventrikuler hypothalamus

(PVN-CRH). Pemberian CRH intraventikuler dalam jumlah besar akan menimbulkan gejala

ansietas.

Sedemikian pula aktivasi LC-NE akan melepas NE yang merupakan aktivitas aksis

hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA). Kedua komponen tersebut saling mengaktivasi satu

sama lain. Neurotransmiter serotonin dan asetilkolin mengeksitasi, sedangkan GABA dan

peptida opioid menginhibisi kedua komponen tersebut. Sistem stres CRH dan LC-NE

tersebut juga erat kaitannya dengan sistem reproduksi aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium

(hypothalamus-pituitary-ovarian / HPO), sistem tiroid, pertumbuhan dan sistem imunologi,

sehingga sering terlihat perubahan pada sistem-sistem tersebut pada stress yang

berkepanjangan. Merendahnya daya tahan tubuh ini mudah menimbulkan penyakit autoimun

seperti penyakit Grave, lupus eritematosus, asma, rheumatoid arthritis, colitis ulseratif dan

penyakit kanker.

Hipertensi esensial timbul sebagai akibat hiperfungsi simpatis yang berkepanjangan,

sedangkan ulkus peptikus disebabkan oleh hiperfungsi parasimpatis yang berkepanjangan.

Kedua keadaan ini merupakan suatu manifestasi kaitan aksis hypothalamus-pituitary-adrenal

dengan saraf otomom. Kelainan hormon seks menurut penelitian mungkin disebabkan oleh

kaitan sistem CRH dan LC-NE dan sistem reproduksi tersebut.

Menurut Newton E, sindrom hiperventilasi dapat terjadi akut dan kronis. Keadaan

akut ditemukan 1 % kasus. Sedangkan pada kasus kronis dapat berupa gejala respirasi,

kardiak, neurologik, atau gastrointestinal. Mekanisme terjadinya sindrom hiperventilasi

belum jelas diketahui. Pada populasi saat ini diketahui bahwa penyebab stres tertentu dapat

mencetuskan gangguan ini. Menurut Arautigam, secara psikologis penyebab yang

mencetuskan gangguan ini ialah perubahan pernapasan yang biasanya disebabkan oleh faktor

emosional / stres psikis.

Dapat disimpulkan, pada sindrom hiperventilasi, jenis pernapasan pada pasien-pasien

ini telah berubah, yaitu bernapas terutama dengan dada dan hampir tidak menggunakan

diafragma. Ternyata pernapasan dengan torakal saja akan menyebabkan PCO2 dibawah 40

Nia Astarina 110 2006 183 17

Page 18: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

mmHg. Pada analisis gas darah arteri terdapat alkalosis respiratori akibat berkurangnya

PCO2. Akibat turunnya PCO2 terjadi perubahan-perubahan sekunder sebagai berikut :

1. Alkalosis respiratori dengan penurunan ion kalsium serum, fosfat organik, dan ion

magnesium. Selain itu, pada alkalosis, akibat rendahnya kadar ion H+ dalam plasma, maka ion

kalium (K+) plasma akan meningkat. Keadaan ini mungkin menjelaskan timbulnya palpitasi.

Selain itu, perubahan pH darah akan menyebabkan efisiensi enzim menurun sehingga

menyebabkan gangguan yang bermanifestasi sebagai berbagai gejala klinis di atas.

2. Hipereksitabilitas saraf dan otot (neuro-muscular hiperexitability) dengan gejala-gejala tetani

(parestesi, fenomena Chvostek dan Trousseau, spasme karpopedal, kejang tangan kaki)

disebabkan oleh pergeseran ion-ion, yaitu berkurangnya ion kalsium dan ion magnesium.

3. Perubahan perdarahan regional. Pada hiperventilasi alveolar akut, peredaran darah di otak

berkurang yang dapat menimbulkan pre-kolaps dengan pandangan kabur. Ini karena rangsang

terkuat untuk sirkulasi otak ialah perubahan konsentrasi CO2 dalam darah.

4. Aktivasi simpatik : hiperventilasi merangsang sistem saraf simpatik. Hingga terjadi kenaikan

nadi dan terjadi perubahan EKG dengan ekstrasistol.

Grigss menyebutkan bahwa spasmofilia adalah normokalsemi tetani idiopatik yang

bersifat herediter dan didapat. Kelainan yang didapat mirip dengan neuromiotonia (sindrom

Isaac) di mana hipereksitabilitas saraf perifer meningkat menjadi kram otot dan gerakan

menyentak (twitching).

GAMBARAN KLINIS

Gejala klinis yang sering dikeluhkan sangat bervariasi dan tidak khas misalnya,

spasme laring, spasme karpopedal, epilepsi, migren psikotik, nyeri perut, nyeri kepala,

kelelahan, ketakutan, emosi labil, vertigo, nyeri haid, kram otot, dan lainnya.

Serangan yang khas biasanya didahului oleh rasa kesemutan pada ekstremitas

terutama tangan dan daerah mulut disertai oleh parestesia di daerah bibir dan lidah. Rasa

kesemutan ini bertambah nyata dan menyebar ke proksimal sampai daerah muka, beberapa

saat kemudian timbul rasa tegang dan spasme pada otot-otot mulut, tangan dan tungkai

bawah. Keadaan spasme ini juga meluas sampai ke muka bahkan ke bagian tubuh lainnya.

Kontraksi tonik pada otot-otot distal lengan dan otot-otot interosea menyebabkan

gambaran spasme karpopedal di mana jari-jari dalam keadaan fleksi pada persendian

metakarpofalangeal dan ekstensi pada sendi interfalangeal. Jari-jari dalam keadaan aduksi

Nia Astarina 110 2006 183 18

Page 19: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

dan ibu jari dalam keadaan aduksi dan ekstensi sedangkan pada kaki dijumpai plantar fleksi

di pergelangan kaki dan aduksi jari-jari kaki.

Pada rangsangan yang lebih hebat, otot-otot yang spasme menjadi lebih luas, pada

ekstrimitas atas siku menjadi fleksi; dan bahu mengalami aduksi. Pada tungkai terjadi fleksi

sendi lutut dan aduksi paha. Otot-otot kepala juga mcngalarni spasme dengan trismus dan

retraksi pada sudut mulut (risus sardonikus) mata agak tertutup (blefarospasme) dan bila otot-

otot bulber kena terutama laring maka terjadi laringospasme dengan stridor. Spasme pada

otot-otot tubuh dan leher rnemberi gambaran opistotonus serta sering didapatkan kejang tonik

klonik.

Gambar 1. Carpopedal spasme

Dalam bentuk yang laten dapat memberi gambaran hiperiritabel neuromuskular dalam

beberapa bentuk yaitu bentuk viseral berupa gangguan digestif dengan kolik lambung dan

muntah, bentuk neurologis berupa serangan tetani dengan kejang epilepsi dan penurunan

kesadaran, sakit kepala, sedangkan bentuk lain berupa bentuk neuropsikotik.

Nia Astarina 110 2006 183 19

Page 20: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Penelitian pada penderita nyeri kepala dengan spasmofilia positif, terdapat beberapa

gejala menarik yaitu sering dikeluhkan adanya nyeri kepala yang berdenyut di daerah pelipis

yang disertai oleh nyeri ketuk pada daerah nyeri tersebut, sedangkan di daerah tersebut sering

ditemukan adanya gangguan perasaan (hipestesia).

Peti menyebutkan gejala klinik yang sering muncul adalah nyeri kepala tegang, kram,

spasme abdominal, ansietas, dan tanda Chvostek.

Sedangkan Widiasturi-Samekto dalam penelitian terhadap 62 pasien dengan kelugan

nyeri kepala, sering pusing, parestesia, kram, nyeri otot, malaise mendapatkan hasil tes

provokasi EMG positif sebanyak 98,3 %. Dari pemeriksaan menyeluruh didapatkan 80,6 %

di antaranya sering mengalami sakit kepala atau dizziness 59,6 % di antaranya dengan

parestesia sepintas, 64,5 % mengalami tangan terasa dingin, 59,7 % merasa tegang di

tengkuk, 29 % mengalami spasme atau kram pada ekstremitas, 11,3 % dengan keluhan

dispepsia atau nyeri lambung, 8,1 % mengalami gejala kardiovaskular (nyeri dada, palpitasi),

dan 91,9 % mempunyai tanda Chvostek yang positif.

Hiperiritabilitas saraf somatik terjadi pada spasme otot dan berubah mengalami

distrofia sebagai hasil dari nyeri kronik seperti nyeri tengkuk, bahu tangan, punggung, nyeri

kepala tegang yang merupakan konsekuensi dari metabolism yang meningkat dan sirkulasi

darah yang menurun pada otot tersebut. Impuls nyeri itu akan menyebabkan iritasi saraf

motorik dalam keadaan kronik dan sebagai hasil dari suatu keadaan yang disebut sirkulus

vitiosus seperti yang dikemukakan oleh Travel dan Simons.

Pemeriksaan Chvostek yang positif sebagai indikasi adanya hipereksitabilitas serat

motorik pada saraf fasialis. Komponen simpatik dari sistem saraf otonom memberikan rasa

dingin dan parestesia pada tangan dan kaki, sedangkan komponen parasimpatis memberikan

gejala nyeri lambung, dispnea, dan nyeri dada. Berdasarkan gejala klinik di atas, timbul

pertanyaan apakah dapat diterangkan bahwa gejala klinik yang disebabkan oleh

hipereksitabilitas sistem saraf somatik dan gejala klinik yang disebabkan oleh

hipereksitabilitas sistem saraf otonom dapat dijadikan pegangan untuk mendiagnosis

spasmofilia. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Widiastuti-Samekto yang

merekomendasikan enam gejala dan tanda dengan sensitivitas dan spesifisitas 80 %. Oleh

karena itu, 2 gejala somatik dan satu gejala otonom dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis spasmofilia tanpa pemeriksaan tes provokasi EMG.

Nia Astarina 110 2006 183 20

Page 21: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

ETIOLOGI

Meskipun pengaruh faktor-faktor psikik sangat jelas, namun tidak dapat dianggap

sebagai suatu penyakit neurotik atau neurastenik. Dengan ditemukannya hipokalsemia dan

hipomagnesia pada para penderita spasmofilia harus dipikirkan adanya suatu gangguan

metabolik dari kation-kation tersebut pada susunan saraf sebagai inti gangguannya.

Dikatakan penurunan ion kalsium dalam plasma akan menuju ke arah

hipereksitabilitas/hiperiritabilitas neuron yang menimbulkan gejala spasmofilia.

Hipokalsemi dapat disebabkan oleh keadaan-keadaan defisiensi vitamin D, defisiensi

hormon paratiroid, pankreatitis akut, hiperfostatemia, defisiensi magnesium, sekresi berIebih

hormon adrenokortikal, keganasan, sindrom nefrotik, obat-obatan, transfusi darah, kehilangan

kalsium melalui urin, kondisi alkalosis (alkali, hiperventilasi, obstruksi saluran cerna),

kebutuhan kalsium yang meningkat dan sepsis.

Ansietas yang menginduksi hiperventilasi akan menimbulkan hipokapnea sehingga

terjadi peningkatan eksitabilitas aksonal yang akan menimbulkan gejala klinik spasmofilia.

Day dalam studi kasusnya menyebutkan 3 generasi mempunyai gejala klinik yang mirip yang

mencurigai bahwa spasmofilia diturunkan secara dominan pada gangguan berupa

hiperiritabilitas neuronal. Pada penelitian lain oleh Riggs didapatkan bahwa spasmofilia

terjadi secara turun-temurun dan penyebarannya luas.

PEMERIKSAAN

Selain pemeriksaan elektromiografi pada penderita spasmofilia, dapat diperiksa lebih

dahulu tanda fisik yang berhubungan dengan hiperiritabilitas sistem neuromuskular.

Pemeriksaan tersebut antara lain: tanda Chvostek, tanda Trousseau, tanda Weiss, tanda Erbs

(arus galvanik), tanda Hoffman (mekanik, elektris, tanda Kashida (termik), tanda Pool

(tegangan), tanda Schlesinger (tegangan), tanda Schultze (ketukan), tanda Lust (ketukan) dan

tanda Hochisngers.

Salah satu tanda yang penting adalah tanda Chvostek yang ditimbulkan melalui

ketukan pada bagian lunak dari pertengahan garis ujung telinga ke ujung mulut tepat di

bawah apofisis zigomatikus. Reaksi positif terdiri atas kontraksi ipsilateral muskulus

Nia Astarina 110 2006 183 21

Page 22: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

orbikularis oris yang terutama nyata pada bagian tengah bibir. Bila tanda ini meragukan

sebaiknya dilakukan dahulu hiperventilasi. Tanda Chvostek ini dikenal ada 3 tingkatan yaitu :

Tingkat 1 : bila reaksinya hanya di bibir

Tingkat 2 : bila reaksinya menjalar ke ujung hidung

Tingkat 3 : bila seluruh muka ikut berkontraksi

Gambar 2. Tanda Chvostek

Tanda lain yang tak kalah pentingnya adalah tanda Trousseau, kompresi lengan atas,

baik dengan cara meremas atau mengikat dengan torniket atau manset tensimeter, di mana

mula-mula timbul rasa kesemutan pada distal ekstremitas, kemudian timbul kejang pada jari-

jari dan tangan yang membentuk suatu spasme karpopedal (kontraksi otot termasuk fleksi

pada pergelangan tangan dan sendi metakarpofalangeal, hiperekstensi jari-jari, serta fleksi ibu

jari). Modifikasi tehnik ini dengan tehnik Von Bonsdorff di mana manset tensimeter

diperrtahankan selama 10 menit kemudian dibuka dan dilakukan hiperventilasi akan

mengakibatkan spasme yang khas (spasme karpopedal) yang lebih cepat pada lengan yang

iskemik dibanding dengan lengan yang lain.

Tanda Weiss ditimbulkan dengan mengetok sudut lateral orbita yang menyebabkan

m.orbikularis okuli mengerut bila positif

Nia Astarina 110 2006 183 22

Page 23: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Gambar 3. Trousseau’s Sign

Pemeriksaan Elektromiografi

Turpin dan Kugelberg adalah orang yang pertama kali meneliti tentang

elektromiografi pada penderita tetani.

Spasme pada tetani selain disertai aksi potensial yang repetitif dan ireguler pada

motor unit, dan pada saat tetani selalu motor unit potensial akan melepaskan muatan secara

spontan berkekuatan 5-15 Hz.

Pemeriksaan EMG pada spasmofilia merupakan baku emas dalam menegakkan

diagnosis. Gambaran elektromiografi pada spasmofilia merupakan gambaran yang khas dari

manifestasi neuromuskular perifer dan dimulai dengan adanya fibrilasi dan fasikulasi serta

bersamaan dengan meningkatnya frekuensi akan terlihat twitching otot. Gambaran khas

tersebut berupa gambaran-gambaran duplet, triplet, bahkan multiplet yang merupakan

potensial aksi yang repetitif di mana gelombang yang belakangan cenderung mempunyai

amplitudo yang lebih besar.

Gambaran ini diduga ada hubungannya dengan tempat di kornu anterior dan beberapa

peneliti menduga hal ini sebagai suatu fenomena perifer yang meliputi motor neuron sampai

motor end plate, walaupun secara keseluruhan belum jelas benar mekanismenya.

Gambaran elektromiografi yang khas ini tidak pada keadaan hiperiritabel lainnya.

Pemeriksaan EMG dilakukan dengan cara memasang tournikuet pada lengan atas da dipompa

Nia Astarina 110 2006 183 23

Page 24: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

sampai tekanannya sedikit melebihi tekanan sistolik sampai timbul iskemia. Iskemia ini

dipertahankan selama 5 menit dan pembacaan EMG dilakukan melalui elektroda kulit yang

dipasang pada otot interoseus dorsalis. Pembacaan rekaman EMG baru dilakukan setelah

hiperventilasi selama 3 menit. Spasmofilia positif terlihat adanya potensial repetitif spontan

dengan frekuensi 100 sampai 200 cps yang bermanifestasi sebagai duplet, triplet, kuadriplet,

atau multiplet selama 2 menit. Gradasi pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :

Ringan (+) :2-6 potensial repetitif dalam waktu lebih dari 2 menit setelah

hiperventilasi.

Sedang (++) :sekelompok potensial repetitif yang berlangsung lebih dari 2

menit setelah hiperventilasi atau 2-6 potensial repetitif selama

lebih dari 2 menit setelah 10 menit iskemia.

Berat (+++) :tetani yang nyata setelah hiperventilasi atau lebih dari 6

kelompok per detik potensial repetitif selama minimal 2 menit

setelah 10 menit iskemia.

Sangat berat (++++) :langsung tetani atau kelompok potensial repetitif yang terjadi

selama fase iskemik

Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)

Pada penelitian terhadap 100 kasus yang berhasil dikumpulkan, 67% di antaranya

adalah wanita dan 65% dengan spsmofilia. Dari kelompok dengan spasmofilia 73,2% adalah

wanita. Tiga parameter EEG yang dperoleh dari rekaman hiperventilasi menunjukkan

korelasi yang relatif kuat dengan spasmofilia :

1. Peningkatan frekuensi gelombang tajam/runcing

2. Peningkatan amplitudo gelombang tajam dan runcing

3. Peningkatan frekuensi gelombang paroksimal lambat.

Rasio prevalens kedua parameter EEG yang lain adalah :

1. Adanya gelombang tajam/runcing : 2.34 (95% ; CI : 0,89 – 6,17)

2. Adanya gelombang paroksimal lambat beramplitudo tinggi (50µV ) : 3.40 (95% ; CI :

1.10 – 10.55)

Nia Astarina 110 2006 183 24

Page 25: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Gambar 4. Gambaran EEG pada penderita spasmofilia

Selain itu, diketahui bahwa hiperventilasi diinduksi oleh hipokapnea, maka perlu juga

dilakukan pemeriksaan tekanan PCO2 agar dapat dilakukan breathing retraining. Begitu juga

pemeriksaan kadar kalsium dan magnesium plasma perlu dilakukan agar dapat mengobati

kausa yang mendasari spasmofilia.

DIAGNOSIS SPASMOFILIA

Diagnosis spasmofilia dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik

neurologis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan elektromiografi sebagai baku emas.

Pada anamnesis, didapatkan penderita dengan keluhan-keluhan nyeri kepala, nyeri

perut, nyeri haid, kram otot, epilepsi, migren, vertigo, ketakutan emosi yang labil, kesemutan,

bahkan pada penderita dengan gejala-gejala psikotik.

Nia Astarina 110 2006 183 25

Page 26: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Dari pemeriksaan fisik neurologis sangat mungkin timbul tanda-tanda hiperiritabilitas

neuromuskular. Di samping tanda-tanda Erbs, Hoffman, Weiss, Lust dan lain-lain, yang

sangat penting adalah tanda fasial dari Chvostek, tanda Trousseau, serta pemeriksaan

hiperventilasi.

Pemeriksaan laboratorium terutama ditunjukkan pada pemeriksaan ion-ion kalsium,

magnesium serta pemeriksaan lain misalnya kalium, fosfat dan analisa gas darah.

Yang paling penting adalah pemeriksaan elektromiografi di mana gambaran duplet,

triplet dan multiplet yang merupakan manifestasi hiperiritabilitas saraf dan sensitivitas saraf

adalah khas untuk spasmofilia.

Pada penelitian yang dilakukan Widiastuti-Samekto, direkomendasikan bahwa 6

gejala maupun tanda yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi untuk spasmofilia tanpa

melakukan tes provokasi EMG, yaitu :

1. Kaku otot

2. Nyeri otot sebagai konsekuensi spasme kronik

3. Spasme akut

4. Tanda Chvostek

5. Komponen simpatis (tangan atau kaki basah atau berkeringat)

6. Komponen parasimpatis (nyeri dada, nyeri/ketidaknyamanan pada epigastrium)

PENGOBATAN

Pasien disuruh bernafas (inspirasi dan ekspirasi) ke dalam sungkup kantong plastic

bila didapatkan tanda alkalosis agar PCO2 dalam darah naik. Seperti diketahui intervensi

sindroma hiperventilasi adalah dengan menghirup udara dalam kantung, yaitu untuk

meningkatkan kadar PCO2 sehingga eksitabilitas aksonal akan menurun kembali dan

menormalisir kadar kalsium. Belajar bernafas torakoabdominal dengan menggerakan

diafragma.

Pada keadaan akut dapat diberikan kalsium, terutama kalsium glukonas 10%

sebanyak 10-20 mL intravena atau secara oral diberikan kalsium laktat 12 gram/hari atau

kalsium glukonas 16 gram/hari. Bila hipokalsemi sangat berat dapat diberikan 100 mL

kalsium glukonas 10% dalam 1 L dektrose 5% secara lambat, lebih dari 4 jam.

Nia Astarina 110 2006 183 26

Page 27: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

Bila masih belum dapat mengatasi tetani, dapat diberikan magnesium karena tetani

sering berhubungan dengan hipomagnesemia dengan dosis 2 mL MgSO4 50% secara intra

muskuler. Di samping hal tersebut di atas, dapat diberikan juga hidroklortiazid (HCT) dengan

dosis 50-100 miligram/hari, vitamin D, koreksi pH darah bila ada alkalosis.

Pemberian vitamin B6 100 mg dapat membantu metabolisme serotonin serta absorpsi

dan uptake magnesium oleh sel.

Selain itu, psikoterapi dapat membantu dalam penatalaksanaan spasmofilia.

Psikoterapi membantu menyelesaikan masalah emosional pada pasien termasuk di dalamnya

adalah terapi perilaku (cognitive behavioral therapy).

Karena hiperventilasi sering merupakan bagian dari serangan panik maka dapat

diberikan obat antiansietas golongan benzodiazepine atau SSRI (selective serotonin reuptake

inhibitor).

PROGNOSIS

Prognosis serangan akut adalah baik. Pada kasus kronik 65 % mengalami perbaikan

dan 26% keluhan hilang dalam 7 tahun. Prognosis dapat diperbaiki dengan latihan pernafasan

dan psikoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Nia Astarina 110 2006 183 27

Page 28: Case Spasmofilia Nia

Case Neurologi

1. Lazuardi S. Spasmofilia dan nyeri kepala. Neurona Majalah Kedokteran Neurosains.

PERDOSSI. 1995;2(4):27-35.

2. Widiastuti MS. Simple clinical symptoms and signs for diagnosing spasmophillia.

Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. 1995.

3. Maruli M, Anna MG, Hadinoto S. Spasmofilia aspek klinis dan elektromiografi.

Dalam: Hadinoto S, Timotius J. Kejang Otot. Semarang. Badan Penerbit Universitas

Diponegoro. 1995:39-47.

4. Magarian GJ, Olney RK. Absence spells. Hyperventilation syndrome as a previously

unrecognized cause. Am J Med. 1984;76(5):905-9.

5. Paci A, Sartucci F, Rossi B, Migliaccio P, Pallesi R. Clinical manifestation of

spasmophilia in developing age. Pediatr Med Chir. 1984;6(6):823-829.

6. Nuti R, Turchetti V, Martini G, Righi G, Galli M, Lore F. Pathophysiological aspects

of calcium metabolism spasmophilia. Biomed Pharmacother. 1987;41(2):96-100.

7. Day JW, Parry GJ. Normocalcemic tetany abolished by calcium infusion. Ann Neurol.

1990;27(4):438-440.

8. Riggs JE. Neurological manifestation of fluid and electrolyte disturbances. Neurol

Clin. 1989;7(3):509-523.

9. Fensterheim H, Wiegand B. Group treatment of hyperventilation syndrome. Int J

Group Psychother. 1991;41(4):399-403.

10. Cowley DS, Roy-Byrne PP. Hyperventilation and panic disorder. Am J Med.

1987;83(5):929-937.

11. Markam S, Latief M. Spasmofilia yang disertai gejala mudah terkejut pada keadaan

kesadaran menurun. Cermin Dunia Kedokteran. 1980;18:35-36.

12. Schuitemaker GE. Spasmophilia. J Orthomol Med. 1988;3(3):145-146.

13. Roth B. Nevsimal O. EEG study of tetany and spasmophilia. Electroenceph Clin

Neurophysiol. 1964;17:36-45.

14. Galland L. Magnesium, Stress, and Neuropsychiatric Disorders. Diakses: 11 Januari

2011. Diunduh dari: http://www.mdheal.org/magnesiu1.htm.

15. Urbano FL. Sign of Hypocalemia : Chovstek’s and Trosseau’s Signs. Hospital

Physician. March 2000:43-45

Nia Astarina 110 2006 183 28